kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

01 January 2011

LEPTOSPIRA

LEPTOSPIRA

I. Defenisi


Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati.


II. Sumber Penularan


Hewan yang menjadi sumber penularan adalah tikus (rodent), babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, kelelawar, tupai dan landak. Sedangkan penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi.


III. Cara Penularan


Manusia terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan yang menderita leptospirosis. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau atau makanan yang terkontaminasi oleh urine hewan terinfeksi leptospira. Masa inkubasi selama 4 – 19 hari.


IV. Gejala Klinis


Stadium Pertama

? Demam menggigil

? Sakit kepala

? Malaise

? Muntah

? Konjungtivitis

? Rasa nyeri otot betis dan punggung

? Gejala-gejala diatas akan tampak antara 4-9 hari


Gejala yang Kharakteristik

? Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata)

? Rasa nyeri pada otot-otot Stadium Kedua

? Terbentuk anti bodi di dalam tubuh penderita

? Gejala yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama

? Apabila demam dengan gejala-gejala lain timbul kemungkinan akan terjadi meningitis.

? Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat.


Komplikasi Leptospirosis

Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6

Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.

Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.

Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.

Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).

Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.


V. Pencegahan


Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.

Mencucui tangan dengan sabun sebelum makan.

Mencucui tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/sampah/tanah/selokan dan tempat-tempat yang tercemar lainnya.

Melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis (petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan, dan lain-lain) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.

Menjaga kebersihan lingkungan

Membersihkan tempat-tempat air dan kolam renang.

Menghindari adanya tikus di dalam rumah/gedung.

Menghindari pencemaran oleh tikus.

Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus

Meningkatkan penangkapan tikus.


VI. Pengobatan


Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan antibiotik yang banyak di jumpai di pasar seperti Penicillin dan turunannya (Amoxylline)

Streptomycine, Tetracycline, Erithtromycine.

Bila terjadi komplikasi angka lematian dapat mencapai 20%.

Segera berobat ke dokter terdekat.


VII. Kewaspadan oleh Kader / Masyarakat.


Bila kader / masyarakat dengan gejala-gejala diatas segera membawa ke Puskesmas / UPK terdekat untuk mendapat pengobatan


VIII. Sistem Kewaspadaan Dini


Analisa data penderita Leptospirosis yang dilaporkan oleh Rumah Sakit (SARS) ke Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta


IX. Penanggulangan KLB


Penanggulangan KLB dilakukan pada daerah yang penderita Leptospirosis cenderung meningkat (per jam/hari/minggu/bulan) dengan pengambilan darah bagi penderita dengan gejala demam, sekitar 20 rumah dari kasus indeks.


LEPTOSPIROSIS


Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.

Gejala klinis leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya, sehingga seringkali tidak terdiagnosis. Keluhan-keluhan khas yang dapat ditemukan, yaitu: demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi (kelembaban), khususnya di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan terutama. pembuangan sampah. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara insiden leptospirosis tinggi (tabel 1) dan peringkat tiga di dunia untuk mortalitas


Siklus Penularan Leptospira


Berdasarkan data Semarang tahun 1998 ? 2000. Banjir besar di Jakarta tahun 2002, dari data sementara 113 pasien leptospirosis,

diantaranya 20 orang meninggal. Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim penghujan lebih?lebih dengan adanya Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Pejamu reservoar utama adalah roden/tikus dengan kuman leptospira hidup di dalam ginjal dan dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Manusia merupakan hospes insidentil yang tertular secara langsung atau tidak langsung (gambar 1).


Penularan langsung terjadi:

Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu

Dari hewan ke manusia merupakan penyakit kecelakaan kerja, terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan.

Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu.

Penularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan seperti tikus, umumnya terjadi saat banjir. Wabah leptospirosis dapat juga terjadi pada musim kemarau karena sumber air yang sama dipakai oleh manusia dan hewan.


Faktor risiko


Faktor ? faktor risiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak langsung / terpajan air dan rawa yang terkontaminasi yaitu:

Kegiatan yang memungkinkan kontak dengan lingkungan tercemar kuman keptospira, misalnya saat banjir, pekerjaan sebagai tukang kebun, petani, pekerja rumah potong hewan, pembersih selokan, pekerja tambang, mencuci atau mandi di sungai/ danau, dan kegiatan rekreasi di alam bebas serta petugas laboratorium.

Peternak dan dokter hewan. yang terpajan karena menangani ternak, terutama saat memerah susu, menyentuh hewan mati, menolong hewan melahirkan, atau kontak dengan bahan lain seperti plasenta , cairan amnion dan bila kontak dengan percikan infeksius saat hewan berkemih.

Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu melalui luka iris/ luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi.

Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira.


Tanda Penderita Leptospirosis :


Sklera Ikterik = mata kuning.

Gejala leptospirosis meliputi :

demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten

nyeri kepala

menggigil

mialgia

mual, muntah dan anoreksia

nyeri kepala dapat berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan fotopobia

nyeri otot terutama di daerah betis sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan paha.

Sklera ikterik (gambar 2) dan conjunctival suffusion (gambar 3) atau mata merah dan pembesaran kelenjar getah bening, limpa maupun hati.

kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis.

Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis atau radang selaput otak aseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.


Gejala klinik menyerupai penyakit-penyakit demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan keluhan demam, harus selalu dipikirkan leptospirosis sebagai salah satu diagnosis bandingnya, terutama di daerah endemik.

Leptospirosis ringan atau anikterik merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Mortalitas pada leptospirosis anikterik hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang meninggal akibat perdarahan masif paru dalam suatu wabah di Cina. Tes pembendungan terkadang positif, sehingga pasien leptospirosis anikterik pada awalnya di diagnosis sebagai pasien dengan infeksi dengue.

Pada leptospirosis ikterik, pasien terus menerus dalam keadaan demam disertai sklera ikterik, pada keadaan berat terjadi gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.

Pemeriksaan laboratorium klinik rutin tidak spesifik untuk leptospirosis, dan hanya menunjukkan beratnya komplikasi yang telah terjadi.


PEDOMAN TATALAKSANA KASUS DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM LEPTOSPIROSIS DI RUMAH SAKIT


Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira patogen. Zoonosis ini merupakan salah salah satu dari the emerging infectious diseases. dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia.

Gejala klinis leptospirosis yang tidak spesifik dan sulitnya tes laboratorium untuk konfirmasi diagnosis mengakibatkan penyakit ini seringkali tidak terdiagnosis.

Pejamu reservoar kuman leptospira adalah roden dan hewan peliharaan, dengan manusia sebagai hospes insidentil. Penularan terjadi secara langsung dari cairan tubuh hewan infeksius atau tidak langsung dari lingkungan terkontaminasi kuman leptospira. Penularan dari manusia ke manusia jarang namun dapat terjadi melalui hubungan seksual, air susu ibu dan sawar plasenta.

Menurut keparahan penyakit, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinik dan penanganannya, dibagi menjadi leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik.

Mayoritas kasus leptopirosis adalah anikterik yang terdiri dari 2 fase/stadium yaitu fase leptospiremia/ fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik.

Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat.

Manifestasi klinis berupa demam ringan atau tinggi yang bersifat remiten, mialgia terutama pada otot betis, conjungtival suffusion (mata merah), nyeri kepala, menggigil, mual, muntah dan anoreksia, meningitis aseptik non spesifik.

Gejala klinik leptospirosis ikterik lebih berat, yaitu gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan (penyakit Weil ). Selain itu dapat terjadi Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS), koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik sebagai penyebab kematian pasien leptospirosis ikterik.

Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien leptospirosis adalah oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi, ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis >12.900/ mm3, kelainan Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, dan adanya infiltrat pada foto pecitraan paru.


Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak, karena tidak terdiagnosis atau manifestasi klinis yang berbeda dengan orang dewasa.

Pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis, terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai), dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira( MAT, ELISA, tes penyaring).

Baku emas pemeriksaan serologi adalah MAT, suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi, dan dapat mengidentifikasi jenis serovar.

Pemeriksaan penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.

Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu :

Suspek, bila ada gejala klinis, tanpa dukungan tes laboratorium.

Probable, bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.

Definitif , bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positip, atau gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan hasil tes MAT / ELISA serial menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih.

Terapi leptospirosis mencakup aspek terapi aspek kausatif, dengan pemberian antibiotik Prokain Penisilin, Amoksisilin, Ampisilin, Doksisiklin pada minggu pertama infekasi, maupun aspek simtomatik dan suportif dengan pemberian antipiretik, nutrisi, dll.

Semua kasus leptospirosis ringan dapat sembuh sempurna, berbeda dengan leptospirosis berat yang mempunyai angka CFR tinggi, antara 5 ? 40%. Prognosis ditentukan oleh berbagai faktor seperti virulensi kuman leptospira, kondisi fisik pasien, umur pasien, adanya ikterik, adanya gagal ginjal akut, gangguan fungsi hati berat serta cepat lambatnya penanganan oleh tim medik.

Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi pada pejamu manusia.


PENGAMATAN GERAKAN LEPTOSPIRA DALAM URINE

DENGAN CARA SEDERHANA


A. Halim Mubin* Gatot Lawrence**

* Sub Bagian Penyakit Infeksi/Menular,

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNHAS;

** Bagian Patologi FK UNHAS; PETRI UjungPandang


ABSTRAK

Pemeriksaan sederhana dengan mikroskop biasa dapat dideteksi adanya Leptospira dalam urine tanpa atau dengan pewarnaan.

Pada preparat hidup dapat dilihat gerakan-gerakan maju, mundur atau rotasi mulai dari gerakan lambat sampai yang cepat. Umumnya bentuk spiralnya sulit tampak dengan pembesaran 10 x 40 kali. Leptospira yang bergerak cepat pada akhirnya berhenti bergerak dengan sendirinya. Sebagaian tampak membelah diri dengan cara terpotong melintang, sehingga terpisah menjadi mother dan daughter leptospira. Hanya sebagaian kecil yang bergerak dengan bentuk spiral yang jelas.

Morfologi leptospira lurus atau melengkung, bentuk spiralnya sulit kelihatan dan begitu pula ujungnya berupa kait (hook). Ukurannya panjangnya bervariasi antara pendek, sedang dan panjang. Beberapa tampak seperti Streptokokus.

Dengan pewarnaan Giemsa berwarna kemerah-merahan, dan dengan gram merah kebiru-biruan (gram negatif). Dibutuhkan penelitian lanjutan untuk menetapkan diagnosis leptospira pada seseorang.


ABSTRACT

Simple diagnostic method by using light microscopy can be used for detecting leptospira in the urine with or without staining. In a living specimen we can observe the movement i.e. forward, backward and rotating, as well as slow and fast. The morphology of leptospira is spiral and difficult to be observed under 10×40 magnification. The fast moving leptospira usually stop by itself. Some of them have a segmented body and evetually separated. Thereby a mother and daughter leptospira can be seen. The morphology usually straight, spiral with hook ending. The size varied from short, intermediate, and long. Some of them look like streptococcus. With Giemsa staining the germ looks pink, and Gram staining it will look blue ( Gram negative). Further study is needed to evaluate the characteristic and diagnostic approach of leptospira in human (J Med Nus 1996; 17:72-76).


Leptospira merupakan kelompok kuman yang dapat menyebabkan leptospirosis, termasuk penyakit zoonosis, yang patogen disebut Leptospira interrogans dan yang tidak petogen disebut Leptospira biflexa. Disebut interrogans karena bentuknya menyerupai tanda tanya (?) (interrogative : menanyai) (Sanford, 1984). Ada 3 serovar yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu Leptospira ictrerohaemorrhagiae pada tikus, Leptospira canicola pada anjing dan Leptospira pomona pada sapi dan babi. Yang paling sering menyebabkan penyakit berat (penyakit Weil) adalah Leptospira ictreromorrhagiae. Leptospira masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan urine yang mengandung Leptospira. Disamping itu dapat juga melalui kulit yang lecet atau melalui konyuktiva (Jacobs RA, 1995). Leptospira yang masuk tubuh manusia adalah patogen (Leptospira interrogans).

Untuk mengamati gerakan Leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Alat ini sulit disiapkan di daerah perifer, sehingga diagnosis sangat sulit dilacak, walaupun secara klinis prevalensi Leptospira dewasa ini semakin meningkat.


BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Bahan penelitian

Bahan pemeriksaan adalah urine segar penderita yang suspek penyakit Weil.

Cara pemeriksaan :

A. Pemeriksaan urine langsung


Sebanyak 5 ml urine segar dimasukkan ke dalam tabung sentrifus.

Urine dipusing dengan kecepatan 1000-1500 rpm selama 5-10 menit.

Supernatan tabung sentifus dibuang, sehingga endapan tersisa bersama dengan urine sebanyak 1-2 tetes. Dalam prakteknya tabung dituang saja selama 3 detik lalu kemudian tabung diletakkan pada rak tabung yang telah disediakan.

Dengan hati-hati satu tetes urine tersebut disedot dengan pipa pasteur, lalu diletakkan ke atas gelas obyek kemudian ditutup dengan kaca penutup yang agak kecil (berukuran 22×22 mm). Harus dijaga agar tetesan tidak terlalu banyak, supaya urine tidak melimpah setelah ditutup dengan kaca penutup.

Preparat tersebut langsung diperiksa tanpa pewarnaan di bawah microskope dengan pembesaran 10 x 40.

Cahaya diatur jangan sampai terlalu terang yang menyilaukan atau justru cahaya terlalu gelap, karena pada kedua keadaan tersebut leptospira tidak akan tampak. Jadi kekuatan cahaya yang diatur sedemikian rupa kira-kira sama kuatnya bila hendak melihat sedimen urine.

Karena Leptospira bergerak, maka untuk mengamatinya secara cermat sewaktu-waktu diperlukan perubahan fokus.

Leptospira yang tidak bergerak terlalu cepat dapat dilihat bentuknya lebih jelas pada pembesaran 10 X 100 dengan minyak emersi.


B. Pemeriksaan dengan pewarnaan

Dilakukan seperti langkah 1 sampai 3 di atas.

Urine yang diteteskan di atas kaca obyek dibuat preparat halus yang tipis lalu dikeringkan.

Setelah kering difiksasi dengan methanol

Setelah kering dengan methanol diberi pengecetan Giemsa atau Gram.


HASIL PENGAMATAN

Hasil dapat diperoleh dari pemeriksaan tanpa pewarnaan atau dengan pewarnaan.

A. Pemeriksaan tanpa pewarnaan

Pada pemeriksaan Leptospira tanpa pewarnaan akan tampak beberapa keadaan sebagai berikut :

Bentuk leptospira

Ukuran Leptospira tidak sama, bervariasi antara 2? – 24?. Ada tiga ukuran panjang yaitu:

Berukuran mini, hanya menyerupai kuman berbentuk batang, ukurannya 4-6? (lebar 0,1-0,2?).

Ukuran sedang 2-3 X ukuran mini

Ukuran terpanjang, biasanya ukurannya 2 x ukuran sedang

Sebagaian leptospira berbentuk menyerupai streptokokus, dimana yang berukuran mini hanya terdiri dari 2 koki


Gerakan Leptospira

Ditemukan bentuk-bentuk batang yang bergerak maju sesuai dengan sumbu memanjang.

Ada yang bergerak sangat lincah, sehingga cepat melintasi lapangan penglihatan pada pembesaran 10×40 apalagi pada pembesaran 10×100. (pada pembesaran 10×100 Leptospira sulit dilihat). Kadang-kadang ada yang tampak bergerak secara rotasi bila mengambil arah vertikal. Umumnya yang bergerak lincah berukuran mini.

Ada yang bergerak sangat lemah, hanya dengan pengamatan yang teliti dapat diamati gerakannya terutama pada pembesaran 10x 100.

Ada yang tidak bergerak. Kalau diamati agak lama, maka beberapa Leptospira yang aktif akhirnya akan berhenti bergerak.

Hanya sebagaian kecil leptospira yang bergerak dengan bentuk spiral yang jelas.

Beberapa bentuk leptospira dari urine penderita Penyakit Weil

Leptospira yang berukuran panjang bila bergerak sekali cukup laju dan jauh jangkauannya. Mereka kadang-kadang bergerak kesatu arah, tetapi bila mengalami hambatan sering bergerak ?mundur? tanpa mengubah haluan, namun kecepatan geraknya secepat gerakan maju. Bila diamati terus, maka Leptospira ukuran terpanjang ini merupakan dua Leptospira yang akan membelah secara melintang, dimana ?kepalanya? lebih dahulu lahir. Setelah ?aterm? keduanya aktif untuk memisahkan diri dengan adanya pemisahan antara kedua ?ekor?. Rupanya adanya gerakan ? maju? dan ? mundur? tersebut di atas sebagai akibat dari gerakan individu pertama ke depan, sementara individu kedua tertarik saja, dan bila ?mundur? berarti individu kedua yang maju sedangkan individu pertama diam dan mengikut saja. Jadi sebelum keduanya berpisah untuk membentuk individu masing-masing, mereka dapat bergerak bergantian atau bersamaan dengan arah yang berlawanan.

Gerakan-gerakan inilah yang akhirnya memisahkan antara mother dan dauhter Leptospira tersebut. Spiralisasi gerakan badannya tidak begitu jelas, kadang-kadang hanya tampak seperti bergetar saja.

B. Dengan Pewarnaan Giemsa dan Gram

Dengan pewarnaan Giemsa Leptospira akan tampak sebagai batang-batang kecil yang lurus atau melengkung berwarna kemerah-merahan, tidak berbentuk spiral. Dengan pengecetan Gram berwarna merah kebiru-biruan (Gram Negatif). Kita mesti hati-hati dengan hyphe jamur yang kadang-kadang juga ditemukan.


DISKUSI

Kebanyakan penulis mengemukakan bahwa Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap (dark-field microscopy), fase kontrast (phase contrast) atau dengan cara imunofluoresens dan tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa (light microscopy) (Alexander, 1983; McClain, 1985; Kempe, 1987). Leptospira muncul dalam urine pada minggu kedua penyakit dan dapat bertahan satu bulan atau lebih (Kempe, 1987).

Tidak jelasnya bentuk spiral dari Leptospira sewaktu bergerak mungkin karena spiralnya sangat halus (very fine spiral) (Jawetz, 1982). Tetapi jika diamati beberapa preparat akan tampak beberapa Leptospira bergerak dengan spiral jelas. Dan gerakan rotasi jelas tampak pada waktu Leptospira bergerak secara vertikal. Gerakan maju mundur (move forward and backward) dalam urine dapat ditemukan sebagaimana dikemukan oleh Alexander (1983), bila Leptospira berada dalam medium cair yang lain.

Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Hal mana akan terlihat lebih jelas pada pemeriksaan khusus dengan darkfield microscope (Jawets, 1982). Dengan scaning mikrograf elektron akan tampak kait dan spiralnya (Boyd and Hoerl, 1986). Dengan menggunakan mikroskop biasa struktur yang yang lebih kecil masih sulit terlihat dengan jelas.

Dalam keadaan tidak bergerak tanpa pewarnaan atau dengan pewarnaan atau dengan pewarnaan Giemsa atau Gram sebahagian Leptospira terkesan seperti streptokokus, sesuai dengan yang dikemukan potrais (pendekatan pribadi, seorang peneliti Belgia).

Ukuran Leptospira bervariasi antara 4-20? (Sparling dan Basemen, 1980; Joklik, 1984). Hal yang sama ditemukan pada penelitian ini ada yang berukuran mini, sedang dan panjang. Ukuran bervariasi dari 4 ? sampai 25 ?. Dengan pemeriksaan sederhana ini memungkinkan mengamati Leptospira pada pemeriksaan rutin urine dengan cukup mudah sambil dapat mengikuti gerakan-gerakannya.


KESIMPULAN

Leptospiruria mudah dideteksi dengan menggunakan mikroskop biasa dengan mengatur lapangan penglihatan redup (agak gelap) pada pembesaran minimal 10×40 atas preparat tanpa pewarnaan.

Adanya Leptospiruria dianggap positif bila ditemukan Leptospira yang bergerak minimal satu dalam satu lapangan penglihatan 10×40.

Leptospiruria belum dapat memastikan apakah Leptospira interrogans atau Leptospira biflexa.

Dengan pewarnaan Giemsa dan Gram sulit memastikan Leptospira karena bentuknya menyerupai hyphe jamur

Pemeriksaan leptospiruria tanpa pewarnaan lebih mudah mendeteksi Leptospira dari pada dengan pewarnaan Giemsa atau Gram.

Informasi tentang gerakan-gerakan Leptospira dalam urine dapat pula dilihat dalam Jurnal Medika Nusantara, 1996, vol 17, halaman 72-76.


BERATNYA LEPTOSPIRURI ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

BERAT-RINGAN JUMLAH/LP 10X40 POSITIFITAS

RINGAN 50-100 ++

BERAT >100 +++


RUJUKAN

Alexander AD : Leptospirosis, in infection diseases, Hoeprich PD (Ed), 3rt Ed, Harper & Row Publishers, Philadelphia, 1985, 751-759.

Boys RE and Hoerl BG : Spirochetal and curved rods, In Basic Medical Micribiology, 3rd, Little Brown co, Toronto, 1986, 593-612

Jacobs RA: International Disease Spirochetal, In Current Medical Diagnosis & Treatment, Tierney LM (Eds), 34th Ed, A Lange Medical Book, London 1995, 1197-1214.

Jawetz E, Melnick JL and Adelbergh EA: Spirochetes & Other Spiral Microorganisme, Review of Medical Microbiology, 15th Ed., Lange Medical Publications, California, 1982, 253-260.

Joklik WK, Willett HP, and Amos DB: Treponema Borrelia, and Leptospira, In Zinsser Microbiology, 18th Ed, Appleton?Century-Crofts, Norwalk, 1984, 728-739.

Kempe CH, Silver HK, O?brien O, et al: Leptospirosis, In Current Pediatric Diagnosis & Treatment 1987, 9th Ed, Appleton & Lange, Norwalk, 1987, 893-894.

McClaim JB : Leptospirosis, In Cecil Textbook of Medicine, Myngaarden JB and Smith LH (Eds), Vol-2, WB Saunder Co, Tokyo, 1985, 1666-1668.

Sanford JP : Leptospirosis, In Hunter?s Tropical Medicine, 16th Ed, Stricland GT (Ed), WB Saunders Co, Tokyo, 1984, 262-270.

Sparling PF and Baseman JB: The Spirochetes, In Microbiology, 3rd Ed, Davis BD (Eds), Harper International Ed, Philadelphia, 1980, 751-762

BACA SELENGKAPNYA - LEPTOSPIRA

Kepemimpinan dalam Keperawatan

Kepemimpinan dalam Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan, tantangan, dan peluang sedang dihadapi oleh sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Pada era global seperti saat ini, perubahan dalam sistem dan tatanan pelayanan kesehatan telah mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kesehatan. Salah satu dampak dari perkembangan iptek kesehatan adalah menjadi tingginya biaya pelayanan dan pemeliharaaan kesehatan.
Tingginya biaya kesehatan ini berdampak negatif terhadap ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang memadai untuk golongan masyarakat menengah kebawah, meningkatnya pembayaran premi asuransi kesehatan dan menurunnya cakupan fasilitas dalam asuransi kesehatan, serta terjadinya perubahan perilaku para pelaku yang terlibat dalam pelayanan kesehatan.
Salah satu pelaku yang terlibat dalam sistem pelayanan kesehatan adalah tim kesehatan termasuk tenaga keperawatan. Tenaga keperawatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan harus senantiasa memberikan pelayanannya secara kontinyu dan konsisten selama 24 jam. Mereka menghadapi berbagai masalah kesehatan yang dialami oleh pasien atau keluarganya. Disamping itu, mereka juga harus memfokuskan pelayanannya pada keberlangsungan kegiatan pelayanan itu sendiri.
Mereka sendiri mengalami berbagai respon fisik dan psikologis yang tidak dapat diabaikan karena akan mempengaruhi kinerjanya sehari-hari. Untuk itu, mereka memerlukan pemimpin yang melalui proses kepemimpinannya mampu mengendalikan, memotivasi, bertindak sebagai layaknya pemimpin yang diharapkan, dan menggali potensi yang dimiliki stafnya untuk dibantu dikembangkan.
Dalam rangka Pembangunanan Kesehatan Masyarakat tidak lepas dengan permasalahan angka kesakitan. meningkatnya angka kesakitan pada masyarakat dimungkinkan oleh meningkatnya suatu penyakit di masyarakat, kurangnya kegiatan perawatan kesehatan masyarakat oleh petugas , kesalahan data (kurang akuratnya data) adanya lingkungan yang tidak sehat dan bersih.
Bertolak dari pernyataan di atas, ternyata dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan untuk menurunkan angka kesakitan pada masyarakat khususnya pada keluarga rawan. Kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat sangat mempengaruhi di dalam menentukan tingkat keberhasilan pelayanan kesehatan masyarakat.



Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat ( Perkesmas ) dapat memberikan bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawasan kepada infividu, keluarga kelompok khusus serta masyarakat yang mempunyai permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh ketidaktahuan, ketidakmauan, serta ketidakmampuan mereka dalam rangka mengatasi masalah kesehatan. Kegiatan ini dalam pelaksanaan tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait dengan program puskesmas lainnya.
Koordinator Perkesmas adalah seorang peawat yang memimpin peugas lain (perawat dan bidan) mempunyai kompetensi untuk melakukakan upaya manajemen kepemimpinan guna meningkatkan upaya perawatan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. KEPEMIMPINAN KONTEMPORER DALAM KEPERAWATAN
Keperawatan pada saat ini tengah mengalami beberapa perubahan mendasar baik sebagai sebuah profesi maupun sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat dimana tuntutan masyarakat pada keperawatan agar berkontribusi secara berkualitas semakin tinggi.
Sebagai sebuah profesi, keperawatan dihadapkan pada situasi dimana karakteristik profesi harus dimiliki dan dijalankan sesuai kaidahnya. Sebaliknya, sebagai pemberi pelayanan, keperawatan juga dituntut untuk lebih meningkatkan kontribusinya dalam pelayanan kepada masyarakat yang semakin terdidik, dan mengalami masalah kesehatan yang bervariasi serta respon terhadap masalah kesehatan tersebut menjadi semakin bervariasi pula.
Oleh karena itu, pada saat ini diperlukan kepemimpinan yang mampu mengarahkan profesi keperawatan dalam menyesuaikan dirinya ditengah-tengah perubahan dan pembaharuan sistem pelayanan kesehatan. Kepemimpinan ini seyogyanya yang fleksible, accessible, dan dirasakan kehadirannya, serta bersifat kontemporer.
Kepemimpinan kontemporer merupakan sifat kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam situasi saat ini yang mengandung beberapa konsep dasar penting dimana fungsi kepemimpinan ini dijalankan. Beberapa konsep itu antara lain leadership is an art of giving; motivational leadership; entrepreneurship; managing time, stress, and conflict; dan planned change oleh pemimpin visioner dan futuristic (Swansburg & Swansburg, 1999; Rocchiccioli & Tilbury, 1998). Kelima konsep ini hanya sebagian dari berbagai konsep yang mewarnai kepemimpinan kontemporer.
Kepemimpinan merupakan seni untuk seorang pemimpin melayani orang lain (leadership is an art of giving), memberikan apa yang dimiliki untuk kepentingan orang lain. Sebagai pemimpin, ia menempatkan dirinya sebagai orang yang bermanfaat untuk orang lain. Belum banyak pemimpin dalam keperawatan saat ini yang dapat memahami konsep ini secara mendalam.
Hal ini karena mereka lebih memahami paradigma lama dimana setiap pemimpin yang sedang menjalankan fungsi kepemimpinannya harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari yang lain dan mereka merasa memiliki hak untuk dilayani (deserve to be served).
Motivational leadership seyogyanya dimiliki oleh setiap pemimpin dalam keperawatan. Situasi saat ini dimana banyak terjadi perubahan dan juga tantangan telah memberikan kecenderungan pada para pelaksana keperawatan untuk lebih mudah merasa lelah dan cepat give up sehingga ketika dihadapkan pada suatu masalah akan cepat merasa putus asa.
Untuk itulah diperlukan sosok pemimpin yang mampu secara konsisten memberikan motivasi kepada orang lain dan memiliki kualitas kunci (Rocchiccioli & Tilbury, 1998) meliputi kemampuan akan pengetahuan dan ketrampilan (memimpin dan teknis), mengkomunikasikan ide secara efektif, percaya diri, komitmen tinggi, pemahaman tentang kebutuhan orang lain, memiliki dan mengatur energi, serta kemampuan mengambil tindakan yang dirasakan perlu untuk memenuhi kepentingan orang banyak.
Dalam mengantisipasi masa depan, pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya memerlukan kemampuan entrepreuner yang efektif termasuk didalamnya kemampuan bargaining, negosiasi, marketing, penghargaan terhadap keberadaan stakeholder (Chowdury, 2003) internal maupun eksternal.
Kemampuan ini merupakan landasan untuk pemimpin melakukan upaya peningkatan, memperkenalkan kepada pasar siapa diri dan organisasinya serta menilai berbagai asupan dan umpan balik dari lingkungan sebagai hal yang penting dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, pemimpin seperti ini perlu untuk mengenali lebih mendalam masyarakat dimana ia memimpin baik didalam maupun diluar. Ia juga selayaknya mengenali keinginan lingkungan tentang keluaran yang dihasilkan organisasi melalui kepemimpinannya.
Seorang pemimpin keperawatan tidak akan berhasil melakukan fungsinya apabila tidak memiliki kemampuan mengatur waktu, mengendalikan stress baik yang dialaminya maupun orang lain (bawahan), dan juga mengatasi konflik yang terjadi baik internal maupun eksternal, baik individual, maupun kelompok (managing time, stress, and conflict). Kepemimpinan dalam keperawatan memerlukan seseorang yang memiliki kriteria ini.
Hal ini karena dalam kegiatan keseharian, seorang pemimpin sangat memperhitungkan waktu bukan hanya untuk mengatur kegiatan rutin saja, melainkan juga memperhitungkannya ketika pengambilan keputusan penting untuk organisasi dan masa depannya.
Selain itu, stress kerja pada umumnya dialami banyak karyawan maupun pemimpin karena adanya tekanan dalam berbagai hal mulai dari ketersediaan waktu, keinginan menghasilkan sesuatu yang berkualitas, dan keterbatasan sumber, serta upaya melakukan sinergi positif dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuan. Untuk itu, setiap pemimpin keperawatan seyogyanya memahami konsep pengendalian stress agar dapat tetap mengarahkan orang yang dipimpinnya kearah produktifitas yang tinggi.
Demikian pula ketika seorang pemimpin melihat terjadinya konflik dalam bekerja, ia seyogyanya memiliki pengetahuan dasar tentang konflik dan pendekatan untuk menyelesaikannya tanpa harus mengorbankan salah satu pihak yang berkonflik.
Konsep kelima yang cukup penting adalah kemampuan kepemimpinan yang melibatkan ketrampilan menginisiasi perubahan/pembaharuan secara terrencana (planned change). Kepemimpinan dalam keperawatan memerlukan seseorang pemimpin yang mampu membawa perubahan/pembaharuan tanpa menimbulkan kecemasan dan ketidak pastian situasi akibat perubahan/pembaharuan tersebut pada orang yang terlibat didalamnya.
Konsep ini seyogyanya mendasari sifat kepemimpinan yang visioner dan futuristic. Hal ini karena pemimpin yang berorientasi ke masa depan dan mengetahui pilihan masa depan yang terbaik untuk bawahannya akan mampu membawa perubahan/pembaharuan kedalam kehidupan kerja para bawahannya dengan sebaik-baiknya melalui perencanaan yang matang dan waktu yang tepat.

B. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Menurut Sullivan dan Decker Kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya. Kepemimpinan merupalan interaksi antar kelompok, proses mempengaruhi kegiatan suatu organisasi dalam pencapaian tujuan. Claus dan Bailey dalam Lancaster mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu kelompok kegiatan yang mempengaruhi anggota kelompok, bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan. Stogdill mendefinisikan sebagai suaru proses mempengaruhi aktivitas kelompok terorganisasi dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan
Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan organisasi. Kadang-kadang ada kecenderungan menggunakan istilah kepemimpinan dan manajemen untuk pengertian yang sama. Sebenarnya kedua istilah ini mempunyai pengetian yang berbeda. Manajemen merupakan pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber yang ada melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pencapaian tujuan. Sebaliknya konsep kepemimpinan menekankan pada proses perilaku yang berfungsi di dalam dan di luar sutu organisasi. Dalam konteks organisasi, kepemimpinan terutama menekankan pada funsi pengarahan yang meliputi memberitahu, menunjukkan dan memotivasi bawahan. Fungsi manajemen ini sangat terkait dengan faktor manusia dalam suatu organisasi yang mencakup interaksi antar manusia dan berfokus pada kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penggunaan keterampilan seorang pemimpin (perawat) dalam mempengaruhi perawat lain dibawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Setiap perawat mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namum keterampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat ditingkatkan.

C. PENERAPAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN
Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan. Menurut Kron, kegiatan tersebut meliputi :
1. Perencanaan dan Pengorganisasian
Pekerjaan dalam suatu ruangan hendaknya direncakan dan diorganisasikan. Semua kegiatan dikoordinasikan sehingga dapat dikerjakan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang benar. Sebagai seorang kepala ruangan perlu membuat suatu perencanaan kegiatan di ruangan.
2. Membuat Penugasan dan Memberi Penghargaan
Setelah membuat penugasan, perlu diberikan pengarahan kepada para perawat tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan secara singkat dan jelas. Dalam memberi pengarahan, seorang pemimpin harus mampu membaut seseorang memahami apa yang diarahkan dan juga mempunyai tanggung jawab untuk melihat apakah pekerjaan tersebut dikerjakan dengan benar. Untuk ini diperlukan kemampuan dalam hubungan antar manusia dan teknik-teknik keperawatan.
3. Pemberian bimbingan
Bimbingan merupakan unsur yang poenting dalam keperawatan. Bimbingan berarti menunjukkan cara menggunakan berbagai metoda mengajar dan konseling. Bimbingan yang diberikan meliputi pengetahuan dan keterampilan dalam keperawatan. Hal ini akan membantu bawahan dalam melakukan tugas mereka sehingga dapat memberikan kepuasan bagi perawat dan klien.
4. Medorong Kerjasama dan Partisipasi
Kerjasama diantara perawat perlu ditingkatkan dalam melaksanakan keperawatan. Seorang pemimpin perlu mennyadari bahwa bawahan bekerjasama dengan pemimpin bukan untuk atau dibawah pimpinan. Kerjasama dapat ditingakatkan melalui suasana demokrasi dimana setiap individu/perawat mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, dan mereka mendapat pujian serta kritik yang membangun. Bawahan perlu mengetahui bahwa pemimpin mempercayai kemampuan mereka. Hubungan antar manusia yanng baik dapat meningkatkan kerjasama. Disamping itu setiap individu dalam kelompok diusahakan untuk berpartisipasi. Hal ini akan membuat setiap perawat merasa dihargai termasuk bagi mereka yang sering menarik diri atau yang pasif. Partisipasi setiap perawat dapat berbeda-beda, tergantung kemampuan mereka.
5. Kegiatan Koordinasi
Pengkoordinasian kegiatan dalam suatu ruangan merupakan bagian yang penting dalam kepemimpinan keperawatan. Seorang pemimpin perlu mengusahakan agar setiap perawat mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu ruangan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah melaporkan kepada atasan langsung tentang pencapaian kerja bawahan. Agar dapat melakukan koordinasi dengan efektif, diperlukan suatu perencanaan yang baik dan penggunaan kemampuan setiap individu dan sumber-sumber yang ada.
6. Evaluasi Hasil Penampilan Kerja
Evaluasi hasil penampilan kerja dilakukan melalui pengamatan terhadap staf dan pekereaan mereka. Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menganalisa kekurangan dan kelebihan staf sehingga dapat mendorong mereka mempertahankan pekerjaan yang baik dan memperbaiki kekuranngan yanng ada. Agar seorang pemimpin dapat menganalisa perawat lain secara efektif, ia juga harus dapat menilai diri sendiri sebagai seorang perawat dan seorang pemimpin secara jujur.
Melalui kegiatan-kegiatan ini diharapkan seorang kepala ruangan dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Dalam melaksanakan pelayanan dan asuhan keperawatan, kepala ruangan sebagai seorang pemimpin bertanggungjawab dalam :
a. Membantu perawat lain mencapai tujuan yang ditentukan
b. Mengarahkan kegiatan-kegiatan keperawatan
c. Tanggungjawab atas tindakan keperawatan yang dilakukan
d. Pelaksanaan keperawatan berdasarkan standar
e. Penyelesaian pekerjaan dengan benar
f. Pencapaian tujuan keperawatan
g. Kesejahteraan bawahan
h. Memotivasi bawahan


BAB III
PERMASALAHAN

Kegiatan perkesmas di Puskesmas Haur Gading sudah dilaksanakan setahap demi setahap dimana dalam pelaksanaanya masih belum optimal. Dari hasil pencapaian perhitungan kegiatan Puskesmas menurut penilaian dari target Stratifikasi kegiatan Puskesmas tahun 2001 masih belum mencapai sasaran yang diharapkan baik dalam jumlah pencapaian secara keseluruhan, maupun cakupan pencapaian kasus utama seperti penanganan kasus resiko tinggi dan kasus-kasus lainnya pada keluarga rawan. Hal tersebut disebabkan kurangnya kemampuan/keterampilan petugas khususnya bidan dan perawat dalam rangka melaksanakan kegiatan Perkesmas.
Dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara di temui adanya permasalahan yang dirasakan cukup menggangu kelancaran pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat, yaitu :
A. Kurangnya Kerjasama Lintas Program.
Disamping petugas Puskesmas perawat kesehatan bidan koordinator dan bidan-bidan desa sebagai unsur pelaksana ada unsur lain yang terkait antara lain : KIA, P2M, termasuk Imunisasi dan Gizi Hubungan dan program puskesmas serta program terkait lainya selama ini dirasakan masih belum begitu mantap, hal ini disebabkan Program Puskesmas belum dimanfaatkan secara optimal oleh program lain. Dalam hal ini masih berjalan sendiri-sendiri dan dapat dilihat dari perbedaan data hasil kegiatan dari masing-masing program yang mempunyai sasaran yang sama.
Adapun program/kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Puskesmas Haur Gading adalah sebagai berikut :
1. Kesehatan Ibu dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga.
4. Kesehatan Lingkungan.
5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular.
6. Pengobatan.
7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
8. Kesehatan Sekolah.
9. Perawatan Kesehatan Masyarakat.
10. Kesehatan Gigi dan Mulut.
11. Kesehatan Jiwa.
12. Laboratotium sederhana.
13. Pencatatan dan Pelaporan dalam rangka sistem informasi.
14. Kesehatan Manula.
15. Apotik.

B. Kurangnya Sarana dan Prasarana.
Dalam melaksanakan program Perawatan Kesehatan Masyarakat diperlukan sarana dan prasarana khusunya perawatan medis dan ruangan untuk melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan program Puskesmas. Sedikitnya jumlah ruangan dan sempinya ruangan di Puskesmas Haur Gading menyebabkan banyaknya program di Puskesmas menjadi satu pada satu ruangan dengan keadaan yang penuh sesak sehingga untuk kegiatan pencatatan dan pelporan agak lambat.Adapun jumlah ruangan di Puskesmas Haur Gading berjumlah 9 ruangan yang terdiri dari 1 aula, 1 untuk kegiatan KIA, KB, 1 ruangan apotik, 1 ruangan kartu, 1 ruangan kamar periksa dan kamar suntik, 1 ruangan untuk program gizi, TB-Paru/SPA. Kesehatan Gizi dan Mulut serta ruangan Komputer, 1 ruangan untuk gudang obat dan gudang perlengkapan lain, 1 ruangan untuk lab. sederhana, ruang aula digunakan untuk kegiatan Tata Usaha, rapat, ruang tamu, dan untuk program Kesehatan sekolah, Program Puskesmas, Program P2 Malaria /P2 Kusta, Program P2 Diare, Perpustakaan Untuk Progaram Imunisasi dan program kesehatan lingkungan meminjam ruangan pada rumah paramedis yang tidak ditempati. Ukuran ruangan rata-rata 2 m x 3m. Sedangkan untuk ruangan aula berukuran 4m x 5m. Selama ini untuk penyediaan perawatan medis dipunyai oleh koordinator puskesmas saja.
C. Kurangnya kemampuan dan Keterampilan
Selama ini petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat yang melibatkan banyak petugas yaitu perawat, bidan koordinator dan bidan-bidan desa belum ada mendapat pelatihan khusus program puskesmas melainkan hanya berupa pembinaan dan bimbingan,sehingga dalam melaksanakan kegiatan hasilnya belum sesuai dengan sasaran yang diharapkan baik dari segi cakupan maupun dari segi kelancaran pencata
tan dan pelaporan.
Sebagaimana di ketahui bahwa kegiatan Perkesmas uaitu untuk mencapai hasil/cakupan dari program tersebut yang di targetkan dalam tahun 2001 berjumlah 349 kk. Jadi dalam satu bulan 29 kk, hanya bisa dicapai kurang lebih 14 kk. Dan yang dibina atau mencapai keluarga mandiri tingkatan berjumlah 164 kk. Untuk kegiatan dapat didlihat pada tabel 1 di bawah ini.
HASIL KEGIATAN PROGRAM PERKESMAS PKM HAUR GADING TAHUN 2001
KEGIATAN HASIL ANGKA ANGKA
STANDAR CAKUPAN
PembinaanKeluarga/Kelopok
khusus
Jml.Kelg.rawan yg dibina
Frekwensi kunjungan ke Panti asuhan/wredha
241 227 106
Jml.Kunj.ke Panti Asuhan/Wredha (X) 6
Jml Panti Asuhan/Wredha (Y) 1
Frekwensi Penaganan tindak lanju penderita
Panti Asuhan (X)/(Y) 6 6 100
Jumlah penanganan tindak lanjut pen
derita (follow –up care) 21 21 100
Penanganan Kasus (Penderita)
i. Jml.Kasus resiko tinggi di rumah
124 309 40
ii. Penanganan kasus di Puskesmas dengan
tempat tidur.
Jml.Tempat Tidur (TT) 0
Jml.Hari Perawatan (HP) 0
HP X 100 %
TT X 365

D. Kurangnya Motivasi Kerja Petugas.
Masalah kurangnya motivasi kerja petugas akan mengakibatkan kelancaran tugas akan terhambat. Hal ini dapat dilihat dan aktif tidaknya petugas (bidan dan perawat) menjalankan tugasnya selain dari lancar tidaknya pelaporan yang dikirim kepada koordinator Puskesmas di Puskesmas. Selama ini khususnya untuk kelancaran pelaporan tidak berjalan denganlancar. Hal ini menunjukan bahwa petugas pembina seakan-akan tidak membina desanya. Adapun jumlah petugas yang melaksanakan kegiatan Puskesmas Haur Gading terdiri dari perawat 5 orang, Bidan Koordinator 1 orang, bidan desa 9 orang yang membina 17 desa di wilayah kerja Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara dengan jumlah penduduk sebanyak 13108 jiwa, secara perdesa dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Jumlah Penduduk Menurut Desa di Wilayah KerjaPuskesmas Haur GadingTahun 2001
NAMA DESA JUMLAH PENDUDUK
Pihaung 1005
Haur Gading 637
Keramat 607
Sungai Limas 953
Palimbang Sari 622
Palimbang Gusti 1191
Palimbangan 1111
Loksoga 677
Sungai Binuang 647
Penawakan 1051
Tangkawang 708
Waringin 607
Tahuran 756
Teluk Haur 488
Pulantani 730
Tambak Sari Panji 673
Jingah Bujur 645
Jumlah 13.108


BAB IV
KEADAAN YANG DIINGINKAN
Dengan mengamati masalah-masalah yang menyebabkan kurangnya pelaksanaan adalah perawat dan bidan pada Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara, maka ada beberapa hal yang menjadi acuan dalam upaya meningkatkan pelaksanaan kegiatan Purkesmas dimasa yang akan datang. Adapun harapan dari keadaan yang diinginkan dimasa yang akan datang adalah :
A. Terwujudnya Peningkatan Kerjasama Lintas Program.
Dengan sudah dilaksanakannya pelatihan petugas perawatan kesehatan masyarakat. Petugas dari perogram terkait sudah memahami dan mengerti tentang pelaksanaan dari Program Puskesmas. Bahwa program Puskesmas sangat mendukung untuk program puskesmas lainnya tertutama dalam pencapaian cakupan program Kesehatan Ibu dan Anak dan program Pemberantasan Penyakit menular temasuk Imunisasi.Program KIA dan Imunsasi adalah program primadona bagi Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara. Untuk program KIA dalam hal pencapaian cakupan K.1 dan K.4, sedangkan untuk pelayanan program Imunisasi petugas Puskesmas melakukan pembinaan pada keluarga DO (Drop Out).Dari program Gii petugas Puskesmas membantu dalam hal pembinaan kelarga yang mempunyai bayi, anak balita, yang berat badannya berada dibawah garis merah (Balita BGM) dan ibu hamil /ibu nifas yang kekuranan enegi sera membantu dalam hal pelaksanaan pemberian makanan tambahan (PMT). Untuk program pemberantasan Penyakit Menular (P2M) petugas Puskesmas membantu memberikan bimbingan serta tindak lanjut untuk kasus-kasus penyakit menular maupun tidak menular.
B. Tersedianya Sarana dan Prasaran.
Dengan terpenuhinya sarana dan prasarana khususnya peralatan medis dan ruangan yang memadai dalam melaksanakan kegiatan akan menimbulkan suasana yang nyaman dan leluasa sehingga dapat membuat jiwa kita menjadi tenang. Adanya peralatan medis khusus untuk kegiatan program Puskesmas yang dipunyai oleh masing-masing petugas (bidan dan perawat) akam memudahkan kegiatan Puskesmas di masyarakat. Dan program perawatan kesehatan masyarakat bisa berjalan dengan lancar.

C. Terwujudnya Peningkatan Kemampuan /Keterampilan Petugas.
Seperti sudah diuraikan pada bab terdahulu bahwa kendala/hambatan yang ditemui dalam upaya peningkatan pelaksanaan kegiatan Perkesmas pada Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara adalah faktor manusia sebagai pelaksana yang mempunyai kelemahan, yaitu kurangnya kemampuan/keterampilan petugas untuk melaksanakan tugas keperawatan.
Sebagai pendukung kelancaran dan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan Puskesmas bagi petugas bagi petugas khususnya perawat, bidan dan bidan-bidan didesa perlu adanya pelatihan, pembinaan yang terus menerus oleh atasan langsung atau dari pihak yang berkepentingan, melaksanakan petunjuk teknis pelajaran.
Dengan adanya usaha tersebut diatas diharapkan akan meningkatkan kemampuan/keterampilan bagi petugas Puskesmas, sehingga kegiatan puskesmas dapat dilaksanakan secara optimal dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan, baik disegi pelayanan terhadap masyarakat maupun disegi pelayanan terhadap masyarakat maupun disegi pencapaian cakupan/hasil kegiatan.
D. Terwujudnya Motivasi Kerja Petugas.
Terwujudnya motivasi kerja dalam melaksanakan kegiatan Puskesmas tidak lepas dari kemampuan/keterampilan petugas serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung. Hal ini secara tidak langsung membantu memotivasi petugas untuk melaksanakan tugas dengan baik. Motivasi kerja petugas dilihat dari keaktifan petugas dalam membina desa binaan.


BAB V
UPAYA PEMECAHANNYA

A. Identifikasi Masalah.
Menurunya derajat kesehatan masyarakat dalam rangka kegiatan Puskesmas diakibatkan oleh meningkatnya angka kesakitan pada keluarga sasaran khususnya keluarga rawan, keluarga yang rentan terhadap masalah kesehatan. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor, antara lain :
1. Meningkatnya suatu penyakit di masyarakat.
2. Kurangnya kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat oleh petugas.
3. Kurang akuratnya data yang tersedia
4. Lingkungan yang tidak sehat dan bersih.
Selanjutnya dapat diidentifikasi masalah yang berhubungan langsung dengan masalah utama tersebut di atas adalah kurangnya kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat oleh petugas yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Kurangnya kerjasama lintas program terkait.
2. Kurangnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
3. Kurangnya kemampuan/keterampilan petugas (bidan dan pada perawat)
4. Kurangnya motivasi petugas.

B. Sasaran.
Dengan adanya identifikasi masalah diatas, maka penulis dapat mengemukakan sasaran yang ingin dicapai dalam rangka menuju pemecahan masalah . Adapun sasaran yang dimaksud adalah seperti di bawah ini.
Terwujudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka kegiatan Perkesmas diakibatkan dari tercapainya penurunan angka kesakitan pada keluarga rawan yang rentan terhadap masalah kesehatan. Penurunan angka kesakitan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Tertanggulanginya suatu penyakit di masyarakat
2. Terwujudnya peningkayan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat oleh petugas (bidan dan perawat).
3. Tersedianya keakuratan data.
4. Terwujudnya lingkungan yang sehat dan bersih
Sedangkan yang menyebabkan terwujudnya peningkatan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat oleh petugas adalah :
1. Terwujudnya peningkatan kerjasama lintas program terkait.
2. Tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
3. terwujudnya peningkatan kemampuan/keterampilan petugas (bidan dan perawat).
4. Terwujudnya motivasi kerja petugas.

C. Alternatif Pemecahan.
Selanjutnya guna mengidentifikasi pemecahan masalah dan penetuan sasaran yang ingin dicapai, maka perlu dibuat beberapa alternatif sebagai acuan untuk menuju rangkaian pemecahan masalah sehingga terwujudnya peningkatan kemampuan /keterampilan petugas Perkesmas khususnya perawat, bidan, dan bidan-bidan desa melalui kegiatan-kegiatan seperti :
1. Melaksanakan study banding ke puskesmas teladan.
2. Melaksanakan pelatihan petugas perkesmas.
3. Melaksanakan pembinaan.
4. Melaksanakan pembuatan petunjuk teknis pelajaran.
Dari beberapa kegiatan tersebut diatas kegiatan yang bisa dilaksanakan dan berpengaruh langsung terhadap peningkatan kemampuan/keterampilan petugas Perkesmas yaitu kegiaatan pelatihan bagi perawat, bidsan dan bidan-bidan desa selaku pelaksana kegiatan Perkesmas.
Dengan adanya peningkatan kemampuan/keterampilan petugas Perkesmas oleh petugas yang selanjutnya akan memungkinkan tercapainya penurunan angka kesakitan pada keluarga rawan yang rentan terhadap maslah kesehatan dan pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Dengan adanya strategi pemecahan masalah dari sasaran yang diharapkan, dapatlah ditentukan sasaran umum dan sasaran khusus dari rencana kerja yang ingin dicapai. Adapun sasaran umum dan saran khusus yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Sasaran Umum :
Terwujudnya peningkatan kemampuan /keterampilan petugas Perkesmas melalui pelaksanaan pelatihan petugas Perkesmas.
2. Sasaran Khusus :
Terwujudnya peningkatan kemampuan /keterampilan petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat (bidan dan perawat) sebanyak 15 orang melalui pelaksanaan pelatihan petugas Perkesmas

D. Langkah-Langkah Kegiatan.
Kegiatan yang kiranya diselenggarakan guna mencapai sasaran adalah dengan melaksanakan pelatihan petugas perawatan Kesehatan Masyarakat untuk mewujudkan peningkatan kemampuan/keterampilan bidan perawat pada Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amunai Utara.
Kegiatan tersebut diatas pelaksanaannya dapat dibagi menjadi beberapa tahapan kegiatan antara lain :
a. Persiapan yang terdiri dari pembentukan panitia, pencairan dana, pembuatan jadwal, penyiapan perlengkapan serta pemberitahuan peserta pelatihan.
b. Pelaksanaan terdiri dari pembukaan pelatihan, penyajian materi serta penutup.
c. Pengendalian meliputi pemantauan, penilaian serta pelaporan dari semua kegiatan yang dilaksanakan.


BAB VI
KESIMPULAN

1. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat.
2. Jangkauan pelayanan kesehatan pada masyarakat didtitikberatkan pada skala prioritas dari upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan.
3. Kegiatan Perkesmas adalah suatu bidang dalam keperwatan dan kesehatan masyarakat yang merupakan perpaduan keduanya dengan dukungan peran serta aktif masyarakat, mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai satu kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam kesehatannya.
4. Kegiatan Perkesmas dapat memberikan andil didalam menunjang kegiatan pokok Puskesmas lainnya.
5. Angka kesakitan pada keluarga rawan yang rentan terhadap masalah kesehatan dipengaruhi oleh kegiatan perawatan kesehatan masyarakat yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas lainnya.
6. Cakupan pencapaian hasil kegiatan Perkesmas masih belum mencapai sasaran yang diharapkan, ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan/ keterampilan petugas (bidan dan perawat) Perkesmas.
7. Untuk menanggulangi permasalahan dihadapi maka koordinator Perkesmas perlu melakukan upaya manajemen keperawatan (kepemimpian dalam keperawatan) seperti mengadakan pelatihan bagi petugas khususnya perawat, bidan dan bidan-bidsan desa yan gmembina desa dalam rangka kegiatan Perkesmas guna meningkatkan kegiatan tersebut.
8. Langkah-langkah pemecahan masalah disusun berdasarkan Pola Kerja Terpadu dari identifikasi maslah, sasaran, alternatif pemecahan masalah dan langkah-langkah kegiatan yang terdiri dari matrik rincian kerja/kegiatan, paket kerja dan penjadwalan.
9. Semua kegiatan yang dilaksanakan merupakan upaya yang terarah pada tujuan akhir yakni terwuudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.


Kepemimpinan dalam Keperawatan
DAFTAR RUJUKAN
Elly Nurachmah, Prof Dra DNSc. 2005. Leadership dalam Keperawatan. tersedia www.pdpersi.co.id
Bahtiar Latif. 2008. Kepemimpinan dalam Keperawatan. tersedia www.tiarsblog.blogspot.com
Laporan Tahunan Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara Tahun 2001.
Materi Pelatihan Administrasi Umum Kabupaten HuluSungai Utara Tahun 2002
http://askep-askeb.cz.cc/
BACA SELENGKAPNYA - Kepemimpinan dalam Keperawatan

ASKEP FRAKTUR CRURIS

ASKEP FRAKTUR CRURIS

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

II. JENIS FRAKTUR

a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.

b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang

c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit

d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.

e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak.

f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen

h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam

i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)

j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.

III. ETIOLOGI



a. Trauma

b. Gerakan pintir mendadak

c. Kontraksi otot ekstem

d. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

V. MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema

b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah

c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur

d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya

b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap

c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

VII. PENATALAKSANAAN

a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.

b. Imobilisasi fraktur

Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

? Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan

? Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri

? Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau

? Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah

VIII. KOMPLIKASI

a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.

b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

IX. PENGKAJIAN

1. Pengkajian primer

- Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

- Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

- Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

2. Pengkajian sekunder

a.Aktivitas/istirahat

? kehilangan fungsi pada bagian yangterkena

? Keterbatasan mobilitas

b. Sirkulasi

? Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

? Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

? Tachikardi

? Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

? Cailary refil melambat

? Pucat pada bagian yang terkena

? Masa hematoma pada sisi cedera

c. Neurosensori

? Kesemutan

? Deformitas, krepitasi, pemendekan

? kelemahan

d. Kenyamanan

? nyeri tiba-tiba saat cidera

? spasme/ kram otot

e. Keamanan

? laserasi kulit

? perdarahan

? perubahan warna

? pembengkakan lokal

X. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler

Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan

Kriteria hasil:

? Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

? Mempertahankan posisi fungsinal

? Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit

? Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi:

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit

c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit

d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak

e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas

g. Ubah psisi secara periodik

h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

b.Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang

Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan

Kriteria hasil:

? Klien menyatajkan nyei berkurang

? Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat

? Tekanan darahnormal

? Tidak ada eningkatan nadi dan RR

Intervensi:

a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri

b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring

c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan

d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi

e. Jelaskanprosedu sebelum memulai

f. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif

g. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan

h. Observasi tanda-tanda vital

i. Kolaborasi : pemberian analgetik

C. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan

Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan

Kriteria hasil:

? Penyembuhan luka sesuai waktu

? Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi:

a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae

b. Monitor suhu tubuh

c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol

d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh

e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan

f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol

g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi

h. Kolaborasi emberian antibiotik

BACA SELENGKAPNYA - ASKEP FRAKTUR CRURIS

ELEKTROKARDIOGRAM ( EKG )

ELEKTROKARDIOGRAM ( EKG )

Elektrokardiogram atau yang biasa kita sebut dengan EKG merupakan rekaman aktifitas kelistrikan jantung yang ditimbulkan oleh sistem eksitasi dan konduktif khusus jantung.

Jantung normal memiliki impuls yang muncul dari simpul SA kemudian dihantarkan ke simppul AV dan serabut purkinje. Perjalanan impuls inilah yang akan direkam oleh EKG sebagai alat untuk menganalisa kelistrikan jantung.

Sebelum perawat menggunakan EKG pada klien, maka perawat harus menjelaskan tujuan dan prosedur dari pemasangan EKG ini. Klien diminta untuk berbaring setenang mungkin selama tes berlangsung.

EKG dilaksanakan dengan klien dalam posisi supine dengan dada terbuka. Sebelum menempelkan elektroda, kulit klien dibersihkan dahulu menggunakan swab alkohol untuk mengurangi minyak yang ada di permukaan kulit dan untuk meningkatkan kontak elektroda yang akan digunakan, selain itu jangan lupa untuk menggunakan pasta atau jel pada lokasi yang akan ditempelkan elektroda apabila akan menggunakan plat metal atau suction cups. Untuk memastikan kontak yang baik antara kulit dan elektroda untuk lead pada kaki, maka elektroda harus ditempatkan pada permukaan yang rata diatas pergelangan kaki dan mata kaki.


Di bawah ini merupakan sebuah EKG dari jantung normal

Keterangan:


* representasi dari depolarisasi atrium

* Interval PR : merupakan waktu antara depolarisasi atrium hingga sesaat sebelum depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang P sampai awal kompleks QRS.

* Kompleks QRS : representasi dari depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang Q hingga akhir gelombang S.

* T wave/Gelombang T: representasi dari repolarisasi ventrikel

* Interval QT: merupakan waktu total dari depolarisasi ventrikel hingga repolarisasi ventrikel., diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir gelombang T.

BACA SELENGKAPNYA - ELEKTROKARDIOGRAM ( EKG )

31 December 2010

PENGANTAR PROSES KEPERAWATAN

PENGANTAR PROSES KEPERAWATAN
Sebelum proses keperawatan berkembang, perawat bekerja secara /berdasarkan instruksi dokter dan fokus utama pada penyakit serta belum ilmiah.
Tahun 1955., awal mula istilah keperawatan digunakan, Linda Hall mengembangkan proses keperawatan.
Tahun 1967, Univercity Catholic di Amerika mengemukakan tentang empat tahap proses keperawatan, yaitu; pengkajian, perencanaan, peleksanaan, dan evaluasi.
Tahun 1973, ANA, standar umum praktek keperawatan mengemukakan lima tahap proses keperawatan, yaitu; pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Tahun 1980, ANA,mengemukakan keperawatan adalah diagnosa dan pengobatan respon manusia yang aktual dan potensial pada masalah-masalah kesehatan.
Tahun 1982, The National Council of State Board of Nursing, mengemukakan lima tahap proses keperawatan, yaitu; pengkajian, analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Pada tabel 9-1 banyak perawat dan kelompok yang mengkontribusi perkembangan proses keperawatan dan kemajuan diagnosa keperawatan, yaitu selain yang telah diuraikan di atas dan beberapa tokoh lainnya.
Jonson,D.E, 1959, proese keperawatan sebagai pengkajian, pengambilan keputusan, pelaksanaan adalah serangkaian tindakan untuk pemecahan masalah-masalah kesehatan dan evaluasi.
Knowlles, 1967 memberikan kesan pada “5 D” yaitu; menemukan , menyelidiki, menentukan/memutuskan, pelaksanaan dan membedakan.
Roy, Sr.C, 1976, menggunakan enam tahapan proses keperawatan yaitu; pengkajian pada perilaku pasien, pengkajian pada faktor-faktor yang mempengaruhi, identifikasi masalah, tujuan, pelaksanaan, memilih pendekatan, dan evaluasi.

KOMPONEN DARI PROSES KEPERAWATAN.
Proses adalah serangkaian tindakan yang direncanakan untuk mencapai tujuan. Proses keperawatan adalah suatu sistem, metode rasional, yang direncanakan dan memberikan asuhan keperawatan. Tujuannya adalah identifikasi masalah-masalah status klien, aktual dan potensial masalah-masalah perawatan kesehatan, membuat rencana pertemuan untuk identifikasi kebutuhan dan memberikan tindakan perawatan yang khusus pada kebutuhan tersebut.
Aplikasi pada proses keperawatan memerlukan bermacam-macam ketrampilan perawatan antara lain;
Hubungan interpersonal meliputi; komunikasi, mendengar, memberikan perhatian, terbaru, pengetahuan dan informasi.
Ketrampilan tehnik, ditunjang dengan penggunaan peralatan dalam pelaksanaan prosedur.
Ketrmpilan intelektual, yaitu problem solving, pemikir, dan pendapat.
Proses keperawatan yang sering digunakan adalah empat atau lima langkah. Komponen-komponen ini sering digunakan untuk mencapai tujuan dari proses. Dalam proses keperawatan, interaksi antara klien dan perawat adalah penting, seperti yang digambarkan sebagai berikut;




Assm.
Diagnosa
KLIEN Planing PERAWAT
I. EVAL.

Teori keperawatan berbeda penggunaannya dalam setiap langkah. Meskipun berbeda dalam aktifitas perawatan menggunakan proses yang berbeda.
Untuk contoh diagnosa perawatan menggunakan analisa, dan implementasi atau intervensi
Gambaran dalam lima langkah proses keperawatan memeakai beberapa buku sumber.
Komponen-komponen dalam proses keperawatan didiskusikan secara mendalam sebagai berikut:
1. Pengkajian: adalah pengumpulan data, membuktikan data tentang status kesehatan seorang klien. Data tentang fisik,emosi,pertumbuhan,sosial,kebudayaan, intelektual,dan aspek spiritual. Keahlian dalam melakukan observasi, komunikasi, wawancara, dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk mewujudkan fase proses keperawatan.
2. Diagnosa : merupakan sebuah proses yang menghasilkan suatu pernyataan atau diagnosa keperawatan. Dalam fase ini, perawat mengelompokkan data, apakah masalah yang aktual atau potensial dimana klien membutuhkan pertolongan perawatan? Untuk menguatkan diagnosa adalah analisa. Analisa adalah mengidentifikasi macam-macam sistem tubuh. Suatu masalah kesehatan yang aktual adalah kehadiran faktor-faktor beresiko yang disembunyikan untuk klien dan keluarga terhadap masalah-masalah kesehatan.
3. Perencanaan ; Mencakup sekelompok langkah-langkah dimana perawat dan klien menyusun prioritas, tujuan , hasil yang diharapkan dan menetapkan suatu rencana untuk memecahkan atau mengurangi masalah klien.
4. Pelaksanaan: Menerapkan rencana pelayanan keperawatan dalam tindakan. Selama fase ini perawat meneruskan pengumpulan data, melakukan perawatan untuk pendekatan perseorangan dan mengarahkan rencana tindakan. Untuk mengarahkan rencana keperawatan perawat menentukan :
• Prioritas klien dipertimbangkan
• Rencana kegioatan keperawatan terlaksana dan menolong klien mencapai hasil yang diinginkan.
• Rencana tersendiri untuk memenuhi kebutuhan klien.
5. Evaluasi : adalah pengkajian respon klien terhadap penerapan keperawatan dan membandingkan respon standar yang ditentukan. Standar ini sering disebut dengan kriteria hasil. Perawat bertujuan memperluas hasil atau tujuan perawatan yang telah ditentukan telah tercapai, tercapai sebaian, atau tak tercapai. Kalau tidak tercapai, dibutuhkan pengkajian kembali, perencanaan, dan bisa mencakup perubahan dalam beberapa fase proses keperawatan, karena setiap langkah mempengaruhi langkah lainnya karena saling berkaitan.
Proses perawatan adalah adaptasi pada tehnik pemecahan ,masalah dan sitem-sistem teori. itu dapat dibandingkan dengan proses kedokteran/medik. Lihat tabel.
II.
III. TABEL PERBANDINGAN PROSES KEPERAWATAN DAN PROSES KEDOKTERAN

Nursing Proses Medical Proses
Assessing
Mengumpulkan data dari
• Cerita perawat
• Pemeriksaan kesehatan
• Meninjau catatan
• Konsultasi dengan anggota team lain
• Meninjau literatur Assessing
Pengumpulan data dari
• Cerita dokter
• Pemeriksaan fisik
• Test diagnosa
• Meninjau literatur
Diagnosing
• Analisa dan sintesis dari data
• Identifikasi dari problem kesehatan
• Penugasan diagnosa perawat Medical diagnosis
• Mengorganisasi data
• Analisa dan interpretasi data
• Perumusan sebuah diagnosa
Planning
• Pembuatan prioritas
• Pembuatan tujuan
• Perkembangan sasaran
• Menuliskan rencana perawat (NCP)
• Penyerahan kegiatan keperawatan Medical planning
• Pembuatan prioritas
• Pembuatan tujuan untuk terapi
• Menuliskan perencanaan terapi
Implementing
• Preimplementasi intervensi
• Pelaksanaan
• Sesudah pelaksanaan strtegi; memperbaharui data yang jelek, meninjau dan merevisi rencana.
Therapi
Pesanan dokter
Therapi dokter
Penyerahan

Evaluating
• Pengumpulan data tentang respon pasien
• Perbandingan data obyek yang tidak dapat dipungkiri dan tujuan
• Determinasi effektifan rencana keperawatan
• Analisa akibat pengaruh variabel
• Modifikasi care plan Evaluating
• Pembuatan keefektifan terapi dokter dalam hubungan tujuan
• Analisis pada variabel
• Merevisi rencana kebutuhan terapi

IV. KEUNTUNGAN PROSES KEPERAWATAN
Proses keperawatan sangat penting untuk perawat dan klien. Manfaat berikut dijelaskan dalam Atkison dan Murray, 1986, pp 5-7.

Keuntungan bagi klien
• Kualitas asuhan keperawatan klien
• Asuhan keperawatan yang kontinue
• Partisipasi klien dalam merawat kesehatannya.

Keuntungan bagi perawat
• Pendidikan bertambah
• Kepuasan kerja
• Pengembangan profesional
• Mneghindari tindakan illegal (Philpott, 1985,p.79)
• Penemuan standar profesional keperawatan
• Penemuan standat dan akreditasi rumah sakit.


KARAKTERISTIK PROSES KEPERAWATAN
• Merupakan sistem yang terbuka, fleksibel, dan dinamis
• Dilakukan melalui pendekatan secara individual pada pemenuhan kebutuhan klien
• Direncanakan
• Diarahkan untuk mencapai tujuan
• Fleksibel untuk menemukan kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat
• Memerlukan kreatifitas perawat dan klien dalam menemukan cara-cara mengatasi atau memecahkan masalah kesehatan.
• Merupakan hubungan interpersonal yang membutuhkan perawat untuk berkomunikasi secara langsung dan konsisten dengan pasien/klien untuk menemukan kebutuhannya.
• Merupakan suatu siklus, semua tahap saling berhubungan dan bukan merupakan awal atau akhir yang absoulut.
• Menekankan hubungan timbal balik yang dilakukan untuk mengkaji ulang masalah rencana keperawatan.
• Dapat diterapkan secara universal. Proses keperawatan digunakan sebagai kerangka kerja asuhan keperawatan berbagai tipe pelayanan kesehatan.

KERANGKA KERJA SEBAGAI SUATU PERTANGGUNGJAWABAN
Tanggung jawab adalah suatu kondisi yang dapat dijawabkan dipertanggungjawabkan pada seseorang atas perilaku khusus yang merupakan bagian dari peran perawat profesional. Proses keperawatan memberikan kerangka kerja untuk mempertanggungjawabakan dan mempertanggung gugat keperawatan serta memaksimalkan tanggung jawab dan tanggung gugat standar pelayanan. (Law, 1983). Perawat bertanggung jawab pada klien, organisasi profesi, kolega, tempat kerja, dan dirinya sendiri. Selain itu proses keperawatan memberikan kerangka kerja untuk pertanggungjawaban pada kegiatan-kegiatandi lima fase, yaitu: Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi.


V. PENGANTAR PROSES KEPERAWATAN
Isi Pembahasan
Sejarah persepektif proses keperawatan
Komponen proses keperawatan
Manfaat proses keperawatan bagi perawat dan bagi klien
Ini mempunyai tujuan untuk dapat :
• Menggambarkan komponen proses keperawatan
• Mengidentifikasikan sumbangan perawat-perawat yang terpilih terhadap pengembangan proses keperawatan
• Mengidentifikasikan aktifitas-aktifitas keperawatan yang terlibat pada masing-masing komponen proses keperawatan
• Mengidentifikasi kerekterisrik esensial proses keperawatan
• Membuat daftar manfaat proses keperawatan bagi perawat
• Membuat daftar manfaat proses keperawatan bagi klien
• Menggambarkan proses keperawatan sebagai kerangka bagi pertanggungjawaban dan tanggung gugat.
VI.
Persepektif sejarah proses keperawatan.

Sebelum proses keperawatan berkembang para perawat cenderung memberikan perawatan berdasarkan pesan tertulis secara fisik dan difokoskan pada keadaan penyakit tertentu dari orang yasng dirawat.
Praktek keperawatan yang diberikan secara independent tantang keadaan fisik yang sering didukung oleh intuisi dan pegalaman dari pada metode ilmiah.
Kerangka proses keperawatan merupakan implikasi yang relatif baru. Pda tahun 1955 Hall mendapoat gagasan istilah proses keperawatan. Sejak saat itu bebrbagai perawat telah menggambarkan proses keperawatan dengan cara yang berbeda-beda.
Wiendeubach (1963), menggambarkan tiga langkah dalam keperawatan : observasi, melayani serta membantu dan validasi.
Knowle (1967,pp. 248-72), menyarankan “ 5 D “ perlu bagi penerapan keperawatan; discaver, delve, decide, do, dan discriminate (penemuan, penyelidikan, menentukan, melaksanakan, dan memisahkan).
Pada tahun 1967 Western Interstate Commission of Higher Education (WICHE), mengidentifikasikan proses keperawatan dengan lima langkah: persepsi, komunikasi, interpretasi, intervensi, dan evaluasi.
Juga pada tahun yang sama Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Katholik Amerika mengusulkan empat komponen proses keperawatan; Assessment, planing, intervention, dan evaluation.
Pemakaian proses keperawatan dipraktek klinik didapat legitimasi tambahan dalam tahun 1973, ketika Perkumpulan Perawat Amerika (ANA) menerbitkan standar praktek keperawatan; pengkajian, diagnosa, rencana, intervensi, dan evaluasi.
Selanjutnya sejumlah negara merevisi undang-undang praktek keperawatan serta aspek-aspek keperawatan, proses pearwatan berkembang secara teori dan secara klinik, istilah diagnosa keperawatan mendapat pengakuan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam literatur ilmu keperawatan.

Komponen dari prakterk keperawatan.
Proses adalah serangkain tindakan atau perilaku yang yang teratur yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu. Proses keperawatan merupakan perencanaan pemberian asuhan keperawatan yang sistematis dan rasional. Tujuannya mengidentifikasi status kesehatan klien, masalah kesehatan aktual atau potensial, untuk membuat rencana sesuai kebutuhan dan memberikan tindakan perawatan tertentu untuk memenuhi kebutuhannya.

Proses perawatan adalah suatu siklus dimana komponen-komponen praktek keperawatan mengikuti urutan yang logis tetapi lebih dari satu komponen dapat berlangsung bersamaan(dalam satu waktu)
Untuk dapat menggunakan proses keperawatan secara effektif bagi kebutuhan klien, perawat harus bekerja sama dengan klien. (Individu, keluarga, dan masyarakat). Jika klien tidak dapat ambil bagian dalam perencanaan dan pengambilan keputusan anggota keluarga dapat diajak untuk mewakili klien.
Dalam penerapan praktek keperawatan memerlukan bermacam-macam ketrampilan dari perawat, meliputi; ketrampilan interpersonal, tehnik dan intelektual. Adapun proses keperawatan terdiri atas empat atau lima tahap. Ynag empat tahap terdiri dari; pengkajian, perencanaan, pelaksanaan , dan evaluasi. Pada sistem ini diagnosa termasuk dalam pengkajian. sedangkan pada sistem lima tahap terdiri dari; pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Penjelasan singkat tentang kelima komponen praktek keperawatan adalah;
Pengkajian
adalah pengumpulan data, pembuktian dan pengorganisasian data mengenai status kesehatan klien.
Data tentang fisik , emosional, perkembangan, sosial budaya, intelektual, dan spiritual didapatkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar untuk tindakan dan pengambilan keputusan untuk tahap berikutnya. Ketrampilan observasi komunikasi dan wawancara serta pemeriksaan fisik sangat diperlukan dalam tahap ini.

Diagnosa
adalah pernyataan mengenai gangguan kesehatan klien baik yang aktual maupun potensial, dimana perawat berhak dan mampu untuk mengatasinya. Pada fase ini perawat memilih dan mengelompokkan data status kesehatan, akan masalah aktual dan potensial yang mana dari klien memerlukan bantuan dan faktor-faktor penyebab masalah tersebut. Respon terhadap jawaban tersebut menjadi diagnosa keperawatan. Proses membuat diagnosa disebut; analisa.

Perencanaan
Merupakan serangkaian langkah dimana perawat dan klien menyusun prioritas, menulis tujuan dan hasil yang diharapkan dan membuat rencana tertulis mengenai tindakan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah yang telah teridentifikasi dan untuk mengkoordinasikan pemberian asuhan dari seluruh tim kesehatan. Dalam berkolaborasi dengan klien, perawat menentukan intervensi yang specifik untuk tiap diagnosa keperawatan.


Implementasi
adalah pelaksanaan dari tindakan yang direncanakan serta memvalidasi perencanaan yang dibuat atau mendelegasikannya kepada orang yang tepat. Melanjutkan pengumpulan data tidak hanya untuk mengetahui perubahan data (kondisi pasien) yang terjadi, tetapi juga untuk mendapatkan kejadian (data) untuk mengevaluasi pencapaian tujuan pda tahap berikutnya. Untuk mengvalidasi perencanaan perawat menentukan;
Apakah prioritas klien sudah dipertimbangkan
Apakah rencana tindakan yang direncanakan realistis dan dan dapat membantu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Apakah rencana sudah individual untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien.

Evaluasi
Adalah mengkaji respon klien terhadap tindakan-tindakan dan membandingkannya dengan standar yang ditetapkan. Standar ini sering disebutu kriteria hasil. Perawat menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai, sudah tercapai semua, sebagian, atau belum tercapai. Jika belum tercapai , perawat melakukan pengkajian ulang mengenai rencana asuhan. Pengkajian ulang dapat merubah sebagian atau seluruh langkah-langkah dari proses keperawatan.

Kegunaan proses keperawatan.
Praktek keperawatan penting bagi perawat dan klien.
Bagi klien
• Asuhan yang berkualitas. Proses keperawatan direncanakan untuk memenuhi kebutuhan individu yang unik. Evaluasi dan pengkajian berulang/berkelanjutan mengenai kelayakan asuhan keperawatan.
• Asuhan berkelanjutan. Rencana perawatan yang tertulis dapat dikaji oleh seluruh anggota tim pemberi asuhan dan dapat mencegah pengulangan informasi bagi klien dan pemberi asuhan.
• Partisipasi klien dalam pemeliharaan kesehatan. Proses tersebut dapat membantu klien mengembangkan ketrampilan yang terkait dengan asuhan kesehatannya dan lebih memperhatikan tujuan asuhan.

Bagi perawat
• Pendidikan perawatan yang sistematis dan konsisten.
The National Legue for Nursing (NLN) yang mengatur akreditasi program pendidikan keperawatan menghendaki sarjan yang kompoten dalam menggunakan proses keperawatan.
• Kepuasan kerja yang tertulis baik memberikan kepercayaan diri perawat, yang mana tindakan keperawatan didasarkan pada identifikasi yang akurat dari masalah klien, sehingga mencegah terjadinya tak terorganisir, mencoba dan salah. Perencanaan memberikan kepuasan jika tujuan tercapai.
Pertumbuhan profesional :Dengan mengevaluasi efektifitas tindakan, perawat belajar mengenai tindakan keperawatan mana yang efektif dan mana yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses tersebut meningkatkan ketrampilan dan pengalaman perawat.
• Menghindari aspek tindakan legal (hukum)
Ketika setiap tahap dari proses keperawatan digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat mempunyai tanggung jawab hukum terhadap klien. Kegagalan dalam melaksanakan pengkajian atau membuat perencanaan akan membawa kosekuensi legal.
• Mendapatkan standar keperawatan profesional.
Kriteria dalam standar praktek keperawatan yang dikembangkan ANA didasarkan pada langkah-langkah dari proses keperawatan.
• Mendapatkan/memenuhi standar akreditasi rumah sakit.: Joint Comition af Acreditation Healt Organitation American menginginkan penerapan proses pearwatan dan rencana tertulis harus disediakan untuk setiap klien yang dirawat di rumah sakit. “Registered Nurse” bertanggung jawab atas hal ini.

Karakteritik proses keperawatan
• Sistem terbuka, fleksibel, dan dinamis
• Merupakan pendekatan yang individual untuk tiap-tiap bagian kebutuhan klien
• Terencana
• Terarah untuk tujuan
• Fleksibel untuk memenuhi kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat.
• Memungkinkan kreatifitas bagi perawat dan klien dalam menentukan tindakan untuk memecahkan masalah yang ditetapkan.
• Merupakan interpersonal. Menuntut perawat untuk berlangsung dan konsisten berkomunikasi dengan klien untuk memenuhi kebutuhannya.
• Siklikal. Tak ada awal dan akhir secara absoulut.
• Menekankan pada feed back (umpan balik)
• Dapat digunakan secara universal, diberbagai tempat pelayanan dan pada klien semua kelompok umur.

VII. TABEL 9.3 PILIHAN PENGETAHUAN DAN KEMAMPUAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PROSES KEPERAWATAN

KOMPONEN PENGETAHUAN KEMAMPUAN
Assessing Sistem Biopsikososial dan Spiritual manusia.
Kebutuhan perkembangan manusia.
Kesehatan
Kesakitan
Patofisiologi
Sistem keluarga
Budaya dan nilai pribadi dan klien
Lingkungan Menilai secara sistematis
Komunikasi secara efektif
Menetapkan haubungan suatu pertolongan
Mendapatkan sejararh kesehatan
Melakukan penilaian perawatan fisik




Diagnosing Kategori diagnosa perawat bahwa perawat dapat mengenali dan mengobati.
Faktor etiologi diagnosa keperawatan
Tanda atau karakteristik diagnosa keperawatan.
Faktor resiko teman sejawat dengan potensial dignosa keperawatan.
Standar ukuran normal
Mekamisme koping individual
Membedakan isyarat dan kesimpulan
Berpikir secara kritik
Dapat berfikir secara induktif dan deduktif
Mengorganisasi data
Mengenali isyarat dan hubungan
Menghasilkan dan test hipotesis sementara
Membuat suatu diagnosa perawat.
Planning Nilai-nilai dan kepercayaan klien lapangan praktek keperawatan sumber yang ada gunanya pelaksanaan keperawatan
Intervensi (campur tangan) peran dari personil kesehatan lain



Memecahkan masalah
Membuat keputusan
Menulis tujuan klien yang menceritakan pada diagnosa keperawatan dalam kolaborasi dengan klien.
Memprioritaskan tempat
Menulis akibat tindakan yang menceritakan untuk tujuan.
Memilih dan membuat strategi keperawatan yang melindungi dan cocok untuk menjumpai tujuan klien.
Menulis keperawatan lainnya
Mendapatkan kerja sama dan partisipasi klien dan personil kesehatan lainnya.

Implementing Bahasa fisik dan keselamatan
Asepsi
Prosedur
Menggunakan peralatan
Organization
Management
Learning
Perubahan teori
Sokongan anjuran
Kebenaran klien
Perkembangan level klien Observasi secara sistematik
Komunikasi secara efektif
Memelihara suatu hubungan saling menolong
Melakukan tehnik psikomotor
Membicarakan cara menolong diri sendiri
Menyampaikan caring.
Perbuatan menganjurkan klien.
Mengrurus
Supervisi dan evaluasi pekerjaan lyang lain.
Melaksanakan medikan yang lain.

Evaluating Tujuan klien dan hasil kriteria
Respon klien untuk intervensi nursing. Mendapatkan data yang relevan untuk membandingkan dengan hasil kriteria.
Menarik kesimpulan mengenazi tujuan yang dicapai.
Menceritakan perbuatan keperawatan untuk hasil kriteria.
Menaksir rencana asuhan keperawatan.

VIII.
IX.
X. TABEL PERBANDINGAN PROSES KEPERAWATAN DAN PROSES
XI. KEDOKTERAN

Nursing Proses Medical Proses
Assessing
Mengumpulkan data dari
• Cerita perawat
• Pemeriksaan kesehatan
• Meninjau catatan
• Konsultasi dengan anggota team lain
• Meninjau literatur Assessing
Pengumpulan data dari
• Cerita dokter
• Pemeriksaan fisik
• Test diagnosa
• Meninjau literatur
Diagnosing
• Analisa dan sintesis dari data
• Identifikasi dari problem kesehatan
• Penugasan diagnosa perawat Medical diagnosis
• Mengorganisasi data
• Analisa dan interpretasi data
• Perumusan sebuah diagnosa
Planning
• Pembuatan prioritas
• Pembuatan tujuan
• Perkembangan sasaran
• Menuliskan rencana perawat (NCP)
• Penyerahan kegiatan keperawatan Medical planning
• Pembuatan prioritas
• Pembuatan tujuan untuk terapi
• Menuliskan perencanaan terapi
Implementing
• Preimplementasi intervensi
• Pelaksanaan
• Sesudah pelaksanaan strtegi; memperbaharui data yang jelek, meninjau dan merevisi rencana.
Therapi
Pesanan dokter
Therapi dokter
Penyerahan

Evaluating
• Pengumpulan data tentang respon pasien
• Perbandingan data obyek yang tidak dapat dipungkiri dan tujuan
• Determinasi effektifan rencana keperawatan
• Analisa akibat pengaruh variabel
• Modifikasi care plan Evaluating
• Pembuatan keefektifan terapi dokter dalam hubungan tujuan
• Analisis pada variabel
• Merevisi rencana kebutuhan terapi

Medical diagnosa mempunyai lima fase;
1. Suspected diagnosis mengikuti inisial (awal) keluhan pasien
2. Tentative diagnosis mengikuti sejarah kedokteran
3. Provisional diagnosis mengikuti pemeriksaan fisik
4. Devinitive diagnosis diagnosa test
5. Anatomic diagnosis mengikuti suatu post mortem.
A. HUBUNGAN DI ANTARA KLIEN DAN PERAWAT. MENGIKUTI DAN MENDALAMI KOTAK RANGKUMAN KARAKTERISTIK PROSES NURSING.
B. .PENTINGNYA PROSES NURSING
Proses keperawatan penting pada klien dan perawat. Mengikuti Benefits telah diceritakan pada ( Atkinson dan Murray, 1986, PP 5 - 7 )
XII. PENTING UNTUK PERAWAT
• Kualitas perawat klien.
Asuhan keperawatan dibutuhkan untuk menemukan bermacam kebutuhan individu, keluarga, atau masyarakat. Evaluasi selanjutnya dan menaksirkan perubahan klien. Menjamin kebutuhan level asuhan yang cocok.
• Asuhan selanjutnya.
Menuliskan rencana asuhan dapat diperoleh pada semua orang meliputi perawatan kliendan pencegahan klien serta penemuan untuk memperbaiki informasi dan preferens pada setiap pemberian asuhan.
• Partisipasi oleh klien dalam perawatan kesehatannya. Proses keperawatan dapat menolong klien untuk menumbuhkan kemempuan usaha perawatan kesehatannya, dan menjadi lebih komitmen pada tujuan keperawatan.

C. EVOLUSI PROSES KEPERAWATAN
Orlando, I.J. (1961)
Mengemukakan bahwa proses keperawatan sebagai interaksi dan proses tersebut terdiri dari tiga tahap: peri laku klien, reaksi perawat, dan tindakan perawat.
Henderson, V. (1965)
Menyatakan bahwa proses keperawatan seperti langkah-langkah metode ilmiah.
Wiedenbach, E. (1963-1970)
Memperkenalkan tiga langkah proses keperawatan : Identifikasi bantuan yang diperlukan, mengatur bantuan, validasi bahwa bantuan telah diberikan
Knowes, L (1967)
Memperkenalkan teori “Five Ds” dari proses keperawatan ; discover, delve, decide, do.
Catholic Univercity of America (1967)
Mengajukkan empat komponen proses keperawatan; pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Orem, D. (`1971)
Menyatakan bahwa ada tiga langkah dalam asuhan perawatan; penentuan kebutuhan asuhan awal dan berkelanjutan, mendesain tindakan keperawatan yang dapat mencapai tujuan klien, memulai, mengarahkan, dan mengontrol tindakan.
AN (American Nursing Asociation, 1973)
Mengemukakan lima langkah proses keperawatan; pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Roy, SrC. 91976)
Menggunakan enam langkah proses keperawatan; pengkajian, tingkah laku klien, pengkajian faktor yang mempengaruhi, identigikasi massalah, penentuan tujuan, entervensi, seleksi pendekatan, dan evaluasi. Mengajukan istilah diagnosa perawatan.
D. KOMPONEN PROSES KEPERAWATAN
Suatu proses adalah serangkaian tindakan atau perilaku yang terencana yang ditujukan yntuk mecapai tujuan. Proses keperawatan merupakan metode perencanaan, dan pemberian asuhan keperawatan yang sistematis dan rasional. Tujuannya untuk mengidentifikasi status kesehatan klien, masalah aktual dan potensial dari kesehatan klien, untuk membuat perencanaan untuk memenuhi kebutuhan yang teridentifikasikan, dan untuk memberikan tindakan keperawatan tertentu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Proses keperawatan bersifat siklikal, dimana komponen-komponen proses keperawatan mengikuti urutan yang logis tetapi lebih dari satu komponen dapat berlangsung bersamaa(dalam satu waktu).
Untuk menggunakan proses keperawatan secara sangat efektif dan individual bagi tiap kebutuhan klien, perawat harus kerja sama dengan klien. Individu, keluarga, atau masyarakat dapat dipertimbangkan sebagai klien. Jika klien tidak dapat ambil bagian dalam perencanaan dan mengambil keputusan, anggota keluarga dapat diajak untuk berpartisipasi mewakili klien.
Penerapan proses keperawatan memerlukan berbagai macam ketrampilan dari perawat, meliputi ; ketrampilan interpersonal, tehnik, dan itelektual. Ketrampilan interpersonal termasuk komunikasi, mendengar, menarik perhatian, membina hubungan saling percaya, memberi pengertian/informasi dan perhatian. Ketrampilan tehnik dimanifestasikan dalam kemampuannya menggunakan alat dan melaksanakan prosedur. Ketrampilan intelektual yang diharapkan perawat termasuk pemecahan masalah, berfikir kritis, dan membuat keputusan keperawatan. Pembuatan keputusan terlibat dalam setiap tahap proses keperawatan (Yura and Wallsh, 1988, p. 108)
Proses keperawatan terdiri atas rangkaian empat atau lima tahap. Kempat tahap tersebut adalah; pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada sistem ini diagnosa termasuk dalam pengkajian. Pada sistem lima langkah, terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, intervensi, dan evakuasi.
Kedua sitem, empat dan lima langkah tersebut memberikan struktur yang terorganisasi dalam mencapai tujuan proses. Dalam kedua proses keparawatan tersebut antara perawat klien sangat penting terlihat dalam diagram berikut;
Penjelasan singkat megenai kelima komponen p[roses keperawatan tersenut adalah sebagai berikut;
• Pengkajian
Adalah pengumpulan, verifikasi, dan pengorganisasian data mengenai status kesehatan klien. Data tentang fisik, emosional, perkembangan, sosial budaya, intelektual, dan spiritual didapatkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar tindakan dan pengambilan keputusan untuk tahap berikutnya. Ketrampilan observasi, komunikasi, dan wawancara serta pemeriksaan fisik sangat diperlukan dalam tahap i
• Diagnosa
Yaitu proses yang menghasilkan sesuatu pernyataan diagnostik. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan mengenai gangguan kesehatan klien baik yang aktual atau potensial, dimana perawat berhak dan mampu untuk mengatasinya. Pada fase ini perawat memilih/meringkas dan mengelompokkan data dan kemudian bertanya “ masalah aktual dan potensial apa dari status kesehatan yang mana klien memerlukan bantuan” dan “faktor-faktor pentebab masalah” tersebut. Respon terhadap jawaban tersebut menjadi diagnosa keperawatan. Proses untuk membuat diagnosa dinamakan analisa. Menganalisa adalah memecah keseluruhan mejadi bagian=bagian. Masalah aktual adalah masalah yang ada pada saat ini. Masalah poitensial adalah adanya resiko atau faktor-faktor yang merupakan predisposisi seseorangh atau keluarga untuk mengalami masalah kesehatan.
• Perencanaan
Merupakan serangkaian langkah dimana perawat danklien menyusun prioritas, menulis tujuan dan hasil yang diharapkan, dan membuat rencana tertulis mengenai tindakan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah yang telah teridentifikasi, dan untuk mengkoordinasikan pemberian asuhan dari seluruh tim kesehatan. Daam berkolaborati dengan klien, perawat menentukan intervensi yang spesifik untuk tiap diagnosa keperawatan.
• Implementasi
Adalah pelaksanaan dari tindkan perencanaan. Selama tahap ini perawat melanjutkan pengumpulan data, melaksanakan tindakan yang telah ditetapkan atau mendelegasikannya kepada orang yang tepat, serta mengvalidasikan perencanaan yang dibuat.Kelanjutan pengumpulan data tidak hanya untuk megetahui perubahan data (konsisi klien) yang terjadi tetapi juga untuk mendapatkan kejadian (data) untuk mengevaluasi pencapaian tujuan pada tahap berikutya. Untuk memvalidasi perencanaan perawat menentukan ; (a) Apakah prioritas klien sudah diperhitungkan, (b). Apakah rencana yang direncankan realitas dan dapat membantu mecapai tujuan yang telah ditetapkan. ©. Apakah rencana sudah individual untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien.
• Evaluasi
Adalah mengkaji respon klien terhadap tindakan dan membandingkannya dengan standart yang ditetapkan. Standar ini sering disebut juga kriteria hasil. Perawat menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai, sudah tercapai semua, sebagian, atau belum tercapai. Jika belum tercapai perawat memerlukan pengkajian ulang mengenai rencana asuhan. Pengkajian ulang dapat merubah sebagian atau seluruh langkah-langkah dari proses keperawatan.
Perbandingan Proses Keperawatan dengan Proses Medis
Proses Keperawatan Proses Kedokteran
Pengkajian
• Pengumpulan data dari
• Riawayat perawatan
• Pemeriksaan kesehatan
• Reviw catatan
• Konsultasi dengan anggota team yangh lain
• Review literatur

Diagnosa
• Analisa dan sintesa data
• Mengidentifikasi masalah kesehatan
• Formulasi diagnosa keperawatan

Perencanaan
• Penulisan rencana asuhan Penetapan prioritas
• Penetapan tujuan
• Pengembangan objektif
• keperawatan
• Pendelegasian tindakan perawatan

Implementasi
• Tindakan preimplementasi
• Implentasi
• Strategi postimplementasi update data dasar, review dan memperbaiki perencanaan.

Evaluasi
• Pengumpulan tetang respon klien
• Perbandingan data dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan
• Menetapkan efektifitas rencana asuhan
• Menganalisa faktor yang mempengaruhi hasil
• Modifikasi rencana asuhan Pengkajian
• Pengumpulan data dari
• Riwayat medis
• Pemeriksaan fisik
• Test diagnosa
• Review literatur



Diagmosa
• Organisasi data
• Analisa dan interpretasi data
• Formulasi satu diagnosa

Perencanaan
• Menetapkan prioritas
• Penetapan tujuan tera
• Penulisan rencana terapi




Therapi
• Perintah dokter
• Terapi medis
• Referrals



Evaluasi
Mnentukan efektifitas terapi medis
Analisa variabel
Revisi rencana pengobatan seperlunya.





1. KEGUNAAN PROSES KEPERAWATAN
Proses keperawatan penting bagi perawat dan klien.
Bagi Klien
• Asuhan yang berkualitas, proses keperawatan direncanakan untuk memenuhi kebutuhan individu yang unik. Evaluasi dan reasesmen yang berulang-ulang/berkelanjutan mengenai perubahan kebutuhan klien menjadi tingkat kelayakan asuhan.
• Asuhan berkelanjutan, rencana perawatan yang tertulis dan dapat dikaji oleh seluruh anggota team pemberi asuhan dan dapat mencegah pengulangan informasi bagi klien dan preference pada tiap pemberi asuhan.
• Partisipasi klien dalam asuhan kesehatanya. Proses tersebut dapat membantu klien mengembangkan ketrampilan yang terkait dengan asuhan kesehatannya dan lebih memperhatikan asuhan.

a. Bagi Perawat
• Pendidikan perawatan yang sistematis dan kosisten.
The National Legue for Nursing (NLN) yang mengatur akreditasi program pendidikan perawatan, menghendaki sarjana yang kompoten dalam menggunakan proses keperawatan.
• Kepuasan kerja
Rencana keperawatan yang tertulis baik memberikan kepercayaan diri perawat yang mana tindakan keperawatan didasarkan pada identifikasi yang akurat dari masalah pasien, sehingga mencegah terjadinya tak terorganisir, trial, and error. Perencanaan memberikan kepuasan jika tujuan tercapai.
• Pertumbuhan profesional
Dengan mengevaluasi efektifitas tindakan perawat mengenal tindakan keperawatan mna yang efektif dan mana yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses tersebut meningkatkan ketrampilan dan pengalaman perawat.
• Menghindari aspek ligal (hukum)
Ketika setiap tahap dari proses keperawatan digunakan untuk m,emberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat mempunyai tanggung jawab hukum kepada klien. Kegagalan dalam melaksanakan pengkajian atau pembuatan perencanaan akan membawa koksekuensi legal (hukukm).
• Mendapatkan standart keperawatan profesional
Kriteria dalam standart keperawatan praktis (praktek keperawatan) yang dikembangkan ANA didasarkan pada langkah-langkah dari proses keperawatan.
• Mendapatkan atau memenuhi standart akreditasi rumah sakit
Joint Comition on Acreditation Healt Organisation American menginginkan penerapan proses keperawatan dan rencana asuhan harus disediakan untuk setiap klien yang dirawat di rumah sakit. “Registered nurse” bertanggung jawab atas hal ini.
1) Kriteria Proses Keperawatan
• Sistem terbuka, fleksibel, dan dinamis
• Merupakan pendekatan yang individual untuk tiap-tiap bagian kebutuhan klien
• Terencana
• Terarah untuk tujuan
• Fleksibel untuk memenuhi kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat
• Memungkinkan kreatifitas bagi perawat dan klien dalam menentukan masalah yang ditetapkan.
• Merupakan interpersonal. Menurut untuk secara langsung dan konsisten berkomunikasi dengan klien untuk memenuhi kebutuhannya.
• Siklikal. Tidak ada awal dan akhir secara absolut.
• Menekankan pada feed back (umpan balik)
• Dapat digunakan secara universal. Dapat digunakan diberbagai tempat pelayanan dan pada klien semua kelompok umur.

2. KERANGKA KERJA UNTUK TANGGUNG GUGAT
Tanggung gugat adalah dimana seseorang dapat menjawab dan bertanggung jawab atas perilaku tertentunya yang merupakan bagian dari peran perawat profesional. Perawat bertanggung jawab kepada klien, profesi, kolega, instansi tempat kerja, dan kepada diriya sendiri.
Perawat profesional bertanggunga jawab gugat terhadap aktifitas terhadap setiap tahap proses keperawatan.
2) Pengkajan
Perawat bertanggung gugat untuk mengumpulkan informasi, mendukung partisipasi klien, dan keputusan validasi data. Ketika mengkaji perawat bertanggung jawab gugat atas adanya kesenjangan, ketidakakuratan, dan kekaburan Ubias data.
3) Diagnosa
Perawat bertanggung gugat terhadap keputusan masalah klien (diagnosa keperawatan). Apakah masalah kesehatan tersebut dikenali oleh klien atau hanya perawat saja ?
Apakah dalam menetapkan asalah tersebut perawat sudah memperhatikan seluruh aspek (bio-osiko-sosial-spiritual).
4)
5) Perencanaan
Perawat bertanggung gugat atas penentuan prioritas, menetapkan tujuan klien , memperkirakan hasil, dan perencanaan tindakan keperawatan.
6) Implementasi
Perawat bertanggung gugat atas semua tindakannya dalam memberikan asuhan keperawatannya. Tindakan tersebut baik yang dilaksankan secara madiri atau berkolaborasi dengan yang lain. Sering kali perawat mendelegasikan suatu tidakan kepada yang lain, dalam hal ini perwat masih bertanggung gugat atas apa yang didelegasikan, dan bagaimana delegasi tersebut dilaksanakan. Tindakan keperawatan harus dicatat setelah dilaksanakan, sehingga memberikan rekaman tertulis.
7) Evaluasi
Dengan menetapkan tingkat pencapaian tujuan, perawat bertanggung gugat terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam tindakan keperwatan. Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan tidak tercapa, dan tahap-tahap mana yang perlu diadakan perubahan dan mengapa perlu dirubah.
Untuk dapat menerapkan proses keperawatan, perawat bertanggung jawab kepada dirinya sendiri untuk mempunyai pengetahuan dan ketrampilan.

from ns.harmoko
BACA SELENGKAPNYA - PENGANTAR PROSES KEPERAWATAN
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI