kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

17 July 2010

Materi Kesehatan: Pembuahan, Nidasi dan Plasentasi

PEMBUAHAN, NIDASI DAN PLASENTASI
Untuk tiap kehamilan harus ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi hasil konsepsi. Tiap spermatozoon terdiri atas tiga bagian yaitu kaput, atau kepala yang berbentuk lonjong agak gepeng dan mengandung bahan nukleus, ekor, dan bagian yang silindrik menghubungkan kepala dengan ekor. Dengan getaran ekornya spermatozoon dapat bergerak cepat.
Dalam pertumbuhan embrional spermatogonium berasal dari sel‑sel primitif tubulus‑tubulus testis. Setelah janin dilahirkm, jumlah spermatogonium yang ada tidak mengalami perubahan hingga masa
pubertas tiba. Pada masa pubertas sel spermatogonium tersebut di bawah pe­ngaruh sel‑sel interstisial Leydig mulai aktif mengadakan mitosis, dan terjadilah spermatogenesis yang amat kompleks itu.Tiap spermatogonium membelah dua dan menghasilkan spermatosit pertama.
Spermatosit pertama ini membelah dua dan menjadi dua spermatosit kedua; spermatosit kedua membelah dua lagi tetapi dengan hasil bahwa dua spermatid masing‑masing memiliki jumlah kromosom setengah dari jumlah yang khas untuk jenis itu. Dari spermatid ini kemudian tumbuh spermatozoon.
Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum terjadi di genital ridge, dan di dalam kandungan jumlah oogonium bertambah terus sampai pada kehamilan enam bulan. Pada waktu dilahirkan, bayi mempunyai sekurang-kurangnya 750.000 oogonium. jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan degenerasi folikel‑folikel. Pada umur 6 ‑ 15 tahun ditemukan 439.000, pada 16 ‑ 25 tahun hanya 34.000. Pada masa menopause semua menghilang.
Sebelum janin dilahirkan, sebagian besar oogonium mengalami perubahan-perubahan pada nukleusnya. Terjadi pula migrasi dari oogonium‑oogonium ke arah korteks ovarii, hingga pada waktu dilahirkan korteks ovarii terisi dengan primordial ovarian follicles. Padanya dapat dilihat bahwa kromosomnya telah berpasangan, DNAnya berduplikasi, yang berarti bahwa sel menjadi tetraploid. Pertumbuhan selanjutnya terhenti ‑ oleh sebab yang belum diketahul ‑ sampal folikel itu terangsang dan berkembang lagi ke arah kematangan. Sel yang terhenti dalam profase melosis dinamakan oosit pertama. Oleh rangsangan FSH melosis (pembelahan ke arah pematangan) terjadi terus, benda kutub (polar body) pertama disisihkan dengan hanya sedikit sitoplasma, sedangkan oosit kedua ini berada di dalam sitoplasma yang cukup banyak.
Proses pembelahan ini terjadi sebelum ovulasi. Proses ini disebut pematangan pertama ovum; pematangan kedua ovum terjadi pada waktu spermatozoon mem­buahi ovum.
Jutaan spermatozoon dikeluarkan di forniks vagina dan di sekitar porsio pada waktu koitus.
Hanya beberapa ratus ribu spermatozoon dapat meneruskan ke kavum uteri dan tuba, dan hanya beberapa ratus dapat sampai ke bagian ampulla tuba di mana spermatozoon dapat memasuki ovum yang siap dibuahi. Hanya satu spermatozoon, yang mempunyai kemampuan (capacitation) untuk membuahi. Pada spermatozoon itu ditemukan peningkatan konsentrasi DNA dinukleusnya, dan kaputnya lebih mudah menembus oleh karena diduga dapat melepaskan hialuronidase.
Ovum yang dilepas oleh ovarium disapu o1eh mikrofilamen‑mikrofilamen fimbria infundibulum ke arah ostium tuba abdominale, dan disalurkan terus ke arah medial. Ovum sesudah dilepas oleh ovanium mempunyai diameter 100″ (0,1 mm).
Ditengah‑tengahnya dijumpal nukleus yang berada dalam metafase pada pembelahan pernatangan kedua, terapung‑apung dalam sitoplasma yang kekuning-kuningan yakni vitellus. Vitellus ini mengandung banyak zat hidrat arang dan asam amino.
Ovum dilingkari oleh zona pellusida. DI luar zona pellusida im ditemukan sel‑sel korona radiata, dan di dalamnya terdapat ruang perivitellina, tempat benda‑benda kutub. Bahan‑bahan darl sel‑sel korona radiata dapat disalurkan ke ovum melalul saluran‑saluran halus di zona pellusida. Jumlah sel‑sel korona radiata di dalam perjalanan ovum di ampulla tuba makin berkurang, hingga ovum hanya dilingkari oleh zona pellusida pada waktu berada dekat pada perbatasan ampulla dan ismus tuba, tempat pembuahan umumnya terjadi. Hanya satu spermatozoon yang telah mengalami proses kapasitasi, dapat melintasi zona pellusida masuk ke vitellus. Sesudah itu zona pellusida segera mengalami perubahan dan mempunyai sifat tidak dapat dilintasi lagi oleh spermatozoon lainSpermatozoon yang telah masuk ke vitellus kehilangan membran nukleusnya; yang tinggal hanya pronukleusnya. Masuknya spermatozoon ke dalam vitellus membangkitkan nukleus ovum yang masih dalam. metafase untuk pembelahan‑pembelahannya. Sesudah anafase kemudian, timbul telofase, dan benda kutub (polar body) kedua menuju ke ruang perivitellina. Ovum sekarang hanya mempunyai pronukleus yang haploid. Pronukleus spermatozoon telah mengandung juga jumlah kromosom yang haploid.
Kedua pronuklei dekat mendekati dan bersatu membentuk zigot yang terdiri atas bahan genetik dari wanita dan pria. Pada manusia terdapat 46 kromosom, ialah 44 kromosom otosom dan 2 kromosom kelamin; pada seorang pria satu X dan satu Y. Sesudah pembelahan kematangan maka ovum matang mempunyai 22 koromosom otosom serta I kromosom X, dan suatu spermatozoon 22 kromosom otosom serta I kromosom X atau 22 kromosom otosom serta I kromosom Y. Zigot sebagai hasil pembuahan yang memiliki 44 kromosom otosom serta 2 kromosom X akan tumbuh sebagai seorang janin wanita, sedang 44 kromosom otosom serta I kromosom X dan I kromosom Y akan tumbuh sebagai seorang janin pria.
Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan enzim. Segera setelah pembelahan im terjadi, maka pembelahan-pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar, dan dalam 3 hari terbentuk suatu kelompok sel‑sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi berada dalam stadium morula. Energi untuk pembelahan ini diperoleh dari vitellus, hingga volume vitellus makin berkurang dan terisi seluruhnya oleh morula. Dengan demikian, zona pellusida tetap utuh, atau dengan perkataan lain, besarnya hasil konsepsi tetap sama. Dalarn ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstisialis tuba (bagian‑bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel‑sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri hasil konsepsi mencapai stadium blastula.
Pada stadium blastula ini sel‑sel Yang lebih kecil yang membentuk dinding blastula, akan menjadi trofoblas. Dengan demikian, blastula diselubungi oleh suatu simpai yang disebut trofoblas. Trofoblas yang mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan jaringan menemukan endometrium dalarn masa sekresi, dengan sel-sel desidua. Sel‑sel desidua ini besar‑besar dan mengandung lebih banyak glikogen serta mudah dihancurkan o1eh trofoblas. Blastula dengan bagian Yang mengandung inner‑cell mass aktif mudah masuk ke dalam lapisan desidua, dan luka pada desidua kernudian menutup kembali. Kadang‑kadang pada saat nidasi yakni masuknva ovurn ke dalarn endometrium‑terjadi perdarahan pada luka desidua (tanda Hartman).
Pada umumnya blastula masuk di endometnium dengan bagian di mana inner‑cell mass berlokasi. Dikemukakan bahwa hal inilah yang menyebabkan tali‑pusat berpangkal sentral atau para sentral. Bila sebaliknya dengan blastula bagian lain memasuki endometnium, maka terdapatlah tali‑pusat dengan insersio velamentosa.
Umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus, dekat pada fundus uteri. jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut adanya kehamilan.
Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi ke arah kavum uteri disebut desidua kapsularis; yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus disebut desidua basalis; disitu plasenta akan dibentuk. Desidua yang meliputi dinding uterus yang lain adalah desidua parietalis. Hasil konsepsi sendiri diselubungi oleh jonjot‑jonjot yang dinamakan villi koriales dan berpangkal pada korion.
Bila nidasl telah terjadi, mulailah diferensiasi sel‑sel blastula. Sel‑sel yang lebih kecil, yang dekat pada ruang eksoselom, membentuk entoderm dan yolk sac, sedangkan sel‑sel yang lebih besar menjadi ektoderm dan membentuk ruang amnion. Dengan ini di dalam blastula terdapat suatu embryonal plate yang dibentuk antara dua ruangan, yakni ruang amnion dan yolk sac.
Sel‑sel fibrolas mesodermal tumbuh di sekitar embrio dan melapisi pula sebelah dalam trofoblas. Dengan demikian, terbentuk chorionic membrane yang kelak menjadi korion. Trofoblas yang amat hiperplastik itu tumbuh tidak sama tebalnya dan dalam 2 lapisan. Di sebelah dalam dibenruk lapisan sitotrofoblas (terdiri atas sel-sel yang monokleus) dan di sebelah luar lapisan sinsitiotrofoblast, terdiri atas nukleus‑nukleus, tersebar tak rata dalam sitoplasma.
Selain itu villi koriales yang berhubungan dengan desidua basalis tumbuh dan bercabang‑cabang dengan baik, di sini korion disebut korion frondosum. Yang berhubungan dengan desidua kapsularis kurang mendapat makanan, karena hasil konsepsi bertumbuh ke arah kavum uteri sehingga lambat‑laun menghilang; korion yang gundul ini disebut korion leave.
Dalam tingkat nidasi trofoblas antara lain menghasilkan hormon human cborionic gonadotropin. Produksi human chorionic gonadotropin meningkat sampai kurang lebih hari ke 60 kehamilan untuk kemudian turun lagi. Diduga bahwa fungsinya ialah mempengaruhi korpus luteurn untuk tumbuh terus, dan menghasilkan terus progesteron, sampai plasenta dapat membuat cukup progesteron sendiri. Hormon korionik gonadotropin inilah yang khas untuk menentukan ada tidaknya kehamilan. Hormon tersebut dapat ditemukan di dalarn air kencing wanita yang menjadi hamil.
Pertumbuhan embrio terjadi dari embryonal plate yang selanjutnya terdiri atas tiga unsur lapisan, yakni sel‑sel ektoderm, mesoderm, dan entoderm. Sementara itu ruang amnion tumbuh dengan cepat dan mendesak eksoselom; akhirnya dinding ruang amnion mendekati korion. Mesoblas antara ruang amnion dan embrio menjadi padat, dinamakan body stalk, dan merupakan hubungan antara embrio dan dinding trofoblas. Body stalk, menjadi tali pusat. Yolk‑sac dan allantois pada manusia tidak tumbuh terus, dan sisa‑sisanya dapat ditemukan dalam tali‑pusat.
Di tali‑pusat sendiri yang berasal darl body stalk, terdapat pembuluh‑pembuluh darah sehingga ada yang menamakannya vascular stalk. Dari perkembangan ruang amnion dapat dilihat bahwa bagian luar tali pusat berasal dari lapisan amnion. Didalamnya terdapat jaringan lembek, selai Wharton, yang berfungsi melindungi arteria umbilikales dan 1 vena umbilikalis yang berada di tali‑pusat. Kedua arteri dari satu vena tersebut menghubungkan satu sistern kardiovaskuler janin dengan plasenta
Adapun sistem kardiovaskuler janin dibentuk pada kira‑kira minggu ke 10
Organogenesis diperkirakan selesai pada minggu ke 12, dan disusul oleh masa fetal dan perinatal.
Ciri‑cirl tersebut di atas perlu diketahul jika pada abortus ingin diketahui tuanya kehamilan.
Seperti telah dijelaskan, trofoblas mempunyal sifat menghancurkan desidua termasuk spiral arteri serta vena‑vena di dalamnya. Akibatnya terbentuklah ruangan‑ruangan yang terisi oleh perdarahan dari pembuluh‑pembuluh darah yang ikut dihancurkan. Pertumbuhan ini berjalan terus, sehingga timbul ruangan‑ruangan intervillair di mana villi koriales seolah‑olah terapung‑apung di antara ruangan ruangan tersebut sampai terbentuknya plasenta. Sebagian dari villi koriales tetap melekat pada desidua. Lagi pula, desidua yang tidak dihancurkan oleh trofoblas membentuk septa plasenta, yang dapat dilihat di bagian maternal plasenta.
Septa plasenta ini mernbagi plasenta dalam beberapa maternal cotyledon,umumnya ditemukan 15 sampal 20 buah maternal cotyledon. Foetal cotyledon adalah suatu kelompok besar villi koriales yang bercabang‑cabang seperti pohon. Pada plasenta aterm diperkirakan terdapat 200 foetal cotyledon. Dari tiap‑tiap cabang Vili koriales terdapat sistern vena serta arteria yang menuju ke vena umbilikalis dan arteria umbilikalis. Sebagian besar cabang‑cabang pohon itu tergenang di dalam ruangan intrviiler yang berisii darah ibu yang mengandung banyak zat makanan dan zat asarn bagi janin.
Darah ibu dan darah janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion. Plasenta yang dernikian dinamakan plasenta jenis hemokorial. Di sini jelas tidak ada percampuran darah antara janin dan ibu. Ada juga sel‑sel desidua yang tidak dapat dihancurkan oleh trofoblas dan sel‑sel ini akhirnya membentuk lapisan fibrinoid yang disebut lapisan Nitabuch. Ketika melahirkan, plasenta terlepas dari endometrium pada lapisan Nitabuch ini. Bila oleh sesuatu sebab umpama pada abortus dikuret terlalu dalarn, maka jonjot‑jonjot plasenta tumbuh di antara otot-otot miometrium (plasenta akreta) atau dapat pula dijumpai plasenta perkreta yang dapat menimbulkan ruptura uteri spontan.
BACA SELENGKAPNYA - Materi Kesehatan: Pembuahan, Nidasi dan Plasentasi

Materi Kesehatan: Proses Terjadinya Kehamilan

PROSES TERJADINYA KEHAMILAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan terjadi ketika hubungan seksual dilakukan pada saat wanita dalam masa ovulasi atau masa subur ( keadaan dimana rahim melepaskan sel telur), dan sperma (air mani) dari pria membuahi sel telur dari wanita tsb.
Telur yang telah dibuahi akan menempel pada dinding rahim, yang akan bertumbuh dan berkembang selama kira-kira 40 minggu (280 hari).
Dalam sekali hubungan badan, seorang suami rata-rata mengeluarkan air mani sebanyak 3 cc, dan setiap 1 cc air mani yang normal akan mengandung sekitar 100 juta hingga 120 juta buah sel sperma.
Setelah air mani ini terpancar (ejakulasi) ke dalam pangkal saluran kelamin istri, jutaan sel sperma ini akan berlarian melintasi rongga rahim, saling berebut untuk mencapai sel telur matang yang ada pada saluran tuba di seberang rahim.
Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida, sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu awal) dan kemudian janin (sampai kelahiran). Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida atau gravida 1: seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida 0.
Makalah ini akan membahas tentang bagaimana awal terjadinya kehamilan meliputi proses pembentukan janin, perkembangan janin di dalam rahim dan sampai pada pengeluaran bayi dan plasenta.
1.2 Tujuan
a. Untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Ginekologi
b. Dengan mempelajari Proses Terjadinya Kehamilan, diharapkan dapat mengetahui tentang awal terjadinya kehamilan meliputi proses pembentukan janin, perkembangan janin di dalam rahim dan sampai pada pengeluaran bayi dan plasenta.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini kami membahas mengenai proses bembentukan janin, perkembangan janin di dalam rahim, sampai pada pengeluaran bayi dan plasenta
1.4 Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan untuk mengumpulkan data yaitu dengan menggunakan literatur, membaca buku panduan dan mencari dari internet tentang proses terjadinya kehamilan.
1.5 Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Batasan Masalah
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Proses Pembentukan Janin
2.2 Perkembangan Janin di Rahim
2.3 Karakteristik Janin
2.4 Pengeluaran Bayi
2.5 Pengeluaran Plasenta
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
Tahap awal perkembangan manusia diawali dengan peristiwa pertemuan/peleburan sel sperma dengan sel ovum yang dikenal dengan peristiwa FERTILISASI. Fertilisasi akan menghasilkan sel individu baru yang disebut dengan zygote dan akan melakukan pembelahan diri/pembelahan sel (cleavage) menuju pertumbuhan dan perkembangan menjadi embrio.
2.1 Proses Pembentukan Janin
• Spermatogenesis
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone (Wildan yatim, 1990).
Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.
- Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.
- Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita “X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari:
a. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
b. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
c. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan untuk motilitas.
d. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas defern dan ductus ejakulotorius.
• Oogenesis
- Sel-Sel Kelamin Primordial
Sel-sel kelamin primordial mula-mula terlihat di dalam ektoderm embrional dari saccus vitellinus, dan mengadakan migrasi ke epitelium germinativum kira-kira pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri. Masing-masing sel kelamin primordial (oogonium) dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang melindungi dan memberi nutrien oogonium dan secara bersama-sama membentuk folikel primordial.
- Folikel PrimordiaL
Folikel primordial mengadakan migrasi ke stroma cortex ovarium dan folikel ini dihasilkan sebanyak 200.000. Sejumlah folikel primordial berupaya berkembang selama kehidupan intrauteri dan selama masa kanak-kanak, tetapi tidak satupun mencapai pemasakan. Pada waktu pubertas satu folikel dapat menyelesaikan proses pemasakan dan disebut folikel de Graaf dimana didalamnya terdapat sel kelamin yang disebut oosit primer.
- Oosit Primer
Inti (nukleus) oosit primer mengandung 23 pasang kromosom (2n). Satu pasang kromosom merupakan kromosom yang menentukan jenis kelamin, dan disebut kromosom XX. Kromosom-kromosom yang lain disebut autosom. Satu kromosom terdiri dari dua kromatin. Kromatin membawa gen-gen yang disebut DNA.
- Pembelahan Meiosis Pertama
Meiosis terjadi di dalam ovarium ketika folikel de Graaf mengalami pemasakan dan selesai sebelum terjadi ovulasi. Inti oosit atau ovum membelah sehingga kromosom terpisah dan terbentuk dua set yang masing-masing mengandung 23 kromosom. Satu set tetap lebih besar dibanding yang lain karena mengandung seluruh sitoplasma, sel ini disebut oosit sekunder. Sel yang lebih kecil disebut badan polar pertama. Kadang-kadang badan polar primer ini dapat membelah diri dan secara normal akan mengalami degenerasi.
Pembelahan meiosis pertama ini menyebabkan adanya kromosom haploid pada oosit sekunder dan badan polar primer, juga terjadi pertukaran kromatid dan bahan genetiknya. Setiap kromosom masih membawa satu kromatid tanpa pertukaran, tetapi satu kromatid yang lain mengalami pertukaran dengan salah satu kromatid pada kromosom yang lain (pasangannya). Dengan demikian kedua sel tersebut mengandung jumlah kromosom yang sama, tetapi dengan bahan genetik yang polanya berbeda.
- Oosit Sekunder
Pembelahan meiosis kedua biasanya terjadi hanya apabila kepala spermatozoa menembus zona pellucida oosit (ovum). Oosit sekunder membelah membentuk ovum masak dan satu badan polar lagi, sehingga terbentuk dua atau tiga badan polar dan satu ovum matur, semua mengandung bahan genetik yang berbeda. Ketiga badan polar tersebut secara normal mengalami degenerasi. Ovum yang masak yang telah mengalami fertilisasi mulai mengalami perkembangan embrional.
- Fertilisasi
Keajaiban awal mula kehidupan diawali dengan bertemunya sel sperma dan sel telur di saluran tuba. Hanya 1 sperma yang mampu memasuki sel telur dan membuahinya.
Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder memasuki oviduk. Namun, sebelum sperma dapat memasuki oosit sekunder, pertama-tama sperma harus menembus berlapis-lapis sel granulosa yang melekat di sisi luar oosit sekunder yang disebut korona radiata. Kemudian, sperma juga harus menembus lapisan sesudah korona radiata, yaitu zona pelusida. Zona pelusida merupakan lapisan di sebelah dalam korona radiata, berupa glikoprotein yang membungkus oosit sekunder.
Sperma dapat menembus oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit sekunder saling mengeluarkan enzim dan atau senyawa tertentu,sehingga terjadi aktivitas yang saling mendukung.
Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:
o Hialuronidase
Enzim yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata.
o Akrosin
Protease yang dapat menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida.
o Antifertilizin
Antigen terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat pada oosit sekunder.
Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun dari glikoprotein dengan fungsi :
- Mengaktifkan sperma agar bergerak lebih cepat.
- Menarik sperma secara kemotaksis positif.
- Mengumpulkan sperma di sekeliling oosit sekunder.
Pada saat satu sperma menembus oosit sekunder, sel-sel granulosit di bagian korteks oosit sekunder mengeluarkan senyawa tertentu yang menyebabkan zona pelusida tidak dapat ditembus oleh sperma lainnya. Adanya penetrasi sperma juga merangsang penyelesaian meiosis II pada inti oosit sekunder , sehingga dari seluruh proses meiosis I sampai penyelesaian meiosis II dihasilkan tiga badan polar dan satu ovum yang disebut inti oosit sekunder.
Segera setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti (nukleus) pada kepala sperma akan membesar. Sebaliknya, ekor sperma akan berdegenerasi. Kemudian, inti sperma yang mengandung 23 kromosom (haploid) dengan ovum yang mengandung 23 kromosom (haploid) akan bersatu menghasilkan zigot dengan 23 pasang kromosom (2n) atau 46 kromosom.
2.2 Perkembangan Janin di Rahim
Permulaan masa embriogenik
Embrio :
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu :
1. Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina.
Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage). Zigot akan ditanam (diimplantasikan) pada endometrium uterus
3 tahapan fase embrionik yaitu :
a. Morula
 Hasil pembelahan zygot tersebut berupa sekelompok sel yang sama besarnya seperti buah arbei
 Morula adalah suatu bentukan sel sperti buah arbei (bulat) akibat pembelahan sel terus menerus secara mitosis. Dan keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat.
 Morulasi yaitu proses terbentuknya morula
b. Blastula
 Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami pembelahan. bentuk ini kemudian disebut blastosit.
 Bentuk blastula ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan pelekukan yang tidak beraturan.
 Di dalam blastula terdapat cairan sel yang disebut dengan Blastosoel yang dikeluarkan oleh tuba fallopii.
 Blastulasi yaitu proses terbentuknya blastula.
 Pada stadium ini terbentuk sel-sel yang membentuk dinding Blastula dan akan membentuk suatu simpai yang disebut sebagai Trofoblast. Trofoblast mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan jaringan menemukan lapisan Endometrium ( lapisan paling dalam dari Rahim ).
Pembelahan hingga terbentuk blastula ini terjadi di oviduk dan berlangsung selama 5 hari. Selanjutnya blastula akan mengalir ke dalam uterus. Setelah memasuki uterus, mula-mula blastosis terapung-apung di dalam lumen uteus. Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi embryo akan mengadakan pertautan dengan dinding uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Peristiwa terpautnya antara embryo pada endometrium uterus disebut implantasi atau nidasi. Implantasi ini telah lengkap pada 12 hari setelah fertilisasi (Yatim, 1990: 136)
Blastosit terdiri dari sel-sel bagian luar dan sel-sel bagian dalam.
Sel-sel bagian luar blastosit merupakan sel-sel trofoblas yang akan membantu implantasi blastosit pada uterus. Sel-sel trofoblas membentuk tonjolan-tonjolan ke arah endometrium yang berfungsi sebagai kait. Sel-sel trofoblas juga mensekresikan enzim proteolitik yang berfungsi untuk mencerna serta mencairkan sel-sel endometrium. Cairan dan nutrien tersebut kemudian dilepaskan dan ditranspor secara aktif oleh sel-sel trofoblas agar zigot berkembang lebih lanjut. Kemudian, trofoblas beserta sel-sel lain di bawahnya akan membelah (berproliferasi) dengan cepat membentuk plasenta dan berbagai membran kehamilan. Berbagai macam membran kehamilan berfungsi untuk membantu proses transportasi, respirasi, ekskresi dan fungsi-fungsi penting lainnya selama embrio hidup dalam uterus. Selain itu, adanya lapisan-lapisan membran melindungi embrio terhadap tekanan mekanis dari luar, termasuk kekeringan.
c. Gastrula
 Gastrula adalah bentukan lanjutan dari blastula yang pelekukan tubuhnya sudah semakin nyata dan mempunyai lapisan dinding tubuh embrio serta rongga tubuh.
 Lapisan terluar blastosit disebut trofoblas merupakan dinding blastosit yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta), sedangkan masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot) merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus).
 Gastrulasi yaitu proses pembentukan gastrula.
Menurut Tenzer (2000:212) Setelah tahap blastula selesai dilanjutkan dengan tahap gastrulasi. Gastrula berlangsung pada hari ke 15. Tahap gastrula ini merupakan tahap atau stadium paling kritis bagi embryo. Pada gastrulasi terjadi perkembangan embryo yang dinamis karena terjadi perpindahan sel, perubahan bentuk sel dan pengorganisasian embryo dalam suatu sistem sumbu. Kumpulan sel yang semula terletak berjauhan, sekarang terletak cukup dekat untuk melakukan interkasi yang bersifat merangsang dalam pembentukan sistem organ-organ tbuh. Gastrulasi ini menghasilkan 3 lapisan lembaga yaitu laisan endoderm di sebelah dalam, mesoderm disebelah tengah dan ectoderm di sebelah luar.
Dalam proses gastrulasi disamping terus menerus terjadi pembelahan dan perbanyakan sel, terjadi pula berbagai macam gerakan sel di dalam usaha mengatur dan menyusun sesuai dengan bentuk dan susunan tubuh individu dari spesies yang bersangkutan.
Tubulasi
Tubulasi adalah pertumbuhan yang mengiringi pembentukan gastrula atau disebut juga dengan pembumbungan. Daerah-daerah bakal pembentuk alat atau ketiga lapis benih ectoderm, mesoderm dan endoderm, menyusun diri sehingga berupa bumbung, berongga. Yang tidak mengalami pembumbungan yaitu notochord, tetapi masif. Mengiringi proses tubulasi terjadi proses differensiasi setempat pada tiap bumbung ketiga lapis benih, yang pada pertumbuhan berikutnya akan menumbuhkan alat (organ) bentuk definitif. Ketika tubulasi ectoderm saraf berlangsung, terjadi pula differensiasi awal pada daerah-daerah bumbung itu, bagian depan tubuh menjadi encephalon (otak) dan bagian belakang menjadi medulla spinalis bagi bumbung neural (saraf). Pada bumbung endoderm terjadi differensiasi awal saluran atas bagian depan, tengah dan belakang. Pada bumbung mesoderm terjadi differensiasi awal untuk menumbuhkan otot rangka, bagian dermis kulit dan jaringan pengikat lain, otot visera, rangka dan alat urogenitalia.
Organogenesis
Organogenesis yaitu proses pembentukan organ-organ tubuh pada makhluk hidup (hewan dan manusia). Organ yang dibentuk ini berasal dari masing-masing lapisan dinding tubuh embrio pada fase gastrula.
Contohnya :
a. Lapisan Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi cor (jantung), otak (sistem saraf), integumen (kulit), rambut dan alat indera.
b. Lapisan Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka (tulang/osteon), alat reproduksi (testis dan ovarium), alat peredaran darah dan alat ekskresi seperti ren.
c. Lapisan Endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar pencernaan, dan alat respirasi seperti pulmo.
Imbas embrionik yaitu pengaruh dua lapisan dinding tubuh embrio dalam pembentukan satu organ tubuh pada makhluk hidup.
Contohnya :
a. Lapisan mesoderm dengan lapisan ektoderm yang keduanya mempengaruhi dalam pembentukan kelopak mata.
Organogenesis atau morfogenesis adalah embryo bentuk primitive yang berubah menjadi bentuk yang lebih definitive dan memmiliki bentuk dan rupa yang spesifik dalam suatu spesies. Organogensisi dimulai akhir minggu ke 3 dan berakhir pada akhir minggu ke 8. Dengan berakhirnya organogenesis maka cirri-ciri eksternal dan system organ utama sudah terbentuk yang selanjutnya embryo disebut fetus (Amy Tenzer,dkk, 2000)
Pada periode pertumbuhan antara atau transisi terjadi transformasi dan differensiasi bagian-bagian tubuh embryo dari bentuk primitive sehingga menjadi bentuk definitif. Pada periode ini embryo akan memiliki bentuk yang khusus bagi suatu spesies. Pada periode pertumbuhan akhir, penyelesaian secara halus bentuk definitive sehingga menjadi ciri suatu individu. Pada periode ini embryo mengalami penyelesaian pertumbuhan jenis kelamin, watak (karakter fisik dan psikis) serta wajah yang khusus bagi setiap individu. Organogenesis pada bumbung-bumbung:
1. Bumbung epidermis
Menumbuhkan:
- Lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang bertekstur (susunan kimia) tanduk: sisik, bulu, kuku, tanduk, cula, taji.
- Kelenjar-kelenjar kulit: kelenjar minyak bulu, kelenjar peluh, kelenjar ludah, kelenjar lender, kelenjar air mata.
- Lensa mata, alat telinga dalam, indra bau dan indra peraba.
- Stomodeum menumbuhkan mulut, dengan derivatnya seperti lapisan email gigi, kelenjar ludah dan indra pengecap.
- Proctodeum menumbuhkan dubur bersama kelenjarnya yang menghasilkan bau tajam.
- Lapisan enamel gigi.
2. Bumbung endoderm
- Lapisan epitel seluruh saluran pencernaan mulai faring sampai rectum.
- Kelenjar-kelenjar pencernaan misalnya hepar, pancreas, serta kelenjar lender yang mengandung enzim dlam esophagus, gaster dan intestium.
- Lapisan epitel paru atau insang.
- Kloaka yang menjadi muara ketiga saluran: pembuangan (ureter), makanan (rectum), dan kelamin (ductus genitalis).
- Lapisan epitel vagina, uretra, vesika urinaria dan kelenjar-kelenjarnya.
3. Bumbung neural (saraf)
- Otak dan sumsum tulang belakang.
- Saraf tepi otak dan punggung.
- Bagian persyarafan indra, seperti mata, hidung dan kulit.
- Chromatophore kulit dan alat-alat tubuh yang berpigment.
4. Bumbung mesoderm
- Otot:lurik, polos dan jantung.
- Mesenkim yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai macam sel dan jaringan.
- Gonad, saluran serta kelenjar-kelenjarnya.
- Ginjal dan ureter.
- Lapisan otot dan jaringan pengikat (tunica muscularis, tunica adventitia, tunica musclarismucosa dan serosa) berbagai saluran dalam tubh, seperti pencernaan, kelamin, trakea, bronchi, dan pembuluh darah.
- Lapisan rongga tubuh dan selaput-selaput berbagai alat: plera, pericardium, peritoneum dan mesenterium.
- Jaringan ikat dalam alat-alat seperti hati, pancreas, kelenjar buntu.
- Lapisan dentin, cementum dan periodontum gigi, bersama pulpanya.
Pada minggu ke 5 embryo berukuran 8 mm. Pada saat ini otak berkembang sangat cepat sehingga kepala terlihat sangat besar. Pada minggu ke 6 embrio berukuran 13 mm. Kepala masih lebih besar daripada badan yang sudah mulai lurus, jari-jari mulai dibentuk. Pada minggu ke 7 embryo berukuran 18 mm, jari tangan dan kaki mulai dibentuk, badan mulai memanjang dan lurus, genetalia eksterna belum dapat dibedakan. Setelah tahap organogenesis selesai yaitu pada akhir minggu ke 8 maka embrio akan disebut janin atau fetus dengan ukuran 30 mm.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia
Setelah peristiwa fertilisasi, zygote akan berkembang menjadi embrio yang sempurna dan embrio akan tertanam pada dinding uterus ibu. Hal ini terjadi masa 6 – 12 hari setelah proses fertilisasi. Sel-sel embrio yang sedang tumbuh mulai memproduksi hormon yang disebut dengan hCG atau human chorionic gonadotropin, yaitu bahan yang terdeteksi oleh kebanyakan tes kehamilan.
HCG membuat hormon keibuan untuk mengganggu siklus menstruasi normal, membuat proses kehamilan jadi berlanjut.
Janin akan mendapatkan nutrisi melalui plasenta/ari-ari. Embrio dilindungi oleh selaput-selaput yaitu :
1. Amnion yaitu selaput yang berhubungan langsung dengan embrio dan menghasilkan cairan ketuban. Berfungsi untuk melindungi embrio dari guncangan.
2. Korion yaitu selaput yang terdapat diluar amnion dan membentuk jonjot yang menghubungkan dengan dinding utama uterus. Bagian dalamnya terdapat pembuluh darah.
3. Alantois yaitu selaput terdapat di tali pusat dengan jaringan epithel menghilang dan pembuluh darah tetap. Berfungsi sebagai pengatur sirkulasi embrio dengan plasenta, mengangkut sari makanan dan O2, termasuk zat sisa dan CO2.
4. Sacus vitelinus yaitu selaput yang terletak diantara plasenta dan amnion. Merupakan tempat munculnya pembuluhdarah yang pertama.
Janin
Janin atau embryo adalah makhluk yang sedang dalam tingkat tumbuh dalam kandungan. Kandungan itu berada dalam tubuh induk atau diluar tubuh induk (dalam telur). Tumbuh adalah perubahan dari bentuk sederhana dan muda sampai bentuk yang komplek atau dewasa (Wildan yatim, 1990).
Sedangkan dalam Microsoft Encarta 2006 disebutkan bahwa janin merupakan suatu hewan bertulang belakang yang belum lahir pada suatu fase dimana semua ciri struktural orang dewasa sudah dapat dikenal, terutama keturunan manusia yang belum lahir setelah delapan minggu pertumbuhan.
Tahapan perkembangan pada masa embrio
 Bulan pertama : Sudah terbentuk organ-organ tubuh yang penting seperti jantung yang berbentuk pipa, sistem saraf pusat (otak yang berupa gumpalan darah) serta kulit. Embrio berukuran 0,6 cm.
 Bulan kedua : Tangan dan kaki sudah terbentuk, alat kelamin bagian dalam, tulang rawan (cartilago). Embrio berukuran 4 cm.
 Bulan ketiga : Seluruh organ tubuh sudah lengkap terbentuk, termasuk organ kelamin luar. Panjang embrio mencapai 7 cm dengan berat 20 gram.
 Bulan keempat : Sudah disebut dengan janin dan janin mulai bergerak aktif. Janin mencapai berat 100 gram dengan panjang 14 cm.
 Bulan kelima : Janin akan lebih aktif bergerak, dapat memberikan respon terhadap suara keras dan menendang. Alat kelamin janin sudah lebih nyata dan akan terlihat bila dilakukan USG (Ultra Sonographi).
 Bulan keenam : Janin sudah dapat bergerak lebih bebas dengan memutarkan badan (posisi)
 Bulan ketujuh : Janin bergerak dengan posisi kepala ke arah liang vagina.
 Bulan kedelapan : Janin semakin aktif bergerak dan menendang. Berat dan panjang janin semakin bertambah, seperti panjang 35-40 cm dan berat 2500 – 3000 gram.
 Bulan kesembilan : Posisi kepala janin sudah menghadap liang vagina. Bayi siap untuk dilahirkan.
2. Fase Pasca Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup setelah masa embrio, terutama penyempurnaan alat-alat reproduksi setelah dilahirkan.
Pada fase ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi biasanya hanya peningkatan ukuran bagian-bagian tubuh dari makhluk hidup. Kecepatan pertumbuhan dari masing-masing makhluk hidup berbeda-beda satu dengan yang lain. Setelah lahir disebut dengan nama bayi dan memasuki masa neonatal.
Tahap perkembangan janin dimulai pada bulan ke 3 sampai ke 10.
Pada 6 bulan terakhir perkembangan manusia digunakan untuk meningkatkan ukuran dan mematangkan organ-organ yang dibentuk pada 3 bulan pertama.
Pada saat janin memasuki bulan ke 3, panjangnya 40 mm. Janin sudah mempunyai sistem organ seperti yang dipunyai oleh orang dewasa. Pada usia ini genitalnya belum dapat dibedakan antara jantan dan betina dan tampak seperti betina serta denyut jantung sudah dapat didengarkan.
Pada bulan ke 4 ukuran janin 56 mm. Kepala masih dominan dibandingkan bagian badan, genitalia eksternal nampak berbeda. Pada minggu ke 16 semua organ vital sudah terbentuk. Pembesaran uterus sudah dapat dirasakan oleh ibu.
Pada bulan ke 5 ukuran janin 112 mm, sedangkan akhir bulan ke 5 ukuran fetus mencapai 160 mm. Muka nampak seperti manusia dan rambut mulai nampak diseluruh tubuh (lanugo). Pada yang jantan testis mulai menempati tempat dimana ia akan turun ke dalam skrotum. Gerakan janin sudah dapat dirasakan oleh ibu. Paru-paru sudah selesai dibentuk tapi belum berfungsi.
Pada bulan ke 6 ukuran tubuh sudah lebih proporsional tapi nampak kurus, organ internal sudah pada posisi normal.
Pada bulan ke 7 janin nampak kurus, keriput dan berwarna merah. Skrotum berkembang dan testis mulai turun untuk masuk ke skrotum, hal ini selesai pada bulan ke 9. system saraf berkembang sehingga cukup untuk mengatur pergerakan fetus, jika dilahirkan 10% dapat bertahan hidup.
Pada bulan ke 8 testis ada dalam skrotum dan tubuh mulai ditumbuhi lemak sehingga terlihat halus dan berisi. Berat badan mulai naik jika dilahirkan 70% dapat bertahan hidup.
Pada bulan ke 9, janin lebih banyak tertutup lemak (vernix caseosa). Kuku mulai nampak pada ujung jari tangan dan kaki.
Pada bulan ke 10, tubuh janin semakin besar maka ruang gerak menjadi berkurang dan lanugo mulai menghilang. Percabangn paru lengkap tapi tidak berfungsi sampai lahir. Induk mensuplai antibodi plasenta mulai regresi dan pembuluh darah palsenta juga mulai regresi.
2.3 Karakteristik Janin
Proses Terbentuknya janin laki-laki dan perempuan
Proses terbentuknya janin laki-laki dan perempuan dimulai dari deferensiasai gonad. Awalnya sel sperma yang berkromosom Y akan berdeferensiasi awal menjadi organ jantan dan yang X menjadi organ betina. Deferensiasi lanjut kromosom Y membentuk testis sedangkan kromosom X membentuk ovarium. Proses deferensiasi menjadi testis dimulai dari degenerasi cortex dari gonad dan medulla gonad membentuk tubulus semineferus. Di celah tubulus sel mesenkim membentuk jaringan intertistial bersama sel leydig. Sel leydig bersama dengan sel sertoli membentuk testosteron dan duktus muller tp duktus muller berdegenerasi akibat adanya faktor anti duktus muller, testosteron berdeferensiasi menjadi epididimis, vas deferent, vesikula seminlis dan duktus mesonefros. Karena ada enzim 5 alfareduktase testosteron berdeferensiasi menjadi dihidrotestosteron yang kemudian pada epitel uretra terbentuk prostat dan bulbouretra. Selanjunya mengalami pembengkakan dan terbentuk skrotum. Kemudian testis turun ke pelvis terus menuju ke skrotum. Mula-mula testis berada di cekukan bakal skrotum saat skrotum mkin lmamakin besar testis terpisah dari rongga pelvis.
Sedangkan kromosom X yang telah mengalami deferensiasi lanjut kemudian pit primer berdegenerasi membentuk medula yang terisi mesenkim dan pembuluh darah, epitel germinal menebal membentuk sel folikel yang berkembang menjadi folikel telur. Deferensiasi gonad jadi ovarium terjadi setelah beberapa hari defrensiasi testis. Di sini cortex tumbuh membina ovarium sedangkan medula menciut. PGH dari placenta mendorong pertumbuhan sel induk menjadi oogonia, lalu berplorifrasi menjadi oosit primer. Pada perempuan duktus mesonefros degenerasi. Saat gonad yang berdeferensiasi menjadi ovarium turun smpai rongga pelvis kemudian berpusing sekitar 450 letaknya menjadi melintang.
Penis dan klitoris awalnya pertumbuhannya sama yaitu berupa invagina ectoderm. Klitoris sebenarnya merupakan sebuh penis yang tidak berkembang secara sempurna. Pada laki-laki evagina ectoderm berkembang bersama terbawanya sinus urogenitalis dari cloaca.
2.4 Pengeluaran Bayi
Kelahiran bayi dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama, proses persiapan persalinan. Dalam tahap ini terjadi pembukaan (dilatasi) mulut rahim sampai penuh. Selanjutnya, tahap kedua adalah kelahiran bayi yang keluar dengan selamat. Tahap ketiga, pengeluaran plasenta. Tahap berikutnya adalah observasi terhadap ibu selama satu jam usai plasenta keluar.
Tahapan yang pertama adalah kontraksi. Ini biasanya fase paling lama. Pembukaan leher rahim (dilatasi) sampai 3 cm, juga disertai penipisan (effasi). Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa hari, bahkan beberapa minggu, tanpa kontraksi berarti (kurang dari satu menit). Tapi pada sebagian orang mungkin saja terjadi hanya 2-6 jam (atau juga sepanjang 24 jam) dengan kontraksi lebih jelas. Setelah itu leher rahim akan semakin lebar.Umumnya fase ini lebih pendek dari fase sebelumnya, berlangsung sekitar 2-3 jam. Kontraksi kuat terjadi sekitar 1 menit, polanya lebih teratur dengan jarak 4-5 menit. Leher rahim membuka sampai 7 cm.
Secara umum dan normal, pembukaan leher rahim akan terus meningkat dengan kontraksi yang makin kuat. Terjadi 2-3 menit sekali selama 1,5 menit dengan puncak kontraksi sangat kuat, sehingga ibu merasa seolah-olah kontraksi terjadi terus-menerus tanpa ada jeda.
Pembukaan leher rahim dari 3 cm sampai 10 cm terjadi sangat singkat, sekitar 15 menit sampai 1 jam. Saat ini calon ibu akan merasakan tekanan sangat kuat di bagian bawah punggung. Begitu pula tekanan pada anus disertai dorongan untuk mengejan. Ibu pun akan merasa panas dan berkeringat dingin.
Posisi calon ibu saat melahirkan turut membantu lancarnya persalinan. Posisi setengah duduk atau setengah jongkok mungkin posisi terbaik karena posisi ini memanfaatkan gaya berat dan menambah daya dorong ibu.
2.5 Pengeluaran Plasenta
Rasa lelah ibu adalah hal yang tersisa ketika bayi sudah keluar, tapi tugas belum berakhir. Plasenta yang selama ini menunjang bayi untuk hidup dalam rahim harus dikeluarkan.
Mengerutnya rahim akan memisahkan plasenta dari dinding rahim dan menggerakkannya turun ke bagian bawah rahim atau ke vagina. Ibu hanya tinggal mendorongnya seperti halnya mengejan saat mengeluarkan bayi. Hanya saja tenaga yang dikeluarkan tak sehebat proses pengeluaran bayi. Apabila plasenta telah keluar, akan segera dijahit robekan atau episiotomi sehingga kembali seperti semula.
BAB III
KESIMPULAN
Kehamilan terjadi ketika hubungan seksual dilakukan pada saat wanita dalam masa ovulasi atau masa subur dan sperma dari pria membuahi sel telur dari wanita tsb. Telur yang telah dibuahi akan menempel pada dinding rahim, yang akan bertumbuh dan berkembang selama kira-kira 40 minggu.
Sel Telur / Ovum yang dibuahi oleh sel mani ( spermatozoa ) akan menjadi satu, Banyak sel mani yang melekat pada dinding Ovum tetapi hanya hanya 1 selmani yang berhasil membuahi Ovum. Beberapa jam setelah pembuahan maka akan terjadi stadium Zygote ( Ovum yang sudah dibuahi dan terbentuk 2 sel jaringan ). setelah pembuahan, sel telur yang telah dibuahi tersebut akan berkembang menjadi sekelompok sel (berjumlah ratusan) seperti bola.
Sel-sel yang berada di dalam akan berkembang menjadi janin sementara sel-sel yang terletak di bagian luar akan membentuk trofoblas. Sel-sel yang membentuk trofoblas inilah yang kelak akan menjadi plasenta
.Dalam 3 hari akan terbentuk sel yang sama besarnya dan masuk pada stadium Morula,. Stadium ini terus berkembang dan menjadi stadium Blastula. Pada stadium ini terbentuk sel-sel yang membentuk dinding Blastula dan akan membentuk suatu simpai yang disebut sebagai Trofoblast. Trofoblast mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan jaringan menemukan lapisan Endometrium ( lapisan paling dalam dari Rahim ). Nidasi terjadi pada dinding depan atau dinding belakang rahim. Jika Nidasi ini terjadi barulah dapat disebut adanya kehamilan. Setelah itu Blastula tumbuh pesat dan membentuk jaringan Embryo yang selanjutnya terbentuk jaringan Ektoderm, Mesoderm dan Entoderm. Masing-masing jaringan akan membentuk masing-masing organ yang berbeda-beda ( tulang, rambut, paru-paru, jantung dll ). Embryo ini terus tumbuh dan menjadi Janin.
BACA SELENGKAPNYA - Materi Kesehatan: Proses Terjadinya Kehamilan

Materi Kesehatan: Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ)

Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ)
PERBANDINGAN AKURASI TAKSIRAN BERAT BADAN JANIN MENGGUNAKAN RUMUS JOHNSON TOHSACH DENGAN MODIFIKASI RUMUS JOHNSON MENURUT SYAHRIR
Julianty K, Yola N, Azis Z, Pangemanan TP, Theodorus
ABSTRAK
Tujuan: membandingkan akurasi rumus Johnson dan modifikasi rumus Johnson menurut Syahrir untuk menaksir berat badan janin.
Desain dan metode: penelitian ini berupa studi komparatif yang membandingkan antara kelompok yang menggunakan rumus Johnson yang menggunakan pita nonelastik dengan kelompok modifikasi rumus Johnson menurut Syahrir yang menggunakan jangka panggul. Populasi penelitian adalah ibu hamil yang akan melahirkan di bagian obgyn FK unsri RSMH Palembang, dengan jumlah sampel 263 orang. Penelitian ini dilakukan dari Februari 2005 sampai September 2006. Perbandingan angka rata-rata dianalisis dengan t test dan korelasi ketepatan penaksiran berat badan janin dengan chi-square. Interval kepercayaan 95%.
Hasil: dari 263 sampel didapatkan taksiran berat janin dengan rumus Johnson dan modifikasi Johnson-Syahrir yang akurat sebanyak 160 responden (60,8%) dan tidak akurat sebanyak 66 responden (25,1%). Untuk responden yang akurat pada rumus Johnson dan tidak akurat pada rumus modifikasi ada 186 responden (70,7%) atau sebaliknya sebesar 171 responden (65%). Nilai sensitivitas diperoleh sebesar 86,02%, spesifisitas 85,71%. Nilai perkiraan positif dan negative sebesar 93.57% dan 71,74%. Nilai kappa 67,9%. Tampak perbedaan bermakna antara taksiran berat janin dengan rumus Johnson dan rumus modifikasi dibanding dengan berat badan lahir sebenarnya (p
Kesimpulan: rumus Johnson lebih baik sebab memiliki akurasi lebih tinggi (70,7%) dibanding modifikasi rumus Johnson-Syahrir (65%) prinsip kehati-hatian perlu ditingkatkan dalam mengukur tinggi fundus uteri untuk menaksir berat badan janin.
Kata kunci: taksiran berat janin, rumus Johnson, modifikasi rumus Johnson-Syahrir
I. LATAR BELAKANG
Kematian perinatal pada kelahiran dengan berat badan rendah dan kesakitan akibat berat badan lahir yang besar merupakan suatu masalah tersendiri dalam kesehatan perinatal dan penatalaksanaan persalinan. Taksiran berat badan janin (TBJ) intra uterin mempunyai arti penting dalam penatalaksanaan persalinan. Ketepatan penaksiran berat badan lahir, baik secara pengukuran tinggi fundus uteri (TFU) ataupun cara lainnya akan mempengaruhi ketepatan penatalaksanaan persalinan dan hasilnya sehingga diharapkan dapat mengurangi kematian dan kesakitan pada persalinan1,2
Bagi penolong persalinan seperti bidan, berat badan bayi mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan saat rujukan, sedangkan bagi obstetrikus, taksiran berat badan bayi sangat dirasakan kepentingannya saat harus memutuskan tindakan induksi persalinan ataupun resiko sesaria yang direncanakan. Terdapat berbagai cara untuk menentukan taksiran berat badan anak, yaitu : dengan palpasi uterus, pemeriksaan ultrasonografi, dengan pengukuran diameter biparietal, pengukuran tinggi fundus uteri maupun pengukuran lingkaran perut.3,4,5
Penaksiran berat janin dalam suatu persalinan masih dipandang perlu oleh banyak ahli kebidanan, juga para peneliti kesehatan masyarakat.6-12 Meskipun demikian, belum ada suatu metoda pun yang berhasil membuat taksiran berat badan janin tepat.11 Di beberapa rumah sakit termasuk RSMH Palembang, masih dilakukan taksiran berat badan janin intra uterin dengan pengukuran tinggi fundus uteri . Ketepatan taksiran berat badan janin baik melalui pengukuran tinggi fundus uteri ataupun cara lain akan mempengaruhi penatalaksanaan persalinan.13-16
Pengukuran tinggi fundus uteri secara tepat dilakukan lebih objektif dengan skala sentimeter.4,6,7,8 Tinggi fundus uteri mempunyai hubungan yang kuat dan bermakna dengan berat badan bayi dan merefleksikan pertumbuhan janin serta ukuran fetus lebih akurat.1
Pada penelitiannya, Zulkarnain menemukan tinggi fundus uteri adalah 28 sampai 40 cm, terbanyak adalah 32 cm (21%) dengan rata-rata 32,4 ± 2,28 cm dimana berat badan bayi berkisar antara 2200 – 4200 gram dengan rata-rata berat 3027 ± 364 gram, terbanyak 3000 gram (44,1%)
Pada penelitian Firmansyah, rumus Johnson memiliki akurasi yang lebih tinggi dibanding modifikasi rumus Niswander dalam melakukan taksiran berat badan lahir (70% : 29,5%) dengan nilai p = 0,001 dengan selisih berat yang lebih kecil (164,26 ± 268,23 gram : 282,26 ± 263,62 gram) dan pada masing-masing tinggi fundus uteri 28 cm sampai 36 cm memiliki akurasi yang lebih baik.23
Johnson dan Toshach (1954) menggunakan suatu metode untuk menaksir berat janin dengan pengukuran (TFU) tinggi fundus uteri, yaitu mengukur jarak antara tepi atas simfisis pubis sampai puncak fundus uteri dengan mengikuti lengukungan uterus, memakai pita pengukur serta melakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher) untuk mengetahui penurunan bagian terendah. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengukuran atau taksiran dan diperkirakan tidak dapat dikoreksi seperti tumor rahim, hidramnion, plasenta previa, kehamilan ganda dikeluarkan dari penelitian, sedangkan obesitas, paritas, kondisi selaput ketuban, penurunan bagian terbawah janin (station), posisi dan presentasi janin diperhitungkan secara statistik. Rumus yang dikemukakan adalah :
W (gram)=(tinggi fundus uteri – station) ´ 155
Untuk station minus = 13, untuk station nol = 12, dan untuk station plus = 11.
Syahrir dan kawan-kawan pada tahun 2001 di Makasar melakukan pengukuran dengan mendapatkan modifikasi rumus Johnson yang disederhanakan oleh Niswander. Dalam mendapatkan rumus tersebut, Syahrir dan kawan-kawan melakukan penelitian dengan menggunakan jangka panggul terhadap 100 ibu-ibu inpartu yang akan melahirkan di kamar bersalin RSB Siti Fatimah yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan presentasi kepala untuk mencari modifikasi rumus Johnson. Dari hasil yang diteliti, didapatkan rata-rata tinggi fundus adalah 27,3 cm dengan rata-rata berat badan lahir anak 3194,1 gram dan rata-rata berat badan lahir anak menurut Johnson 2163,7 gram. Kesalahan rata-rata berat lahir anak yaitu 1030 gram, sehingga rumus Johnson dimodifikasi ke dalam bentuk :
TBBJ=(TFU – 13) 151 + 1030 gram
Rumus inilah akan digunakan pada penelitian ini yang akan dibandingkan dengan rumus Johnson Toshack yang biasa digunakan di RSMH Palembang.
II.METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini berupa uji diagnostik yang membandingkan antara kelompok yang menggunakan rumus Johnson yang menggunakan pita non elastik dengan kelompok modifikasi rumus Johnson menurut Syahrir yang menggunakan jangka panggul.
Penelitian ini dilakukan di kamar bersalin Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSMH Palembang. Penelitian dilaksanakan selama satu setengah tahun, mulai tanggal 28 pebruari 2005 sampai tanggal 6 september 2006. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling dari populasi yang telah setuju diikutsertakan dalam penelitian dan ditentukan berdasarkan proporsi dan populasi. Selama penelitian sampel yang terkumpul sebanyak 263 responden.
Pada subyek yang telah memenuhi kriteria penelitian dilakukan anamneis yang mencakup identitas, tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT), riwayat obstetrik (GPA), riwayat penyakit/operasi yang pernah diderita, umur, berat badan dan tinggi badan juga dicatat, bila curiga adanya kelainan dilakukan pemeriksaan lanjut untuk mendiagnosanya (seperti hidramnion dilakukan pemeriksaan USG) atau akan dikeluarkan sebagai kriteria ekslusi. Pengukuran tinggi fundus uteri, dilakukan dengan menggunakan pita non elastik dan jangka panggul. Ibu yang berada dalam posisi berbaring terlentang dengan kedua kaki membujur lurus ke bawah. Kandung kencing dalam keadaan kosong dan fundus uteri dibawa ke tengah (bila sumbu panjang janin, uterus dan sumbu panjang ibu tidak berada pada satu garis). Pengukuran dilakukan dengan uterus dalam keadaan relaksasi mulai dari atas fundus uteri ke batas atas simpisis pubis dan sebaliknya, mengikuti lengkung dinding perut masing-masing dengan pita sentimeter dan jangka panggul menempel pada dinding luar perut. Hasil pengukuran dicatat dalam satuan sentimeter. Angka 0,5 > dibulatkan ke atas.
Hasil pengukuran dicatat dalam satuan sentimeter dan berat badan janin ditaksir dengan mempergunakan rumus Johnson :
TBBJ=(TFU– 13) 155 gram (menggunakan pita non elastik)
Dibandingkan dengan modifikasi rumus Johnson menurut Syahrir :
TBBJ=(TFU– 13) 151 + 1030 gram (menggunakan jangka panggul)
III. HASIL
Berdasarkan nilai rerata taksiran berat badan bayi lahir menggunakan rumus Johnson lebih mendekati berat badan lahir sebenarnya dibandingkan dengan modifikasi rumus Johnson-Syahrir dan secara keseluruhan rerata tingkat akurasi rumus Johnson lebih tinggi dibandingkan modifikasi rumus Johnson-Syahrir dan secara statistik ada perbedaan bermakna antara taksiran berat badan bayi menggunakan rumus Johnson dengan modifikasi rumus Johnson-Syahrir (p=0,000).
Pada perhitungan berat badan lahir dengan rumusJohnson yang menggunakan pita non elastik, error terkecil dari berat badan bayi lahir adalah pada tinggi fundus uteri 32 cm (SD = 244,12 SE = 33,23 95% CI = 3057,99-3188,21) danerror terbesar adalah pada tinggi fundus uteri 36 cm (SD = 318,85 SE = 130,17 95% CI = 3228,20-3738,46). Hal ini dijabarkan dalam tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1.Berat badan bayi lahir menurut tinggi fundus uteri Johnson pada kehamilan cukup bulan, tunggal, letak memanjang dan presentasi kepala (n=263)
Tinggi fundus uteri Johnson
N
Berat badan bayi lahir (g)
Range
Mean
SD
SE Mean
95% Confidence Interval
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
40
12
42
46
26
44
40
24
17
9
1
1
1
2300-3000
2350-3200
2300-3400
2600-3500
2500-3600
2700-3600
2900-3600
3000-4200
3400-3900
3720,00
3875,00
4185,00
2604,17
2897,62
2780,43
2988,46
3129,55
3173,75
3322,92
3485,29
3588,89
3720,00
3875,00
4185,00
193,60
360,71
235,57
245,88
218,69
210,30
175,06
299,87
176,38
-
-
-
55,88
55,66
34,73
48,22
32,97
33,25
35,73
72,73
58,79
-
-
-
2481,16-2727,17
2785,21-3010.03
2710,48-2850,39
2899,14-3087,78
3063,06-3196,03
3106,49-3241,01
3248,99-3396,84
3331,11-3639,48
3453,31-3724,47
-
-
-
Pada table 2 digambarkanperhitungan berat badan lahir dengan menggunakan jangka panggul atau rumus modifikasi Johnson - Syahrir yang ditunjukkan pada tabel 16 bahwa error terkecil dari berat badan bayi lahir adalah pada tinggi fundus uteri Johnson-Syahrir 27 cm (SD = 200,71 SE = 33,92 95% CI = 3078,20-3216,09). Error terbesar ada pada tinggi fundus uteri 31 cm (SD=250,99 SE=112,25 95%CI=3228,34-3851,66).
Tinggi fundus uteri Johnson-Syahrir
N
Berat badan bayi lahir (g)
Range
Mean
SD
SE Mean
95% Confidence Interval
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
34
20
28
26
35
40
30
35
23
16
4
5
1
2500-3500
2300-3500
2350-3800
2300-3400
2300-3600
2500-3500
2700-3600
2900-3900
3000-4200
3300-3900
3300-3900
4201,00
2950,00
2848,21
2917,31
2845,71
3005,00
3090,00
3147,14
3326,09
3471,88
3625,00
3540,00
4201,00
301,74
329,27
390,88
268,53
315,57
261,42
200,71
227,07
150,00
150,00
250,99
-
67,47
62,27
76,65
45,39
49,89
47,73
33,92
47,34
72,73
75,00
112,25
-
2808,78-3091,22
2720,53-2975,89
2759,43-3075,19
2753,47-2937,96
2904,07-3105,93
2992,38-3187,62
3078,20-3216,09
3227,89-3424,28
3316,83-3626,92
3386,32-3863,68
3228,34-3851,66
-
Tabel 2. Berat badan bayi lahir menurut tinggi fundus uteri Johnson-Syahrir pada kehamilan cukup bulan, tunggal, letak memanjang dan presentasi kepala (n=263)
Semakin tinggi fundus uteri mempengaruhi error atau penyimpangan berat badan bayi lahir (p = 0,024)12. Dari perhitungan statistik dengan regresi linier sederhana didapat hubungan tinggi fundus uteri Johnson dengan berat badan bayi lahir dimananilai koefisien regresi untuk TFU Johnson sebesar 106,781. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikkan TFU sebesar 1 cm akan menaikkan berat badan bayi lahir ± 106,781 gr.
Gambar 1. Diagram scatterhubungan tinggi fundus uteri Johnson dengan berat badan bayi pada responden
Sedangkan perhitungan statistik tinggi fundus uteri dengn metode pengukuran Johnson-Syahrir terhadap berat badan bayi mendapatkannilai koefisien regresisebesar 73,889. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikkan TFU sebesar 1 cm akan menaikkan berat badan bayi lahir ± 73,889 gr.
Gambar 2. Diagram scatterhubungan tinggi fundus uteri Johnson-Syahrir dengan berat badan bayi pada responden
Berdasarkan hubungan tinggi fundus uteri dengan berat badan bayi lahir dapat dikatakan bahwa pengukuran tinggi fundus uteri Johnson memiliki hubungan yang sangat kuat dibandingkan Johnson-Syahrir dikarenakan besaran pengaruh variabel TFU Johnson lebih tinggi dari TFU Johnson-Syahrir.
Dari 263 ibu hamil dilakukan pengujian sensitivitas, spesifisitas, angka perkiraan positif dan angka perkiraan negatif taksiran berat badan lahir menurut rumus Johnson dan modifikasi rumus Johnson-Syahrir terhadap berat badan lahir sebenarnya. Dikatakan akurat jika tingkat kesalahan yang diperoleh 7
Tabel3.Nilai diagnostik pengukuran tinggi fundus uteri terhadap berat badan bayilahir


Rumus Jhonson
Jumlah


Akurat
Tidak Akurat
Modifikasi rumus Johnson-Syahrir
Akurat
Tidak akurat
160
26
11
66
171
92

Jumlah
186
77
263
Nilai sensitivitas yang diperoleh sebesar 86,02%, nilai spesifisitas sebesar 85,71% serta nilai perkiraan positif dan negative sebesar 93,57% dan 71,74%. Nilai kappa yang diberikan sebesar 67,9%. Nilai ini dapat menerangkan kesesuaian penghitungan taksiran berat badan bayi lahir dengan menggunakan rumus Johnson dibandingkan dengan modifikasi rumus Johnson Syahrir.
Pada tabel 4 digambarkananalisis statistik taksiran berat badan lahir menurut rumus Johnson dan modifikasi rumus Johson-Syahrir untuk berat badan lahir keseluruhan (n=263) dengan menggunakan uji t test. Hasilyng diperoleh menunjukkanperbedaan yang bermakna antara taksiran berat badan bayi lahir dengan menggunakan rumus Johnson dan modifikasi rumus Johnson-Syahrir dengan berat badan lahir sebenarnya (p
Variabel
Mean (gr)
SD
P
BBL
Johnson
Modifikasi rumus Johnson-Syahrir
BBL – Johnson
BBL – Modifikasi rumus Johnson-Syahrir
SAE – Johnson
SAE – Modifikasi rumus Johnson-Syahrir
Akurasi Johnson
Akurasi Modifikasi rumus Johnson-Syahrir
3061,98
2887,24
2865,54
174,73
196,43
0,05
0,06
70,70%
65,00%
350,87
345,46
384,47
279,31
355,33
0,08
0,11
0,048*
0,095*
0,000**
Tabel 4. Sebaran analisis statistik dan pengujian taksiran berat badan lahir menurut rumus Johnson dan modifikasi rumus Johnson-Syahrir untuk berat lahir keseluruhan (n=263)
IV. DISKUSI
Sebaran kasus berdasarkan TFU Johsonterletak pada rentang 28 sampai 40 cm dengan rata-rata 31,63 ± 2,22 cm sedangkan TFU Johnson-Syahrir terletak pada rentang 21 – 34 dengan rata-rata 25,16 ± 2,55 cm . Berat badan bayi lahir terletak pada rentang 2300 grsampai 4200 gr dengan rata-rata 3061,98 ± 350,87 gr.
Dari hubungan tinggi fundus uteri Johnson dengan berat badan bayi lahir didapatkan koefisien korelasi (r) adalah 0,678 dan koefisien determinasi (r2) adalah 0,460 dengan kemaknaan p = 0,000. Sedangkan koefisien korelasi (r) dari hubungan tinggi fundus uteri dengan berat badan bayi lahir Johson-Syahrir adalah 0,536 dengan koefisien determinasi (r2) adalah 0,288 dengan kemaknaan p = 0,000.
Akurasi taksiran berat badan janin dengan rumus Johnson mencapai 70,70% sedangkan dengan menggunakan modifikasi rumus Johnson-Syahrir hanya 65,0% yang akurat. Apabila dihitung secara statistik ditemukan perbedaan bermakna dimana p = 0,000.
Rumus Johnson memiliki hubungan positif yang sangat kuat antara tinggi fundus uteri dengan berat badan bayi lahir dibandingkan dengan modifikasi rumus Johnson-Syahrir dimana nilaikoefisien korelasi (r) sebesar 0,678 dan koefisien determinasi-nya 0,460 sedangkan modifikasi rumus Johnson-Syahrir, nilaikoefisien korelasi (r) sebesar 0,536 dan koefisien determinasi-nya 0,288.Nilai sensitivitas yang diperoleh sebesar 86,02%, nilai spesifisitas sebesar 85,71% serta nilai perkiraan positif dan negative sebesar 93,57% dan 71,74%. Nilai kappa yang diberikan sebesar 67,9%, nilai ini dapat menerangkan kesesuaian penghitungan taksiran berat badan bayi lahir dengan menggunakan rumus Johnson dibandingkan dengan modifikasi rumus Johnson Syahrir.
RUJUKAN
1.Niswander KR. Capraro VJ, Coevering RJ. Estimation of birth weight by quantitied external uterine measurements. Obstet Gynecol 1970; 36:204-8.
2.Cuningham FG, Mac Donald C, Gant NF. Manajemen kehamilan normal. Dalam : Ronardy DH editor. Obstetri Williams. Edisi 18 Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 p 295-3143.
3.Wan CW, Woo JSK. An evaluation of ultrasonic fetal weight prediction in a Chinese population using established charts on abdominal circumference and biparietal diameter. Obstet Gynecol 1984; 10:173-6.
4.Robson SC, Gallivan S, Walkinshaw SA, Vaughan J, Rodeck CH, Ultrasonic estimation of fetal weight use of targeted formulas in small for gestational age fetuses. Obstet Gynecol 1993; 82: 359-64.
5.Wiknjosastro H, Sumapraja S, Saifuddin AB. Perubahan anatomic dan pada wanita hamil. Ilmu Kebidanan FKUI, Edisi kedua, cetakan kedua, YBP Sarwono Prawiroharjo 1984: 81-93.
6.Turner MJ, Roasmussen MJ,Boylan PC, Mac Donald D, Strong JM. The influence of birth weight on labor in nulliparas. Obstetric and Gynecology 1990;76: 159-63.
7.Ment LR, Oh W, Ehrenkranz RA, Philip AGS, Duncan CC, Makuch RW. Antenatal steroid, delivery mode, and intraventricular hemorrage in preterm infants. Am J Obstet Gynecol 1995;172:795-800.
8.Tejani N, Mann LI, Weiss RR. Antenatal diagnosis and management of the small-for-gestational-age fetus Obstet Gynecol 1976;47: 31-6.
9.Boyd ME, Usher RH, MecLean FL. Fetal Macrosomia Prediction, Risk, proposed management. Obstet Gyencol 1983;63: 715-22.
10.Pschera H, Sodenberg G. estimation of fetal weight by external abdominal measurement. Acta Obstet Gyencol Scand 1984;63: 175-9.
11.Arrianto M, Dirjowioto AN. Perbandingan hasil antara taksasi berat janin secara palpatoir dan taksasi berat janin menurut Paulos-Langstadt terhadap berat lahir bayi sesungguhnya. Naskah lengkap KOGI III Medan 1976;589-593.
12.Warsof SL, Wolf P, Coulehan J, Queenan JT. Comparison of fetal weight estimation formulas with and without head measurements. Obstet Gyencol 1986;67:569-73.
13.Field NT, Piper JM, Langer O. The effect of maternal obesity on the accuracy of fetal weight estimation. Obstet Gyencol 1995;56: 102-7.
14.Chauhan SP et al. Lomitation of clinical an sonographic astimates of birth weight 1034 parturients. Obstet Gyencol 1998;91: 72-7.
15.Peterson RM. Estimation of fetal weight during labor. Obstet Gyencol 1985;65330-2.
16.Rosenberg K, Gram JM, Aitchison T. Measurement of fundal height as ascreening test for fetal growth retard. Br J Obstet Gyencol 1982; 89:447-50.
17.Mathai M, Jairaj P Muthurathnam S. Screening of light-for gestational age infants: a comparison of three measurement 1987; 94:217-21.
18.Mc. Fee JG. Comprehensive prenatal care. In:Frederickson HL, Haug LW. Ob/Gyn secrets. Boston, Massachustts:BookPromotion & Service CO, Ltd. 1997;156-164.
19.Walraven GER etal. Single pre-delivery symphysis-fundal height measurement as a predictor of birth weight and multiple pregnancy. British Journal of Obstetries and Gynecology 1995;102: 525-529.
BACA SELENGKAPNYA - Materi Kesehatan: Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ)
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI