kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

25 September 2010

Materi Kesehatan: Proses Persalinan

Proses Persalinan
Defenisi
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana
janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses
pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan,
PEMBUAHAN
Pembuahan (Konsepsi) adalah merupakan
awal dari kehamilan, dimana satu sel telur dibuahi oleh satu sperma.
Ovulasi (pelepasan sel telur) adalah
merupakan bagian dari siklus menstruasi normal, yang terjadi sekitar 14 hari
sebelum menstruasi. Sel telur yang dilepaskan bergerak ke ujung tuba falopii
(saluran telur) yang berbentuk corong , yang merupakan tempat terjadinya
pembuahan.
Jika tidak terjadi pembuahan, sel telur akan mengalami kemunduran (degenerasi)
dan dibuang melalui vagina bersamaan dengan darah menstruasi. Jika terjadi
pembuahan, maka sel telur yang telah dibuahi oleh sperma ini akan mengalami
serangkaian pembelahan dan tumbuh menjadi embrio (bakal janin).
Jika pada ovulasi dilepaskan lebih dari
1 sel telur dan kemudian diikuti dengan pembuahan, maka akan terjadi kehamilan
ganda, biasanya kembar 2. Kasus seperti ini merupakan kembar fraternal.
Kembar identik terjadi jika pada awal pembelahan, sel telur yang telah dibuahi
membelah menjadi 2 sel yang terpisah atau dengan kata lain, kembar identik
berasal dari 1 sel telur.
Pada saat ovulasi, lapisan lendir di
dalam serviks (leher rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma mudah menembus
ke dalam rahim. Sperma bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang
berbentuk corong dalam waktu 5 menit.
Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan pembentukan
zigot (sel telur yang telah dibuahi).
IMPLANTASI
& PERKEMBANGAN PLASENTA
Implantasi adalah penempelan blastosis
ke dinding rahim, yaitu pada tempatnya tertanam.
Blastosis biasanya tertanam di dekat
puncak rahim, pada bagian depan maupun dinding belakang.
Dinding blastosis memiliki ketebalan 1 lapis sel, kecuali pada daerah tertentu
terdiri dari 3-4 sel.
Sel-sel di bagian dalam pada dinding blastosis yang tebal akan berkembang
menjadi embrio, sedangkan sel-sel di bagian luar tertanam pada dinding rahim
dan membentuk
plasenta
(ari-ari).
Plasenta menghasilkan hormon untuk
membantu memelihara kehamilan dan memungkin perputaran oksigen, zat gizi serta
limbah antara ibu dan janin.
Implantasi mulai terjadi pada hari ke 5-8 setelah pembuahan dan selesai pada
hari ke 9-10.
Dinding blastosis merupakan lapisan
luar dari selaput yang membungkus embrio (korion). Lapisan dalam (amnion) mulai
dibuat pada hari ke 10-12 dan membentuk kantung amnion.
Kantung amnion berisi cairan jernih (cairan amnion) dan akan mengembang untuk
membungkus embrio yang sedang tumbuh, yang mengapung di dalamnya.
Tonjolan kecil (vili) dari plasenta
yang sedang tumbuh, memanjang ke dalam dinding rahim dan membentuk percabangan
seperti susunan pohon.
Susunan ini menyebabkan penambahan luas daerah kontak antara ibu dan plasenta,
sehingga zat gizi dari ibu lebih banyak yang sampai ke janin dan limbah lebih
banyak dibuang dari janin ke ibu.
Pembentukan plasenta yang sempurna biasanya selesai pada minggu ke 18-20,
tetapi plasenta akan terus tumbuh selama kehamilan dan pada saat persalinan
beratnya mencapai 500 gram.
PERKEMBANGAN
EMBRIO
Embrio pertama kali dapat dikenali di
dalam blastosis sekitar 10 hari setelah pembuahan. Kemudian mulai terjadi pembentukan
daerah yang akan menjadi otak dan medulla spinalis, sedangkan jantung dan
pembuluh darah mulai dibentuk pada hari ke 16-17.
Jantung mulai memompa cairan melalui pembuluh darah pada hari ke 20 dan hari
berikutnya muncul sel darah merah yang pertama.
Selanjutnya, pembuluh darah terus berkembang di seluruh embrio dan plasenta.
Organ-organ terbentuk sempurna pada
usia kehamilan 12 minggu (10 minggu setelah permbuahan), kecuali otak dan
medulla spinalis, yang terus mengalami pematangan selama kehamilan.
Kelainan pembentukan organ (malformasi) paling banyak terjadi pada trimester
pertama (12 minggu pertama) kehamilan, yang merupakan masa-masa pembentukan
organ dimana embrio sangat rentan terhadap efek obat-obatan atau virus. Karena
itu seorang wanita hamil sebaiknya tidak menjalani immunisasi atau mengkonsumsi
obat-obatan pada trimester pertama kecuali sangat penting untuk melindungi
kesehatannya. Pemberian obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan malformasi
harus dihindari.
Pada awalnya, perkembangan embrio
terjadi dibawah lapisan rahim pada salah satu sisi rongga rahim, tetapi pada
minggu ke 12, janin (istilah yang digunakan setelah usia kehamilan mencapai 8
minggu) telah mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga lapisan pada kedua sisi
rahim bertemu (karena janin telah memenuhi seluruh rahim).
MENENTUKAN
USIA KEHAMILAN
Secara konvensional, kehamilan dihitung
dalam minggu, dimulai dari hari pertama menstruasi terakhir.
Ovulasi biasanya terjadi 2 minggu sesudah menstruasi dan pembuahan biasanya
terjadi segera setelah ovulasi, karena itu secara kasar usia embrio adalah 2
minggu lebih muda daripada jumlah minggu yang secara tradisional dipakai untuk
menyatakan usia kehamilan. Dengan kata lain, seorang wanita yang hamil 4 minggu
sedang mengandung embrio yang berumur 2 minggu.
Jika menstruasinya tidak teratur, maka perbedaan yang pasti bisa lebih atau
kurang dari 2 minggu.
Untuk praktisnya, jika seorang wanita menstruasinya terlambat 2 minggu,
dikatakan telah hamil 6 minggu.
Kehamilan berlangsung rata-rata selama
266 hari (38 minggu) dari masa pembuahan atau 280 hari (40 minggu) dari hari
pertama menstruasi.
Untuk menentukan tanggal perkiraan persalinan bisa dilakukan perhitungan
berikut:
- tanggal menstruasi terakhir ditambah 7
- bulan menstruasi terakhir dikurangi 3
- tahun menstruasi terakhir ditambah 1
Hanya 10% wanita hamil yang melahirkan tepat pada tanggal perkiraan persalinan,
50% melahirkan dalam waktu 1 minggu dan hampir 90% yang melahirkan dalam waktu
2 minggu sebelum atau setelah tanggal perkiraan persalinan. Persalinan dalam
waktu 2 minggu sebelum maupun sesudah perkiraan persalinan masih dianggap
normal.
Kehamilan terbagi menjadi periode 3
bulanan, yang disebut sebagai:
- Trimester pertama (minggu 1-12)
- Trimester kedua (minggu 13-24)
- Trimester ketiga (minggu 25-persalinan).
MENDETEKSI KEHAMILAN
Jika seorang wanita yang biasanya
mengalami menstruasi yang teratur mengalami keterlambatan 1 minggu atau lebih,
mungkin dia hamil.
Pada awal kehamilan, wanita hamil bisa mengalami pembengkakan payudara dan
mual, kadang disertai muntah.
Pembengkakan payudara terjadi akibat bertambahnya kadar hormon wanita (terutama
estrogen, juga progesteron).
Mual dan muntah terjadi akibat estrogen dan HCG (human chorionic gonadotropin).
Kedua hormon ini membantu memelihara kehamilan dan mulai dihasilkan oleh
plasenta pada sekitar 10 hari setelah pembuahan.
Pada awal kehamilan, banyak wanita yang merasa sangat lelah dan beberapa wanita
mengalami perut kembung.
Jika seorang wanita hamil, serviksnya
lebih lunak dan rahim juga lebih lunak dan membesar.
Biasanya vagina dan serviks menjadi kebiruan sampai ungu, karena pembuluhnya
penuh terisi darah.
Perubahan ini bisa terlihat pada pemeriksaan panggul.
Biasanya untuk menentukan kehamilan
dilakukan tes kehamilan pada darah maupun air kemih.
Tes kehamilan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) bisa dengan segera dan
mudah mendeteksi kadar HCG yang rendah di dalam air kemih.
Selama 60 hari pertama kehamilan yang normal dengan 1 janin, kadar HCG
berlipatganda setiap 2 hari.
Selama kehamilan, rahim terus membesar.
Pada kehamilan 12 minggu, rahim membesar keluar panggu, yaitu ke arah perut dan
biasanya dapat dirasakan jika dokter memeriksa perut bagian bawah.
Rahim terus membesar sampai setinggi pusar pada kehamilan 20 minggu dan sampai
ke tulang iga bagian bawah pada usia kehamilan 36 minggu.
Cara lain untuk mendeteksi kehamilan:
  1. Mendengarkan denyut jantung
    janin.
    Denyut jantung janin bisa terdengar melalui stetoskop khusus atau USG
    Doppler.
    Dengan bantuan steteoskop khusus, denyut jantung janin bisa terdengar pada
    usia kehamilan 18-20 minggu; sedangkan jika menggunakan USG Doppler,
    denyut jantung janin bisa terdengar pada usia kehamilan 12-14 minggu.
  2. Merasakan pergerakan janin.
    Ibu bisa merasakan gerakan janin pada kehamilan 16-20 minggu.
    Wanita yang sebelumnya pernah hamil akan meraskan gerakan janin ini lebih
    awal.
  3. Memeriksa rahim dengan USG.
    Rahim yang membesar bisa dilihat dengan USG pada kehamilan 6 minggu,
    demikian juga halnya dengan denyut jantung janin.

PERUBAHAN FISIK SELAMA KEHAMILAN
Kehamilan menyebabkan banyak perubahan
pada tubuh, kebanyakan perubahan ini akan menghilang setelah persalinan.
· Jantung dan pembuluh darah.
Selama kehamilan, jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac
output, curah jantung) meningkat sampai 30-50%. Peningkatan ini mulai terjadi
pada kehamilan 6 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 16-28 minggu.
Karena curah jantung meningkat, maka denyut jantung pada saat istirahat juga
meningka (dalam keadaan normal 70 kali/menit menjadi 80-90 kali/menit).
Setelah mencapai kehamilan 30 minggu,
curah jantung agak menurun karena rahim yang membesar menekan vena yang membawa
darh dari tungkai ke jantung.
Selama persalinan, curah jantung meningkat sebesar 30%,
Setelah persalinan curah jantung menurun sampai 15-25% diatas batas kehamilan,
lalu secara perlahan kembali ke batas kehamilan.
Peningkatan curah jantung selama
kehamilan kemungkinan terjadi karena adanya perubahan dalam aliran darah ke
rahim. Karena janin terus tumbuh, maka darah lebih banyak dikirim ke rahim ibu.
Pada akhir kehamilan, rahim menerima seperlima dari seluruh darah ibu.
Ketika melakukan aktivitas/olah raga,
maka curah jantung, denyut jantung dan laju pernafasan pada wanita hamil lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak sedang hamil.
Rontgen dada dan EKG menunjukkan sejumlah perubahan dalam jantung, dan kadang
terdengar murmur jantung tertentu serta ketidakteraturan irama jantung.
Semua perubahan tersebut adalah normal terjadi pada masa hamil, tetapi beberapa
kelainan irama jantung mungkin akan memerlukan pengobatan khusus.
Selama trimester kedua biasanya tekanan
darah menurun tetapi akan kembali normal pada trimester ketiga.
Selama kehamilan, volume darah dalam
peredaran meningkat sampai 50%, tetapi jumlah sel darah merah yang mengangkut
oksigen hanya meningkat sebesar 25-30%.
Untuk alasan yang belum jelas, jumlah sel darah putih (yang berfungsi
melindungi tubuh terhadap infeksi) selama kehamilan, pada saat persalinan dan
beberapa hari setelah persalinan, agak meningkat.
· Ginjal
Selama kehamilan, ginjal bekerja lebih berat. Ginjal menyaring darah yang
volumenya meningkat (sampai 30-50% atau lebih), yang puncaknya terjadi pada
kehamilan 16-24 minggu sampai sesaat sebelum persalinan (pada saat ini aliran
darah ke ginjal berkurang akibat penekanan rahim yang membesar).
Dalam keadaan normal, aktivitas ginjal
meningkat ketika berbaring dan menurun ketika berdiri. Keadaan ini semakin
menguat pada saat kehamilan, karena itu wanita hamil sering merasa ingin
berkemih ketika mereka mencoba untuk berbaring/tidur.
Pada akhir kehamilan, peningkatan aktivitas ginjal yang lebih besar terjadi
pada wanita hamil yang tidur miring. Tidur miring mengurangi tekanan dari rahim
pada vena yang membawa darah dari tungkai sehingga terjadi perbaikan aliran
darah yang selanjutnya akan meningkatkan aktivitas ginjal dan curah jantung.
· Paru-paru
Ruang yang diperlukan oleh rahim yang membesar dan meningkatnya pembentukan
hormon progesteron menyebabkan paru-paru berfungsi lain dari biasanya.
Wanita hamil bernafas lebih cepat dan lebih dalam karena memerlukan lebih
banyak oksigen untuk dirinya dan untuk janin.
Lingkar dada wanita hamil agak membesar.
Lapisan saluran pernafasan menerima
lebih banyak darah dan menjadi agak tersumbat
oleh penumpukan darah (kongesti). Kadang hidung dan
tenggorokan mengalami penyumbatan parsial akibat kongesti ini. Tekanan dan
kualitas suara wanita hamil agak berubah.
· Sistem pencernaan
Rahim yang semakin membesar akan menekan rektum dan usus bagian bawah sehingga
terjadi sembelit (konstipasi).
Sembelit semakin berat karena gerakan otot di dalam usus diperlambat oleh
tingginya kadar progesteron.
Wanita hamil sering mengalami heartburn
(rasa panas di dada) dan sendawa, yang kemungkinan terjadi karena makanan lebih
lama berada di dalam lambung dan karena relaksasi sfingter di kerongkongan
bagian bawah yang memungkinkan isi lambung mengalir kembali ke kerongkongan.
Ulkus gastrikum jarang ditemukan pada
wanita hamil dan jika sebelumnya menderita ulkus gastrikum biasanya akan
membaik karena asam lambung yang dihasilkan lebih sedikit.
· Kulit
Topeng kehamilan (melasma) adalah bintik-bintik pigmen kecoklatan yang tampak
di kulit kening dan pipi.
Peningkatan pigmentasi juga terjadi di sekeliling puting susu. Sedangkan di
perut bawah bagian tengah biasanya tampak garis gelap.
Spider angioma (pembuluh darah kecil
yang memberi gambaran seperti laba-laba) bisa muncul di kulit, biasanya di atas
pinggang. Sedangkan pelebaran pembuluh darah kecil yang berdinding tipis
seringkali tampak di tungkai bawah.
· Hormon
Kehamilan mempengaruhi hampir semua hormon di dalam tubuh.
Plasenta menghasilkan sejumlah hormon untuk membantu tubuh dalam mempertahankan
kehamilan. Hormon utama yang dihasilkan oleh plasenta adalah HCG, yang berperan
mencegah ovulasi dan merangsang pembentukan estrogen serta progesteron oleh
ovarium untuk mempertahankan kehamilan.
Plasenta juga menghasilkan hormon yan gmenyebabkan kelenjar tiroid menjadi
lebih aktif. Kelenjar tiroid yang lebih aktif menyebabkan denyut jantung yang
cepat, jantung berdebar-debar (palpitasi), keringat berlebihan dan perubahan
suasana hati; selain itu juga bisa terjadi pembesaran kelenjar tiroid. Tetapi hipertiroidisme
(overaktivitas kelenjar tiroid) hanya terjadi pada kurang dari 1% kehamilan.
Plasenta juga menghasilkan melanocyte-stimulating
hormone yang menyebabkan kulit berwarna lebih gelap dan hormon yang menyebabkan
peningkatan kadar hormon adrenal di dalam darah. Peningkatan kadar hormon in
kemungkinan menyebabkan tanda peregangan berwarna pingk pada kulit perut.
Selama kehamilan diperlukan lebih
banyak insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Karena itu penderita diabetes
yang sedang hamil bisa mengalami gejala diabetes yang lebih buruk.
PERAWATAN
SELAMA KEHAMILAN
Pemeriksaan pada usia kehamilan
mencapai 6 dan 8 minggu sangat penting untuk memperkirakan umur kehamilan dan
tanggal perkiraan persalinan.
Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan biasanya meliputi berat badan,
tinggi badan dan tekanan darah. Kemudian dilakukan pemeriksaan leher, kelenjar
tiroid, payudara, perut, lengan dan tungkai.
Dengan bantuan stetoskop, dilakukan pemeriksaan terhadap jantung dan paru-paru;
sedangkan pemeriksaan bagian belakang mata dilakukan dengan bantuan oftalmoskop.
Juga dilakukan pemeriksaan panggul dan rektum guna mengetahui ukuran danposisi
rahim dan kelaian pada panggul.
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan darah untuk sifilis, hepatitis, gonore, infeksi klamidia dan
penyakit menular seksual lainnya.
Pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menentukan golongan darah dan antibodi
Rh.
Rontgen dada hanya dilakukan jika
diketahui wanita hamil tersebut menderita penyakit paru-paru atau jantung.
Jika tidak mendesak, sebaiknya pemeriksaan rontgen dihindari, terutama pada 12
minggu pertama karena janin sangat sensitif terhadap efek radiasi. Jika
mendesak, janin harus dilindungi dengan cara menutupi perut bagian bawah dengan
bahan yang mengandung timah hitam sehingga rahim terlindungi.
Pemeriksaan penyaringan untuk diabetes
harus segera dilakukan setelah kehamilan 12 minggu pada:
- Wanita yang pernah melahirkan bayi yang sangat besar
- Wanita yang pernah mengalami keguguran yang penyebabnya tidak jelas
- Wanita yang memiliki keluarga yang menderita diabetes.
Pada minggu ke 28, semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan penyaringan
untuk diabetes.
Pada minggu ke 16-18, dilakukan
pemeriksaan kadar alfa-fetoprotein (suatu protein yang dihasilkan oleh janin)
di dalam darah ibu.
Jika kadarnya tinggi, kemungkinan janin yang dikandung menderita spina bifida
atau terdapat lebih dari 1 janin. Jika kadarnya rendah, kemungkinan terdapat
kelainan kromosom pada janin.
Dengan USG, kehamilan bisa diketahui
mulai dari 4-5 minggu setelah ovulasi. USG juga digunakan untuk:
- Mengikuti perkembangan kehamilan
- Menentukan tanggal perkiraan persalinan
- Menentukan laju pertumbuhan janin
- Merekam denyut jantung atau pernafasan janin
- Mengetahui kehamilan ganda
- Mengetahui sejumlah kelainan (misalnya plasenta previa)
- Mengetahui kelainan posisi janin
- Memandu jarum pada pengambilan contoh cairan ketuban untuk keperluan
pemeriksaan genetik atau kematangan paru-paru (amniosentesis).
Pada kehamilan muda, sebelum menjalani pemeriksaan USG, sebaiknya ibu meminum
banyak air karena kandung kemih yang penuh akan mendorong rahim keluar rongga
panggul sehingga bisa diperoleh gambaran janin yang lebih jelas.
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan
setiap 4 minggu (1 kali/bulan) sampai usia kehamilan mencapai 32 minggu.
Kemudian setiap 2 minggu sampai usia kehamilan mencapai 36 minggu dan sesudah
36 minggu, pemeriksaan dilakukan 1 kali/minggu.
Pada setiap pemeriskaan, dilakukan pengukuran berat badan dan tekanan darah,
serta ukuran dan bentuk rahim untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
janin.
Air kemih diperiksa untuk mengetahui adanya gula dan protein. Adanya gula
menunjukkan diabetes dan protein menunjukkan pre-eklamsi (tekanan darah tinggi,
protein dalam air kemih dan penimbunan cairan selama kehamilan).
Jika ibu memiliki darah Rh-negatif,
maka dilakukan pemeriksaan antibodi Rh.
Jika darah ibu memiliki Rh-negatif dan darah ayah memiliki Rh-positif, maka
janin bisa memiliki Rh-positif. Jika darah janin yang memiliki Rh-positif
memasuki peredaran darah ibu yang memiliki Rh-negatif, maka tubuh ibu akan
membentuk antibodi Rh yang bisa masuk ke aliran darah janin dan merusak sel
darah merah sehingga terjadi jaundice (kuning), yang bisa menyebabkan kerusakan
otak atau kematian janin.
Kenaikan berat badan pada saat hamil,
pada wanita yang memiliki ukuran rata-rata biasanya berkisar antara 12,5-15 kg
(sekitar 1-1,5 kg/bulan).
Kenaikan berat badan yang melebihi 15-17,5 kg menyebabkan penumpukan lemak pada
janin dan ibu.
Berat badan yang tidak bertambah merupakan pertanda buruk (terutama jika
kenaikan berat badan total kurang dari 5 kg) dan hal ini bisa menunjukkan
adanya pertumbuhan janin yang lambat.
Kadang kenaikan berat badan disebabkan oleh penimbunan cairan akibat jeleknya
aliran darah tungkai pada saat wanita hamil berdiri.
Hal ini bisa diatasi dengan cara berbaring miring ke kiri selama 30-45 menit
sebanyak 2-3 kali/hari.
Selama kehamilan, kebutuhan kalori
harus ditambah sekitar 250 kalori agar tersedia zat gizi yang cukup untuk
pertumbuhan janin.
Wanita hamil sebaiknya mengkonsumsi makanan yang gizinya seimbang, termasuk
buah-buahan dan sayur-sayuran. Hindari makanan yang terlalu asin atau makanan
yang mengandung bahan pengawet.
Seorang wanita hamil tidak boleh minum
obat sembarangan.
Selama kehamilan, kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat guna memenuhi
kebutuhan ibu dan janin. Biasanya diberikan tambahan zat besi. Pemberian zat
besi bisa menyebabkan gangguan lambung yang ringan dan sembelit.
Mual dan muntah bisa dikurangi dengan
merubah pola makan, yaitu:
- Minum dan makan dalam porsi kecil tetapi sering
- Makan sebelum lapar
- Makanan lunak.
Untuk mengatasi morning sickness (mual di pagi hari) sebaiknya memakan 1-2
keping biskuit sebelum beranjak dari tempat tidur.
Jika mual dan muntahnya sangat berat dan menetap sehingga terjadi dehidrasi,
penurunan berat badan atau gangguan lainnya, maka biasanya wanita hamil harus
menjalani perawatan di rumah sakit untuk semantara waktu dan mendapatkan cairan
melalui infus.
Edema (pembengkakan) sering terjadi,
terutama pada tungkai. Demikian juga halnya dengan varises pada tungkai dan di
daerah sekitar lubang vagina.
Untuk mengurangi pembengkakan tungkai, bisa digunakan penyangga elastis atau
berbaring dengan posisi tungkai lebih tinggi.
Wasir bisa diatasi dengan mengkonsumsi
obat pelunak tinja atau berendam di air hangat.
Pada saat hamil biasanya jumlah cairan
yang keluar dari vagina bertambah, hal ini adalah normal. Trikomoniasis dan kandidiasis
merupakan infeksi vagina yang sering ditemukan selama kehamilan dan mudah
diobati.
Vaginosis bakterialis (infeksi bakteri pada vagina) bisa menyebabkan kelahiran
prematur dan harus diobati secara tuntas.
Wanita hamil bisa tetap melakukan
kegiatan sehari-harinya dan berolahraga.
Hubungan seksual selama kehamilan tetap boleh dilakukan, kecuali jika terjadi
perdarahan, nyeri atau kebocoran air ketuban.
Setiap wanita hamil sebaiknya
mengetahui tanda-tanda awal persalinan.
Tanda yang utama adalah kontraksi perut bagian bawah dengan selang waktu
tertentu dan nyeri punggung.
Menjelang akhir kehamilan (setelah 36 minggu), dokter akan melakukan
pemeriksaan panggul untuk mencoba memperkirakan saat persalinan.
BACA SELENGKAPNYA - Materi Kesehatan: Proses Persalinan

Materi Kesehatan: Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu.
Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm atau 5 cm, dan sebagainya.
Prinsipnya adalah ketuban yang pecah “sebelum waktunya”.
Masalahnya : Kapan selaput ketuban pecah (spontan) pada persalinan normal ?
Normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi).
KETUBAN PECAH DINI BERHUBUNGAN ERAT DENGAN
PERSALINAN PRETERM DAN INFEKSI INTRAPARTUM
Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi.
Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).
High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Faktor risiko / predisposisi ketuban pecah dini / persalinan preterm
1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 - 4x
3. tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi
4. perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)
5. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
7. servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
8. flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
10. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
Strategi pada perawatan antenatal
- deteksi faktor risiko
- deteksi infeksi secara dini
- USG : biometri dan funelisasi
Trimester pertama : deteksi faktor risiko, aktifitas seksual, pH vagina, USG, pemeriksaan Gram, darah rutin, urine.
Trimester kedua dan ketiga : hati-hati bila ada keluhan nyeri abdomen, punggung, kram di daerah pelvis seperti sedang haid, perdarahan per vaginam, lendir merah muda, discharge vagina, poliuria, diare, rasa menekan di pelvis.
Jika ketuban pecah : jangan sering periksa dalam !! Awasi tanda-tanda komplikasi.
Komplikasi ketuban pecah dini
1. infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.
2. persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
3. prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).
4. oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.
Keadaan / faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm
1. iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatik
2. maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut, KETUBAN PECAH pada usia kehamilan preterm.
3. fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, kematian janin.
4. cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.
5. placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia.
6. uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas uterus idiopatik.
Persalinan preterm (partus prematurus) : persalinan yang terjadi pada usia kehamilan antara 20-37 minggu.Tanda : kontraksi dengan interval kurang dari 5-8’, disertai dengan perubahan serviks progresif, dilatasi serviks nyata 2 cm atau lebih, serta penipisan serviks berlanjut sampai lebih dari 80%.
Insidens rata-rata di rumahsakit2 besar di Indonesia : 13.3% (10-15%)
(persalinan preterm - ada kuliahnya sendiri)
INFEKSI INTRAPARTUM
Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in partu.
Disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput janin.
Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi meningkat sampai 2 kali lipat.
Protokol : paling lama 2 x 24 jam setelah ketuban pecah, harus sudah partus.
Patofisiologi
1. ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
2. infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion.
3. mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
4. tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).
Diagnosis infeksi intrapartum
1. febris di atas 38oC (kepustakaan lain 37.8oC)
2. ibu takikardia (>100 denyut per menit)
3. fetal takikardia (>160 denyut per menit)
4. nyeri abdomen, nyeri tekan uterus
5. cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau
6. leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)
7. pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+) (hasil degradasi leukosit, normal negatif), pemeriksaan Gram, kultur darah.
Komplikasi infeksi intrapartum
1. komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.
2. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.
Prinsip penatalaksanaan
1. pada ketuban pecah, terminasi kehamilan, batas waktu 2 x 24 jam
2. jika ada tanda infeksi intrapartum, terminasi kehamilan / persalinan batas waktu 2 jam.
3. JANGAN TERLALU SERING PERIKSA DALAM
4. bila perlu, induksi persalinan
5. observasi dan optimalisasi keadaan ibu : oksigen !!
6. antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin iv 4 x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta IU, metronidazol drip.
7. uterotonika : methergin 3 x 1 ampul drip
8. pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan). Di RSCM diberikan, bersama dengan antibiotika spektrum luas. Hasil cukup baik.
BACA SELENGKAPNYA - Materi Kesehatan: Ketuban Pecah Dini (KPD)

Distosia

Distosia: "

DISTOSIA


Definisi

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.


Etiologi


Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak (letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahir.


1. DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS


Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.


a. Inersia uteri hipotonik


Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.


Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.

Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :



  1. Inersia uteri primer


Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.



  1. Inersia uteri sekunder


Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.


Penanganan :



  1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus

    diperhatikan.

  2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang

    kemungkinan-kemungkinan yang ada.

  3. Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong

    bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat

    dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan

    dilakukan sectio cesaria.


b. Inersia uteri hipertonik


Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi

normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.

Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya “tetania uteri” karena obat uterotonika yang berlebihan.


Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.

Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.


Penanganan

Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.


2. DISTOSIA KARENA KELAINAN LETAK


a) Letak Sungsang


Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus

uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.


Macam –Macam Letak Sungsang :



  1. Letak bokong murni ( frank breech )

    Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.

  2. Letak sungsang sempurna (complete breech)

    Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.

  3. Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )

    Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.


Etiologi Letak Sungsang :



  1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul sempit, hidrocefalus, anencefalus, placenta previa, tumor.

  2. Janin mudah bergerak ; pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).

  3. Gemelli

  4. Kelainan uterus ; mioma uteri

  5. Janin sudah lama mati

  6. Sebab yang tidak diketahui.


Diagnosis Letak Sungsang :



  1. Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri

  2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua kaki.


Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :



  1. Janin tidak terlalu besar

  2. Tidak ada suspek CPD

  3. Tidak ada kelainan jalan lahir


Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.



b) Prolaps Tali Pusat


Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah

ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan.


Pada keadaan prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.


Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih berada di atas PAP dan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan ; hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar kepala dan panggul, premature, kelainan letak.


Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar dari liang senggama atau bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang senggama atau teraba tali pusat di samping bagian terendah janin.


Pencegahan Prolaps Tali Pusat :


► Menghindari pecahnya ketuban secara premature akibat tindakan kita.


Penanganan Tali Pusat Terdepan ( Ketuban belum pecah ) :

► Usahakan agar ketuban tidak pecah

► Ibu posisi trendelenberg

► Posisi miring, arah berlawanan dengan posisi tali pusat

► Reposisi tali pusat


Penanganan Prolaps Tali Pusat :

► Apabila janin masih hidup , janin abnormal, janin sangat kecil harapan hidup


Tunggu partus spontan.

► Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil, pembukaan lengkap

Vacum ekstraksi, porcef.

► Pada Letak lintang atau letak sungsang Sectio cesaria



  1. DISTOSIA KARENA KELAINAN JALAN LAHIR

    Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.


a) Distosia karena kelainan panggul/bagian keras

Dapat berupa :



  1. Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya panggul jenis

    Naegele, Rachitis, Scoliosis, Kyphosis, Robert dan lain-lain.

  2. Kelainan ukuran panggul.

    Panggul sempit (pelvic contaction). Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 – 2 cm kurang dari ukuran yang normal.


Kesempitan panggul bisa pada :



  1. Kesempitan pintu atas panggul

    Inlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11,5 cm.

  2. Kesempitan midpelvis



  • Diameter interspinarum 9 cm

  • Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm.

  • Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan RO – pelvimetri.

  • Midpelvis contraction dapat member kesulitan sewaktu persalinan sesudah kepala melewati pintu atas panggul.



  1. Kesempitan outlet


Kalau diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm.

Kesempitan outlet, meskipun mungkin tidak menghalangi lahirnya janin,

namun dapat menyebabkan rupture perineal yang hebat. Karena arkus pubis

sempit, kepala janin terpaksa melalui ruang belakang.


Ukuran rata-rata panggul wanita normal



  1. Pintu atas panggul (pelvic inlet) :

    Diameter transversal (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 22.0 cm.

  2. Pintu tengah panggul (midpelvis) :

    Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 20.0 cm.

  3. Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :

    Diameter anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 16.0 cm.

    Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu panggul tersebut kurang, maka panggul tersebut kurang sesuai untuk proses persalinan pervaginam spontan.


b) Kelainan jalan lahir lunak

Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.


1.Distosia Servisis

Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada servik uteri. Walaupun harus normal dan baik, kadang – kadang permukaan servik menjadi macet karena ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.


Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :



  • Servik kaku (rigid cervix)

  • Servik gantung (hanging cervix)

  • Servik konglumer (conglumer cervix)

  • Edema servik


2.Kelainan selaput dara dan vagina



  • Selaput dara yang kaku, tebal

    Penanganannya : dilakukan eksisi selaput dara (hymen)

  • Septa vagina

    ▪ Sirkuler

    ▪ Anteris – posterior

    Penanganan :

    - Dilakukan eksisi sedapat mungkin sehingga persalinan berjalan

    Lancar

    - Kalau sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan sectio

    Cesaria


3.Kelainan – kelainan lainnya

¶ Tumor – tumor jalan lahir lunak : kista vagina ; polip serviks, mioma

uteri, dan sebagainya.

¶ Kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.

¶ Rectum yang penuh skibala atau tumor.

¶ Kelainan letak serviks yang dijumpai pada multipara dengan perut

gantung.

¶ Ginjal yang turun ke dalam rongga pelvis.

¶ Kelainan – kelainan bentuk uterus : uterus bikorvus, uterus septus,

uterus arkuatus dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA

Mochlar, Rustam. 1990. Synopsis Obstetric. Jakarta : EGC


FKUI Universitas Padjajaran. 1983. Uji Diri Obstetric dan ginekologi. Bandung : Eleman


FKUI Universitas Padjajaran. 1982. Obstetric Patologi. Bandung : Elstar offset


Cunningham, F. Gary. 1995. Obstetric Williams. Jakarta : EGC


Oxorn, Harry. 1990. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta : Yayasan Essentia Medica


Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Distosia

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu menyusui dalam memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini di Desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan penerus cita – cita bangsa, maka anak harus mendapatkan perhatian khusus. Menurut penelitian WHO di seluruh dunia kematian bayi khususnya neonatal sebesar 10.000 jiwa per tahun. (Manuaba 1998 : 3). Di Indonesia AKI dan AKB masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1.000 kehaliran hidup. (Saifuddin 2002).
Di Desa Labuhan Ratu I angka kesakitan bayi dan menurut survey yang dilakukan terhadap 15 anak yang menderita diare + 3 – 4 kali dalam setahun, dan yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan terdapat 13 bayi dari 50 anak yang diberikan makanan pendamping ASI terlalu d ini.
Upaya untuk mewujudkan penurunan angka kematian bayi, kesakitan bayi dan anak dimulai dengan peran ibu dalam menyusui. Rekomendasi WHO / UNICEF pada pertemuan tahun 1979 di Genewa tentang makanan bayi dan anak yang berisikan : menyusukan merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologik dan psikologik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Memberikan susu formula sebagai makanan tambahan dengan dalih apapun pada bayi baru lahir harus dihindarkan (Sarwono, 1994 : 264).
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan baik untuk bayi, tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi 3 aspek yaitu : aspek gizi, aspek kekebalan, dan aspek kejiwaan, berupa jalinan kasih sayang yang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak. Pada usia 0 – 4 bulan bayi cukup diberi ASI saja (pemberian ASI ekslusif) karena produksi ASI pada periode tersebut sudah mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang yang sehat. (Departemen Kesehatan, 1995 : 23)
Pemberian makanan selain ASI pada umur 0 – 4 bulan dapat membahayakan bayi, karena bayi belum mampu memproduksi enzim untuk mencerna makanan selain ASI. Apabila pada periode ini bayi dipaksa menerima makanan selain ASI, akan timbul gangguan kesehatan pada bayi seperti diare, alergi dan bahaya lain yang fatal. Tanda bahwa ASI ekslusif memenuhi kebutuhan bayi antara lain : bayi tidak rewel, dan tumbuh sesuai dengan grafik pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Agar pemberian ASI ekslusif dapat berhasil, selain tidak memberikan makanan lain, perlu diperhatikan cara menyusui yang baik dan benar : tidak dijadwal, diberikan sesering mungkin. Kegagalan pemberian ASI eksklusif akan menyebabkan berkurangnya jumlah sel otot bayi sebanyak 15 – 20% sehingga menghambat perkembangan kecerdasan bayi pada tahap selanjutnya. Air Susu Ibu (ASI) mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dan menjadi sehat sampai ia umur 4 bulan. (Dep Kes RI, 1995 : 24).
Setelah bayi berumur 4 bulan, ASI saja tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karenanya, setelah lewat umur 4 bulan, bayi perlu mendapat makanan tambahan atau Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) diberikan kepada bayi secara bertahap sesuai dengan pertumbuhan umur, pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya (Departemen Kesehatan RI, 1996 : 7).
Melihat begitu unggulnya ASI ekslusif, maka sangat disayangkan bahwa pada kenyataan penggunaan ASI ekslusif belum seperti yang kita harapkan. Penggunaan ASI yang dianjurkan adalah sampai umur 4 – 6 bulan, bayi hanya diberi ASI, kemudian pembuatan ASI diteruskan sampai umur 2 tahun bersama dengan makan tambahan. Kenyataan di Indonesia yang dilaporkan oleh demographic dan Healt Survey WHO tahun 1986 – 1989 walaupun prosentase bayi yang mendapat ASI cukup tinggi (96%) namun pemberian ASI secara ekslusif selama 4 – 6 bulan hanyalah 36%. Hal ini kebiasaan buruk dimiliki oleh masyarakat yaitu memberikan makanan selain ASI saja tanpa diselingi makanan lain sampai usia 0 – 4 bulan tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayi. (Rulina, 1992 : 211).
Hasil pra survey di desa Labuhan Ratu I penggunaan ASI secara ekslusif belum banyak diketahui oleh masyarakat, dimana dari 50 ibu yang sedang menyusui 37 orang telah memberikan makanan pendamping ASI sejak bayi berusia kurang dari 4 bulan. Jadi ibu yang menyusui telah memberikan makanan pendamping ASI sebelum waktunya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat yaitu apabila bayi hanya diberi ASI saja maka bayi akan kurus dan rewel.
Dari uraian pada latar belakang penulis ingin mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi diberikannya makanan pendamping ASI terlalu dini di Desa Labuhan Ratu I bulan Mei – Juni 2004.

B. Perumusan Masalah
Dari data yang ada dilatar belakang penulis dapat merumuskan masalah yang ada di Desa Labuhan Ratu I yaitu : “Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi ibu menyusui dalam memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini ?”.

BACA SELENGKAPNYA - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu menyusui dalam memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini di Desa

Faktor-faktor penyebab ibu hamil tidak melakukan senam hamil di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tolak ukur keberhasilan dan kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara diukur dengan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu angka kematian ibu akibat langsung dari proses reproduksi, sedangkan angka kematian bayi (AKB) yaitu angka kematian bayi sampai umur 1 tahun. Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia Angka Kematian Ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun dan kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa per tahun (Manuaba, 1998). AKI di Indonesia pada tahun 2003 sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan AKB 35 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2005).
AKI di Bandar Lampung tahun 2004 sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 55 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Prop. Lampung, 2005). AKI di Kota Metro pada tahun 2004 sekitar 1 per 2.914 kelahiran hidup dan AKB 37 per 2.914 kelahiran hidup (Dinkes Kota Metro, 2005). Banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yaitu dengan cara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Senam hamil adalah salah satu upaya promotif dan preventif untuk mengurangi AKI dan AKB.
Persalinan adalah saat yang monumental bagi seorang wanita (Weddingku.com, Maret 2006). Perasaan takut dan cemas dalam menghadapi persalinan biasanya terjadi pada wanita hamil dan menimbulkan ketegangan-ketegangan fisik dan psikis (Primadi, 1980).
Perubahan-perubahan pada ibu hamil yang pertama berupa perubahan fisik yaitu berupa pembesaran perut yang menyebabkan rasa pegal pada pinggang, varises, kram pada kaki, dan perubahan kedua adalah perubahan psikis yaitu berupa ketegangan yang menyebabkan rasa cemas (Primadi, 1980). Senam hamil menurut Viscera (1995) merupakan salah satu kegiatan dalam pelayanan selama kehamilan (prenatal care). Senam hamil akan memberikan suatu hasil produk kehamilan (out come) persalinan yang lebih baik dibandingkan pada ibu-ibu hamil yang tidak melakukan senam hamil (Pintunet.com, Maret, 2006).
Senam hamil berfungsi untuk mengendurkan ketegangan-ketegangan, mengurangi pegal-pegal, mengelastiskan perineum dan dapat melakukan pernafasan secara teratur dalam menghadapi persalinan, secara psikologis juga berdampak positif untuk mengurangi rasa panik dan akhirnya proses persalinan dapat berjalan secara lancar (Weddingku.com, Maret 2006).
Senam hamil juga terbukti dapat membantu dalam perubahan metabolisme tubuh selama kehamilan, keuntungannya tingginya konsumsi oksigen untuk tubuh, aliran darah jantung, strok volume dan curah jantung. Selain itu dapat mengakibatkan perubahan peran jantung selama kehamilan yang berguna untuk membantu fungsi jantung sehingga para ibu hamil akan merasa lebih sehat dan tidak merasa sesak nafas serta membuat tubuh segar dan bugar. Pada wanita-wanita hamil yang melakukan senam hamil secara teratur dilaporkan memberi keuntungan persalinannya (Kala II) menjadi lebih pendek dan mengurangi terjadinya gawat janin pada waktu persalinan (Plintunet.com, Maret 2006). Sehingga dapat disimpulkan tujuan utama senam hamil adalah untuk meningkatkan stamina dan kondisi tubuh (Weddingku.com, Maret 2006).
Berdasarkan hasil pra survei dari bulan Januari-Maret 2006 di BPS CH Sudilah, dari 69 persalinan didapatkan 41 persalinan atau 60% yang mengalami ruptur perineum. Ibu hamil yang usia kehamilannya > 22 minggu yang melakukan ANC dari 160 ibu hamil didapatkan 120 atau 75% ibu hamil yang mengeluh pegal-pegal dan cepat lelah selama kehamilan. Hal ini terjadi karena banyak ibu-ibu hamil yang tidak melakukan senam hamil yang salah satu manfaatnya adalah untuk mengelastiskan perenium dan mengurangi pegal-pegal.
Berdasarkan hasil dari pra survei yang dilakukan pada bulan April tahun 2006 dari 20 ibu hamil yang usia kehamilannya di atas 22 minggu yang melakukan ANC didapatkan 3 orang yang sudah tahu tentang senam hamil baik manfaat, tujuan dan gerakan-gerakan senam hamil tapi tidak melakukan senam hamil dan 17 orang yang tidak tahu tentang senam hamil dan tidak melakukan senam hamil.
Dari uraian di atas maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Penyebab Ibu Hamil tidak Melakukan Senam Hamil di BPS CH. Sudilah Kecamatan Metro Barat Kota Metro”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini “Apakah faktor-faktor Penyebab Ibu Hamil tidak Melakukan Senam Hamil di BPS CH. Sudilah Kecamatan Metro Barat Kota Metro?”

BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor penyebab ibu hamil tidak melakukan senam hamil di BPS

Faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar 3 kg dan panjang badan 50 cm. Pada umur 5 – 6 bulan berat badan bayi sudah mencapai dua kali, pada umur 12 bulan sudah 3 kali berat badan lahir, dan tahun-tahun berikutnya kenaikan berat badan tidak begitu cepat lagi lebih kurang 2 kg tiap tahunnya (Pudjiadi, 1997). Tetapi rata-rata pertambahan berat badan perbulan pada kelompok bayi yang diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Selain itu proporsi bayi yang mengalami gangguan kesehatan berupa diare, panas, batuk dan pilek pada kelompok bayi yang tidak diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada bayi yang mendapat ASI eksklusif (Depkes RI, 2004).
Pemberian ASI dirasakan sangat menurun di beberapa negara industri dan menurun sangat cepat di negara-negara berkembang (G.J.Ebrahim, 1986). Bukti-bukti penurunan ibu dalam pemberian ASI di negara-negara maju misalnya di Amerika pada awal abad ke-20 kira-kira 71% ibu yang memberi ASI dan menurun menjadi 25%. Di Singapura pada tahun 1951 pada ibu dengan sosial ekonomi sedang dan baik 48% bayi mendapat ASI sedangkan pada golongan sosial ekonomi rendah 71%. Tetapi dalam waktu 1 tahun (1961) keadaan ini menurun menjadi 8% ibu-ibu dengan sosial ekonomi sedang dan 42% ibu-ibu dengan sosial ekonomi rendah (Soetjiningsih, 1997).
Di Indonesia menurut hasil Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia tahun 1997 memperlihatkan hanya 52% ibu yang memberikan ASI kepada bayinya. Dipastikan persentase tersebut jauh menurun bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, 15 tahun lalu sebuah penelitian terhadap 460 bayi rawat gabung (rooming in) di RSCM memperlihatkan bahwa 71,1% ibu tidak memberi ASI eksklusif kepada bayinya (sampai berumur 2 bulan) sedangkan 20,2% diantaranya memberi ASI eksklusif (Pdpersi, 2004).
Di Lampung persentase jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif sudah cukup tinggi yaitu 70,33% atau 2.190 bayi dari jumlah bayi keseluruhan 3.114 bayi bila dibandingkan dengan provinsi tetangga seperti Jakarta dan Bengkulu yang masing-masing 64,49% atau 332 bayi dari jumlah bayi 5000 bayi dan 64,49% atau 74.905 bayi dari jumlah bayi 116.149 bayi.
Di Lampung Tengah persentase jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif yaitu 96,56% atau 24,862 bayi dari jumlah bayi 25,746 bayi. Tetapi di Kecamatan Seputih Agung sendiri persentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif masih rendah yaitu 44,40% atau 448 bayi dari jumlah keseluruhan 1.007 bayi bila dibandingkan dengan Gunung Sugih 52,77% dan Kota Gajah 46,01% (Dinkes Lamteng, 2003).
Penyebab utama ibu-ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Penyebab Utama Ibu Tidak Memberikan ASI
Penyebab Dikota Di Desa
Ibu Sakit 18,6% 46,7%
ASI tidak keluar 49,6% 40,0%
Ibu bekerja 19,5% 33,3%
Sumber : G.J. Ebrahim, 1986:111
Ada penyebab lain yang tidak kalah penting yang menyebabkan ibu tidak mau memberi ASI eksklusif diantara adalah puting susu ibu yang lecet, ibu mengeluh payudaranya terlalu penuh dan terasa sakit (bendungan ASI) serta mastitis, sedangkan persentase yang lebih banyak adalah masalah puting susu lecet 57%. (Soetjiningsih, 1997).
Berdasarkan data dan uraian dari latar belakang maka penulis ingin mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa Simpang Agung kecamatan Seputih Agung.
BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa

Faktor-faktor alasan ibu mengganti kontrasepsi PIL dengan kontrasepsi suntik di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sejak Pelita V (1989 – 1994) Program Keluarga Berncana (KB) adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dalam rangka meningkatkan mutu dan Sumber Daya Manusia Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 1990 menunjukan bahwa gerakan KB Nasional telah berhasil merampungkan landasan pembentukan keluarga kecil, dalam rangka pelembagaan dan pembudayaan NKKBS. (Wiknjosostro, 1999 : 902).
Program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk, melalui usaha untuk penurunan tingkat kelahiran penduduk dengan peningkatan jumlah dan kelestarian akseptor dan usaha untuk membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, perpanjangan harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi dan balita, serta menurunnya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan. (Hartanto H, 2002 : 388).
Searah dengan GBHN 1999 yang dijabarkan dalam Propenas (2000) program KB Nasional di Propinsi Lampung telah menunjukan perkembangan. Berdasarkan hasil SDKI 2000 – 2003, angka TFR Propinsi Lampung adalah 2,7 hal ini menunjukan masih diatas rata-rata TFR Nasional 2,6. Tetapi dibandingkan dengan TFR Propingsi Lampung hasil SDKI 1997 yaitu 2,91 menujukan penurunan 0,21 point. Menurunnya angka fertilitas tersebut didorong antara lain oleh meningkatnya tingkat pendidikan wanita, penundaan usia perkawinan dan usia melahirkan, serta bertambah panjangnya jarak antara kelahiran anak. (BKKBN, 2004 : 9).
Adapun pengguna konstrasepsi oleh peserta KB baru selama tahun 2003, sangat didominasi oleh suntikan 50,36 prosen, pil 40,90 prosen, IUD 2,67 prosen, MOW 0,22 prosen, Implan 4,30 prosen, Kondom 1,37 prosen dan MOP 0,03 prosen. Sedangkan pada tahun 2003 peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi suntikan meningkat sebanyak 50,35 prosen yang sebelumnya 49,52 prosen tahun 2002. Pengguna kontrasepsi pil menurun dari 42,37 prosen menjadi 40,90 prosen pada tahun 2003. (BKKBN, 2004 : 10).
Angka cakupan hasil pelayanan peserta KB yang berada di Kabupaten Lampung Utara adalah : IUD 2,35 prosen, MOP 0,13 prosen, MOW 0,44 prosen, Implan 5,35 prosen, Suntik 40,51prosen, pil 41,07 prosen dan Kondom 2,15 prosen. (BKKBN, 2004).
Berdasarkan hasil prasurvey yang penulis lakukan di Puskesmas Bukit Kemuning Kabupaten Lampung Utara, jumlah akseptor KB baru periode Januari 2003 sampai Januari 2004 kontrasepsi suntik sejumlah 193 orang (65,64 prosen) dan kontrasepsi pil sejumlah 51 orang (17,34 prosen). Dan ada 47 akseptor yang berganti cara dari kontrasepsi pil menjadi kontrasepsi suntik.
Mengacu pada hal tersebut diatas, maka penulis mencoba melakukan penelitian melalui wawancara kepada sejumlah wanita usia subur di Puskesmas Bukit Kemuning, yang mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “apakah faktor-faktor yang menyebabkan ibu menganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik ?”.
BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor alasan ibu mengganti kontrasepsi PIL dengan kontrasepsi suntik di puskesmas

Faktor penyebab tidak tercapainya target cakupan persalinan oleh bidan di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini derajat kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang menjadi salah satu indikator dari keberhasilan pembangunan khususnya di bidang kesehatan. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih lambat terlihat dari penurunan hanya 25% dari 450/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 yang hanya menurun menjadi 334/100.000 kelahiran hidup. (Hadijono, 2003).
Tidak semua kehamilan berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal, 30,7% persalinan disertai dengan komplikasi, dimana bila tidak ditangani dengan cepat dan baik dapat meningkatkan kematian ibu (Depkes. RI., 2000). Yang menjadi penyebab kematian ibu di negara berkembang yang berhubungan dengan kehamilan adalah 1) Perdarahan 40 – 60%, 2) Toksemia Gravidarum 20 – 30% dan 3) Infeksi 20 – 30% (Hartanto, 2002).
Pada tahun 1990 WHO meluncurkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) oleh badan-badan Internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan WORLD Bank. Pada dasarnya MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap negara untuk :
a. Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan internasional.
b. Menyusun acuan Nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
c. Mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar yang lebih disusun.
d. Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, keluarga berencana, aborsi legal, baik publik maupun swasta.
e. Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal serta pengembalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya.
f. Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. (Saifuddin, 2001).
Di dalam rencana strategi nasional MPS di Indonesia 2001 – 2010 disebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, visi MPS adalah “Kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat” (Saifuddin, 2002). Salah satu sasaran yang ditetapkan adalah menurunkan AKI menjadi 125/100.000 hidup dan Angka Kematian Bayi menjadi 16/1000 kelahiran hidup. (Saifuddin, 2002)
Sembilan puluh persen kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijakan Departemen Kesehatan RI untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar : 1) setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan 2) Pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada semua ibu hamil. Salah satu upaya yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan yang ditempatkan di desa selama 1989 / 1990 sampai 1996 / 1997. (Saifuddin, 2001)
SDKI 1994 menyatakan bahwa angka pertolongan persalinan oleh dukun masih cukup tinggi yaitu 59,5% sedangkan pertolongan oleh tenaga kesehatan termasuk bidan 36,5%. Dari data di atas terlihat bahwa pertolongan persalinan oleh bidan masih cukup rendah.
Kejadian tingginya angka kematian dan orientasi masyarakat menuju pertolongan dukun disebabkan 2 hal penting yaitu kemiskinan dan kurangnya pengetahuan khususnya dalam bidang reproduksi wanita (Manuaba, 1998). Dominannya pertolongan pada dukun beranak terutama di daerah pedesaan sekitar 65 – 75% (Manuaba, 1998). Hal inilah yang menyebabkan tingginya AKI dan AKB di negara-negara yang sedang berkembang.
Di Kabupaten Lampung Selatan persalinan yang ditolong oleh bidan 12.933 atau 64,15% dari 20.162 persalinan pada tahun 2002, yang berarti cakupan pertolongan persalinan oleh bidan masih kurang dari target 90%. (Profil Dinas Kesehatan Lampung Selatan, 2002). Berdasarkan prasurvei yang penulis lakukan di wilayah Puskesmas Roworejo persalinan ditolong oleh bidan 502 atau 70,1% dari 716 persalinan, sedangkan di Desa Sidomulyo persalinan yang ditolong oleh bidan 42 atau 40% dari 105 persalinan. Dengan jumlah bidan desa di wilayah Roworejo adalah 8 orang sedangkan di Desa Sidomulyo ada 1 orang. Dari data di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor penyebab tidak terca-painya target cakupan persalinan oleh bidan.
BACA SELENGKAPNYA - Faktor penyebab tidak tercapainya target cakupan persalinan oleh bidan di desa

23 September 2010

Ekstraksi Vakum

Definisi
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator vakum atau ventouse (Depkes RI,2002). Menurut Mansjoer Arif (1999) tindakan ini dilakukan dengan memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif. Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (Cuningham F 2002).

Etiologi
  1. Kelelahan pada ibu : terkurasnya tenaga ibu pada saat melahirkan karena kelelahan fisik pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
  2. Partus tak maju : His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kematian (Prawirohardjo, 2005).
  3. Gawat janin : Denyut Jantung Janin Abnormal ditandai dengan:
  • Denyut Jantung Janin irreguler dalam persalinan sangat bereaksi dan dapat kembali beberapa waktu. Bila Denyut Jantung Janin tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini mengakibatkan adanya hipoksia.
  • Bradikardia yang terjadi di luar saat kontraksi atau tidak menghilang setelah kontraksi.
  • Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya demam pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
Teknik Ekstraksi Vakum
Ekstraktor vakum hanya digunakan pada persentasi belakang-kepala. Dalam keadaan terpaksa, ekstraksi dengan ekstraktor vakum dapat dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap tetapi sedikit-dikitnya 7 cm. Begitu pula ekstraksi vakum masih boleh digunakan, apabila pada presentasi belakang ¬kepala, kepala janin sudah sampai hodge II tetapi belum sampai hodge III, asal tidak ada diproporsi sefalopelvik. Dalam pemakaian ekstraktor vakum, mangkok yang dipilih harus sesuai dengan besarnya pembukaan, keadaan vagina, turunnya kepala janin dan tenaga untuk tarikan yang diperlukan. Umumnya yang dipakai ialah mangkok dengan diameter 50 mm (Cuningham F, 2002).
Pada umumnya kala II yang lama merupakan indikasi untuk melakukan ekstraksi dengan cunam berhubung dengan meningkatnya bahaya ibu dan janin (Mansjoer Arif, 1999).
Pada presentasi belakang-kepala dengan kepala belum sampai di dasar panggul, dan persentase muka setelah kala II lamanya 3 jam pada seorang primigravida dan 2 jam pada multipara dilakukan pemeriksaan dengan seksama (jika perlu dengan memasukkan 4 jari atau seluruh tangan ke dalam vagina) apakah sungguh-sungguh kepala sudah masuk dalam rongga panggul dengan ukuran terbesar, dan apakah tidak ada rintangan apapun pada panggul untuk melahirkan kepala. Dalam hal kepala janin sudah melewati pintu atas panggul dengan ukuran terbesar, putaran paksi dalam kepala sudah atau hampir selesai, dan dalam hal tidak adanya kesempitan pada bidang bawah panggul, persalinan diselesaikan dengan ekstraksi cunam (Mansjoer Arif, 1999).

Indikasi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi porcef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara pervaginam, maka perlu tindakan ekstraksi vakum/tindakan ekstraksi vakum menyebabkan terjadinya toleransi pada servik uteri dan vagina ibu. Di samping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intracranial (Mansjoer Arif, 1999).

Syarat dari Ekstraksi Vakum:
a. Janin aterm
b. Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)
c. Pembukaan serviks sudah lengkap
d. Kepala janin sudah enganged.
e. Selaput ketuban sudah pecah atau jika belum, dipecahkan.
f. Harus ada kontraksi uterus atau his dan tenaga mengejan ibu.

Komplikasi Ekstraksi Vakum
Pada ibu, ekstraksi vakum dapat menyebabkan perdarahan, trauma jalan lahir dan infeksi. Pada janin ekstrasi vakum dapat menyebabkan ekskoriasi kulit kepala, cepal hematoma, subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dapat menimbulkan alopesia (Mansjoer Arif, 1999).

Prosedur Ekstraksi Vakum
Ibu tidur dalam posisi lithotomi. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks (Mansjoer Arif, 1999).

Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : 0,7 sampai-0,8 kg/cm2. Hal ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit (Rustam Mochtar, 1999).
Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum arrifisial (chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul (Rustam Mochtar, 1999). Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan harus mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis (Rustam Mochtar, 1999). Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermitten, bersama-sama dengan his. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya.
Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala liahir, pentu dibuka, udara masuk ke dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
  1. Tenaga vakum terlalu rendah
  2. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
  3. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat mencengkram dengan baik.
  4. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
  5. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik.
  6. Traksi terlalu kuat
  7. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
  8. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.
Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum
Keunggulan
  1. Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
  2. Tidak diperlukan narkosis umum
  3. Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir
  4. Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap
  5. Trauma pada kepala janin lebih ringan (Rustam Mochtar, 1999).
Kerugian
  1. Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
  2. Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan.
  3. Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus selalu kedap udara. (Rustam Machtar, 1999).
BACA SELENGKAPNYA - Ekstraksi Vakum

Mekanisme Perubahan Suhu Tubuh Kala I

Sebelumnya sebaiknya kita bahas dulu mengenai mekanisme perubahan suhu tubuh.
1. Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu inti (core temperature)
Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37°C.

Suhu kulit (shell temperature)
Suhu kulit menggambarkan suhu kulit tubuh, jaringan subkutan, batang tubuh. Suhu ini berfluktuasi dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
Suhu tubuh rata-rata (mean body temperature) merupakan suhu rata-rata gabungan suhu inti dan suhu kulit.

2. Pengukuran suhu tubuh
Ada beberapa macam thermometer untuk mengukur suhu tubuh:
a. The mercury-in-glass thermometer
b. The electrical digital reading thermometer
c. A radiometer attached to an auriscope-like head (untuk pengukuran suhu timfani)

Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh:
1. Variasi diurnal
Suhu tubuh bervariasi pada siang dan malam hari. Suhu terendah manusia yang tidur pada malam hari dan bangun sepanjang siang terjadi pada awal pagi dan tertinggi pada awal malam.

2. Kerja jasmani/ aktivitas fisik
Setelah latihan fisik atau kerja jasmani suhu tubuh akan naik terkait dengan kerja yang dilakukan oleh otot rangka. Setelah latihan berat, suhu tubuh dapat mencapai 40°C.

3. Jenis kelamin
Sesuai dengan kegiatan metabolisme, suhu tubuh pria lebih tinggi daripada wanita. Suhu tubuh wanita dipengaruhi daur haid. Pada saat ovulasi, suhu tubuh wanita pada pagi hari saat bangun meningkat 0,3-0,5°C.

4. Lingkungan
Suhu lingkungan yang tinggi akan meningkatkan suhu tubuh. Udara lingkungan yang lembab juga akan meningkatkan suhu tubuh karena menyebabkan hambatan penguapan keringat, sehingga panas tertahan di dalam tubuh. Suhu tubuh merupakan pencerminan panas tubuh. Sebagaimana energi tubuh yang mengikuti hukum termodinamika, panas tubuh sebagai salah satu bentuk energi juga mengikuti hukum tersebut (Gambar 2). Suhu tubuh merupakan hasil imbangan antara pembentukan panas dengan kehilangan panas.
Perubahan suhu tubuh dideteksi oleh 2 jenis termoreseptor, satu di kulit (peripheral thermoreceptors) dan satu lagi di hipotalamus, medula spinalis, dll (central thermoreceptors). Termoreseptor sentral memberi umpan balik yang penting dalam mempertahankan suhu inti tubuh ketika termoreseptor perifer memberi informasi.

Hipotalamus mengintegrasikan refleks dan mengirimnya melalui saraf simpatis ke kelenjar keringat, arteriola kulit, dan medula adrenal serta melalui saraf motorik ke otot rangka. Suhu tubuh diatur oleh hipothalamus (lihat Gambar 4) untuk mempertahankan suhu tubuh pada suhu lingkungan antara 27,8° - 30°C. Kisaran suhu lingkungan ini disebut thermoneutral zone.
Suhu lingkungan yang lebih dari suhu tubuh dapat dipertahankan dengan mekanisme vasokonstriksi atau vasodilatasi. Suhu lingkungan di bawah atau di atas thermoneutral zone, tubuh harus meningkatkan pembentukan panas dan selanjutnya akan meningkatkan pengeluaran panas.
Aklimatisasi suhu
Perubahan awal berkeringat, volume dan komposisi keringat menentukan adaptasi terhadap suhu yang tinggi. Kehilangan natrium melalui keringat diturunkan dengan meningkatkan reabsorpsi natrium oleh sekresi aldosteron.

Demam dan hipertermia
Demam ialah peningkatan suhu tubuh karena ‘resetting’ termostat di hipothalamus. Suhu tubuh selalu dipertahankan selama demam. Demam disebabkan oleh infeksi atau stress. Peningkatan termostat tubuh akan menyebabkan sensasi kedinginan. Vasokonstriksi dan menggigil terjadi untuk mengimbangi peningkatan suhu tubuh. Jika termostat dihapus dan demam hilang, seseorang akan merasa kepanasan, terjadi vasodilatasi dan
berkeringat.
Pembentukan panas (heat production) dalam tubuh manusia bergantung pada tingkat metabolisme yang terjadi dalam jaringan tubuh tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh:
1. BMR, terutama terkait dengan sekresi hormon tiroid.
2. Aktivitas otot, terjadi penggunaan energi menjadi kerja dan menghasilkan panas.
3. Termogenesis menggigil (shivering thermogenesis); aktivitas otot yang merupakan upaya tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh selama terpapar dingin.
Perubahan termostat dilakukan oleh zat kimia yang disebut endogenous pyrogen (EP), yang berisi interleukin 1 (IL-1) and IL6. Keduanya dilepaskan oleh makrofag yang bekerja di hipothalamus. Peningkatan suhu tubuh menstimulasi respons pertahanan tubuh. Peningkatan suhu tubuh yang bukan disebabkan oleh infeksi disebut hipertermia. Hipertermia terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan panas dengan pengeluaran panas. Hipertermia biasanya terjadi karena latihan fisik. Pada awal latihan fisik, suhu tubuh akan meningkat karena panas yang dibentuk lebih banyak daripada panas yang dilepaskan. Akibatnya suhu inti tubuh meningkat dan terjadi mekanisme heat-lost. (lihat Gambar 17-7; sumber Sherwood, 1993).
Heat exhaustion ialah suatu keadaan kolaps karena dehidrasi berat yang menyebabkan hipotensi akibat: (1) berkurangnya volume plasma karena berkeringat sehingga menyebabkan penurunan curah jantung, dan (2) vasodilatasi pembuluh darah kulit yang berlebihan sehingga menyebabkan penurunan resistensi perifer. Pada keadaan heat exhaustion suhu inti tubuh berkisar 37,5-39°C, terjadi kram otot, mual, sakit kepala, pucat dan banyak berkeringat. Biasanya terjadi pada orang yang aktif secara fisik pada suhu lembab, sehingga tidak teraklimatisasi. Dapat juga terjadi pada lansia yang sudah mengalami kerusakan pada kemampuan pengaturan suhu tubuhnya.
Heat Stroke ialah bentuk hipertermia yang lebih berat dengan suhu tubuh yang lebih tinggi. Heat stroke ditandai oleh kolaps, delirium, kejang, dan penurunan kesadaran. Biasanya terjadi karena lama terpapar udara/ suhu lingkungan yang panas. Pada keadaan ini terjadi mekanisme umpan balik positif, peningkatan suhu tubuh makin meningkatkan metabolisme dan menghasilkan panas lebih banyak.

3. Perubahan Suhu Pada Kala I
Suhu basal tubuh anda adalah temperatur yang diambil secara oral pada saat anda pertama kali bangun di pagi Hari. Temperatur ini akan sedikit meningkat setelah masa ovulasi dan menetap pada level tersebut sampai anda mendapatkan haid berikutnya. Apabila anda sering mencatat suhu basal tubuh anda untuk menentukan kapan anda mengalami ovulasi, anda akan melihat bahwa peningkatan selama leibh dari dua minggu berarti anda mengalami kehamilan. Pada kenyataannya, suhu basal tubuh akan tetap tinggi selama masa kehamilan anda. Suhu tubuh sedikit meningkat (tidak lebih dari 0,5-1C) karena peningkatan metabolisme terutama selama dan segera setelah persalinan.
BACA SELENGKAPNYA - Mekanisme Perubahan Suhu Tubuh Kala I

Mekanisme Perubahan pada Sistem Hematologi Kala I

Sistem Hematologi Volume darah Perubahan fisiologi yang paling dirasakan selama kehamilan adalah peningkatan volume darah. Peningkatan kejadian varises pada ibu hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jumlah kehamilan, jumlah bayi yang pernah dilahirkan, bayi yang dikandung tunggal atau multipel.
Peningkatan volume darah berlangsung sampai kehamilan term. Rata-rata peningkatan volume darah pada kehamilan aterm 45-50%. Peningkatan volume darah diperlukan untuk mengkompensasi aliran darah ekstra ke uterus, kebutuhan metabolisme fetus, dan peningkatan perfusi pada organ lain terutama ginjal. Ekstra volume juga diperlukan untuk mengkompensasi kehilangan darah saat persalinan. Rata-rata kehilangan darah pada persalinan pervagina adalah 500-600ml dan kehilangan darah pada persalinan secara saesar sekitar 1000 ml. Sel darah merah Jumlah total leukosit meningkat selama kehamilan.
Jumlah leukosit pada wanita non hamil sekitar 4300-4500/ml dan pada wanita hamil meningkat mencapai 5000-12000/ml pada kehamilan trimester akhir, meskipun jumlah yang tertinggi 16000/ml pernah ditemukan pada wanita hamil trimester tiga. Jumlah sel darah putih yang mencapai 25000-30000/ml merupakan hal yang normal selama persalinan. Jumlah lymphosit dan monosit sangat esensial selama kehamilan. Leukosit polymorphonuclear berkontribusi dalam peningkatan sel darah putih. Faktor pembekuan darah Selama kehamilan, kadar beberapa faktor koagulan meningkat. Hal tersebut ditandai dengan peningkatan fibrinogen dan faktor VIII. Faktor VII, IX, X, dan XII juga mengalami peningkatan secara perlahan. Aktifitas fibrinotik menurun selama kehamilan dan persalinan namun mekanisme yang tepat belum diketahui.
Plasenta mungkin berperan dalam perubahan status fibrinotik tersebut. Kadar plasminogen meningkat seiring dengan peningkatan kadar fibrinogen yang menyebabkan keseimbangan aktifitas pembekuan dan lisis darah. Sitem Kardiovaskuler Posisi dan Ukuran Jantung Seperti halnya uterus yang membesar dan diafragma yang mengalami elevasi, jentung bergeser keatas dan sedikit kearah kiri dengan rotasi pada aksis jantung, sehingga denyut jantung pada apeks bergerak lateral. Kapasitas jantung meningkat 70-80 ml; hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan volume atau hipertropi otot jantung. Ukuran jantung meningkat 12%. Kardiak Output Kardiak output meningkat kurang lebih 40% selama kehamilan. Kardiak output maksimum dicapai pada usia kehamilan 20-24 mgg dan berlangsung terus sampai kehamilan aterm. Peningkatan kardiak output bisa mencapai 1,5 L/menit diatas kadar orang non hamil. Kardiak output sangat sensitif terhadap perubahan posisi tubuh.
Sensitifitas ini meningkat seiring dengan tuanya kehamilan, sebab uterus menekan vena kava inferior, dengan demikian menurunkan aliran darah balik ke jantung. Tekanan darah Tekanan darah sistemik sedikit menurun selama kehamilan. Ada sedikit perubahan pada tekanan darah sistolik, namun tekanan darah diastolik menurun 5-10 mmHg pada usia kehamilan 12-26 minggu. Tekanan darah diastolik meningkat seperti keadaan prepregnant pada 36 minggu kehamilan. Obstruksi yang disebabkan penekanan uterus pada vena kava inferior dan penekanan bagian presentasi fetus pada vena iliaka dapat menurunkan aliran darah balik ke jantung. Penurunan kardiak output ini menyebabkan turunnya tekanan darah dan menyebabkan edema pada ekstremitas bawah.
Resistensi perifer Resistensi perifer adalah tekanan darah dibagi kardiak output. Peningkatan tekanan balik vena kembali normal jika ibu hamil berada pada posisi lateral rekumbent. Efek persalinan terhadap sistem kardiovaskuler Ketika ibu hamil berada pada posisi supinasi, kontraksi uterus dapat menyebabkan peningkatan kardiak output sebesar 25%, menurunkan heart rate sebesar 15% dan meningkatkan stroke volume sebesar 33%. Saat ibu melahirkan pada posisi lateral rekumbent, keadaan hemodinamik ibu masih dinggap stabil, kardiak output meningkat sebesar 7,6%, heart rate menurun 0,7%, dan stroke volume meningkat sebesar 7,7%.
Perbedaan signifikan ini yang berkontribusi terhadap oklusi vena kava inferior yang disebabkan oleh uterus gravid. Selama kontraksi tekanan nadi meningkat 26% pada posisi supinasi namun hanya 6% pada posisi lateral rekumbent. Tekanan vena sentral meningkat berhubungan langsung dengan intensitas kontraksi uterus dan peningkatan tekanan intra abdomen. Volume tekanan darah pulmoner meningkat 300-500 ml selama kontraksi. Sistem Pulmoner Perubahan anatomi dan fisiologi Kehamilan menyebabkan perubahan anatomi dan fisiologi yang berpengaruh terhadap respirasi. Pada awal kehamilan, dilatasi kapiler terjadi pada saluran respirasi ; pembesaran pada nasofaring, laring, trakhea dan bronkus. Hal tersebut menyebbkan perubahan suara dan pernapasan melalui hidung mengalami gangguan. Seperti halnya terus yang membesar, diafragma mengalami elevasi sekitar 4 cm dan tulang rusuk terangkat dan meluas menyebabkan pertambahan diameter toraks bagian bawah sekitar 2 cm, dan lingkar dada meningkat sekitar 6 cm. Elevasi diafragma tidak menghalangi pergerakannya. Tonus otot abdomen mengalami penurunan yang menyebabkan respirasi abdomen lebih sering dibanding respirasi diafragma.
Volume dan kapasitas paru Perubahan terjadi pada volume dan kapasitas paru selama kehamilan. Dead volume (ruang mati) meningkat. Tidal volume meningkat secara bertahap (35-50%) seiring dengan usia kehamilan. Kapasitas paru total menurun 4-5% dengan adanya elevasi diafragma. Kapasitas residu fungsional, volume residu, dan volume cadangan respirasi semua mengalami penurunan sekitar 20%. Volume tidal yang lebih besar dan volume residu yang menurun menyebabkan peningkatan ventilasi alveolar sebesar 65% selama kehamilan. Kapasitas inspirasi meningkat 5-10%. Perubahan fungsi respirasi antara lain : Respirasi rate 50% mengalami peningkatan, 40% pada tidal volume dan peningkatan konsumsi oksigen 15-20% diatas kebutuhan wanita non hamil. Hiperventilasi yang terjadi pada ibu hamil menyababkan penurunan CO2 alveolar. Penurunan CO2 ini menurunkan tekanan CO2 darah; namun tekanan oksigen alveolar dipertahankan pada batas normal. Hiperventilasi maternal melindungi fetus dari paparan CO2 yang terlalu tinggi. Efek persalinan terhadap sistem pulmoner Terjadi penurunan Fungtional Residual Capacity (FRC) selama fase awal tiap kontraksi uterus yang diakibatkan retribusi darah dari uterus ke central venosus pool. Sebab penurunan ini tanpa perubahan ruang mati, terjadi delusi residual menyebabkan pertukaran gas menjadi lebih efisien. Metabolisme Seperti halnya fetus dan plasenta yang tumbuh dan kebutuhan tempat yang meningkat pada maternal, perubahan metabolisme juga terjadi.
Perubahan fisik yang nyata adalah perubahan berat badan dan bentuk tubuh. Pertambahan berat badan tidak hanya karena perubahan uterus namun juga karena pertambahan jaringan payudara, darah dan volume air yang membentuk cairan intraseluler dan ekstraseluler. Deposit lemak dan protein, kenaikan jumlah air seluler menambah deposit pada ibu. Rata-rata pertambahan berat badan selama hamil 12,5kg. Selama kehamilan normal sekitar 1000gr pertambahan protein, setengah darinya fetus dan plasenta dan terdistribusi sebagai protein kontraktil uterus, jaringan glandular payudara, protein plasma dan hemoglobin. Kadar albumin plasenta menurun dan kadar fibrinogen meningkat. Total body fat meningkat selama kehamilan, namun jumlahnya bervariasi dengan total pertambahan berat badan.
Selama pertengahan masa kehamilan, plasma lipid meningkat namun trigliserida, kolesterol dan lipoprotein menurun segera setelah persalinan. Rasio low density lipoprotein dan high density lipoprotein meningkat selama kehamilan.
BACA SELENGKAPNYA - Mekanisme Perubahan pada Sistem Hematologi Kala I
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI