kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

09 October 2010

Mekanisme persalinan normal

MEKANISME PERSALINAN NORMAL
Paramitha Harsary

• 96 % janin dalam uterus berada dalam presentasi kepala dengan ubun-ubun kecil kiri depan sebanyak 58 %, kanan depan 23 %, kanan belakang 11 % dan kiri belakang 8 %.
• Janin dengan presentasi kepala disebabkan karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat serta bentuk uterus sedemikian rupa sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas di ruang yang lebih luas sedangkan kepala berada dibawah di ruang yang lebih sempit.
• 3 faktor yang memegang peranan penting pada persalinan :
1. Kekuatan ibu, seperti kekuatan his dan mengedan
2. Keadaan jalan lahir
3. janin.
• His  kekuatan yang menyebabkan servik membuka dan mendorong janin ke bawah serta masuk kedalam rongga panggul.
• Kepala masuk melintasi pintu atas panggul dalam sinklitismus  arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat juga terjadi keadaan :
1. Asinklitismus anterior  arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul
2. Asinklitismus posterior  arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke belakang dengan pintu atas panggul.
• Fleksi
Kepala memasuki ruang panggul dengan ukuran paling kecil ( diameter suboksipitobregmatika = 9,5 cm) dan didasar panggul kepala berada dalam fleksi maksimal.
• Putar paksi dalam
Kepala yang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intra uterin oleh his yang berulang-ulang  kepala mengadakan rotasi  ubun-ubun kecil berputar kearah depan dibawah simpisis.
• Defleksi
Setelah kepala berada di dasar panggul dengan ubun-ubun kecil di bawah simpisis ( sebagai hipomoklion), kepala mengadakan fleksi  berturut turut lahir bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu.
• Putaran paksi luar
Gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak
• Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring  menyesuaikan dengan bentuk panggul, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah lahir, bahu berada dalam posisi depan-belakang  bahu depan lahir lebih dahulu, baru kemudian bahu belakang.

Mekanisme persalinan fisiologis penting dipahami, bila ada penyimpangan --> koreksi manual dapat dilakukan sehingga tindakan operatif tidak perlu dilakukan.
Tindakan – tindakan setelah bayi lahir :
• Segera bersihkan jalan nafas.
• Tali pusat dijepit pada 2 tempat, pada jarak 5 dan 10 cm, digunting dan kemudian diikat.
• Tindakan resusitasi --> membersihkan dan menghisap jalan nafas serta cairan lambung untuk mencegah aspirasi.

Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam kala III ( kala uri), yang tidak kalah penting dari kala I dan II oleh karena tingginya kematian ibu akibat perdarahan pada kala uri.
Mengecilnya uterus akibat his setelah bayi lahir mengakibatkan terjadi pelepasan perlengketan plasenta dengan dinding uterus. Ada 3 cara lepasnya plasenta yaitu :
1. Tengah (sentral menurut Schultze)  terbanyak
2. Pinggir (marginal menurut Mathew-Duncan)
3. Kombinasi 1 dan 2.
Kala III berlangsung selama 6 sampai 15 menit, dengan tinggi fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.
BACA SELENGKAPNYA - Mekanisme persalinan normal

Spermisida

Spermisida

Pengertian

Spermisida adalah alat kontrasepsi yang mengandung bahan kimia (non oksinol-9) yang digunakan untuk membunuh sperma.


Jenis

Jenis spermisida terbagi menjadi:



  1. Aerosol (busa).

  2. Tablet vagina, suppositoria atau dissolvable film.

  3. Krim.



Cara Kerja

Cara kerja dari spermisida adalah sebagai berikut:



  1. Menyebabkan sel selaput sel sperma pecah.

  2. Memperlambat motilitas sperma.

  3. Menurunkan kemampuan pembuahan sel telur.


Pilihan



  1. Aerosol (busa) akan efektif setelah dimasukkan (insersi).

  2. Aerosol dianjurkan bila spermisida digunakan sebagai pilihan pertama atau metode kontrasepsi lain tidak sesuai dengan kondisi klien.

  3. Tablet vagina, suppositoria dan film sangat mudah dibawa dan disimpan. Penggunaannya dianjurkan menunggu 10-15 menit setelah dimasukkan (insersi) sebelum hubungan seksual.

  4. Jenis spermisida jeli biasanya digunakan bersamaan dengan diafragma.


Manfaat

Alat kontrasepsi spermisida ini memberikan manfaat secara kontrasepsi maupun non kontrasepsi.


Manfaat kontrasepsi



  1. Efektif seketika (busa dan krim).

  2. Tidak mengganggu produksi ASI.

  3. Sebagai pendukung metode lain.

  4. Tidak mengganggu kesehatan klien.

  5. Tidak mempunyai pengaruh sistemik.

  6. Mudah digunakan.

  7. Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual.

  8. Tidak memerlukan resep ataupun pemeriksaan medik.


Manfaat non kontrasepsi

Memberikan perlindungan terhadap penyakit menular seksual termasuk HBV dan HIV/AIDS.


Keterbatasan



  1. Efektifitas kurang (bila wanita selalu menggunakan sesuai dengan petunjuk, angka kegagalan 15 dari 100 perempuan akan hamil setiap tahun dan bila wanita tidak selalu menggunakan sesuai dengan petunjuk maka angka kegagalan 29 dari 100 perempuan akan hamil setiap tahun).

  2. Spermisida akan jauh lebih efektif, bila menggunakan kontrasepsi lain (misal kondom).

  3. Keefektifan tergantung pada kepatuhan cara penggunaannya.

  4. Tergantung motivasi dari pengguna dan selalu dipakai setiap melakukan hubungan seksual.

  5. Pengguna harus menunggu 10-15 menit setelah spermisida dimasukkan sebelum melakukan hubungan seksual.

  6. Hanya efektif selama 1-2 jam dalam satu kali pemakaian.

  7. Harus selalu tersedia sebelum senggama dilakukan.


Penilaian Klien

Meskipun tidak memerlukan pemeriksaan khusus, namun perlu diperhatikan kondisi pengguna alat kontrasepsi spermisida. Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:





































Spermisida



Sesuai untuk klien yang:



Tidak sesuai untuk klien yang:


Tidak suka atau tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal (seperti perokok, wanita di atas 35 tahun)Mempunyai resiko tinggi apabila hamil (berdasar umur, paritas, masalah kesehatan)
Lebih suka memasang sendiri alat kontrasepsinyaTerinfeksi saluran uretra
Menyusui dan memerlukan kontrasepsi pendukungMemerlukan metode kontrasepsi efektif
Tidak ingin hamil dan terlindung dari penyakit menular seksual, tetapi pasangannya tidak mau menggunakan kondomTidak mau repot untuk mengikuti petunjuk pemakaian kontrasepsi dan siap pakai sewaktu akan melakukan hubungan seksual
Memerlukan metode sederhana sambil menunggu metode lainTidak stabil secara psikis atau tidak suka menyentuh alat reproduksinya (vulva dan vagina)
Jarang melakukan hubungan seksualMempunyai riwayat sindrom syok karena keracunan

Penanganan Efek Samping

Pemakaian alat kontrasepsi spermisida juga mempunyai efek samping dan masalah lain. Di bawah ini merupakan penanganan efek samping dan masalah-masalah yang timbul akibat pemakaian spermisida.






















Efek Samping Atau Masalah



Penanganan


Iritasi vagina atau iritasi penis dan tidak nyamanPeriksa adanya vaginitis dan penyakit menular seksual. Bila penyebabnya spermisida, sarankan memakai spermisida dengan bahan kimia lain atau bantu memilih metode kontrasepsi lain.
Gangguan rasa panas di vaginaPeriksa reaksi alergi atau terbakar. Yakinkan bahwa rasa hangat adalah normal. Bila tidak ada perubahan, sarankan menggunakan spermisida jenis lain atau bantu memilih metode kontrasepsi lain.
Tablet busa vaginal tidak larut dengan baikPilih spermisida lain dengan komposisi bahan kimia berbeda atau bantu memilih metode kontrasepsi lain.

Referensi

americanpregnancy.org/preventingpregnancy/spermicide.html

diunduh 8 Maret 2010, 05:42 PM.

birth-control-comparison.info/spermicide.htm diunduh 8 Maret 2010, 05:56 PM.

emedicinehealth.com/birth_control_spermicides/article_em.htm diunduh 9 Maret 2010, 12:21 PM.

health.alberta.ca/documents/Birth-control-Spermicide.pdf diunduh 10 Maret 2010, 7:32 PM.

hu-berlin.de/sexology/ATLAS_EN/html/methods_of_contraception.html diunduh 10 Maret 2010, 7:24 PM.

mayoclinic.com/health/spermicide/MY01005/DSECTION diunduh 8 Maret 2010, 05:30 PM.

plannedparenthood.org/health-topics/birth-control/spermicide-4225.htm diunduh 5 Maret 2010, 07:51 AM.

Saifuddin, BA. 2008. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. (Bagian Kedua MK 24- MK 27).

http://askep-askeb.cz.cc/

BACA SELENGKAPNYA - Spermisida

PROSES LAKTASI DAN MENYUSUI

PROSES LAKTASI DAN MENYUSUI


PENDAHULUAN

Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini. Oleh karena itu ibu-ibu memerlukan bantuan agar proses menyusui lebih berhasil. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu-ibu yang tidak menyusui bayinya anatara lain ibu tidak memproduduksi cukup ASI atau bayinya tidak mau menghisap. Sesungguhnya hal ini tidak disebabkan kerena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup, melainkan karena ibu kurang percaya diri bahwa Asi-nya cukup untuk bayinya. Disamping itu cara-cara menyusui yang tidak baik dan tidak benar dapat menimbulkan gangguan pada putting susu ibu.
Kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang keunggulan ASI dan manfaat menyusui menyebabkan ibu-ibu mudah terpengaruh dan beralih kepada pemberian susu formula atau yang lainnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu-ibu tidak menyusui bayinya terutama yang berdomisili di perkotaan antara lain adalah :
• Kurangnya dukungan dari keluarga untuk menyusui seperti yang dialami ibu-ibu di pedesaan. Di perkotaan ibu-ibu banyak memperoleh informasi tentang penggunaan susu formula.
• Ibu-ibu di perkotaan rata-rata melahirkan di Rumah sakit atau di Rumah bersalin yang tidak menganjurkan menyusui dan tidah menerapkan pelayan rawat gabung serta tidak menyediakan fasilitas Klinik laktasi.
• Pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial budaya mengakibatkan ibu-ibu diperkotaan rata-rata bekerja diluar rumah dan makin meningkat daya belinya mereka menganggap lebih praktis membeli dan memberikan susu formula daripada menyusui.
Di daerah pedesaan rata-rata ibu menyusui bayi mereka, namun hasil penelitian menunjukan pengaruh kebiasaan yang kurang menunjang pamanfaatan ASI secara optimal, seperti pemberian pralaktal, pemberian makanan/minuman pengganti ASI karena ASI belum keluar untuk hari-hari pertama setelah melahirkan.
Jenis makanan tersebut dapat membahayakan kesehatan bayi dan menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk merangsang produksi ASI sedini mungkin melalui hisapan bayi pada payudara ibu.
Penelitian menunjukan peningkatan penggunaan susu formula. Jumlah ibu-ibu yang memberikan ASI pada bayi usia 0-3 bulan di perkotaan sebanya 47%. Sedangkan di pedesaan sebanyak 55 %.
Beberapa alasan ibu-ibu menghentikan pemberian ASI kepada bayi adalah:
• Produksi ASI kurang (32%)
• Ibu bekerja (16%)
• Ingin dianggap modern (4%)
• Masalah pada putting susu (28%)
• Pengaruh iklan pada susu formula (16%)
• Pengaruh orang lain terutama keluarga (4%)
Oleh karena itu dukungan untuk pemberian ASI sangat diperlukan dari keluarga , masyarakat dan petugas kesehatan untuk menciptakan generasi yang sehat dan berkualitas .

PROSES LAKTASI DAN MENYUSUI

A. Anatomi Fisiologi Payudara
1) Anatomi dan Fisiologi Payudara
Payudara disebut Glandulla Mammae, berkembang sejak usia janin 6 minggu dan membesar karena pengaruh hormon ibu yang tinggi yaitu estrogen dan progesteron. Estrogen meninggkatkan pertumbuhan duktus-duktus dan saluran penampung. Prosesteron merangsang pertumbuhan tunas-tunas alveoli. Hormon-hormon lain seperti prolaktin, growth hormon, adenokostikosteroid. dan tiroid juga diperlukan dalam kelenjar air susu.
Payudara tersusun dari jaringan kelenjar, jaringan ikat, dan jaringan lemak. Diameter payudara sekitar 10-12 cm. Pada wanita yang tidak hamil berat rata-r4ata sekitar 200 gram, tergantung individu. Pada akhir kehamilan beratnya berkisar 400-600 gram, sedangkan pada waktu menyusui beratnya mencapai 600-800 gram.
Besarnya payudara setiap wanita berbeda, tidak menjadi ukuran banyaknya ASI yang di produksi. Payudara terbagi 3 bagian:
1. Korpus ( badan ) yaitu bagian yang besar
2. Areola yaitu bagian tengah yang berwarna kehitaman
3. Papilla ( putting ) yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.
Struktur payudara terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Kulit
b. Jaringan subkutan ( jaringan di bawah kulit )
c. Corpus mammae terdiri dari :
o Parenkin : duktus laktiferus uktus), duktulus (duktuli), lobus,alveoli.
o Stroma
Ada 15-20 duktus laktiferus. Tiap duktus bercabang-cabang menjadi
20-40 duktuli. Duktulus bercabang-cabang menjadi 10-100 alveolus yang berfungsi sebagai satu kasatuan kelenjar. Payudara merupakan kumpulan dari sejumlah kelenjar susu tunggal.

Masing-masing duktus akan membentuk lobus dan duktulus akan
membentuk lobulus. Duktulus dan duktus berpusat kearah puting susu.
Sebelum bermuara pada puting susu, masing-masing duktus melebar membentuk ampulla atau sinus yang akan berfungsi sebagai gudang air susu ibu. Sinus, duktus, dan alveolus dikelilingi oleh myoepitel yang dapat
berkontraksi untuk memompa ASI. Alveolus juga dikelilingi pembuluh darah yang memberi zat-zat gizi pada sel-sel kelenjar air susu untuk proses pembentukan atau sintesis air susu ibu.
Bagian stroma mdari payudara tersusun dari bagian-bagian berikut
1. Jaringan ikat
2. Jaringan lemak
3. Pembuluh darah
4. Syaraf
5. Pembuluh limpa
Puting susu dan areola (daerah sekitar puting susu yang berpigmentasi lebih) adalah gudang susu yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Pada puting susu dan areola terdapat ujung-ujung syaraf peraba yang penting pada proses refleks saat menyusui. Puting susu mengandung otot polos yang dapat berkontraksi sewaktu ada rangsangan menyusu. Dengan cekapan bibir bayiyang menyeluruh pada daerah tersebut, ASI akan keluar dengan lancar.
Pada umumnya putting susu menonjol keluar. Meskipun demikian, kadang dijumpai putting yang panjang, datar (flat nipples), atau masuk ke dalam (inverted nipples). Namun, bentuk putting tidak selalu berpengaruh pada proses laktasi. Hal terpenting adalah bahwa putting susu dan areola dapat ditarik sehingga membentuk tonjolan seperti dot ke dalam mulut bayi. Kadang-kadang terdapat pula putting yang tidak lentur, terutama pada bentuk yang terbenam sehingga butuh penanganan khusus, ibu dengan kondisi seperti itu perlu mendapatkan perawatan payudara sejak sebelum masa laktasi.
Pada ujung putting susu terdapat 15-25 muara lobus (duktus laktiferus), sedangkan areola mengandung sejumlah kelenjar, misalnya Kelenjar Montgory yang berfungsi sebagai kelenjar minyak yang mengeluarkan cairan agar putting tetap lunak dan lentur.
2) Fisiologi Laktasi
Kemampuan laktasi setiap ibu berbeda-beda. Sebagian mempunyai kemampuan yang lebih besar dibanding dengan yang lain. Dari segi fisiologi, kemampuan laktasi mempunyai hubungan dengan makanan, faktor endokrin, dan faktor fisiologi. Laktasi mempunyai dua pengertian berikut ini :
1. Pembentukan / produksi air susu
2. Pengeluaran air susu
Pada masa hamil terjadi perubahan payudara, terutama mengenai besarnya. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya kelenjar payudara proliferasi sel-sel duktus laktiferus dan sel-sel- kelenjar pembuatan air susu ibu. Proses proliferasi dipengaruhi oleh hormon yang dihasilkan plasenta yaitu laktogen, prolaktin, koriogonadotropin, estrogen dan progesteron. Selain itu, perubahan tersebut juga disebabkan bertambah lancarnya peredaran darah pada payudara.
Pada kehamilan lima bulan atau lebih, kadang-kadang dari ujung putting keluar cairan yang disebut kolostrum. Sekresi (keluarnya) cairan tersebut karena pengaruh hormon laktogen dari plasenta dan hormon prolaktin dari hipofise. Keadaan tersebut adalah normal, meskipun cairan yang dihasilkan tidak berlebihan sebab meskipun kadar prolaktin cukup tinggi, pengeluaran air susu juga dihambat oleh hormon estrogen.
Setelah persalinan kadar estrogen dan progesteron menurun dengan lepasnya plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi hambatan terhadap prolaktin dan estrogen. Oleh karena itu, air susu ibu segera keluar. Biasanya, pengeluaran air susu dimulai pada hari kedua atau ketiga setelah kelahiran. Setelah persalinan, segera susu-kan bayi karena akan memacu lepasnya prolaktin dari hipofise sehingga pengeluaran air susu bertambah lancar. Dua hari pertama pasca persalinan, payudara kadang-kadang terasa penuh dan sedikit sakit. Keadaan yang disebut engorgement disebabkan oleh bertambahnya peredaran darah ke payudaran serta mulainya laktasi yang sempurna.
3) Refleks pada laktasi
Ada beberapa refleks yang berpengaruh terhadap kelancaran laktasi. Refleks yang terjadi pada ibu, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran (let down reflex). Kedua refleks ini bersumber dari rangsangan putting susu akibat isapan bayi. Adapun refleks pada bayi, yaitu refleks menangkap (rooting refleks), refleks mengisap, dan refleks menelan. Refleks tersebut adalah dasar dari laktasi.
a. Refleks prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung syaraf peraba yang terdapat pada putting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu dilanjutkan ke bagian depan kelenjar hipofise yang memacu pengeluaran hormon prolaktin ke dalam darah.
Melalui sirkulasi, prolaktin memacu sel kelenjar memproduksi air susu. Jadi, semakin sering bayi menyusu, semakin banyak prolaktin yang dilepas oleh hipofise, sehingga semakin banyak air susu yang diproduksi oleh sel kelenjar. Prolaktin terdiri dari protein yang sangat kompleks dan belum dapat dibuat secara sintesis. Oleh karena itu, tindakan sering menyusui bayi merupakan cara terbaik untuk mendapatkan air susu yang banyak.

b. Refleks Aliran
Rangsangan yang ditimbulkan bayi saat menyusu diantar sampai bagian belakang kelenjar hipofise yang akan melepaskan hormon oksitosin masuk ke dalam darah. Oksitosin akan memacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktuli berkontraksi sehingga memeras air susu dari alveoli, duktuli, dan sinus menuju putting susu.
Dengan demikian, sering menyusui sampai payudara terasa kosong sangat penting agar tidak terjadi pembendungan pada payudara. Pembendungan pada payudara akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan sakit. Tidak jarang, mengakibatkan payudara mudah terkena infeksi. Kadang-kadang, tekanan akibat kontraksi otot-otot polos tersebut begitu kuat sehingga air susu menyembur keluar. Hal ini dapat menyebabkan bayi tersedak. Keluarnya air susu karena kontraksi otot polos tersebut disebut refleks aliran.
Oksitosin juga mempengaruhi jaringan otot polos rahim berkontraksi sehingga mempercepat lepasnya plasenta dari dinding rahim dan membantu mengurangi terjadinya perdarahan. Oleh karena itu, setelah bayi lahir harus segera disusukan pada ibunya jika keadaan memungkinkan. Dengan seringnya menyusui, penciutan rahim akan semakin cepat dan makin baik. Perlu ibu ketahui, tidak jarang perut ibu terasa mulas yang sangat pada hari-hari pertama menyusui. Hal ini merupakan mekanisme alamiah yang baik untuk kembalinya rahim pada bentuk semula.
Refleks aliran dipengaruhi oleh keadaan kejiwaan ibu, Rasa khawatir dan rasa sakit (misalnya luka jahitan) yang dirasakan ibu dapat menghambat refleks tersebut. Diduga, hal tersebut menyebabkan lepasnya adrenalin yang menghambat oksitosin tidak dapat mencapai otot polos. Dengan demikian, tidak ada rangsangan kontraksi dari otot polos.
c. Refleks Menangkap (Rooting Reflex)
Jika disentuh pipinya, bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Jika bibirnya dirangsang atau disentuh, bayi akan membuka mulut dan berusaha mencari putting untuk menyusu. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah reflaks menangkap.
d. Refleks Mengisap.
Reflaks mengisap pada bayi akan timbul jika putting merangsang langit-langit (palatum) dalam mulutnya. Untuk dapat merangsang langit-langit bagian belakan secara sempurna, sebagian besar areola harus tertangkap oleh mulut (masuk ke dalam mulut) bayi. Dengan demikian, sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan oleh gusi, lidah, serta langi-langit sehingga air susu diperas secara sempurna ke dalam mulut bayi.
e. Refleks Menelan
Air susu yang penuh dalam mulut bayi akan ditelan sebagai pernyataan reflaks menelan dari bayi. Pada saat bayi menyusu, akan terjadi peregangan putting susu dan areola untuk mengisi rongga mulut. Oleh karena itu, sebagian besar areola harus ikut ke dalam mulut. Lidah bayi akan menekan ASI keluar dari sinus laktiferus yang berada di bawah areola.
Mekanisme menyusu pada payudara berbeda dengan mekanisme minum dengan botol ayau dot. Dot memiliki karet panjang yang tidak perlu diregangkan sehingga bayi tidak perlu mengisap kuat. Jika bayi telah diajarkan minum dari botol/dot, akan timbul kesulitan menyusu pada ibunya. Ia akan mencoba mengisap, seperti halnya mengisap dot. Pada keadaan ini, ibu dan bayi perlu bantuan untuk belajar proses ini dengan baik dan benar.
Berikut mekanisme menyusu pada ibu :
• Bibir bayi menangkap putting selebar areola.
• Lidah menjulur ke depan untuk menangkap putting.
• Lidah ditarik mundur untuk membawa putting menyentuh langit-langit dan areola di dalam mulut bayi.
• Timbul refleks mengisap pada bayi dan refleks aliran pada ibu.

Berikut mekanisme menyusu menggunakan dot :
o Bibir terbuka untuk menerima putting dari dot dan otot-otot pipi mengendor.
o Putting karet terletak di atas lidah, menyentuh langit-langit lunak.
o Lidah bergerak ke depan untuk menekan putting karet pada gusi dan langit-langit sedemikian rupa untuk mengatur aliran susu.

Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI :
• MotivaSi diri dan dukungan suami/keluarga untuk menyusui bayinya sangat penting.
• Adanya pembengkakan payudara karena bendungan ASI.
• Pengosongan ASI yang tidak teratur.
• Kondisi status gizi ibu yang buruk dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas ASI.
• Ibu yang lelah atau kurang istirahat /stress /sakit.

Oleh karena itu, hindari faktor-faktor di atas dengan lebih meningkatkan percaya diri, melakukan perawatan payudara secara rutin, serta lebih sering menyusui tanpa dijadwal sesuai kebutuhan bayinnya. Semakin sering bayi menyusu dan semakin kuat daya isapnya, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak.
Produksi ASI selalu berkesinambungan. Setelah payudara disusukan, ASI akan terasa kosong dan payudara melunak. Pada keadaan ini ibu tetap tidak akan kekurangan ASI karena ASI akan terus diproduksi, asal bayi tetap mengisap serta ibu cukup makan dan minum. Selain itu ibu mempunyai keyakinan mampu memberikan ASI pada bayinya. Dengan demikian, ibu dapat menyusui bayinya secara eksklusif murni selama 4-6 bulan dan tetap memberikan ASI sampai anak berusia dua tahun untuk mendapatkan anak yang sehat dan cerdas.

B. Dukungan Bidan Dalam Memberikan ASI
1. Yakinkan ibu bahwa ibu dapat menyusui, dan ASI adalah yang terbaik untuk bayinya serta ibu dapat memproduksi ASI yang mencukupi kebutuhan bayi dan tidak tergantung pada besar kecilnya payudara ibu.
2. Memastikan bayi mendapat ASI yang cukup
3. Membantu ibu mengembangkan keterampilan dalam menyusui.
4. Ibu mengetahui setiap perubahan fisik yang terjadi pada dirinya dan mengerti bahwa perubahan tersebut normal.
5. Ibu mengetahui dan mengerti akan pertumbuhan dan perilaku bayi dan bagaimana seharusnya menghadapi dan mengatasinya.
6. Bantulah ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya sendiri.
7. Biarkan bayi bersama ibunya segera sesudah dilahirkan selama beberapa jam pertama. Ini penting sekali untuk membina hubungan/ikatan disamping bagi pemberian ASI. Bayi yang normal berada dalam keadaan bangun dan sadar selama beberapa jam pertama sesudah lahir. Kemudian mereka akan memasuki suatu masa tidur pulas. Penting untuk membuat bayi menerima ASI pada waktu masih terbangun tersebut. Seharusnya dilakukan perawatan mata bayi pada jam pertama sebelum atau sesudah bayi menyusui untuk pertama kalinya. Buatlah bayi merasa hangat dengan membaringkannya dan menempel pada kulit ibunya dan menyelimuti mereka. Jika mungkin dilakukan ini paling sedikit 30 menit, karena pada saat itulah kebanyakan bayi siap menyusui.
10
8. Ajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul. Ibu harus menjaga agar tangan dan putting susunya selalu bersih untuk mencegah kotoran dan kuman masuk ke dalam mulut bayi. Ini juga mencegah luka pada putting susu dan infeksi pada payudara. Seorang ibu harus mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyentuh putting susunya dan sebelum menyusui bayinya. Ibu juga harus mencuci tangan sesudah membuang air kecil atau air besar atau menyentuh sesuatu yang kotor.
Ibu harus membersihkan payudaranya dengan air bersih satu kali sehari, tidak boleh mengoleskan krim, minyak, alkohol atau sabun pada putting susunya.
9. Bantulah ibu waktu pertama kali memberi ASI.
Posisi menyusui yang benar disini adalah penting.
- Berbaring miring. Ini posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri
- Duduk. Penting untuk memberikan topangan / sandaran pada
punggung ibu dalam posisinya tegak lurus (90’) terhadap
pangkuannya.
Tanda-tanda bahwa bayi telah berada pada posisi yang baik pada payudara.
a. Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu.
b. Mulut dan dagunya berdekatan denga payudara.
c. Areola tidak akan bisa terlihat denga jelas.
d. Anda dapat melihat bayi melakukan hisapan yang lamban dan dalam, dan
e. menelan ASI-nya.
f. Bayi terlihat tenang dan senang.
g. Ibu tidak merasakan adanya nyeri pada putting susu.
10. Bayi harus ditempatkan dekat ibunya di kamar yang sama (rawat gabung, rooming in). Dengan demikian ibu dapat dengan mudah menyusui bayinya bila lapar. Ibu harus belajar mengenali tanda-tanda yang menunjukan bahwa bayinya lapar. Bila ibu terpisah tempatnya dari bayi maka ibu akan lebih lama belajar mengenali tanda-tanda tersebut.
11. Memberikan ASI sesering mungkin.
Biasanya bayi baru lahir minum ASI setiap 2-3 jam atau 10-12 kali dalam 24 jam. Selama 2 hari pertama sesudah lahir beberapa bayi tidur panjang selama 6-8 jam. Untuk memberikan ASI pada bayi dengan cara membangunkannya selama siklus tidurnya setia 2-3 jam.
12. Memberikan Kolostrum dan ASI saja
Makanan lain termasuk air dapat membuat bayi sakit dan menurunkan persediaan ASI ibunya, karena ibu memproduksi ASI tergantung pada seberapa banyak ASI dihisap oleh bayi. Makin banyak ASI yang dihisap oleh bayi makin banyak produksi ASI ibu.
13. Hindari susu botol dan dot empeng.
Susu botol dan dot empeng membuat bayi bingung putting karena mekanisme menghisap botol dandot empeng berbeda dari mekanisme menghisap putting susu pada ibunya.
14. Mendukung suami dan keluarga yang mengerti bahwa ASI dan menyusui paling baik untuk bayi, untuk memberikan dorongan yang baik bagi ibu agar lebih berhasil dalam menyusui
15. Peran petugas kesehatan sangat penting dalam membantu ibu-ibu menyusui yang mengalami hambatan dalam menyusui.
16. Imflikasi kode WHO, yaitu a.l : melarang promosi PASI, melarang pemberian sample PASI, bidan tidak boleh menerima hadiah dari produsen PASI, mencantumkan komposisi dan mencantumkan bahwa ASI adalah yang terbaik, petugas harus mendukung pemberian ASI,
C. Manfaat Pemberian ASI
1. Manfaat bagi bayi
1) ASI mengandung komponen perlindungan terhadap infeksi, mengandung
protein yang spesipik untuk perlindungan terhadap alergi dan merangsang sistem kekebalan tubuh
2) Komposisi ASI sangat baik karena mempunyai kandungan protei, karbohidrat, lemak dan mineral yang seimbang.
3) ASI memudahkan kerja pencernaan, mudah diserap oleh usus bayi serta mengurangi timbulnya gangguan pencernaan seperti diare atau sembelit.
4) Bayi yang minum ASI mempunyai kecenderungan memiliki berat badan ideal.
5) ASI mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi termasuk untuk kecerdasan bayi.
6) Secara alamiah ASI memberikan kebutuhan yang sesuai dengan usia kelahiran bayi.
7) ASI bebas kuman karena diberikan langsung dari payudara sehingga kebersihannya terjamin.
8) ASI mengandung banyak kadar selenium yang melindungi gigi dari kerusakan.
9) Menyusui akan melatih daya hisap bayi dan membantu mengurangi insiden maloklusi dan membentu otot pipi yang baik.
10) ASI memberikan keuntungan psikologis.
11) Suhu ASI sesuai dengan kebutuhan bayi.
2. Manfaat Untuk Ibu.
1) Aspek kesehatan ibu.
a. Membantu mempercepat pengembalian uterus ke bentuk semula dan mengurangi perdarahan post partum karena isapan bayi pada payudara akan merangsang kelenjar hipopise untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Oksitosin bekerja untuk kontraksi saluran ASI pada kelenjar air susu dan merangsang kontraksi uterus
b. Menyusui secara teratur akan menurunkan berat badan secara bertahap karena pengeluaran energi untuk ASI dan proses pembentukannya akan mempercepat kehilangan lemak.
c. Pemberian ASI yang cukup lama dapat memperkecil kejadian karsinoma payudara dan karsinoma ovarium.
d. Pemberian ASI mudah karena tersedia dalam keadaan segar dengan suhu yang sesuai sehingga dapat diberikan kapan dan dimana saja.
2) Aspek Keluarga Berencana
Pemberian ASI secara eksklusif dapat berfungsi sebagai kontrasepsi karena isapan bayi merangsang hormon prolaktin yang menghambat terjadinya ovulasi sehingga menunda kesuburan.
3) Aspek Psikologis
Menyusui memberikan rasa puas, bangga dan bahagia pada ibu yang berhasil menyusui bayinya dan memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak.
3. Manfaat Untuk Keluarga
a. Aspek Ekonomi
• Mengurangi biaya pengeluaran karena ASI tidak perlu dibeli
• Mengurangi biaya perawatan sakit karena bayi yang minum ASI tidak mudah terkena infeksi
b. Aspek Psikologis
Memberikan kebahagian pada keluarga dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.
c. Aspek Kemudahan
Menyusui sangat praktis karena dapat diberikan setiap saat.
4. Manfaat Untuk Negara
a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak
Faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik, karena ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi.
b. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit.
Subsidi untuk rumah sakit berkurang karena rawat gabung akan memperpendek lama rawat ibu dan bayi serta mengurangi komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial.
c. Mengurangi devisa untuk membeli susu formula.
ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional, jika semua ibu menyusui dapat menghemat devisa yang seharusnya dipakai untuk membeli susu formula.
d. Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa
Anak yang mendapatkan ASI dapat tumbuh kembang secara optimal sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin.
D. Komposisi Gizi Dalam ASI
1. Lemak
Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI dengan kadar 3,5%-4,5%. Lemak mudah diserap oleh bayi karena enzim lipase yang terdapat dalam sistem pencernaan bayi dan ASI akan mengurai Trigliserida menjadi Gliserol dan Asam Lemak. Keunggulan lemak ASI mengandung asam lemak esensial yaitu Docosahexaenoic Acid (DHA) Arachionoic Acid (AA) berguna untuk pertumbuhan otak. Kadar kolesterol dalam ASI lebih tinggi karena untuk merangsang enzim protektif yang membuat metabolisme kolesterol menjadi efisien.
2. Karbohidrat
Karbohidrat utama dalamASI adalah laktose dengan kadar 7 gram %. Laktose mudah terurai menjadi Glukose dan Galaktose oleh enzim Laktose yang terdapat dalam mukosa saluran pencernaan bayi sejak lahir. Laktose juga bermanfaat untuk mempertinggi absofsi Kalsium dan merangsang pertumbuhan Laktobasilus Bifidus.
3. Protein
Protein dalam susu adalah kasein dan whey kadarnya 0,9 %. Selain itu
terdapat dua macam asam amino yaitu sistin dan taurin. Sistin diperluka untuk pertumbuhan somatik sedangkan taurin untuk pertumbuhan otak
4. Garam dan Mineral.
- Zat Besi
Jumlah zat besi dalam ASI termasuk sedikit tetapi mudah diserap. Zat besi berasal dari persediaan zat besi sejak bayi lahir, dari pemecahan sel darah merah dan dari zat besi yang terkandung dalam ASI. Dengan ASI bayi jarang kekurangan zat besi
- Seng
Seng diperlukan untuk pertumbuhan perkembangan dan imunitas, juga diperlukan untuk mencegah penyakit akrodermatitis enteropatika (penyakit kulit dan sistim pencernaan)
5. Vitamin
- Vitamin K
Berfungsi sebagai katalisator pada proses pembekuan darah.
- Vitamin E
Banyak terkandung dalam kolostrum.
- Vitamin D
Berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi.
6. Zat Protektif
- Imunoglobulin
Semua jenis imunoglobulin terdapat dalam ASI, seperti IgA, IgG, IgM, IgD, dan IgE yang berguna untuk imunitas terhadap penyakit.
- Lisosi
Enzim lisosim dalam ASI berfungsi untuk memecah dinding bakteri dan antiinflamasi.
- Laktoperoksidase
Enzim ini beserta dengan peroksidase hidrogen dan ion tioksinat membantu membunuh streptokokus.
- Lactobasillus bifidus
Lactobasilus bifidus berfungsi mengubah laktose menjadi asam laktat dan asam asetat, menjadikan saluran pencernaan bersifat asam sehingga menghambat pertumbuhan mokroorganisme patogen.
- Lactoferin dan trasferin
Kedua zat ini merupakan peotein dalam ASI yang berfungsi menghambat pertumbuhan stapilokokus dan E.coli , dengan cara mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sehingga kuman tersebut tidak mendapatkan zat besi.
- Komplemen C3 dan C4
Komplemen C3 dan C4 berguna sebagai faktor pertahanan.
- Sel makrofag
Sel makrofag berfungsi membunuh kuman dan membentuk kimplemen C3, C4, lisosim serta lactoferin.
- Lipase : Lipase merupakan zat anti virus
E. Upaya Memperbanyak ASI
1. Bimbingan prenatal

2. Perawatan payudara dan putting susu sedini mungkin dimulai sejak kehamilan trisemester III.
3. Menyusui sedini mungkin segera setelah melahirkan.
4. Menyusui on demand yaitu menyusui sesering mungkin sesuai dengan kehendak bayi tanpa dijadwal.
5. Menyusui dengan posisi yang benar.
6. Memberikan ASI ekslusif
7. Pemberian gizi pada ibu hamil dengan baik dan seimbang.
8. Dukungan pada ibu secara psikologis dari suami, keluarga dan bidan
9. Sikap pelayanan, pengetahuan dan kesiapan petugas
10. Pelayanan pascanatal

KOMPOSISI KOLOSTRUM, ASI & SUSU SAPI SETIAP 100 ML

ZAT GIZI KOLOSTRUM ASI SUSU SAPI
Energi ( k. kal ) 58.0 70.0 65.0
Protein ( gr ) 2.3 0.9 3.4
Whey - 1 : 1.5 1 : 1.2
Kasein ( mg ) 140.0 187.0 -
Laktalbumin ( mg ) 218.0 161.0 -
Laktoferin ( mg ) 330.0 167.0 -
IgA ( mg ) 364.0 142.0 -
Laktosa ( gr ) 5.3 7.3 4.8
Lemak ( gr ) 2.9 4.2 3.9
Vitamin
Viitamin A ( ug ) 151.0 75.0 41.0
Vitamin B1 ( ug ) 1.9 14.0 13.0
Vitamin B2 ( ug ) 30.0 40.0 145.0
Asam nikotinik(ug) 75.0 160.0 82.0
Vitamin B6 ( ug ) - 12.0-15.0 64.0
Asam pantotenik(ug) 188.0 246.0 340.0
Biotin ( ug ) 0.06 0.6 2.8
Asam Folat ( ug ) 0.05 0.1 0.13
Vitamin B12 ( mg ) 0.05 0.1 0.6
Vitamin C ( mg ) 5.9 5.0 1.1
Vitamin D ( ug ) - 0.04 0.02
Vitamin E (ug ) 1.5 0.25 0.07
Vitamin K ( ug ) - 1.5 6.0
Mineral
Kalsium ( mg ) 39.0 35.0 130.0
Klorin ( mg ) 8.5 40.0 108.0
Tembaga ( mg ) 40.0 40.0 14.0
Zat besi ( mg ) 70.0 100.0 70.0
Magnesium ( mg ) 4.0 4.0 12.0
Fosfor ( mg ) 14.0 15.0 120.0
Porassium ( mg ) 74.0 57.0 145.0
Sodium ( mg ) 48.0 15.0 58.0
Sulfur ( mg ) 22.0 14.0 30.0

Sumber : Food and Nutrition Board, National Research Council Washington DC 1980

PENUTUP
Mernyusui merupakan cara yang ideal bagi ibu untuk memberikan kasih sayang pada anaknya dan cara terbaik memenuhi kebutuhan gizi bayi. Dengan menyusui, hubungan batin yang hangat antara ibu dan bayi akan terjalin erat. Sewaktu menyusu dan berada dalam dekapan ibu, bayi merasakan sentuhan kulit ibu yang lembut dan hangat serta mendengan detak jantung ibu yang akan memberikan rasa aman dan tentram. Kelekatan antara ibu dan bayinya sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan pribadi bayi kelak. Jika ibu selalu ada jika dibutuhkan akan menimbulkanrasa lekat. Ini akan membuat percaya pada orang lain dan menumbuhkan percaya diri. Anak yang mendapat kasih sayang dari ibu juga akan memiliki potensi mengasihi orang lain.
Afeksi yang tumbuh pada diri anak melalui proses menyusui akan menjadi dasar perkembangan emosi yang hangat pada diri anak terhadap dunia sekelilingnya. Dengan demikian, proses menyusui merupakan stimulasi yang penting untuk perkembangan mental, kecerdasan dan sosial emosi anak. Hal ini penting untuk pertumbuhan psikologis yang sehat. Sealain itu juga ASI mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal.
Dengan demikian ibu perlu belajar berinteraksi dengan bayinya agar dapat sukses dalam memberikan yang terbaik.

REFERENSI
• Asuhan Kebidanan pada Ibu Post Partum, Pusdiknakes WHO, JHIPIEGO 2001

• Perawatan Ibu Paska Melahirkan, Mellyna Huliana Amd. Keb.

• Manajemen Laktasi, Depkes RI 1992

• Modul Pelatihan Tatalakasana Ibu Hamil, Bersalin dan BBL, PERINASIA Cab, Jawa Barat 2001.

• Myles Texbook for Midwifery, V. ruth Bennet & Linda 1999
BACA SELENGKAPNYA - PROSES LAKTASI DAN MENYUSUI

Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah di rumah bersalin

Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3,3% – 38% dan lebih sering di negara-negara berkembang atau sosio ekonomi rendah secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibandingkan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram . BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan (propfil kesehatan RI, 2008).
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan lain, yaitu berkisar antara 9 % – 30%, hasil studi di 7 daerah multi center diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1 % - 17,2 % secara nasional berdasarkan analisa lanjutan SDKI, angka BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7%.
Kesehatan bayi, seharusnya merupakan hasil dari rangkaian peristiwa-peristiwa yang telah dilaluinya. Sejak ia berbentuk sel hasil konsepsi hingga terlahir ke dunia. Peristiwa yang tidak kalah pentingnya adalah proses kelahiran itu sendiri. Sebab walau keadaan selama kehamilan baik, dapat tiba-tiba berubah menjadi yang paling buruk, akibat adanya gangguan masalah dalam proses kelahiran (Jurmiani, 1999: 14).
Dari sudut ilmu kebidanan dan juga aspek medico-legal, seseorang hendaknya mampu menentukan taksiran umur embrio, fetus matur, fetus premature dan janin matur. Namun, suatu kehamilan matur akan berlangsung selama 280 hari atau 10 bulan Arab atau 40 pekan (minggu) yang di hitung dari hari pertama mendapatkan haid terakhir (Mochtar, 1998).
Bayi dengan berat badan lahir rendah adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita kurang energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian, bayi dan balita, juga dapat berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (IQ) (www.kebijakangizi.com).
Menurut Menkes, jika bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg pada umur kehamilan yang cukup, maka anak tersebut nantinya pada umur 40 tahun (jika mencapai usia itu) akan menderita penyakit jantung, darah tinggi maupun diabetes. Dengan demikian tiap tahun terdapat sekitar 400.000 calon-calon penderita penyakit degeneratif (depkes.go).
Pada tahun 1995 Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia diperkirakan sebesar 55 per 1000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 52 pada tahun 1997, dan turun lagi menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1999, kemudian naik menjadi 47 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000. AKB menurut hasil Surkesnas, berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB menurut hasil SDKI 2002 – 2003 35 per 1000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2003 AKB di rumah sakit mengalami penurunan berarti yaitu sebesar 22, 9 per 1000 kelahiran hidup, kemudian pada tahun 2004 mengalami kenaikan menjadi 29,4 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2005 mengalami penurunan kembali menjadi 23,7 per 1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan RI, 2006)
Angka kematian bayi di Propinsi Lampung menunjukkan kecenderungan perbaikan yang cukup berarti periode tahun 1995 – 2000 (periode rujukan perhitungan tengah tahun 1998 bulan Oktober) angka kematian bayi diperkirakan 65 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000 menurun menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2001 yaitu sebesar 41 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2002 mengalami sedikit peningkatan yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup sedangkan tahun 2003 AKB meningkat menjadi 55 per 1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Lampung, 2006).
Angka kematian bayi dengan berat badan lahir rendah atau BBLR di Bandar Lampung meningkat tajam pada tahun 2005. Hingga akhir Mei tercatat 26 bayi meninggal, sebagian besar berusia kurang dari seminggu, padahal, sepanjang tahun 2004 jumlah kematian bayi karena BBLR hanya 38 orang (www.komas.com diakses tanggal 06 Mei 2008).
Jumlah bayi lahir menurut data dari dinas kesehatan kota metro sebanyak 2757 bayi dan 89 bayi diantaranya lahir dengan BBLR (32%), terdapat 57 bayi (2,1%) meninggal dan 21 bayi (36,8%) diantaranya meninggal disebabkan oleh BBLR (dinkes metro, 2007).
Jumlah bayi lahir menurut data dari Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro dalam satu tahun adalah 410 bayi dengan 211 lahir di RB tersebut, 15 bayi diantaranya BBLR dan 199 bayi merupakan bayi titipan Dokter (dalam keadaan BBLR). Berdasarkan fenomena di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro?”

C. Ruang Lingkup
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu Yang Melahirkan Bayi Dengan BBLR di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro bulan Juni 2008.
3. Objek Penelitian : Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro
4. Lokasi Penelitian : Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro
5. Waktu Penelitian : 01 – 20 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR menurut tingkat tahu
b. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR menurut tingkat memahami
c. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR menurut tingkat aplikasi

E. Manfaat Penelitian
1. Rumah Bersalin Santa Maria
Sebagai masukan bagi pengelola Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam merawat bayi dengan berat badan lahir rendah.
2. Peneliti
Dapat diketahui dengan jelas gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah.
3. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan, serta sebagai dokumentasi penunjang.
4. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lain yang serupa dan dapat lebih di sempurnakan lagi, juga sebagai reverensi bagi peneliti selanjutnya.

Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan
berat badan lahir rendah di rumah bersalin


BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah di rumah bersalin

08 October 2010

Pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat Tahun 2010 adalah meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan yang sehat, mempunyai pengetahuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh wilayah RI (Departemen Kesehatan RI, 1998).
Kemampuan pelayanan kesehatan oleh suatu negara ditentukan dengan perbandingan meningkat menurunnya tingkat angka kamatian ibu dan kematian perinatal. Untuk itu diperlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak yang terkait dalam memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi. Meningkatnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal tidak dapat dipisahkan dari profil wanita Indonesia. Pembangunan dibidang kesehatan telah berhasil meningkatkan angka harapan hidup wanita dari 54,0 % pada tahun 1976 menjadi 64,4 % tahun 1993 (Departemen Kesehatan RI, 1998).
Sedangkan mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang dan di negara miskin, sekitar 25 – 50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. World Heath Organisation (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahun meninggal saat hamil atau bersalin (Saefudin, 2001). Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1000 kelahiran hidup (Saifudin, 2002).
Salah satu indikator yang penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara adalah banyaknya bayi (umur 0-12 bulan) yang meninggal per 1000 kelahiran hidup, yang disebut Angka Kematian Bayi (AKB). Walaupun Angka Kelahiran Bayi ini telah menurun dari 103 % pada akhir Pelita II menjadi 90,3% apda akhir Pelita III 76 % pada akhir Pelita IV. Angka Kelahiran Bayi di Indonesia ini adalah yang tertinggi di negara ASEAN (Suraatmadja, 1991).
Angka Kelahiran Bayi yang tinggi ini perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan yang lebih terarah supaya Angka Kelahiran Bayi di Indonesia dapat menurun lagi. Pada penelitian penyebab kematian pada Balita di Indonesia, ternyata 70 % kematian balita disebabkan karena diare, radang akut pada saluran pernafasan dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Jika program imunisasi dilaksanakan dengan baik dan menyeluruh (paling sedikit) 80% maka keefektifan imunisasi mencapai 85% sampai 90%, lebih kurang 115.000 kematian pada Balita dapat dicegah. Hal ini tentu juga akan berpengaruh terhadap angka kematian bayi (AKB), (Suraatmadja, 1991).
Pada tahun 1990 Indonesia telah mencapai lebih dari 90% imunisasi dasar yang dikenal sebagai Universal Child Imunization (UCI). Kemudian secara regional dilakukan imunisasi terhadap Hepatitis B yang masih dalam pelaksanaan saat ini. Ditambah lagi dengan gerakan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) terhadap penyakit polio pada tahun 1995, 1996, 1997 secara berturut – turut dan serentak diseluruh tanah air yang kemudian ditambah dengan vaksinasi terhadap tetanus neonatorum dan campak dengan harapan bahwa pada tahun 2003 Indonesia bebas dari penyakit polio dan tetanus pada bayi (PP 1DAI, 2000).
Imunisasi campak ini diberikan setelah bayi mendapat imunisasi BCG, DPT, Polio dan Hepatitis, kemudian setelah bayi umur 9 – 12 bulan diberikan imunisasi campak yang berguna melindungi bayi dari penyakit campak oleh karena itu untuk kepentingan anak, upaya yang terbaik adalah dengan jalan imunisasi, sehingga anak akan terhindar dari penyakit – penyakit dan kematian atau cacat akibat penyakit tersebut (Suraatmadja, 1991).
Pada tahun 2001 sebesar 14,46 / 1000 kelahiran hidup sedangkan tahun 2002 kematian bayi di Kota Metro sebanyak 15 bayi dari 2,765 bayi atau 5,24 / 1000 kelahiran hidup, sedangkan target indikator Indonesia Sehat Tahun 2002 – 2004, seperti tabel di bawah ini. (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2003).
Tabel 1. Cakupan Imunisasi Tahun 2002 Di Kota Metro
No Imunisasi Target
1 DPT 100%
2 Polio 4 90%
3 BCG 100%
4 Campak 90%
5 Hepatitis B 90%
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Metro Desember 2003.
Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat mempunyai wilayah kerja 4 Kelurahan, yaitu Ganjar Agung, Ganjar Asri, Mulyojati, Mulyo Sari. Data imunisasi Puskesmas Ganjar Agung dari 4 Kelurahan dari bulan Januari sampai dengan Maret 2003, seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. : Jumlah Bayi Yang Mendapat Imunisasi Campak di 4 Kelurahan di Puskesmas Ganjar Agung Periode Januari – Maret 2004.
No Kelurahan Jumlah Persen
1 Ganjar Agung 24 22,22%
2 Ganjar Asri 28 25,93%
3 Mulyo Jati 32 29,63%
4 Mulyo Sari 24 22,22%
Jumlah 108 100%
Sumber : Data Imunisasi Puskesmas Ganjar Agung Periode Januari – Maret 2004.
Pada tabel 2 jelaslah bahwa di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat cakupan imunisasi campak masih rendah atau dibawah 90%, sedangkan indikator yang memungkinkan dikatakan bayi sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap, umumnya akan tampak pada usia 9 – 12 bulan atau setelah imunisasi campak diberikan dengan cara lain, imunisasi dasar dikatakan lengkap bila imunisasi yang diberikan paling akhir adalah imunisasi campak. Dari data prasurvey di wilayah Puskesmas Ganjar Agung didapatkan bahwa belum ada penelitian mengenai pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di wilayah Puskesmas Ganjar Agung.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang maka penulis membuat rumusan masalah yaitu bagaimanakah pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang pengetahuan dan sikap ibu mengenai imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :
a. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
b. Diketahuinya sikap ibu tentang imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.

D. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu – ibu yang mempunyai bayi umur 9 bulan
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap
4. Lokasi Penelitian : Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat
5. Waktu Penelitian : Setelah proposal disetujui

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
Sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi bagi peningkatan upaya pelayanan imunisasi di Puskesmas Ganjar Agung mengenai pengetahuan sikap ibu tentang imunisasi campak
2. Bagi peneliti
Untuk mendapat informasi yang jelas mengenai pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan dan selanjutnya dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut khususnya penelitian yang berkaitan dengan imunisasi campak dengan variabel penelitian yang lebih kompleks.
3. Bagi instansi pendidikan
Diharapkan dapat sebagai buku bacaan bagi pembaca, umumnya yang berkaitan dengan imunisasi campak.
4. Bagi ibu yang mempunyai bayi yang berumur 9 bulan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman ibu tentang imunisasi campak sehingga mampu memotivasi ibu untuk selalu meningkatkan status kesehatan keluarganya.

BACA SELENGKAPNYA - Pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di puskesmas

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap wanita menginginkan persalinan berjalan lancar dan melahirkan bayi yang sempurna (Kasdu, 2003 : iii). Hal ini sesuai dengan Rencana Strategis Nasional yang terdapat dalam pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu : setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat (Koesno, 2004 : 3 ). Namun, tidak jarang proses persalinan mengalami hambatan dan memerlukan penanganan dengan ekstraksi vakum.
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (Saifuddin, 2002 : 494). Tindakan ini dilakukan untuk semua keadaan yang mengancam ibu dan janin yang memiliki indikasi untuk menjalani pelahiran pervaginam dengan bantuan alat (Hartanto, 2005 : 536). Indikasi dan syarat dari tindakan ini antara lain : pada palpasi abdomen kepala tidak teraba (0/5) atau teraba (1/5) sedangkan pembukaan sudah lengkap, keterlambatan pada kala II yaitu lebih dari 60 menit pada primigravida dan 30 menit pada multigravida, dan Ibu yang menderita kelainan atau penyakit yang melarangnya untuk mengeran (mengedan), misalnya pada penyakit jantung, hipertensi, asma, atau tuberkulosis berat (Depkes RI, 1995 : 6).
Angka kejadian pertolongan persalinan dengan ekstraksi vakum di RSU Dr. Soedono Madiun tahun 1998 sebanyak 522 (22%) diantara 2362 persalinan dan angka kejadian bedah caesar sebanyak 419 (17%) (Kalbefarma). Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota Metro didapatkan data pada tahun 2006 terdapat 7,99% (37) kasus persalinan dengan ekstraksi vakum dari 463 persalinan normal (Medical Record, 2006). Ini berarti tindakan ekstraksi vakum masih sering dilakukan.
Penanganan persalinan dengan ekstraksi vakum mempunyai dampak terhadap ibu dan bayi. Pada ibu dapat terjadi robekan pada serviks uteri, robekan pada dinding vagina dan perenium. Ini dapat terjadi apabila pada pembukaan belum lengkap dilakukan ekstraksi. Sedangkan pada bayi dapat terjadi perdarahan dalam otak dan kaput suksedaneum artifisialis yang akan hilang sendiri setelah 24-48 jam. Untuk mengatasi hal itu maka tindakan ekstraksi vakum sebaiknya dilakukan oleh tenaga yang terampil dan berpengalaman (Depkes RI, 1995 : 10). Apabila tindakan ini dianggap tidak aman atau ekstraksi ini gagal dapat dilakukan seksio sesaria (Hartanto, 2005 : 551).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ekstraksi Vakum di Rumah Sakit Umum Daerah Jendral Ahmad Yani Metro pada Tahun 2006”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2006 ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian : deskriptif.
2. Subyek penelitian : ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral
Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
3. Obyek penelitian : karakteristik ibu-ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro yang meliputi: riwayat penyakit ibu, usia, paritas, dan lama persalinan kala II.
4. Lokasi penelitian : ruang kebidanan di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota
Metro tahun 2006.
5. Waktu penelitian : bulan Mei tahun 2007.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan riwayat penyakit ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan usia ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan paritas ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan lamanya persalinan pada kala II di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Sebagai bahan informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang ekstraksi vakum dan karakteristik ekstraksi vakum dan karakteristiknya baik bagi ibu maupun bagi Prodi Kebidanan Metro.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan Antenatal Care (ANC) khususya deteksi dini kehamilan dengan resiko tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan Dinas Kesehatan Kota Metro pada khususnya serta tenaga kesehatan pada umumnya.
3. Mengembangkan pengetahuan penulis tentang ekstraksi vakum dan metode penelitian diskriptif tentang karakteristik resiko terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum.
4. Bagi peneliti lainnya, sebagai pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang ekstraksi vakum dengan jenis penelitian lain dan penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap, dan metode penelitian yang berbeda.

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (Prawirohardjo, 2005).
Angka Kematian Ibu (AKI) yang merupakan salah satu indikator terhadap kesehatan sebuah negara saat ini masih tinggi di Indonesia. Indonesia menduduki posisi tertinggi di ASEAN. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik adalah sebesar 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Perdarahan menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Penyebab kedua adalah eklampsi lalu infeksi (Zoelkifly, 2007).
Selain tingginya Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi Baru Lahir di Indonesia juga tergolong tinggi yaitu mencapai 35/1000 kelahiran hidup atau 2 kali lebih besar dari target WHO (Depkes RI, 2007). Sedangkan Angka Kematian Bayi di Provinsi Lampung pada tahun 2003 adalah sebesar 55/1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2006). Kematian bayi baru lahir dapat diartikan jumlah anak yang tidak menunjukkan tanda-tanda hidup waktu dilahirkan ditambah dengan jumlah anak yang meninggal dalam minggu pertama dalam kehidupannya, untuk 1000 kelahiran. Penyebab kematian perinatal adalah prematuritas, kelainan kongenital, asfiksia neonatorum, insufisiensi plasenta, dan perlukaan kelahiran (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan cukup bulan berlangsung selama 37-42 minggu. Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu (Saifuddin, 2006). Frekuensi kejadian kehamilan lewat waktu berkisar 5-12% dengan dugaan bahwa sekitar 3-5% disertai dengan janin besar (Manuaba, 2007). Angka kematian perinatal dalam kehamilan lewat waktu 2-3 kali lebih besar bila dibandingkan dengan kehamilan cukup bulan (Sastrawinata, 2004).
Penyebab kehamilan lewat waktu dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi ibu seperti paritas, riwayat kehamilan lewat waktu sebelumnya, status sosial ekonomi dan umur (Suheimi, 2007). Penyebab lain dari kehamilan lewat waktu adalah stres yang merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan lewat waktu dapat mengakibatkan terjadinya sindrom postmatur pada bayi baru lahir. Pada bayi dengan sindrom postmatur dapat terjadi hambatan pertumbuhan yang berat. Beberapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak. Pada kehamilan lewat waktu juga dapat mengakibatkan disfungsi plasenta sehingga dapat terjadi penurunan oksigenasi janin. Terjadinya gawat janin merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion (Cunningham, 2005).
Peningkatan resiko terkait dengan kehamilan lewat bulan diperkirakan berhubungan dengan insufisiensi uteroplasental, yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin. Perlu diketahui bahwa volume cairan amnion menurun drastis pada beberapa minggu terakhir kehamilan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kasus cairan bercampur mekonium kental (karena lebih sedikit cairan untuk melarutkan mekonium yang dikeluarkan), yang pada neonatus menimbulkan masalah pneumonia akibat aspirasi mekonium. Terjadi penurunan banyak lemak subkutan pada beberapa janin lewat bulan dan kemungkinan bayi mengalami makrosomia atau bayi besar (Varney, 2006). Kelahiran janin makrosomia pervaginam akan menimbulkan komplikasi maternal berupa trauma langsung persalinan pada jalan lahir, infeksi karena terbukanya jalan lahir secara luas sehingga mudah terjadi kontaminasi bakterial, serta perdarahan karena atonia uteri dan retensio plasenta (Manuaba, 2007).
Pra survey penulis di RSUD A. Yani Metro pada tanggal 20 Maret 2008 menunjukkan bahwa frekuensi kejadian kehamilan lewat waktu pada tahun 2007 mencapai 6,9% yaitu sebanyak 63 kasus dari keseluruhan jumlah persalinan sebanyak 916 persalinan. Di Rumah Bersalin Asih Metro pada tahun 2006 terdapat 672 persalinan dan 47 diantaranya adalah kehamilan lewat waktu atau sekitar 7%. Sedangkan pada tahun 2007 terdapat 723 persalinan dan 54 diantaranya adalah kehamilan lewat waktu atau sekitar 7,5%. Adapun gambaran keadaan bayi yang lahir dari ibu dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Keadaan Bayi Baru Lahir Dari Ibu Dengan Kehamilan Lewat Waktu di Rumah Bersalin Asih Metro Tahun 2006 dan 2007
No Keadaan Bayi Tahun 2006 Tahun 2007
Jumlah % Jumlah %
1. Normal 27 55,1 26 48,1
2. Asfiksia 21 42,9 26 48,1
3. BBLR 4 8,2 1 1,9
4. Meninggal 1 2,04 2 3,7
Jumlah bayi 49 54
Mengingat bahwa kehamilan lewat waktu dapat menimbulkan dampak baik bagi ibu maupun bayi, bahkan dapat meningkatkan angka kematian bayi baru lahir hingga 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal, maka penulis ingin meneliti tentang gambaran karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro tahun 2007.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro pada tahun 2007?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian yang dilaksanakan meliputi :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu atau pasien bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro
3. Obyek penelitian : Karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu
4. Lokasi penelitian : Rumah Bersalin Asih Metro
5. Waktu penelitian : Juni-Agustus 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya umur ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
b. Diketahuinya paritas ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
c. Diketahuinya pendidikan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
d. Diketahuinya gambaran ekonomi/pekerjaan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
e. Diketahuinya cara penanganan persalinan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman tentang karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu serta sebagai penerapan ilmu yang telah di dapat pada Program Studi Kebidanan Metro khususnya dalam bidang metodologi penelitian.
2. Lokasi Penelitian
Sebagai bahan masukan mengenai karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
3. Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai bahan bacaan bagi perpustakaan di Program Studi Kebidanan Metro.

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi walaupun di sisi lain sudah terjadi penurunan dari 307/100.000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002/2003) menjadi 262/100.000 kelahiran hidup (laporan BPS 2005). Penyebab kematian ibu, sesuai penelitian beberapa pihak, paling banyak akibat perdarahan dan penyebab tidak langsung lainnya seperti terlambat mengenali tanda bahaya karena tidak mengetahui kehamilannya dalam risiko yang cukup tinggi, terlambat mencapai fasilitas untuk persalinan dan terlambat untuk mendapatkan pelayanan. Selain itu, terlalu muda punya anak, terlalu banyak melahirkan, terlalu rapat jarak melahirkan dan terlalu tua punya anak (Sri, 2003).
Keluarga berencana adalah suatu program pemerintah atas dasar sukarela untuk mencapai keluarga sejahtera dalam rangka pembangunan yang lebih luas. Peserta KB yang berdampak terhadap penurunan kelahiran adalah peserta KB yang menggunakan alat atau cara kontrasepsi dengan tingkat kelangsungan pemakaian yang tinggi baik untuk tujuan penundaan kelahiran anak pertama, penjarangan atau mengakhiri kehamilan (Irianto, 2004).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Prawirohardjo, 2005). Salah satu sasaran dari pelayanan obstetri adalah memperbaiki karakteristik wanita hamil sehingga dapat menurunkan golongan risiko tinggi. Usaha keluarga berencana (penggunaan kontrasepsi) dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini, misalnya mengurangi primi muda, grande multi atau mengatur jarak antara dua kehamilan (Irianto, 2004).
Penggunaan IUD merupakan salah satu usaha manusia untuk menekan kesuburan sejak berabad-abad yang lampau (Prawirohardjo, 2005). Kontrasepsi yang kerap disebut spiral ini awet hingga pemakaian lima tahun, dan mampu meninggikan getaran sel telur. Efek getaran spiral menimbulkan reaksi jaringan yang menyebabkan terhambatnya proses pembuahan (Handoko, 2001).
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan masalah gizi utama dan terus diperbaiki secara berkelanjutan. Data terakhir menunjukkan prevalensi anemia gizi besi masih tinggi, ibu hamil (63,5%), balita (55,5%), anak usia sekolah (20-40%), wanita dewasa (30-40%), pekerja berpenghasilan rendah (30-40%), dan pria dewasa (20-30%) (Harli, 1999).
Wanita yang menggunakan KB IUD pun tak lepas dari anemia. Sebuah penelitian menyebutkan 10 persen wanita pada masa reproduksinya mengalami defisiensi zat besi dan 2-5 persen diantaranya mengalami anemia. Berdasarkan data The Population Council, New Drug Application pada Oktober 1990 sampai dengan Agustus 1991 bahwa angka kejadian perdarahan dari pemakaian IUD adalah 36,0 per 100 pemakai IUD. Meningkatnya perdarahan pada masa haid yang sering disertai dengan rasa sakit pada perut bagian bawah yang berdampak timbulnya anemia (hemoglobin kurang dari 9 g/dl atau hematokrit kurang dari 30% merupakan penyebab utama pencabutan IUD (JNPKKS, 2000).
Berdasarkan data dari BKKBN Propinsi Lampung tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 125.360 (10,28%) dari 1.219. 188 peserta KB (Dinkes, 2006a). Berdasarkan data BKKCS-KB Kota Metro tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 2.983 (13,44%) dari 22.191 peserta KB (Dinkes, 2006b).
Dampak dari perdarahan secara rutin atau terus menerus adalah anemia. Sebelum terjadi anemia, tubuh melakukan adaptasi agar tidak terjadi penurunan daya tahan tubuh. Saat tubuh tidak mampu lagi melakukan adaptasi, daya tahan tubuh akan mengalami penurunan sehingga dapat terjadi anemia. Salah satu kemungkinan terjadinya dari anemia adalah penurunan kadar Hb. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan tanggal 21 Mei 2008 bahwa jumlah peserta KB di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan berjumlah 657 (76,93%) dari 854 PUS. Jumlah akseptor IUD sebanyak 86 (13,09%) dari 657 peserta KB, ditemukan 9 akseptor mengalami perdarahan bercak (spotting) atau haid lama, 7 akseptor (77,78%) memiliki kadar Hb normal, sedangkan 2 akseptor (22,22%) memiliki kadar Hb dibawah normal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor Intra Uterine Devices (IUD) di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008 ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Obyek penelitian : Kadar Hb
3. Subyek penelitian : Akseptor IUD
4. Lokasi penelitian : Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan
5. Waktu penelitian : 5 Juni s.d 20 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari jenis IUD yang digunakan di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
b. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama pemakaian IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
c. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama haid setelah pemasangan IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Sumbersari Bantul Metro Selatan
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi khususnya bagi tenaga kesehatan tentang keluarga berencana terutama alat kontrasepsi IUD.
2. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro
Diharapkan dapat menjadi dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi mahasiswa Program Studi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lainnya
Diharapkan menjadi sumber informasi/bacaan acuan bagi peneliti lain di masa mendatang.

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor
intra uterine devices (IUD) di kelurahan

BACA SELENGKAPNYA - Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI