kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

02 April 2011

Askep Gagal Jantung

Askep Gagal Jantung: "


GAGAL JANTUNG



PENGERTIAN


Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic ( misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.



ETIOLOGI


Di negara – negara berkembang , penyebab tersering adalah penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik). Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik). Hipertensi tetap merupakan penyebab gagal jantung kongestif yang penting. Selain itu penyakit katup jantung juga merupakan penyebab gagal jantung, namun saat ini agak jarang penyakit katup jantung menyebabkan gagal jantung. Stenosis aorta masih tetap merupakan penyebab yang sering dan dapat diperbaiki.



PATOFISIOLOGI


Jika terjadi gagal jantung , tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat., maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner. Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.



MANIFESTASI KLINIK


1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)


2. kongesti jaringan


3. peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak nafas.


4. peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.


5. penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.



PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya


2. pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal


3. tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia prerenal


4. pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin


5. fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi


6. pemeriksaan EKG


7. Radiografi dada


8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis gerakan dinding regional


9. kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.



KOMPLIKASI


1. kematian


2. edema pulmoner akut



PENATALAKSANAAN


1. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapt diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.


2. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur


3. Terapi diuretic


4. penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron


5. Terapi beta blocker


6. terapi glikosida digitalis


7. terapi vasodilator


8. Obat inotropik positif generasi baru


9. Penghambat kanal kalsium


10. Atikoagulan


11. Terapi antiaritmia


12. Revaskularisasi koroner


13. Transplantasi jantung


14. Kardoimioplasti


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Gagal Jantung

Askep Gagal Ginjal

Askep Gagal Ginjal: "


GAGAL GINJAL



Definisi


Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.



GAGAL GINJAL AKUT


Patofisiologi


Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal dan disfungsi tubular dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urin normal.


Disampaing volume urin yang diekskresi, pasien gagal ginjal akut mengalami peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum dan retensi produk sampah metabolik lain yang normalnya diekskresikan oleh ginjal.



Penyebab


Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah:


1. Kondisi prerenal (hipoperfusi ginjal)


Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik)


2. Penyebab intrarenal (kerusakan actual jaringan ginjal)


Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya. Reaksi tranfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal, menyebabkan iskemia ginjal.


3. Pasca renal


Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.


Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin reversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal: (1) hipovolemia; (2) hipotensi; (3) penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif; (4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau batu ginjal dan (5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.



Tahapan


Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan.


Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.


Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam) disertai peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertamakalinya muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.


Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan retensi nitrogen namun pasien masih mengekskresaikan urin sebanyak 2 liter atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama setelah antibiotic nefrotoksik diberikan kepada pasien, dapat juga terjadi pada kopndisi terbakar, cedera traumtaik dan penggunaan anestesi halogen.


Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun haluran urin mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan.


Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikanfungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permanent sekitar 1% samapi 3%, tetapi hal ini secar klinis tidak signifikan.



Manifestasi klinis dan Abnormalitas Nilai Laboratorium


Hampir semua system tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah, dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi system saraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang.


Perubahan haluran urin


Haluran urin sedikit dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah (0,010 sedangkan nilai normalnya 0,015-0,025)


Peningkatan BUN dan kadar kreatinin


Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya tergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.


Hiperkalemia


Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.


Asidosis metabolik


Pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang terbentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah. Sehingga asidosis metabolic progresif menyertai gagal ginjal akut.


Abnormalitas Ca++ dan PO4-


Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi, serum kalsium mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.


Anemia


Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisiyang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI.



Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan klinis


Anamnesis: perlu ditanyakan segala kemungkinan etiologi.


Pemeriksaan fisis: perlu diperhatikan gejala vital, tensi, nadi, turgor, tekanan vena sentral serta ada tidaknya hipotensi ortostatik.


Pemeriksaan Laboratorium


Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas


Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis.



Komplikasi


- infeksi


- asidosis metabolic


- hiperkalemia


- uremia


- hipertensi


- payah jantung


- kejang uremik


- perdarahan



Penatalaksanaan


Sangat dipengaruhi oleh penyebab/penyakit primer. Penyebab prerenal perlu sekali dievaluasi, misalnya dehidrasi, penurunan tekanan darah, CVP< 3cm, syok, KU jelek.



  1. Tindakan awal


Terhadap factor prerenal


- koreksi factor prerenal


- koreksi cairan dengan darah, plasma atau NaCl fisiologik atau ringer


30 – 60 menit produksi urin tak naik


- Manitol 0,5-1 gr/kg BB IV selama 30 menit dalam larutan 25 % (samapi 25 gr)


- Furosemid 2 mg/kg BB IV


2 jam tidak berhasil (urin tetap 200-250 cc/m2/hr)


- Furosemid lagi


tak berhasil


- Masuk ke tindakan oliguria


Fase oliguria


1. Pemantauan ketat


- Timbang BB tiap hari


- Perhitungan ketat cairan: masukan vs haluaran


- Tanda-tanda vital


- Lab: Hct, Na+, CL-, Ca+, fosfat, asam urat, kreatinin, Pa CO2, BUN (tiap hari)


2. Tanggulangi komplikasi


3. Diet


- kalau dapat oral: kaya KH dan lemak


- batasi protein: 0,5-1 gr/kg BB/hari, dengan protein berkualitas tinggi


- lebih aman intravena


4. Cairan


Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible (sisanya akan terpenuhi dari air hasil metabolisme) Pada udara kering kurang dari 400 ml/m2/hari.


5. Hiperkalemia


6. Monitor EKG


Ion exchange resin 1 gr/kg BB kalau perlu dialysis peritoneal akut.


b. Fase nonoliguria


Fase ini biasabya ringan dan berlangsung beberapa hari: volume urin sedikit meningkat, BJ urin rendah. Awasi ketat Na+ dan K+



c. Dialisis akut


Indikasi pada asidosis yang berkepanjangan, hipermagnesemia, hiperkalemia, keadaan klinik makin mundur, uremia. Peritoneal dialysis dapat diterima dengan baik bila hanya beberapa kali saja dialisis diperlukan.



Daftar Pustaka


Brunner and Suddarth, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jilid 2, EGC, Jakarta


www. Us. Elsevierhealth.com, 2004, Nursing Diagnosis: for guide to Palnning care, fifth Edition


Waspadji. A, Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta







http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

BACA SELENGKAPNYA - Askep Gagal Ginjal

Askep ISK

Askep ISK: "

ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH


Pengertian

Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001).Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umu, kurang lebih 5 – 15 %.

Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998)

Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.


Etiologi

 Bakteri (Eschericia coli)

 Jamur dan virus

 Infeksi ginjal

 Prostat hipertropi (urine sisa)


Anatomi Fisiologi

Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.

Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.

Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.

Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.


Patofisiologi

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :

a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.

b. Hematogen.

c. Limfogen.

d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.


Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :

1. Bendungan aliran urine.

1) Anatomi konginetal.

2) Batu saluran kemih.

3) Oklusi ureter (sebagian atau total).

2. Refluks vesi ke ureter.

3. Urine sisa dalam buli-buli karena :

1) Neurogenik bladder.

2) Striktur uretra.

3) Hipertropi prostat.

4. Gangguan metabolik.

1) Hiperkalsemia.

2) Hipokalemia

3) Agamaglobulinemia.

5. Instrumentasi

1) Dilatasi uretra sistoskopi.

6. Kehamilan

1) Faktor statis dan bendungan.

2) PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.


Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.

Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.

Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis. Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal.

Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.

Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.

Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.

Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %.


Macam-macam ISK :

1) Uretritis (uretra)

2) Sistisis (kandung kemih)

3) Pielonefritis (ginjal)


Gambaran Klinis :

Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :

1) Mukosa memerah dan oedema

2) Terdapat cairan eksudat yang purulent

3) Ada ulserasi pada urethra

4) Adanya rasa gatal yang menggelitik

5) Good morning sign

6) Adanya nanah awal miksi

7) Nyeri pada saat miksi

8) Kesulitan untuk memulai miksi

9) Nyeri pada abdomen bagian bawah.


Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :

1) Disuria (nyeri waktu berkemih)

2) Peningkatan frekuensi berkemih

3) Perasaan ingin berkemih

4) Adanya sel-sel darah putih dalam urin

5) Nyeri punggung bawah atau suprapubic

6) Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.


Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :

1) Demam

2) Menggigil

3) Nyeri pinggang

4) Disuria

Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.


Komplikasi :

1) Pembentukan Abses ginjal atau perirenal

2) Gagal ginjal

Pemeriksaan diagnostik

Urinalisis

1) Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih

2) Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.

Bakteriologis

1) Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.

102 – 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.2)Biakan bakteri

2) Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.


Pengobatan penyakit ISK

1) Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.

2) Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

3) Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.


Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :

Data biologis meliputi :

1) Identitas klien

2) Identitas penanggung

Riwayat kesehatan :

1) Riwayat infeksi saluran kemih

2) Riwayat pernah menderita batu ginjal

3) Riwayat penyakit DM, jantung.


Pengkajian fisik :

1) Palpasi kandung kemih

2) Inspeksi daerah meatus

a) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine

b) Pengkajian pada costovertebralis


Riwayat psikososial :

 Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan

 Persepsi terhadap kondisi penyakit

 Mekanisme kopin dan system pendukung

 Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga

1) Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit

2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis


Diagnosa Keperawatan

1) Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.

2) Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan ISK.

3) Nyeri yang berhubungan dengan ISK.

4) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.


Perencanaan

1. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih

Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien

memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.

Kriteria Hasil :

1) Tanda vital dalam batas normal

2) Nilai kultur urine negative

3) Urine berwarna bening dan tidak bau


Intervensi :

1) Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C

Rasional :

Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh

2) Catat karakteristik urine

Rasional :

Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

3) Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Rasional :

Untuk mencegah stasis urine

4) Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.

Rasional :

Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.

5) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.

Rasional :

Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih

6) Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.

Rasional :

Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra


2. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubunganm dengan ISK.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat

mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.

Kriteria :

1) Klien dapat berkemih setiap 3 jam

2) Klien tidak kesulitan pada saat berkemih

3) Klien dapat bak dengan berkemih

Intervensi :

1) Ukur dan catat urine setiap kali berkemih

Rasional :

Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put

2) Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam

Rasional :

Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.

3) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam

Rasional :

Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.

4) Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal

Rasional :

Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.

5) Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman

Rasional :

Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.


3. Nyeri yang berhubungan dengan ISK

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa

nyaman dan nyerinya berkurang.

Kriteria Hasil :

1) Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.

2) Kandung kemih tidak tegang

3) Pasien nampak tenang

4) Ekspresi wajah tenang


Intervensi :

1) Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.

Rasional :

Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

2) Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.

Rasional :

Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot

3) Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Rasional :

Untuk membantu klien dalam berkemih

4) Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.

Rasional :

Analgetik memblok lintasan nyeri


4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda

gelisah.

Kriteria hasil :

1) Klien tidak gelisah

2) Klien tenang


Intervensi :

1) Kaji tingkat kecemasan

Rasional :

Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien

2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional :

Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan

3) Beri support pada klien

Rasional :

4) Beri dorongan spiritual

Rasional :

Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien

5) Beri penjelasan tentang penyakitnya

Rasional :

Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.


Pelaksanaan

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000)


Evaluasi

Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :

1. Nyeri yang menetap atau bertambah

2. Perubahan warna urine

3. Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes

setelah berkemih.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep ISK

Askep Dislokasi

Askep Dislokasi: "

DISLOKASI


PENGERTIAN

Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth).


Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).


Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).


Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.


Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.


KLASIFIKASI

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Dislokasi congenital :

Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2. Dislokasi patologik :

Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

3. Dislokasi traumatic :

Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :

1) Dislokasi Akut

Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.

2) Dislokasi Kronik

3) Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.


Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.


ETIOLOGI

Dislokasi disebabkan oleh :

1. Cedera olah raga

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

3. Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan

kompenen vital penghubung tulang


PATOFISIOLOGI

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).


MANIFESTASI KLINIS

Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi.


KOMPLIKASI

Dini

1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut

2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak

3) Fraktur disloksi

Komplikasi lanjut

1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi

2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid

3) Kelemahan otot


PENATALAKSANAAN

 Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

 Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.

 Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.

 Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi

 Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

 Identitas dan keluhan utama

 Riwayat penyakit lalu

 Riwayat penyakit sekarang

 Riwayat masa pertumbuhan

 Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.


DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.


INTERVENSI

Dx 1

 Kaji skala nyeri

 Berikan posisi relaks pada pasien

 Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

 Kolaborasi pemberian analgesic


Dx 2

 Kaji tingkat mobilisasi pasien

 Berikan latihan ROM

 Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan


Dx. 3

 Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya

 Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.

 Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien


Dx 4

 Kaji konsep diri pasien

 Kembangkan BHSP dengan pasien

 Bantu pasien mengungkapkan masalahnya

 Bantu pasien mengatasi masalahnya.


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Dislokasi

Askep Fraktur Nasal

Askep Fraktur Nasal: "

FRAKTUR NASAL



A. Definisi


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya.


Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah. Sedangkan jika disebabkan oleh trauma kecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur wajah biasanya Le Fort tipe 1 dan 2. Selain itu, injury nasal juga berhubungan dengan cedera leher atau kepala.



B. Etiologi


Penyebab trauma nasal ada 4 yaitu:


1. Mendapat serangan misal dipukul.


2. injury karena olah raga


3. kecelakaan (personal accident).


4. kecelakaan lalu lintas.


Dari 4 causa diatas, yang paling sering karena mendapat serangan misalnya dipukul dan kebanyakan pada remaja. Jenis olah raga yang dapat menyebabkan injury nasal misalnya sepak bola, khususnya ketika dua pemain berebut bola diatas kepala; olah raga yang menggunakan raket misalnya ketika squash, raket dapat mengayun ke belakang atau depan dan dapat memukul hidung atau karate; petinju.


Trauma nasal yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi menyebabkan fraktur wajah.



C. Patogenesis


Trauma wajah disebabkan oleh 5 hal tergantung dari kecepatan dan kekerasan pukulan, yaitu :


1. Bukan fraktur


Disebabkan pukulan yang tidak keras.


2. Fraktur kelas 1


3. Fraktur kelas 2


4. Fraktur kelas 3


5. fraktur Le Fort tipe 2 dan 3.



D. Komplikasi


1. Deviasi hidung


Deviasi dapat terjadi pada septum nasal, tulang nasal atau keduanya.


2. Bleeding


3. Saddling


4. kebocoran cairan serebrospinal


5. komplikasi orbital



E. Penatalaksanaan


1. Deviasi


Tindakan yang dilakukan pada deviasi septum biasanya dengan septoplasty. Selain itu seiring dengan perkembangan bedah plastic untuk komestika, maka dapat dilakukan rhinoplasty. Rhinoplasty adalah operasi plastic pada hidung. Ada 2 macam :


a. Augmentasi rhinoplasty : penambahan pada hidung. Yang harus diperhatikan tidak boleh menambahkan injeksi silicon. Yang boleh digunakan adalah bahan dari luar, misalnya silicon padat maupun bahan dari dalam tubuh sendiri misal tulang rawan, flap kulit/dermatograft.


b. Reduksi rhinoplasty : pengurangan pada hidung.


2. Bleeding


Terjadi bleeding karena lacerasi mucosal sebaiknya dihentikan 24 jam dengan nasal packing atau jika persisten dan banyak dilakukan dengan membuka arteri sphenopalatine atau arteri ethmoidal anterior. Tempat terjadinya bleeding seharusnya diidentifikasi dan jika dari sphenopalatine maka eksplorasi septal dikeluarkan dan ketika arteri dibebaskan dari segmen fraktur biasanya dihentikan dengan packing (balutan). Jika arteri ethmoidal masih terjadi bleeding setelah fraktur ethmoidal maka dilakukan ‘clip’ dengan ethmoid eksternal yang sesuai.


3. Saddling


Biasanya terjadi pada fraktur kelas 3 dan hasilnya adalah kegagalan untuk meng’extract’ tulang nasal dari bawah tulang frontal atau terjadi malunion tulang nasal yang disebabkan fraktur laybirith ethmoidal.


4. Kebocoran cairan serebrospinal


Ini jarang terjadi. Ini hanya akan terjadi jika fragmen tulang menginsersi ke dalam area dural tear (air mata) maka akan terjadi kebocoran. Tindakan yang dilakukan dengan craniotomy frontal. Perlu diperhatikan juga bahwa kebocoran bisa terjadi karena komplikasi dari meningitis sehingga perlu diobservasi kondisi pasien post trauma dan periode discharge. Penanganan dengan antibiotic prophylactic perlu dilakukan.


5. Komplikasi orbital


Tindakan dacryocystorrhinostomy dilakukan untuk mengatasi masalah.



F. Diagnosa Keperawatan yang muncul


1. Nyeri akut b.d injury fisik


2. Resiko infeksi


3. PK : perdarahan


4. Pola nafas tidak efektif b.d deformitas tulang


5. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi


6. gangguan gambaran diri b.d injury/trauma dan pembedahan.



http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

BACA SELENGKAPNYA - Askep Fraktur Nasal

01 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN MATA

ASUHAN KEPERAWATAN MATA: "ASUHAN KEPERAWATAN MATA

  1. Askep Trauma tembus mata
  2. Askep ulkus kornea
  3. Askep Infeksi pada mata
  4. Tumor Orbita
  5. Askep ablasio retina
  6. Askep glaukoma
  7. Askep hifema
  8. Askep katarak
  9. Askep Neuroma Orbita

"
BACA SELENGKAPNYA - ASUHAN KEPERAWATAN MATA

ASUHAN KEPERAWATAN ICU

ASUHAN KEPERAWATAN ICU: "ASUHAN KEPERAWATAN ICU

  1. Askep ARDS + Sepsis
  2. Askep asam basa
  3. Askep Paratiroidectomy
  4. Askep payah jantung
  5. Askep pneumonia + Gagal nafas
  6. Askep respiratory failure
  7. Askep Tetani
  8. Askep Trauma Thoraks
  9. Askep VSD
  10. materi BGA
  11. Askep ventilasi mekanik
  12. Askep ca paru-ventilaror
  13. Askep AMI
  14. Askep Ca Paru & Ventilator
  15. Askep cedera kepala
  16. Askep cva infark
  17. Askep diabetes ketossidosis

"
BACA SELENGKAPNYA - ASUHAN KEPERAWATAN ICU

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT DALAM

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT DALAM: "

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT DALAM

  1. Askep Hepatitis
  2. Askep Hipertensi
  3. Askep intoksikasi baygon (organofosfat)
  4. Askep osteo arthritis
  5. Askep PJB
  6. Askep Pneumonia
  7. Askep PPOM
  8. Askep Sirosis Hepatis
  9. Askep SLE
  10. Askep Gegantisme
  11. Askep Gout
  12. Askep Hematomesis melena
  13. Fisiologi jantung
  14. nebulezer
  15. hepatoma
  16. leaflet DM
  17. Leaflet rematik
  18. kesehatan lansia
  19. Nyeri
  20. Askep Syock
  21. Askep TB Paru & Hemophtoe
  22. Askep TBC
  23. Askep Tetani
  24. Askep Thalasemia
  25. Askep Tumor Paru
  26. Askep Ventrikel septum defek
  27. Askep Batuk darah
  28. Askep Leptospirosis
  29. Abses paru
  30. cairan dan elektrolit

  1. efusi pleura maligna
  2. flu burung
  3. Insulin
  4. hemangioma
  5. Hemostas
  6. Drug eruption
  7. Leptospirosis
  8. Rematik
  9. Askep HIV-Aids
  10. Askep Post CABG
  11. Askep IMA & chf
  12. Askep IMA
  13. Askep angina pectoris
  14. Askep asthma
  15. Askep bronkiektasis
  16. Askep broncho pneumonia
  17. Askep ca paru
  18. Askep chest pain
  19. Askep chf
  20. Askep ckd
  21. Askep decomp cordis
  22. Askep delated cardiomiopathy
  23. Askep DHF
  24. Askep Diabetes mellitus
  25. Askep Empiema
  26. Askep endo carditis
  27. Askep gagal ginjal kronis
  28. Askep gagal ginjal acut
  29. Askep gagal jantung
  30. Askep gastro enteritis

"
BACA SELENGKAPNYA - ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT DALAM

Askep Sifilis

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SIFILIS

A. PENGERTIAN

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh.

B. ETIOLOGI

Penyebab penyakit ini adalah Treponema pallidum yang termasuk ordo spirochaetales, familia spirochaetaceae, dan genus treponema. Bentuk spiral, panjang antara 6 – 15 µm, lebar 0,15 µm. Gerakan rotasi dan maju seperti gerakan membuka botol. Berkembang biak secara pembelahan melintang, pembelahan terjadi setiap 30 jam pada stadium aktif.

C. EPIDEMIOLOGI

Asal penyakit tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadiwabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah itu.

Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

D. PATOFISIOLOGI

1. Stadium Dini

Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T.pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.

2. Stadium Lanjut

Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.

F. KLASIFIKASI dan GEJALA

Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisital (didapat). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum dua tahun), lanjut (setelah dua tahun), dan stigmata. Sifillis akuisita dapat dibagi menurut dua cara yaitu:

- Klinis (stadium I/SI, stadium II/SII, stadium III/SIII) dan

- Epidemiologik, menurut WHO dibagi menjadi:

1. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten dini.

2. Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut dan S III.

GEJALA KLINIS

Sifilis Akuisita

1. Sifilis Dini

a. Sifilis Primer (S I)

b. Sifilis Sekunder (S II)

2. Sifilis Lanjut

G. DIAGNOSA BANDING

1. Stadium I

§ Herpes simplek

§ Ulkus piogenik

§ Skabies

§ Balanitis

§ Limfogranuloma venereum (LGV)

§ Karsinoma sel skuamosa

§ Penyakit behcet

§ Ulkus mole

2. Stadium II

§ Erupsi obat alergik

§ Morbili

§ Pitiriasis rosea

§ Psoriasis

§ Dermatitis seboroika

§ Kandiloma akuminatum

§ Alopesia areata

3. Stadium III

§ Sporotrikosis

§ Aktinomikosis

H. PENCEGAHAN

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Tidak berganti-ganti pasangan

2. Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.

3. Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.

I. PENATALAKSANAAN

Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.

Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II.

J. PROGNOSIS

Prognosis sifilis menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika penisilin tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskuler, neurosifilis, dan 23% akan meninggal.

Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu.

Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun setelah terapi berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan, dan regio perianal. Selain itu, terdapat kambuh serologik.

Pada sifilis laten lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler, prognosis sukar ditentukan. Prognosis pada neurosifilis bergantung pada tempat dan derajat kerusakan.

Sel saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis neurosifilis pada sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis asimtomatik pada stadium lanjut juga baik, kurang dari 1% memerlukan terapi ulang

Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang lanjut, prognosis tergantung pada kerusakan yang sudah ada.

K. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi, respirasi

b. Pemeriksaan sistemik

Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), genitalia, ekstremitas atas dan bawah.

c.Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)

2. Diagnosa Keperawatan & Intervensi

a. Nyeri kronis b.d adanya lesi pada jaringan

Tujuan: nyeri klien hilang dan kenyamanan terpenuhi

Kriteria:

- Nyeri klien berkurang

- Ekspresi wajah klien tidak kesakitan

- Keluhan klien berkurang

Intervensi:

- Kaji riwayat nyeri dan respon terhadap nyeri

- Kaji kebutuhan yang dapat mengurangi nyeri dan jelaskan tentang teknik mengurangi nyeri dan penyebab nyeri

- Ciptakan lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun)

- Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan

- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik

b. Hipertermi b.d proses infeksi

Tujuan: klien akan memiliki suhu tubuh normal

Kriteria:

- Suhu 36–37 °C

- Klien tidak menggigil

- Klien dapat istirahat dengan tenang

Intervensi:

- Observasi keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali

- Berikan antipiretik sesuai anjuran dokter dan monitor keefektifan 30-60 menit kemudian

- Berikan kompres di dahi dan lengan

- Anjurkan agar klien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar

- Berikan minum yang banyak pada klien

c. Cemas b.d proses penyakit

Tujuan: cemas berkurang atau hilang

Kriteria:

- Klien merasa rileks

- Vital sign dalam keadaan normal

- Klien dapat menerima dirinya apa adanya

Intervensi:

- Kaji tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya

- Pertahankan lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda-benda berbahaya

- Libatkan klien dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan

- Ajarkan penggunaan relaksasi

- Beritahu tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara sederhana.

L. DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Sifilis
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI