kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

18 September 2010

Malpraktik VS Standar Pelayanan Kesehatan

KATA PENGANTAR
Puji sykur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan memberi petunjuk dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Maraknya Malpraktik di Indonesia”..
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak sekali mendapat bantuan, dukungan moril maupun materi dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eravianti, S.SiT, MKM selaku dosen pembimbing dan kepada teman-teman yang sudah memberikan bantuan dan masukan sehinnga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik, namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Padang, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................. 2
C. Manfaat .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Standar dan Mutu Pelayanan Kesehatan............................................... 3
B. Malpraktik .......................................................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................... 15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 17
B. Saran................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Itulah kalimat yang pantas untuk dunia kesehatan saat ini. Malpraktik masih menjadi topic utama dalam dunia kesehatan terutama di Indonesia akhir-akhir ini. Berbagai praktik kesehatan termasuk kedokteran dan keperawatan kini diarahkan untuk mencegah terjadinya malpraktik.
Malpraktik merupakan suatu tindakan tenaga professional yang bertentangan dengan standard operating procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang –undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Standar Pelayanan Kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran dari system pelayanan kesehatan.
Kasus tindak pidana malpraktik merupakan kasus yang sangat sering terjadi di Indonesia. Dalam beberapa decade terakhir ini istilah malpraktik cukup terkenal dan banyak dibicarakan masyarakat umum khusunya malpraktik bidang kedokteran dalam transaksiterapeutik antara dokter dan pasien.
Jika kita flashback beberapa decade ke belakang khususnya di Indonesia anggapan banyak orang, dokter adalah professional yang kurang bias disentuh dengan hokum atas profesi yang dia lakukan. Hal ini berbeda seratus delapan puluh derajat saat sekarang banyak tuntutan hukum baik perdata, pidana maupun administrative yang diajukan pasien atau keluarga pasien kepada dokter karena kurang puas atas hasil perawatan atau pengobatan.
Salah satu contoh tindakan malpraktik yang dilakukan oeh dokter adalah kasus tertinggalnya kassa di ruang antar tulang dan otot pasien, sehingga menyebabkan pasien mengalami osteomielitis. Bekas luka operasi mengeluarkan nanah, akibatnya terpaksa pasien menjalani operasi kedua pada tulang femurnya.
Hal ini disebabkan oleh kelalaian dokter pada saat melakukan operasi yang pertama karena fraktur pada tulang femur. Sehingga menyebabkan keluarga korban melakukan somasi dan melayangkan surat dugaan malpraktik kepada dokter yang terkait dan pihak Rumah Sakit melalui kuasa hukumnya. Mereka menuntut ganti rugi senilai 1 milyar rupiah atas kerugian materil dan imateri yang dialami.
Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara perdata maupun pidana.
Melihat masih tingginya angka kejadian malpraktik, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini. Untuk pembahasan lebih lanjut penulis tuangkan kedalam Bab II.
B. Tujuan
1. menjelaskan tentang pengertian standar pelayanan kesehatan
2. menjelaskan tentang pengertian malpraktik
3. menjelaskan tentang sanksi hukun malpraktik
4. menjelaskan tentang penanganan kasus malpraktik.
C. Manfaat Penulisan
1) Bagi penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2) Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai dengan standard.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. STANDAR DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
1) Standar Pelayanan Kesehatan
Standar adalah:
§ Keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang digunakan sebagai batas penerimaan minimal.
§ Kisaran variasi yang masih dapat diterima.
§ Rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
§ Spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan.
Standar Pelayanan Kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran dari system pelayanan kesehatan.
Manfaat Standard:
§ Standard adalah hasil consensus semua pihak yang terkait dengan suatu produk, termasuk konsumen.
§ Standard menjamin keseragaman spesifikasi teknis minimal yang harus dipenuhi.
§ Penerapan standard secara wajib akan melindungi konsumen dari produk bermutu rendah yangdapar berakibat fatal.
§ Mempermudah produsen untuk memenuhi persyaratan karena terdeskripsi secara jelas.
§ Aspek kualitas lingkungan dan keselamatan adalah acuan utama penerapan standard.
Suatu standard yang baik harus memenuhi persyaratan yaitu:
§ Bersifat jelas
§ Masuk akal
§ Mudah dimengerti
§ Dapat dicapai
§ Absah
§ Meyakinkan
§ Mantap, spesifik, dan eksplisit.
Macam-macam standard:
1. Standard Persyaratan Minimal
Yang menunjuk pada keadaan minimal untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yag bermutu. Terdiri dari 3 yaitu:
a. Standard masukan
Ditetapkan persyaratan minimal unsure masukan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu.
b. Standard lingkungan
Ditetapkan persyaratan minimal unsure lingkungan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu.
c. Standard proses
Ditetapkan standard proses untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu.
2. Standar Penampilan Minimal
Menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diteima.
2) Mutu Pelayanan Kesehatan
Pengertian Mutu
§ Mutu berada pada orang yag melihatnya
§ Excellent
§ Produk yang paling ekonomis, paling berguna, dan selalu memuaskan pelanggan
§ Zero defect, defect free
§ Pelanggan yang gembira
§ Produk barang dan jasa inovatif yang sepenuhnya memenuhi persyaratannya
§ Kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
§ Sesuai dengan yag diisyaratkan atau distandarkan.
§ Kesesuaian dengan kebutuhan pasar.
§ Kepuasan pelanggan sepenuhnya
§ Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
§ Kepatuhan terhadap standard yang telah ditetapkan
§ Tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati.
Mutu Pelayanan Kesehatan
§ Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standard dank ode etik profesi yang telah ditetapkan (Azrul Azwar).
§ Memenuhi dan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan melelui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses (Mary Z Zimmerman).
§ Tingkatan dimana layanan kesehatan untuk individu atau penduduk mampu meningkatkan hasil kesehatan yang diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan profesioanl saat ini (Institute of Medicine, USA)
§ Tingkatan dimana layanan yang diberikan sesuai dengan persyaratan bagi layanan yang baik (Avedis Donabedian)
Alasan Pentingnya Mutu Dalam Pelayanan Kesehatan:
§ Perubahan global misalnya perdagangan bebas
§ Mutu adalah masalah hak dan etis
§ Mutu membantu pasien mencapai hasil yang optimal
§ Komitmen terhadap mutu akan mengurangi biaya pengeluaran
§ Kebanggaan staf terhadap organisasi
§ Menghindari rasa frustasi baik dari staf maupun dari pelanggan
§ Lebih mudah memenuhi standar-standar yang ditetapkan.
Perbedaan Definisi Mutu
1. Bagi health consumer
Mutu layanan terkait pada ketanggapan, keranahan petugas serta kesembuhan atas penyakit yang diderita.
2. Bagi health provider
Mutu pelayanan sesuai dengan kemajuan ilmu kesehatan yang mutakhir.
3. Bagi health financing
Mutu pelayanan terkait pada efisiensi sumber daya; kewajaran atas pembiayaan, dan mampu memberikan keuntungan.
Dimensi Mutu
§ Kompetensi teknis (Technical Competence)
§ Akses terhadap pelayanan (Accessibility)
§ Efektivitas (effectiveness)
§ Hubungan Antar Manusia (Interpersonal relation)
§ Efisiensi (efficiency)
§ Kelangsungan pelayanan (Continuity)
§ Keamanan (safety)
§ Kenyamanan (amnieties)
Program Menjaga Mutu
Adalah upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkandengan standard yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk mmperbaiki mutu pelayanan.
Syarat Program Menjaga Mutu
§ Bersifat khas
§ Mampu melaporkan setiap penyimpangan
§ Fleksibel dan berorientasi pada masa depan
§ Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi
§ Mudah dilaksanakan
§ Mudah dimengerti.
Manfaat Program Menjaga Mutu
§ Dapat lebih meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan
§ Dapat lebih meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan
§ Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Bentuk Program Menjaga Mutu
1) Program Menjaga Mutu Prospektif
Adalah yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Prinsipnya yaitu:
§ Standarisasi
Adalah upaya menentukan standard-standar tertentu yang harus dipenuhi.
§ Lisensi (perizinan)
Adalah izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
§ Sertifikasi
Adalah memberikan sertifikat kepada institusi kesehatan yang benar-benar telah dan atau memenhi persyaratan.
§ Akreditasi
Adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi.
2) Program Menjaga Mutu Konkuren
Diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.
3) Program Menjaga Mutu Retrospektif
Diselenggarakan setelah selesainya pelayanan kesehatan.
B. MALPRAKTIK
1) Pengertian Malpraktik
§ Berasal dari kata “mal” yang berarti buruk dan “practice” yang berarti suatu tindakan atau praktik. Malpraktik adalah suatu tindakan medis buruk yang dilakukan dokter dalam hubungannya dengan pasien.
§ Menurut Black’s Law Dictionary, malpraktik adalah professional misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them”. Pengertian malpraktik diatas bukanlah monopoli bagi profesi medis, melainkan juga berlaku bagi profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan, perbankan, dan lain-lain.
§ Menurut World Medical Association (1992) adalah : “medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.
§ Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman, 1950).
§ Menurut Hoekema, 1981, malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama.
§ Pada undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan disebut sebagai kesalahan atau kelalaian dokter sedangkan dalam undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran dikatakan sebagai pelanggaran disiplin dokter.
§ Pegangan pokok untuk membuktikan malpraktik adalah dengan adanya kesalahan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang dokter ketika melakukan perawatan medik dan ada pihak lain yang dirugikan atas tindakan tersebut.
§ Malpraktik adalah suatu tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan standard operating procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Menurut Gunadi, J dapat dibedakan antara resiko pasien dengan kelalaian dokter (negligence) yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pada dokter. Resiko yang ditanggung pasien ada tiga macam yaitu :
§ Kecelakaan
§ Resiko tindakan meik (risk of treatment)
§ Kesalahan penilaian (error of judgement).
Masih menurut Gunadi, J masalah hukum sekitar 80% berkisar pada penilaian atau penafsiran. Resiko dalam tindakan medik selalu ada dan jika dokter atau penyedia layanan kesehatan telah melakukan tindakan sesuai dengan standar profesi medik dalam arti bekerja dengan teliti, hati-hati, penuh keseriusan dan juga ada informed consent (persetujuan) dari pasien maka resiko tersebut menjadi tanggungjawab pasien. Dalam undang-undang hukum perdata disana disebutkan dalam hal tuntutan melanggar hukum harus terpenuhi syarat sebagai berikut :
§ Adanya perbuatan (berbuat atau tidak berbuat)
§ Perbuatan itu melanggar hukum
§ Ada kerugian yang diatanggung pasien
§ Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan
§ Adanya unsur kesalahan atau kelalaian.
Ada tidaknya Mal Praktik harus dibuktikan dengan empat kriteria hukum berikut ini :
  • Ada duty of care
Artinya dokter atau RS mengaku berkewajiban memberi asuhan ke[ada pasien.
  • Ada breach of duty
Artinya dokter atau RS tidak melakukan kewajiban sebagaimana seharusnya. Wujud breach atau pelanggaran ini adalah:
    1. Kesalahan dalam tindakan medis, seperti kekliruan diagnosa, interpretasi hasil pemeriksaan penunjang, indikasi tindakan, tindakan tidak sesuai dengan standar pelayanan, kesalahan pemberian obat, kekeliruan transfuse, dll
    2. Kelalaian berat. Tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut asas-asas dan standar praktik kedokteran yang baik.
  • Ada cedera pada psien, berupa cedera fisik, psikologis, mental, sampai yang terberat jika pasien cacat tetap atau meninggal.
  • Ada hubungan sebab akibat langsung antara butir 2 dan 3, artinya cedera pada pasien memenag akibat breach of duty pada pemberi asuhan kesehatan. Ini yang paling sukar dibuktikan.
2) Sanksi Hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter sebagaimana contoh kasus yang terjadi yaitu tentang kelalaian, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang .
Serta tidak menutup kemungkinan juga dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa pasien. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.
Jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), serta Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain ditur dalam pasal 359 yang berbunyi: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun".
Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
  • Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orag lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
  • Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembian bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinngi tiga ratus juta rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana pasal 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan."
Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oeh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: "Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya."
3). Kepastian Hukum
Melihat berbagai saksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut diatas dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan, tetapi juga para dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik.
Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum. Azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga untuk diperlakukan sama didepan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga jamina kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik tanpa memihak siapa pun.
Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan malpraktik apabila:
§ Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai.
§ Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap kode etik kedokteran Indonesia (kodeki)
§ Melanggar UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (kodeki) sangatlah perlu ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya advokat/pengacara, notaries, akuntan, dll. Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Daam hal ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK).
Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Kodeki. Namun, jika kesalahan tersebut
Ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi dapat juga dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenagan oleh undang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut.
Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun perdata.
4). Langkah-langkah Penanganan Kasus
§ Dimulai dari langkah pencegahan. Dilakukan perspektif safety disetiap langkah prosedur atau tindakan medis dengan melibatkan proses manajemen resiko.
§ Bila telah terjadi peristiwa yang potensial menjadi kasus tuntutan hukum, maka profesioanl wajib menganalisis peristiwa tersebut untuk meemukan apakah kesalahan yang telah terjadi dan kemudian melakukan koreksi. Untuk melakukan hal itu, ia harus membuat kronologi peristiwa dan menjelaskan alasan masing-masing tindakannya, dan menandatanganinya.
§ Bila tingkat potesial menjadi kasus medikoleganya cukup tinggi, maka kasus tersebut dilaporkanke atasan (ketua KSMF atau Komite Medik) untuk dibahas bersama pakar dari organisasi profesi atau perhimpunan spesialis terkait. Dalam audit klinis tersebut dilakukan pembahasan tentang keadaan pasien, situasi kondisi yang merupakan “tekanan”, diagnosis kerja dan diagnosis banding, indikasi medis dan kontra indikasi, alternative tindakan, informed consent, komunikasi, prosedur tindakan dibandingkan dengan standar, penyebab peristiwa yang menuju ke peristiwa medikolegal, penanganan peristiwa tersebut, diagnosis akhir, dan kesimpulan apakah prosedur medis dan alas an lainnya telah dilakukan sesuai dengan standar profesi atau SOP yang cocok dengan situasi kondisi kasus.
Keseluruhan yang dilakukan di atas juga merupakan langkah-langkah persiapan menghadapi komplain pasien, atau bahkan menghadapi somasi dan gugatan di kemudian hari. Di samping itu profesional terkait kasus tersebut harus melihat kembali dokumen kompetensi (keahlian) dan kewenangan medis (perijinan), serta kompetensi / kewenangan medis khusus (dokumen pelatihan/workshop, pengakuan kompetensi, pengalaman, dll) yang berkaitan dengan kasus.
Pertimbangan apakah kasus akan diselesaikan di pengadilan ataukah dengan cara perdamaian perlu dibahas pada waktu tersebut. Kasus yang secara nyata merupakan kesalahan pihak medis dan dinilai "undefensable" sebaiknya diselesaikan dengan cara non litigasi. Sebaliknya, kasus yang secara nyata tidak memiliki titik lemah di pihak medis dapat dipertimbangkan untuk diselesaikan melalui sidang pengadilan. Kadang-kadang terdapat kasus "abu-abu" atau "kasus ringan" yang penyelesaian cara non litigasi mungkin akan lebih "menguntungkan" dari segi finansial daripada memilih cara penyelesaian litigasi.
Guna menghadapi hal itu, organisasi profesi (PDSp) membentuk semacam "dewan pakar" atau "dewan kehormatan pembina", yang akan menilai kasus dari sisi profesi dan kemudian akan menjadi saksi ahli - menyampaikan hasil pembahasan peer-group tersebut kepada penyidik.
BAB III
PEMBAHASAN
Pelayanan yang berkualitas adalah adalah pelayanan yang dapat memuaskan pasien. Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar merupakan tingakat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal.
Standard pelayanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diaharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran dari system pelayanan kesehatan.
Seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya harus senantiasa melaukan profesinya menurut ukuran tertinggi, memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta menggunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk keperluan pasien.
Dengan demikian, seorang dokter yang memberikan pelayanan di bawah standard merupakan suatu tindakan malpraktik dan dapat dikenakan pasal 350 KUHP. Malpraktik adalah merupakan suatu tindakan tenaga professional (profesi) yang bertentangan dengan standard, kode etik profesi, undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Suatu pelanggaran merupakan malpraktik hukum pidana atau perdata, maka kasus diteruskan ke pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah oleh karena kuragnya pegetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan teknologi kedokteran sehingga menyebabkan dokter yang ditindak menerima hukuman yang dianggap tidak adil. Selain itu pengetahuan masyarakat umum tentang etika kedokteran sangat terbatas sehingga kadang-kadang terjadi ada kasus pelanggaran etika murni keburu dajukan ke pengadilan sebelum ditangani Majelis Kehomatan Etika Murni Kedokteran (MKEK).
Namun bila pelanggaran etika tidak murni, dibahas dulu di Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran sebelum diteruskan kepada penyidik. Jadi awalnya penanganan kasus-kasus tersebut tidak perlu dicampuri pihak luar.
Masalah yang terjadi pada pasien dengan kasus tertinggalnya kassa diruang antar tulang dan otot pasien merupakan kasus malpraktik karena kelalaian dari tenaga kesehatan (dokter) sehingga menyebabkan pasien tersebut harus menjalani operasi kedua pada tulang femurnya.
Keluarga korban merasa tidak bisa menerima dan mengajukan kasus ini untuk ditindak. Keluarga korban melayangkan somasi kepada dokter yang terkait dan rumah sakit yang bersangkutan serta memnita ganti rugi atas kasus tersebut.
Dalam kasus pidana dugaan kelalaian yang mengakibatkan cedera atau kematian, penanganan awalnya boleh dianggap sama dengan di atas. Selanjutnya proses pemeriksaan oleh penyidik diikuti dengan patuh, dengan memberikan pembelajaran kepada penyidik di bidang medis dan medikolegal. Di wilayah hukum Polda Metro Jaya disepakati untuk mengajukan satu atau dua orang saksi ahli di bidang yang dibutuhkan, satu berasal dari organisasi profesi (MKEK) dan satu dari kalangan akademisi (dosen Fakultas Kedokteran).
Pada dasarnya kelalaian dapat terjadi apabila dokter melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama.
Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur dalam Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Layanan kedokteran adalah suatu system yang kompleks dan rentan akan terjadinya kecelakaan, sehingga harus dilakukan dengan penuh hati-hati oleh orang-orang yang kompeten dan memiliki kewenangan khusus untuk itu.
Upaya meminimalkan tuntutan hukum terhadap rumah sakit beserta stafnya pada dasarnya merupakan upaya mencegah terjadinya preventable adverse events yang disebabkan oleh medical errors, atau berarti seluruh upaya mengelola risiko dengan berorientasikan kepada keselamatan pasien.
Dalam Kode etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Bab IV pasal 17 menyatakan bahwa “Seorang dokter hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur ”. Hal ini perlu ditekankan karena jika dokter itu tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya, maka lama kelamaan ia akan ketinggalan ilmunya dan bisa jatuh dibawah standar normal.
Dengan demikian seorang dokter yang memberikan pelayanan di bawah standard merupakan suatu tindakan malpraktik dan dapat dikenakan pasal 350 KUHP. Suatu pelanggaran merupakan malpraktik hukum.
B. Saran
Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian, kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hukum profesinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, M Jusuf dan Amri Amir.1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC
www.askep-askeb-kita.blogspot.com
BACA SELENGKAPNYA - Malpraktik VS Standar Pelayanan Kesehatan

RUU KEPERAWATAN

GOLKAN RUU KEPERAWATAN MENJADI UU KEPERAWATAN TAHUN INI JUGA

JIKA ANDA PERAWAT TOLONG SEBARKAN ISI BLOG INI

Rancangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ………………………

TENTANG

KEPERAWATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.

c. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan merupakan bagian integral dari penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan kaidah etik, nilai-nilai moral serta standar profesi.

d. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan kepada perawat karena keahliannya, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi.

e. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan praktik keperawatan, perlu keterlibatan organisasi profesi.

f. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Keperawatan.

Mengingat 1. Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1)

2. Undang-Undang No. 23, tahun 1992 tentang kesehatan

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

(1) Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

(2) Praktik keperawatan adalah tindakan perawat melalui kolaborasi dengan klien dan atau tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang dilandasi dengan substansi keilmuan khusus, pengambilan keputusan dan keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip ilmu biologis, psikolologi, sosial, kultural dan spiritual.

(3) Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien di sarana pelayanan kesehatan dan tatanan pelayanan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.

(4) Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Perawat terdiri dari perawat vokasional, perawat professional dan perawat profesinoal spesialis

(6) Perawat vokasional adalah seseorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)

(7) Perawat professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN)

(8) Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan diatas level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi perawat profesional spesialis.

(9) Konsil adalah Konsil Keperawatan Indonesia yang merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural yang bersifat independen.

(10) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji.

(11) Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melaksanakan profesinya.

(12) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.

(13) Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.

(14) Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan.

(15) Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan

(16) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan praktik keperawatan secara mandiri, berkelompok atau bersama profesi kesehatan lain.

(17) Klien adalah orang yang membutuhkan bantuan perawat karena masalah kesehatan aktual atau potensial baik secara langsung maupun tidak langsung

(18) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

(19) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat professional dan perawat profesional spesialis sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan.

(20) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

(21) Surat tanda registrasi Perawat dalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia kepada perawat yang telah diregistrasi.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Praktik keperawatan dilaksanakan berazaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.

Pasal 3

Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:

a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada klien dan perawat.

b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.

BAB III

LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 4

Lingkup praktik keperawatan adalah :

a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.

b. Memberikan tindakan keperawatan langsung, terapi komplementer, penyuluhan kesehatan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan klien.

c. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan kunjungan rumah.

d. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal.

e. Melaksanakan program pengobatan dan atau tindakan medik secara tertulis dari dokter.

f. Melaksanakan Program Pemerintah dalam bidang kesehatan

BAB IV

KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA

Bagian Kesatu

Nama dan Kedudukan

Pasal 5

(1) Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud pada Bab II pasal 3, dibentuk Konsil Keperawatan Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Konsil.

(2) Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 6

Konsil berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua

Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil

Pasal 7

Konsil mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, pembinaan serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan praktik keperawatan.

Pasal 8

(1) Konsil mempunyai tugas:

a. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat;

b. Mengesahkan standar pendidikan perawat

c. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi masyarakat.

(2) Standar pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b di usulkan oleh organisasi profesi dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.

Pasal 9

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang :

a. Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat yang dibuat oleh organisasi profesi;

b. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat ;

c. Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji kompetensi;

d. Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat;

e. Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik yang dilakukan perawat; dan

f. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.

Bagian Ketiga

Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 11

(1) Susunan peimpinan Konsil terdiri dari :

a. Ketua merangkap anggota

b. Wakil ketua merangkap anggota

c. Ketua- ketua Komite merangkap anggota.

(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :

a. Komite uji kompetensi dan registrasi

b. Komite standar pendidikan profesi

c. Komite praktik keperawatan

d. Komite disiplin keperawatan

(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua Komite merangkap anggota.

Pasal 12

(1) Ketua konsil keperawatan Indonesia dan ketua komite adalah perawat dan dipilih oleh dan dari anggota konsil keperawatan Indonesia.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua konsil dan ketua Komite diatur dalam peraturan konsil keperawatan Indonesia

Pasal 13

(1) Komite Uji Kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk melakukan uji kompetensi dan proses registrasi keperawatan.

(2) Komite standar pendidikan profesi mempunyai tugas menyusun standar pendidikan profesi bersama dengan organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan .

(3) Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan mutu praktik Keperawatan.

(4) Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan kepada para perawat, menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat dalam penerapan praktik keperawatan dan memberikan masukan kepada Ketua Konsil.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja komite-komite diatur dengan Peraturan Konsil

Pasal 14

(1) Keanggotaan Konsil terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat.

(2) Jumlah anggota Konsil 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:

a. Anggota yang ditunjuk adalah 12 ( dua belas) orang terdiri dari:

- Persatuan Perawat Nasional Indonesia 3 (tiga) orang;

- Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;

- Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 2 (dua) orang;

- Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;

- Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;

- Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;

- Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;

- Departemen pendidikan Nasional 1 (satu ) orang

b. Anggota yang dipilih adalah 9 (sembilan) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat, tengah, timur) Indonesia.

Pasal 15

1. Keanggotaan Konsil ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan rekomendasi organisasi profesi

2. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil harus berdasarkan usulan dari organisasi profesi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (2).

3. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil diatur dengan Peraturan Presiden.

4. Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil adalah 5 (lima) tahun

5. dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.

Pasal 16

(1) Anggota Konsil sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah.

(2) Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :

Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya."

Pasal 17

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil :

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;

b. Warga Negara Republik Indonesia;

c. Sehat rohani dan jasmani;

d. Memiliki kredibilitas baik di masyarakat;

e. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia;

f. Mempunyai pengalaman dalam praktik keperawatan minimal 5 tahun dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat, kecuali untuk non perawat;

g. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan

h. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil.

asal 18

(1) Keanggotaan Konsil berakhir apabila :

a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota;

b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

c. Meninggal dunia;

d. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;

e. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan;

f. Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

(2) Dalam hal anggota Konsil menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.

(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil.

Pasal 19

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris konsil

(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri

(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan anggota konsil

(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia

(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.

Bagian Keempat

Tata Kerja

Pasal 20

(1) Setiap keputusan Konsil yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat pleno anggota.

(2) Rapat pleno Konsil dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.

(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.

(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.

Pasal 21

Pimpinan Konsil melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Bagian Kelima

Pembiayaan

Pasal 22

(1) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(2) Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.

BAB V

STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN

Pasal 23

(1) Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan dengan degan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia

(2) Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan

(3) Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):

a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.

b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.

BAB VI

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN

Pasal 24

Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi perawat yang berpraktik dan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.

Pasal 25

(1) Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.

(2) Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk program sertifikasi yang dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi.

BAB VII

REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT

Pasal 26

(1) Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang diterbitkan Konsil melalui mekanisme uji kompetensi oleh konsil.

(2) Surat Tanda Registrasi Perawat sebagaimana ayat (1) terdiri atas 2 (dua) kategori:

a. untuk perawat vokasional, Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)

b. untuk perawat profesional, Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Registered Nurse (RN)

(3) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :

a. memiliki ijazah perawat Diploma atau SPK untuk Lisenced Vocasional Nurse (LVN)

b. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk Registered Nurse (RN)

c. lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh konsil

d. Rekomendasi Organisasi Profesi

Pasal 27

(1) Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, lisensi praktik perawat diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin Perawat yang terdiri dari Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) atau Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP)

(2) Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LVN berhak memperoleh SIPV dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan bersama.

(3) Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak memperoleh SIPP dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri.

(4) Lisenced vocasional Nurse (LVN) dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di sarana pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi Registered Nurse(RN).

Pasal 28

(1) Syarat untuk memperoleh SIPV :

a. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)

b. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan

c. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan

(2) Syarat untuk memperoleh SIPP :

a. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Registered Nurse(RN)

b. Tempat praktik memenuhi persayaratan untuk praktek mandiri

c. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan

d. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan

(3) SIPV dan SIPP masih tetap berlaku sepanjang:

a. Surat tanda Regstrasi Perawat masih berlaku

b. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tempat praktik untuk memperoleh SIPP diatur dalam peraturan Menteri.

Pasal 29

(1) Perawat yang teregistrasi berhak menggunakan sebutan RN (Register Nurse) di belakang nama, khusus untuk perawat profesional, atau LVN (Lisence Vocasional Nurse) untuk perawat vokasional.

(2) Sebutan RN dan LVN ditetapkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.

Pasal 30

(1) Surat Tanda Registrasi Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.

(2) Registrasi ulang untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi Perawat dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 26 ayat (3), ditambah dengan angka kredit pendidikan berlanjut yang ditetapkan Organisasi Profesi.

(3) Surat Ijin Perawat hanya diberikan paling banyak di 2 (dua) tempat pelayanan kesehatan.

Pasal 31

(1) Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus dilakukan adaptasi dan evaluasi sebelum di registrasi.

(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai Adaptasi selanjutnya diatur oleh Peraturan Menteri

(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. keabsahan ijazah;

b. registrasi perawat dari negera asal

c. kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang dikeluarkan oleh konsil

d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik keperawatan Indonesia.

(5) Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.

(6) Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dapat diregistrasi oleh konsil dan selanjutnya dapat diberikan Surat Ijin Perawat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kualifikasi perawat vokasional atau Profesional.

Pasal 32

(1) Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara dapat diberikan kepada perawat warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan keperawatan yang bersifat sementara di Indonesia.

(2) Surat Ijin Perawat vokasional semetara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara sebagai mana dimaksud ayat (1) berlaku selama 1 ( satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 ( satu) tahun berikutnya.

(3) Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara dapat diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 31.

Pasal 33

(1) Surat Ijin Perawat Vokasional bersyarat atau Surat Ijin Perawat Profesional bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan keperawatan warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.

(2) Perawat warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan untuk waktu tertentu, tidak memerlukan SIPP bersyarat.

(3) Perawat warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil.

(4) Surat Ijin Perawat bersyarat dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui program adaptasi.

Pasal 34

SIPV atau SIPP tidak berlaku karena:

a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;

c. atas permintaan yang bersangkutan;

d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau

e. dicabut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Pejabat yang berwenang

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.

BAB VIII

PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 36

Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.

Pasal 37

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPV atau SIPP berwenang untuk:

a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;

b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi: intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;

c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;

d. melaksanakan intervensi keperawatan seperti yang tercantum dalam pasal 4.

Pasal 38

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPV berwenang untuk :

a. melakukan tindakan keperawatan dibawah pengawasan perawat yang memiliki SIPP

b. melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf a harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;

Pasal 39

(1) Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan.

(2) Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana tersebut.

(3) Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya sebagai perawat.

(4) Ketentuan mengenai daerah yang sulit terjangkau ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah melalui peraturan tersendiri.

Pasal 40

(1) Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional (LVN).

(2) LVN dalam melaksanakan tindakan keperawatan dibawah pengawasan RN.

(3) Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.

Pasal 41

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Pasal 42

Hak Klien

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:

a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38;

b. meminta pendapat perawat lain;

c. mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar

d. menolak tindakan keperawatan; dan

Pasal 43

Kewajiban Klien

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai kewajiban:

a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

b. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;

c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Pasal 44

Pengungkapan Rahasia Klien

Pengungkapan rahasia klien hanya dapat dilakukan atas dasar:

a. Persetujuan klien

b. Perintah hakim pada sidang pengadilan

c. Ketentuan perundangan yang berlaku

Pasal 45

Hak Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :

a. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);

b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan /atau keluarganya;

c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;

d. Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi dan dedikasi

e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya;

f. Menerima imbalan jasa profesi

Pasal 46

Kewajiban Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :

a. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan SOP

b. Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien kecuali untuk kepentingan hukum;

d. Menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku;

e. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan untuk menyelamatkan iwa

f. Menambah dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan keperawatan dalam upaya peningkatan profesionalisme.

Pasal 47

Praktik Mandiri

(1) Praktik mandiri dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok

(2) Perawat yang melakukan praktik mandiri mempunyai kewenangan sesuai dengan pasal 4 huruf a, b, c, d, e, dan f.

(3) Kegiatan praktik mandiri meliputi:

a. intervensi mandiri keperawatan, seperti terapi modalitas/komplementer, konseling, perawatan kebugaran, perawatan dirumah atau dalam bentuk lain sesuai dengan peraturan yang berlaku

b. pengobatan dan tindakan medik dasar dengan instruksi atau pengawasan dokter dan protokol dari Ikatan Dokter Indonesia,

(4) Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:

a. Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;

b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi untuk melakukan asuhan keperawatan

(5) Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.

(6) Perawat yang telah mempunyai SIPP dan menyelenggarakan praktik mandiri wajib memasang papan nama praktik keperawatan.

BAB IX

PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN

Pasal 48

Pemerintah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi Perawat membina, mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsi serta tugas masing-masing.

Pasal 49

(1) Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian

(3) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui Jenjang Karir Perawat.

(4) Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat /Peringkat dan promosi.

Pasal 50

(1) Pemerintah, konsil dan organisasi profesi membina serta mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta;

(2) Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan pemerintah;

(3) Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan swasta

Pasal 51

Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50, diarahkan untuk:

a. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.

b. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat

c. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat;

d. Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja.

Pasal 52

(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 54

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakan praktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 53

Sanksi Administratif dan Disiplin

(1) Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 37 dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1 (satu) tahun

(2) Perawat yang dinyatakan melanggar disiplin Profesi dikenakan sanksi administrasi sebagai berikut:

a. Pemberian Peringatan Tertulis

b. Kewajiban mengikuti Pendidikan atau Pelatihan pada Institusi Pendidikan Keperawatan.

c. Rekomendasi Pencabutan Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Perawat

(3) Pencabutan Surat Izin Perawat sebagaimana dimaksud ayat (2) c dapat berupa:

a. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 6 (enam) bulan

b. Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1 (satu) tahun

c. Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 3 (tiga) tahun

(4) Sanksi Administratif terhadap pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan oleh Kepala Dinas Kab/Kota atau Pejabat yang berwenang setelah dilakukan penelitian dan usul dari Komite Disiplin Keperawatan Konsil.

Pasal 54

Sanksi Pidana

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Pasal 55

Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengaja mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 56

Perawat yang dengan sengaja:

(1). tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada pasal 48 ayat (4);

(2). tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 huruf a sampai dengan huruf f

(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 57

Penetapan sanksi pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58

(1). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

(2). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.

Pasal 59

Dengan telah diberlakukannya Undang Undang Praktik Keperawatan, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia maka dalam kegiatan perijinan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60

Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan.

Pasal 61

Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

Pada tanggal …………………

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

Pada Tanggal ………………

SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

ttd

Ir. HATTA RAJASA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……………

NOMOR ………………

Sumber:

PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

Jl. Jaya Mandala Raya No. 15 Komplek Patra Kuningan Jakarta Selatan

Telpon : 021-8315069, faks : 021-8315070

biar gol, ikutan diskusi di millist ppni, khusus ngebahas RUU Keperawatan Indonesia dibandingkan dengan berbagai negara di dunia.
alamatnya: inna_ppni@yahoogroups.com

http://askep-askeb.cz.cc/

BACA SELENGKAPNYA - RUU KEPERAWATAN
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI