kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

10 April 2010

Gambaran persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR diwilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program Keluarga Berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Salah satu pesan kunci dalam rencana Strategi Nasional Making Prefnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang di inginkan. Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut, Keluarga Berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama. (Saifuddin, 2003 : 03).
Gerakan KB sekarang ini sedang berusaha meningkatkan mutu para pelaksana, pengelola dan peserta KB disemua lapangan, terutama adalah jajaran lapangan di pedesaan, baik di kota maupun di desa. Untuk itu petugas klinik terutama dokter, bidan dan para penyuluh dari segala organisasi masyarakat yang terjun sebagai ujung tombak gerakan KB harus terlebih dahulu menguasai materi untuk mendukung gerakan KB. (Hartanto, 2002 : 9).
Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan-pelayanan Keluarga Berencana. Banyak perempuan mengalami kesulitan didalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya lingkungan dan orang tua.
Masyarakat internasional Keluarga Berencana, termasuk pengelola pelayanan, manager program, pembuat kebijakan dan lembaga penyandang dana menyadari bahwa ketersediaan dan penerimaan metode kontrasepsi hanya merupakan sebagian dari kondisi yang kondusif bagi penggunaan metode kontrasepsi. Masyarakat saat ini lebih menitikberatkan pada strategi agar pelayanan lebih mudah diperoleh dan diterima oleh berbagai kelompok masyarakat dengan tujuan utama pemberian pelayanan didasarkan pada mutu yang baik. (Saifuddin, 2003 : 04).
Puskesmas Negara Ratu, Kecamatan, Sungkai Utara membawahi wilayah kerja 12 desa. Dengan kepala Puskesmas Dokter Umum, mempunyai bidan 8 orang dengan latar belakang pendidikan bidan A 3 orang dan bidan C 5 orang. Data akseptor KB, di Puskesmas Negara Ratu tahun 2004 seperti pada tabel.

Tabel 1. Jumlah Akseptor KB Berdasarkan Pemakaian Metode Kontrasepsi Di Puskesmas Negara Ratu Periode Januari – April 2004

No Metode Kontrasepsi Klinik KB Dokter Praktek Bidan Praktek swasta Jumlah Pasien
1
2
3
4
5
6
7 IUD
MOP
MOW
Implan/Implanon
Suntikan
PIL
Kondom 0
0
0
3
21
9
9 0
0
0
0
7
0
0 5
0
0
5
111
25
16 5


8
135
34
25 1,37%
0
0
3,79%
65,88%
16,12%
16,84%
Jumlah 42 7 162 211 100%
Sumber : Data Laporan Bulanan Klinik KB Puskesmas Negara Ratu Periode Januari – April 2004

Hasil pra survey yang penulis lakukan di Puskesmas Negara Ratu didapatkan bahwa belum ada penelitian persyaratan minimal fasilitas pelayanan Keluarga Berencana. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR di wilayah kerja Puskesmas Negara Ratu, Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR di Puskesmas Negara Ratu, Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara” ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mebatasi ruang lingkup penelitian dengan :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Semua tempat pelayanan AKDR diwilayah kerja
Puskesmas Negara Ratu
3. Obyek Penelitian : Persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR
4. Lokasi Penelitian : Di wilayah kerja Puskesmas Negara Ratu.
5. Waktu Penelitian : 10 Mei – 26 Mei 2004..

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umun
Untuk mengetahui gambaran tentang persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR di wilayah kerja Puskesmas Negara Ratu.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR ditinjau dari tenaga.
b. Diketahuinya persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR ditinjau dari prasarana dan sarana.
c. Diketahuinya persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR ditinjau dari sistem rujukan.
d. Diketahuinya persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR ditinjau dari pencatatan pelaporan

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi tempat pelayanan AKDR sebagai bahan evaluasi bagi Puskesmas Negara Ratu Kecamatan Sungkai Utara dalam memberikan fasilitas pelayanan AKDR.
2. Bagi peneliti, untuk mendapatkan gambaran tentang persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR di Puskesmas Negara Ratu.
3. Bagi instansi pendidikan khususnya Program Studi Kebidanan Metro, sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut khususnya dalam peningkatan dan masukan kegiatan penelitian.
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR diwilayah kerja puskesmas

Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advocacy), Bina suasana (Social support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya. (Dinkes Lampung, 2002:3)
PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal (Dinkes Lampung, 2002: 3). Masalah kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk, masih terikat eratnya masyarakat Indonesia dengan adat istiadat kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan (Azwar, 1981: 20). Menurut pusat promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit. Dampak Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang tidak baik dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah mencret, muntaber, desentri, typus, dan DBD (Dinkes Metro, 2005:30-31).
Standar pelayanan minimal target PHBS rumah tangga nasional tahun 2008 adalah sebesar 51% yang terdiri dari: Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, menimbang bayi dan balita setiap bulan, indikator menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air dan sabun, menggunakan jamban sehat, pemberantasan jentik di rumah, makan sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah. Memberi bayi ASI secara eksklusif. Dari data hasil survey PHBS Kota Metro tahun 2007 yaitu, bayi yang belum mendapatkan ASI eksklusif sebesar 40%, yang persalinannya tidak di tolong oleh tenaga kesehatan adalah sebesar 10%, yang masih merokok sebesar 10%, yang masih tidak menggunakan air bersih sebesar 10%, yang jambannya masih belum memenuhi syarat kesehatan sebesar 10% (Dinkes, 2007:9).
Hasil survey PHBS tahun 2007 diketahui program yang ada hubungannya dengan program PHBS di Kelurahan Rejomulyo adalah sebagai berikut: yang masih merokok di dalam rumah sebesar 86,5 %, yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 19, 8% yang tidak makan sayur dan buah sebesar 8,7 % jamban yang belum memenuhi syarat kesehatan sebesar 15, 5%, masih terdapat air yang tidak bersih sebesar 22,2%. Walaupun dari data survey telah diketahui ternyata PHBS rumah tangga sudah melebihi target nasional, namun masih ada sebagian PHBS yang belum jalan. Hal ini dapat dilihat dari data tersebut di atas.
Penyebab yang mempengaruhi PHBS adalah faktor perilaku dan non perilaku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya, oleh sebab itu penanggulangan masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama tersebut (Notoatmodjo, 2005: 25 – 26) banyak hal yang menjadi penyebab PHBS menurun yaitu selain faktor teknis juga faktor-faktor geografi, ekonomi dan sosial (Depkes RI, 2003:1)
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam rumah tangga di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

B. Rumusan Masalah
PHBS di Kelurahan Rejomulyo sebagian masih belum sesuai dengan standar, yaitu: yang masih merokok di dalam rumah sebesar 86,5 %, yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 19, 8% yang tidak makan sayur dan buah sebesar 8,7 % jamban yang belum memenuhi syarat kesehatan sebesar 15, 5%, masih terdapat air yang tidak bersih sebesar 22,2%. Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam rumah tangga di Kelurahan Rejo Mulyo, Metro Selatan?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian antara lain:
1. Lokasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Rejomulyo Metro Selatan pada tanggal 10 – 15 Juni 2008.
2. Variabel penelitian yang diteliti adalah variabel terikat yaitu perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
3. Jenis penelitian adalah studi deskriptif.
4. Subyek penelitian ini adalah ibu dan kepala keluarga. Sedangkan obyek penelitian ini adalah 10 indikator PHBS dalam rumah tangga.


D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga di Kelurahan Rejomulyo, Metro Selatan Kota Metro bulan Mei 2008
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini :
a. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penolong persalinan.
b. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator pemberian ASI eksklusif.
c. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penimbangan bayi dan balita.
d. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penggunaan air bersih.
e. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator mencuci tangan.
f. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penggunaan jamban.
g. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator pemberantasan jentik nyamuk.

h. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator konsumsi sayur dan buah setiap hari.
i. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator aktivitas fisik setiap hari
j. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator tidak merokok dalam rumah.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Sebagai bahan atau gambaran informasi dan evaluasi tentang perkembangan perilaku hidup bersih dan sehat di Kelurahan Rejomulyo Metro Selatan bagi peneliti.
2. Sebagai bahan untuk evaluasi dalam meningkatkan program PHBS bagi Puskesmas dan Instansi terkait.
3. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro.
4. Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang perilaku hidup bersih dan sehat bagi peneliti lainnya.
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga di kelurahan

Gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada usia 0-1 tahun mempunyai arti yang penting, terutama pemenuhan kebutuhan gizi dan zat-zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit (Dinkes Propinsi Lampung, 2006). Dengan memberikan ASI, dapat meningkatkan jalinan kasih antara ibu dan bayi (perasaan hangat dan nyaman bagi ibu dan bayi). ASI mengandung zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi yang tidak mungkin dibuat oleh manusia (Roesli, 2000).
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satu pun makanan yang dapat menyamai ASI baik dalam kandungan gizinya, enzim, hormon, maupun kandungan zat imunologik dan antiinfeksi.
Rendahnya pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI pada satu hari pertama bayak ibu-ibu tidak memberikan ASI pada satu hari pertama kepada bayinya, karena ASI pada satu hari pertama merupakan ASI yang kotor (karena warnanya kekuningan), jika diberikan kepada bayi maka bayi menjadi tidak sehat dan sering sakit-sakitan (Hapsari, 2000).
Bayi yang diberi ASI, Terlindungi dari penyakit, terlindungi dari reaksi alergi, asma, eksem dan lain-lain, dapat mencegah kuman penyakit masuk ke dalam tubuh, membuat bayi lebih cerdas dikemudian hari. Mencegah bakteri penyebab panyakit lainnya untuk bertumbuh dalam saluran percernaan dan karena itu mencegah diare dan mencegah pertumbuhan kuman penyakit (Savitri, 2006). Bayi yang tidak diberi ASI dua kali lebih sering sakit dibandingkan bayi yang diberi Air Susu Ibu (ASI), kemungkinan dirawat di rumah sakit karena infeksi bekteri hampir empat kali lebih sering dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI, juga lebih sering menderita penyakit muntaber, kematian bayi yang mendadak, penyakit hati dan penderitaan-penderitaan lain seperti kurang gizi dan busung lapar (Roesli, 2000).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Hasil susenas 2003 yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) menyajikan informasi mengenai persentase anak usia 2-4 tahun yang disusui selama 0 bulan adalah 0,23%. Untuk Propinsi Lampung adalah 0,61%.
Di Kabupaten Lampung Tengah balita yang mendapatkan ASI menurut lamanya disusui adalah 13.6% selama lebih dari 25 bulan (Dinkes, 2006). Berdaarkan hasil perhitungan data, persentase bayi 0-6 bulan yang menerima Air Susu Ibu ASI eksklusif diwilayah punggur dengan jumlah bayi 790 jiwa, tetapi yang diberikan ASI eksklusif adalah 39 bayi dengan persentase 4,94% (Dinkes Lampung Tengah, 2006).
Berdasarkan data pada waktu melakukan prasurvei di RB Kasih Ibu Punggur Lampung Tengah bulan April sampai 5 Mei 2007 jumlah bayi adalah 12 orang. Tetapi jumlah bayi dari 12 orang yang diberikan ASI pada satu hari pertama adalah 4 orang. Berdasarkan data uraian tersebut, pemberian ASI pada satu hari pertama masih rendah. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur Lampung Tengah?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian dengan :
1. Jenis Penelitian : Deskritif
2. Objek Penelitian : Perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI di RB Kasih Ibu Punggur
3. Subjek Penelitian : Ibu menyusui pada satu hari pertama melahirkan di RB Kasih Ibu Punggur
4. Lokasi Penelitian : RB Kasih Ibu Punggur
5. Waktu Penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur pada bulan Mei-Juni 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran perilaku tentang persiapan ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
b. Mengetahui gambaran perilaku tentang langkah memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
c. Mengetahui gambaran perilaku tentang cara ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.
d. Mengetahui gambaran perilaku tentang lamanya ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.
e. Mengetahui gambaran perilaku tentang tehknik ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, mendapat gambaran tentang perilaku ibu menyusui pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
2. Bagi pendidikan, memberikan masukan untuk kegiatan penelitian berikutnya serta menambah wawasan khususnya program studi kebidanan Metro.
3. Bagi ibu menyusui, sebagai informasi dalam menambah pengetahuan tentang perilaku, persiapan menyusui, langkah menyusui, cara menyusui, lama menyusui, tehknik menyusui khususnya ASI pada satu hari pertama.
4. Bagi lokasi penelitian, memberikan masukkan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA.
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB

Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan pembangunan manusianya. Tentang pembangunan yang akan datang memerlukan peningkatan mutu manusia masa depan yang semakin tangguh (DepKes RI, 1987). Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan tergantung pada keberhasilan dalam membina masyarakat agar mampu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam bentuk peran serta luas. Maka yang perlu dilakukan adalah mengembangkan pengertian kesadaran, kemampuan dan prakarsa masyarakat. Dalam arti masyarakat berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Pembangunan dibidang kesehatan ini lebih diarahkan pada upaya dalam menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran. Sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu “Meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. (Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan). Secara operasional, ditingkat desa/kelurahan, upaya untuk menurunkan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran terutama dilakukan melalui Posyandu.
Posyandu merupakan kegiatan oleh dan untuk masyarakat, akan menimbulkan komitmen masyarakat, terutama para ibu, dalam menjaga kelestarian hidup serta tumbuh kembang anak. Posyandu juga merupakan suatu forum komunikasi, ahli teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (DepKes RI, 1994). Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan dan memanfaatkan posyandu sebaik-baiknya atau dengan kata lain peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam pemanfaatan posyandu. Dalam upaya pelayanan posyandu tidak dapat dicapai hanya lewat usaha kesehatan saja. Tetapi harus disertai upaya bidang lain : ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya. Untuk mencapainya diperlukan usaha bersama dengan seluruh lapisan masyarakat dan tanggung jawab bidang kesehatan juga memerlukan keikutsertaan masyarakat (DepKes RI, 1984).
Upaya meningkatkan peran serta masyarakat antara lain melalui sistem pengkaderan dengan pelatihan, penyuluhan, dan bimbingan untuk menumbuhkan sikap mandiri sehingga mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia serta menumbuhkan dan memecahkan masalah yang dihadapi guna mencapai pelayanan yang optimal. Untuk itu diperlukan kader kesehatan yang baik, yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Petugas kesehatan hanya mengawasi dan membantu upaya yang bukan wewenang kader posyandu. Pada kenyataannya dalam setiap pelaksanaan kegiatan posyandu peran petugas kesehatan dan bidan lebih menonjol.
Posyandu diwilayah kerja Puskesmas Seputih Raman sebanyak 66 posyandu dengan jumlah kader 330 orang kader (Puskesmas Seputih Raman, 2005). Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh data, di Kampung Rama Oetama terdiri dari 6 posyandu dengan jumlah kader 30 orang. Masing-masing posyandu memiliki 5 orang kader. Dari ke-30 orang kader posyandu tersebut, hanya 20 orang (66,67%) saja yang aktif dan 10 orang kader (33,33%) yang tidak aktif. Penyuluhan yang seharusnya dilakukan oleh kader, ternyata dilaksanakan oleh bidan. Berdasarkan latar belakang maka penulis memilih judul penelitian tentang peran serta kader dalam kegiatan program posyandu di wilayah kerja Puskesmas Seputih Raman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu adalah :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Kader posyandu di Kampung Rama Oetama
3. Objek Penelitian : Peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama
4. Lokasi Penelitian : Posyandu di Kampung Rama Oetama yang terdiri dari 6 posyandu
5. Waktu Penelitian : Mei – Juni 2007
D. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena kesadaran
2) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena imbalan
3) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena paksaan

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu

2. Bagi Posyandu di Kampung Rama Oetama
Sebagai bahan evaluasi tentang peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.

3. Bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan di perpustakaan dan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang papsmear di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin. Hal ini mengingat derajat kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas guna menghadapi tantangan dimasa yang akan datang.
Pelayanan kebidanan yang semula berfokus pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara berangsur – angsur dialihkan ke pelayanan promotif dan preventif. Pandangan ini sejalan dengan perubahan paradigma bidang kesehatan yaitu dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat. Pergeseran fokus pelayanan dan perubahan paradigma kesehatan tersebut mengisyaratkan pentingnya melaksanakan upaya promotif dan preventif di berbagai tingkatan, termasuk di tingkat lapisan masyarakat. Dewasa ini ada beberapa penyakit seperti kanker servik, kanker ovarium, kanker uterus dan kanker payudara yang dapat dihindari atau dikurangi dengan meningkatkan upaya preventif.
Kanker servik merupakan penyakit peganasan yang menimbulkan masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Menurut laporan sentra patologi di Indonesia kanker serviks menempati urutan pertama dari penyakit keganasan yang ada pada wanita (Tambunan, 1993).
Menurut Harahap (1997) dilaporkan bahwa 2% dari penduduk yang berusia 40 tahun atau lebih ternyata menderita karsinoma ini. Sebab langsung dari kanker servik belum diketahui, namun ada banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks diantaranya hubungan sex pada usia muda, berganti – ganti pasangan sexual defisiensi zat gizi, rokok dan lain – lain, walaupun kanker servik merupakan tumor ganas yang sering ditemukan terapi mortalitas kanker ini turun 70% selama 40 tahun terakhir, karena kematian terjadi pada sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam stadium lanjut. Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini yang segera disertai pengobatan secara tepat kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan dengan sempurna hampir 100%. Salah satu cara untuk menemukan kanker servik dalam stadium dini adalah dengan papsmear.
Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek pasien papsmear ada sebanyak 256 pasien, yang menderita kanker servik uteri pada tahun 2003 sebanyak 44 penderita. Diantara 44 penderita tersebut 6 orang meninggal pada bulan Januari – Desember 2003. (Dok RSAM, 2003).
Berdasarkan hasil prasurvey di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan didapat data belum ada tenaga kesehatan di Puskesmas tersebut yang memeriksakan papsmear, sementara tenaga kesehatan tersebut adalah sebagai contoh masyarakat.

Untuk itulah penulis tertarik ingin meneliti tentang pengetahuan papsmear yang dimiliki oleh tenaga kesehatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis merumuskan “Bagaimana gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan ?”.

C. Ruang Lingkup
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang pemeriksaan papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan adalah :
1. Sifat Penelitian : deskriptif
2. Subjek Penelitian :
Tenaga kesehatan di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
3. Objek Penelitian :
Pengetahuan tenaga kesehatan tentang papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
4. Lokasi Penelitian :
Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian :
17 April sampai dengan 17 Juni 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diperolehnya gambaran tentang pengetahuan tenaga kesehatan terhadap papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.

2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang pengertian papsmear.
b. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang tujuan papsmear
c. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang manfaat papsmear
d. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang indikasi papsmear
e. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang tempat pelayanan pemeriksaan papsmear

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Untuk Puskesmas
a. Sebagai masukan tentang pemeriksaan papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Lampung Selatan.
b. Untuk mengevaluasi kinerja petugas dalam memberikan konseling tentang papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Lampung Selatan.

2. Untuk Institusi Pendidikan
Untuk dapat dijadikan acuan (referensi) bagi penelitian lebih lanjut. Sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan diperpustakaan institusi pendidikan

3. Untuk Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang papsmear dan merupakan persyaratan untuk menyelesaikan Program Pendidikan pada Diploma III Kebidanan di Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro.
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang papsmear di puskesmas

09 April 2010

Gambaran pengetahuan siswa SMPN ….. tentang perilaku hidup bersih dan sehat tahun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap individu. Agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi semua masyarakat. Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Karena kesehatan menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Pembangunan kesehatan sangat terkait dan dipengaruhi oleh aspek demografi. Pertumbuhan ekonomi masyarakat tingkat pendidikannya, serta keadaan dan perkembangan lingkungan, baik fisik maupun biologik (Depkes RI, 2002).
Salah satu strategi kesehatan nasional dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 adalah menempatkan pembangunan kesehatan yang berwawasan kesehatan, artinya setiap upaya program berdampak positif dalam membentuk perilaku sehat dan lingkungan yang sehat pula. Pada tanggal 1 Maret 1999 Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Paradigma sehat tersebut dijabarkan dan dioperasionalkan antara lain dalam bentuk perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 1999).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigma sehat dalam budaya perorangan. Keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Selain itu juga program perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga dengan membuka jalur komunikasi, informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-masing (Depkes RI, 2002).
Program perilaku hidup bersih dan sehat memiliki 5 program prioritas yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi, kesehatan lingkungan, gaya hidup dan dana sehat/Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Perkembangan program perilaku hidup bersih dan sehat sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat sesuai kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing. Berlakunya menetapkan 9 indikator perilaku, indikator perilaku tersebut adalah tidak merokok, kepesertaan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, menggosok gigi sebelum tidur dan olah raga, indikator lingkungan adalah air jamban ada air bersih, ada tempat sampah, ada Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) ventilasi kepadataan, lantai bukan tanah (Depkes RI, 2004).
Rokok dapat menyebabkan penyakit kanker, jantung, stroke dan paru. Hasil studi WHO menemukan bahwa kematian yang disebabkan oleh rokok diseluruh dunia dapat berlipat tiga dalam dua dekade mendatang. Sampai sekarang tercatat lebih dari 25 penyakit yang disebabkan oleh tembakau, lebih dari 60% perokok adalah laki-laki dewasa yang mulai merokok pada waktu mereka berusia kurang dari 20 tahun, remaja belasan tahun sudah mulai merokok tanpa menyadari sifat pembuat ketagihan nikotin, perilaku terus menerus merokok diantara kaum muda melalui tahap coba-coba selanjutnya menjadi perokok tetap dan akhirnya ketagihan (http://www.pd.persi.co.id, 4 Mei 2004)
Dinas Propinsi Lampung menetapkan 8 indikator di tatanan tempat-tempat umum yaitu air bersih, jamban, ada tempat sampah, saluran pembuangan limbah, pencahayaan dan pencahayaan dan penghawaa, kebersihan kuku, informasi tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) / Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dana sehat/ JPKM, adanya media atau poster kesehatan.
Visi Dinas Kesehatan Lampung Timur "Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata serta sebagai penggerak kesehatan guna menumbuhkan daya saing masyarakat". Rumusan visi tersebut mengandung pengertian bahwa dalam kurun waktu 5 tahun yang akan datang secara bertahap Dinas Kesehatan akan mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata kepada seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat Lampung Timur yang sehat sehingga akan menumbuhkan daya saing masyarakat di segala bidang (Profil Dinas Kesehatan Lampung Timur, 2006).
Perilaku kesehatan di Lampung Timur yang diharapkan adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Berbagai lapisan masyarakat yang beresiko melakukan penyimpangan perilaku hidup bersih dan sehat. Karena bila pengetahuannya masih kurang dapat meningkatkan timbulnya ancaman penyakit yang seharusnya dapat dicegah sedini mungkin dan dapat berperilaku sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kegiatan dari Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM). Puskesmas memiliki program kegiatan utama :
1. Kesehatan lingkungan
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
3. Peningkatan kesehatan keluarga (termasuk kesehatan reproduksi)
4. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
5. Keperawatan kesehatan masyarakat
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Perbaikan gizi masyarakat
(Dinkes Propinsi Lampung, 2004).
Berdasarkan pengamatan peneliti di Puskesmas Raman Utara Lampung Timur, bahwa kegiatan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat belum pernah dilakukan hasil wawancara dengan tidak adanya arsip laporan penyuluhan kesehatan masyarakat di Puskesmas Raman Utara Lampung Timur.
Observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 Maret 2007 di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur yang jumlah siswanya 240 orang (laki-laki 159 dan perempuan 201 orang) mempunyai fasilitas, sumur gali 1, WC siswa 2, WC guru 1, WC kepala sekolah 1, kotak sampah 12, poster kesehatan tentang rokok tidak ada, tempat cuci tangan tidak ada, WC siswa tampak kotor dan berbau tidak sedap, sampah berserakan pada tempat pembuangan sampah, ada 40 siswa merokok di lingkungan sekolah pada jam istirahat, maka tidak cuci tangan banyak yang memelihara kuku tangan, serta tidak ada yang ikut serta dana sehat /JPKM. (Koordinator UKS SMP 2 Raman Utara) 10 penyakit terbesar di Puskesmas Raman Utara adalah ISPA dengan jumlah 3777 kasus, penyakit lain-lain 2063 kasus, rematik 1348 kasus, hipertensi 952 kasus, karies gigi 632 kasus, penyakit kulit karena alergi 700 kasus, penyakit karena infeksi 615 kasus, diare 502 kasus (LB1 Puskesmas Raman Utara, 2006).
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul ”Gambaran Pengetahuan Siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut : "Bagaimanakah gambaran pengetahuan siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ?"

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur
3. Obyek Penelitian : Gambaran pengetahuan siswa SMP tentang perilaku hidup bersih dan sehat di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur.
4. Lokasi Penelitian : SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : 14 Mei sampai dengan 22 Juli 2007
D. Tujuan Penelitian
Dapat diketahui gambaran pengetahuan siswa SMP tentang perilaku hidup bersih dan sehat di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Pendidikan SMPN 2 Raman Utara
Sebagai bahan rujukan bagi pendidik SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur, untuk melakukan penyuluhan prilaku hidup bersih dan sehat kepada para siswa dan melengkapi prasarana yang dapat menunjang keberhasilan program perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi petugas penyuluh kesehatan masyarakat untuk peningkatan promosi kesehatan melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat untuk dapat mengenalkan perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Bagi Peneliti Lain
Dapat memberikan masukan terhadap hal-hal yang belum terungkat dalam penelitian ini.

4. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah bahan riset selanjutnya.
5. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui seberapa besar siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur yang tahu dan paham serta melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan siswa SMPN ….. tentang perilaku hidup bersih dan sehat tahun

Gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seseorang mengalami masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, pada masa ini seseorang terus berkembang baik fisik, sosial dan psikologis (Khomsan, 2002). Selama pertumbuhan pesat masa remaja terjadi perubahan fisik penting diantaranya adalah perubahan ukuran tubuh baik tinggi maupun berat badan, perubahan proporsi tubuh ditandai dengan daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya kecil menjadi besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain, organ seks mencapai ukuran yang matang dan ciri-ciri seks sekunder berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa remaja (Hurlock,1997).
Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial, untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru, yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, karena remaja lebih banyak berada diluar rumah maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga (Hurlock, 1997). Salah satu contoh keterpengaruhan ini adalah dalam hal pemilihan makanan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan untuk menjadi vegetarian atau food fadism (Arisman, 2004).
Supaya Pertumbuhan dan perkembangan berjalan optimal tubuh memerlukan nutrisi yang memadai, kecukupan energi, protein, lemak dan suplai semua nutrien esensial yang menjadi basis pertumbuhan. Asupan energi mempengaruhi pertumbuhan tubuh dan bila asupan tidak adekuat, menyebabkan seluruh unit fungsional remaja ikut menderita, antara lain adalah derajat metabolisme, tingkat aktifitas, tampilan fisik dan maturasi seksual (Soetjiningsih, 2004).
Kecemasan akan bentuk tubuh yang tidak ideal membuat remaja sengaja tidak makan, kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar, atau hanya menyantap kudapan. Kebiasaan ini di pengaruhi oleh teman, media terutama iklan di televisi, atau bahkan dari keluarga. Teman sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis makanan. Makanan siap saji (junk food) kini semakin di gemari oleh remaja, baik hanya sebagai kudapan maupun makanan besar. Makanan ini mudah di peroleh, di samping lebih dikenal karena terpengaruh iklan. Bahan makanan jenis ini sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali kandungan kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan C, sementara kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi. Mengkonsumsi makanan jenis ini secara berlebihan dapat berakibat kegemukan dan kekurangan zat gizi lain (Arisman,2004).
Kebiasaan makan yang di peroleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Kekurangan zat besi misalnya, dapat menimbulkan anemia dan keletihan, terutama remaja wanita yang membutuhkan zat besi lebih tinggi untuk mengganti besi yang hilang bersama darah haid. Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga kedewasa dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor resiko penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, diabetes melitus, atritis, penyakit kantung empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernafasan, dan berbagai gangguan kulit (Arisman, 2004).
Berdasarkan data berat badan dan tinggi badan sebagai hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 28 April 2006, diperoleh hasil penghitungan sebagai berikut : dari seluruh remaja wanita kelas II MAN 2 Metro yang berjumlah 193 orang, 30 orang diantaranya (15,54%) memiliki berat badan ideal, 137 orang (70,98%) memiliki berat badan kurang dari berat badan ideal dan 26 orang (13,47%) memiliki berat badan lebih dari berat badan ideal. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian yaitu “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk :
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang pengertian diet seimbang di MAN 2 Metro.
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang konsumsi makanan sesuai dengan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) di MAN 2 Metro.
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang pengaruh gizi pada proses tubuh di MAN 2 Metro.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian mengenai gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro adalah :
Sifat Penelitian : Deskriptif
Subyek Penelitian : Remaja Wanita Kelas II MAN 2 Metro
Objek penelitian : Pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro.
Lokasi penelitian : Sesuai dengan latar belakang penelitian ini maka penulis menetapkan lokasi untuk melakukan penelitian di Madrasah Aliyah Negeri 2 Metro.
Waktu Penelitian : April – Mei 2006
E. Manfaat Penelitian
Bagi Remaja Wanita
Sebagai informasi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan remaja wanita tentang diet seimbang

Bagi Insitusi yang diteliti
Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan seluruh siswa tentang diet seimbang

Bagi Peneliti Lain
Sebagai referensi atau bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan diet seimbang
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang

Gambaran pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di SMA

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Kanker saat ini menjadi salah satu penyebab kematian utama didunia dan di Indonesia. Kanker payudara merupakan salah satu jenis penyakit yang ditakuti oleh wanita karena penyakit tersebut dapat menyebabkan hilangnya organ vital wanita. Kanker payudara juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius dan bahkan dapat berujung kematian (www.republika.co.id). Di dunia sekitar 7,6 juta (13 %) kematian disebabkan karena kanker,dan faktanya 160 ribu (2,1%) penderita kanker diseluruh dunia adalah anak-anak (www.mediandonesia.com).
Menurut UU Kesehatan No.23 tahun 1992, sehat adalah suatu keadaan sejahtera badan jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Mansjoer dkk, 2000). Masalah kematian ibu adalah masalah yang kompleks, meliputi hal-hal non teknis seperti status wanita dan pendidikan (Saifuddin, 2002).
Menurut World Healt Organization (WHO), kanker payudara akan dialami wanita sebanyak 8-9 % dalam hidupnya. Setiap tahun lebih dari 580.000 kasus baru ditemukan diberbagai negara berkembang dan kurang lebih 372.000 pasien meninggal karena penyakit tersebut. Di Eropa terdiagnosis lebih dari 250.000 kasus baru kanker dankurang lebih 175.000 di Amerika. Pada tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 700.000 meninggal karena penyakit itu (www.relawannet.com).
Di Indonesia, kanker payudara saat ini termasuk dalam posisi terbanyak kedua sebagai penyebab kanker (www.relawannet.com). Menurut Yayasan Kanker Payudara Jakarta, 10 dari 10.000 penduduk indonesia terkena kanker payudara, 70 % penderita datang kedokter atau rumah sakit pada keadaan stadium lanjut (www.tabloidnova.com).
Seorang wanita mempunyai peluang 7 % mengembangkan kanker payudara, 2,7 % mengembangkan kanker usus, 2,3 % mengembangkan kanker leher rahim. Cara yang paling meyakinkan untuk mengendalikan kanker dan membunuh indung semangnya adalah, mendeteksinya sebelum tumbuh lebih lanjut. Asosiasi kanker Amerika menekankan pentingnya deteksi awal kanker dan menasehati wanita untuk berkonsultasi ke dokter dengan segera jika salah satu gejalanya muncul (Llewellyn,2005).
Tabel 1. Sepuluh bentuk kanker yang paling umum pada kaum wanita dan perkiraan presentase timbulnya (Hardjana, 2000)

No Jenis Kanker Prosentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Payudara
Usus besar
Dubur
Kulit
Paru-paru
Ovarium
Lambung
Serviks
Pankreas
Rahim 24 %
12 %
12%
10 %
9 %
5 %
4 %
4 %
3 %
3 %

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kanker payudara menduduki posisi tertinggi dari 10 jenis kanker yang ada.
Penyakit kanker sebenarnya bisa disembuhkan, tetapi masih banyak orang yang tidak menyadari bahwa penyebab tidak terselamatkannya pasien karena keterlambatan mereka memeriksakan diri kedokter (www.tabloidnova.com).
Kanker tidak selalu identik dengan usia lanjut, kewaspadaan kanker terhadap kanker mesti dimulai sejak usia dini. Pakar kanker Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengungkapkan bahwa dari penderita kanker di Indonesia sebanyak 35 % berusia dibawah 40 tahun. “ Jumlah penderita kaker usia muda di Indonesia tersebut jauh lebih besar di banding di Amerika Serikat yang hanya 3 % “ ujarnya. Sedangkan Manajer Terapi Onkologi Roche Indonesia mengungkapkan bahwa dari semua kasus kanker di dunia yaitu sebanyak 40 % dapat dihindari karena dilakukan deteksi sejak dini. Masih banyaknya pasien yang datang terlambat kedokter dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap kanker (www.mediaindonesia.com).
Berdasarkan fenomena diatas, maka sangatlah penting bagi remaja putri untuk mengetahui informasi tentang kanker agar dapat dilakukan deteksi sejak dini dan tidak terjadi keterlambatan pasien datang kedokter.
Sejumlah studi memperlihatkan bahwa deteksi kanker payudara dan terapi dini dapat meningkatkan harapan hidup dan memberikan pilihan terapi lebih banyak pada pasien (www.relawannet.com).
Hasil pra survei pada tanggal 18 April 2007, terdapat 238 siswa kelas 2 di SMA Negeri I Gedong Tataan, 143 diantaranya adalah remaja putri. Setelah disebarkan kuesioner kepada 10 (7 %) orang siswi didapatkan hasil pengetahuan siswi kelas 2 tentang kanker payudara, 4 (3 %) orang siswi tergolong dalam kriteria cukup dan 6 (4 %) orang siswi tergolong dalam kriteria kurang, disamping itu sekolah tersebut blm pernah ada penyuluhan tentang kanker payudara. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang kanker payudara di SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “ Bagaimana gambaran pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Remaja putri kelas 2 SMA Negeri I Gedong Tataan
Lampung Selatan
3. Obyek penelitian : Pengetahuan remaja putri tentang kanker
payudara
4. Tempat penelitian : SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan
5. Waktu penelitian : 11 – 12 Juni 2007
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang kanker payudara di SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang pengertian kanker payudara.
b. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang faktor resiko kanker payudara.
c. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang gejala kanker payudara.
d. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang diagnosa kanker payudara.
e. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang pengobatan kanker payudara.
f. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang pencegahan kanker payudara.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan
Diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan dalam merencanakan kegiatan pendidikan di SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan dengan memasukkan materi tentang kanker payudara dalam konteks intrakulikuler atau ekstrakulikuler yang akan memberikan bekal pengetahuan.
2. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan bacaan serta menambah pengetahuan tentang kanker payudara.
3. Bagi Puskesmas Gedong Tataan Lampung Selatan
Diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai perencanaan program puskesmas untuk mengadakan penyuluhan disekolah tersebut.
4. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang kanker payudara serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama studi..












BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di SMA

Gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memiliki anak penting bagi semua masyarakat di dunia dan perkawinan merupakan salah satu sarana untuk mendapat keturunan, dengan adanya keturunan diharapkan dapat membangun keluarga yang aman, damai, sejahtera dan bahagia sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai generasi penerus dengan kualitas sumber daya manusia dapat diandalkan. (Manuaba,1999). Infertilitas (ketidakmampuan konsepsi atau memiliki anak) merupakan sumber keluhan dan kecemasan pada pasangan. Walaupun Infertilitas tidak berpengaruh pada aktivitas fisik dan tidak mengancam jiwa, bagi banyak pasangan hal ini berdampak besar pada kehidupan keluarga (POGI,1996).
Selain itu faktor psikokultural mempengaruhi sikap pasangan terhadap masalah ini, sehingga ada upaya-upaya irasional (alternatif, shinse, herbalisme, dll) untuk mempunyai anak. Memang apa yang dilakukan pasangan tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena ilmu kedokteran yang mutakhir sekalipun belum dapat menjawab seluruh masalah Infertilitas secara memuaskan (www.kompas.com 2007).
Berdasarkan catatan WHO, di dunia ada sekitar 50-80 juta Pasutri mempunyai problem Infertilitas dan setiap tahunnya muncul sekitar 2 juta pasangan infertil (ketidakmampuan mengandung atau menginduksi konsepsi) baru. Tidak tertutup kemungkinan jumlah itu akan terus meningkat. Berdasarkan penelitian dari setiap 100 pasangan, pada pasangan suami istri yang sudah mempunyai anak dan mereka menginginkan anak kembali seperempatnya atau 15% berada di bawah kesuburan normal (Alia,Maret 2005).
Program Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organization (WHO) juga mencakup pelayanan pasangan infertilitas. Hal ini sesuai dengan tujuan program Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana di Indonesia yaitu “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)”. Oleh karena itu kepada pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak seyogyanya juga diberikan pelayanan infertilitas agar mereka juga dapat mewujudkan tujuan NKKBS bagi diri dan keluarga (Hartanto,2002).
Penyebab utama Infertilitas dibeberapa Negara berkembang adalah infeksi yang disebabkan karena kuman gonorrea dan clamydia. Infeksi tersebut dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PRP), penyumbatan tuba, Infeksi postpartum dan post abortus pada wanita serta epididimitis pada laki-laki (POGI.1996). Seperti halnya penanggulangan penyakit pada umumnya, usaha pertama yang selalu harus diusahakan adalah mencari penyebab Infertilitas (www.kompas.com 2007).
Hasil survey sebuah website wanita menunjukan bahwa gagalnya kehamilan pada pasangan menikah selama 12 bulan, 40 % nya disebabkan Infertilitas pada pria, 40 % pada wanita dan 20 % lagi adalah kombinasi keduanya. Jadi tidak benar anggapan bahwa kaum wanita lebih bertanggungjawab terhadap kesulitan mendapatkan anak, bahkan penelitian beberapa tahun terakhir ini, 50 % gangguan kesuburan disebabkan oleh pria (Alia,Maret 2005).
Evaluasi terhadap pria penderita infertilitas yang datang ke klinik infertilitas bagian urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukkan, 20-25% penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab terbanyak infertilitas pria adalah pelebaran pembuluh darah balik atau vena disekitar buah zakar yang disebut varikokel. Varikokel ditemukan pada 40% penderita. Temuan ini tidak jauh berbeda dengan temuan salah satu pusat penanggulangan infertilitas terkenal di Baylor College of Medicine, Amerika Serikat yaitu 42%. Penyebab lain dari infertilitas pada pria adalah sumbatan/obstruksi pada saluran sperma. Hal ini terjadi pada 15% penderita. Pada 20% sisanya, infertilitas diakibatkan oleh berbagai faktor, misalnya gangguan hormon, kelainan bawaan, pengaruh obat, gangguan ereksi/ejakulasi, radiasi, keracunan pestisida, gangguan imunologi, operasi di daerah panggul dan lain-lain (www.kompas.com 2007).
Pada wanita penyebab infertilitas terbanyak adalah karena tertutupnya saluran tuba sebanyak 30%, 25% disebabkan karena gangguan ovulasi, masalah serviks sebanyak 15%, masalah-masalah endokrin seperti tumor hipofisis dan kelainan kongenital juga dapat menyebabkan infertilitas pada wanita, hal ini terjadi sebanyak 10% penderita (POGI,1996).
Di Indonesia banyaknya pasangan Infertil dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup, maka menurut Sensus Penduduk terdapat 12% baik didesa maupun dikota, atau kira-kira 3 juta pasangan infertil di seluruh Indonesia. Makin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin menurun kejadian kehamilannya.
Di Propinsi Lampung dengan jumlah penduduk 6.983.700 jiwa dengan jumlah pasangan usia subur (PUS) 1.380.636 pasangan dan diperkirakan yang mengalami infertilitas adalah 138.064 (10%) pasangan (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2005). Di kabupaten Lampung Timur dengan jumlah penduduk 919.017 jiwa dan jumlah pasangan usia subur (PUS) 184.379 pasangan dan yang mengalami Infertilitas lebih kurang 18.438 (10%) pasangan. Selanjutnya untuk kecamatan Batanghari dengan jumlah penduduk 50.741 jiwa dengan jumlah pasangan usia subur (PUS) 10.400 pasangan dan diperkirakan yang mengalami infertilitas 1040 (10%) pasangan (BPS, Kantor Catatan Sipil dan BKKBN Lampung Timur, 2006).
Berdasarkan data pra survey pada bulan Juli sampai dengan Desember 2006 di desa Sri Basuki Batanghari dengan jumlah penduduk 1994 jiwa dan jumlah pasangan usia subur 414 pasangan terdapat 21 pasangan infertil yang sedang berupaya untuk mendapatkan keturunan dimana sebagian besar dilakukan dengan cara-cara non medis, padahal apabila semua pasangan infertil mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan infertilitas dan cara yang harus ditempuh serta bagaimana penanggulangannya maka problem infertilitas bagi pasangan infertil dapat segera tertanggulangi.
Timbulnya Infertilitas sebenarnya dapat dicegah, beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah maupun menanggulangi Infertilitas (www.kompas.com 2007). Ilmu Kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan Infertil memperoleh anak. Bahkan berkat kemajuan tekhnologi kedokteran beberapa pasangan dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan Inseminasi Buatan Donor, bayi tabung atau membesarkan dirahim wanita lain (Sarwono,1999).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik ingin mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasangan Infertil tentang Infertilitas di desa Sri Basuki Batanghari Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian yaitu : Bagaimana Gambaran Pengetahuan Pasangan Infertil tentang Infertilitas di desa Sri Basuki Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan penelitian agar sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat, penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Pengetahuan Pasangan Infertil tentang Infertilitas
3. Subyek Penelitian : Pasangan Infertil yang bertempat tinggal di desa Sri Basuki Batanghari Lampung Timur
4. Lokasi Penelitian : Desa Sri Basuki Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : Tanggal 15 Mei 2007 – 19 Mei 2007

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di Desa Sri Basuki Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi :
1. Bagi Peneliti
a. Menambah pengalaman dalam penelitian serta menerapkan ilmu yang didapat selama mengikuti kuliah
b. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gambaran pengetahuan pasangan Infertil tentang Infertilitas

2. Bagi Tenaga Kesehatan di Desa Sri Basuki
Sebagai sumbangan pemikiran tentang pasangan yang mengalami Infertil ditinjau dari aspek pengetahuan tentang Infertilitas sehingga bidan dapat memberikan bantuan berupa konseling atau bimbingan dengan demikian meningkatkan mutu layanan reproduksi wanita.

3. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Politehnik Kesehatan Tanjung Karang umumnya dan khususnya Program Studi Kebidanan Metro sebagai bahan referensi bagi perpustakaan dan peneliti lainnya

4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian yang akan datang sebagai bahan literatur
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di desa

Gambaran pengetahuan klimakterium tentang menopause di dusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental, sosial, dan bukan hanya bebas dari penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsinya. Kesehatan reproduksi bukan hanya membahas masalah kehamilan atau persalinan, tetapi mencakup seluruh siklus kehidupan wanita yang salah satunya adalah masa menopause, yaitu suatu masa yang dimulai pada akhir masa reproduksi dan berakhir pada masa senium (lanjut usia), yaitu pada usia 40-65 tahun (Pakasi, 2000). Pada usia ini akan banyak muncul masalah kesehatan karena masalah kesehatan sangat erat kaitannya dengan peningkatan usia (Curtis, Glade B, 2000).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan Umur Harapan Hidup (UHH) orang Indonesia adalah 75 tahun. Umur harapan hidup wanita adalah 67 tahun dan pria 63 tahun (yminti online, 2007). UHH dari 10 Kabupaten di Propinsi Lampung dari tahun 2002-2004 mengalami peningkatan bila dilihat per kabupaten atau per kota, UHH berkisar 66,4 tahun. UHH Kota Metro adalah 71,8 tahun dan Kabupaten Lampung Timur memiliki UHH 69,3 tahun (Profil Kesehatan Lampung, 2005). Hal ini berarti wanita memiliki UHH lebih tinggi dari pada pria dan akan menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. (yminti online, 2007).
Menopause adalah haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir yang disebabkan menurunnya fungsi ovarium dan diagnosa dibuat setelah terdapat Amenorea (tidak haid) sekurang-kurangnya satu tahun (medicastore online, 2007). Sebenarnya menopause bukan merupakan masalah patologis tetapi merupakan masalah fisiologis yang dialami setiap wanita di dunia tetapi sangat mengganggu kebahagiaan sebuah keluarga dan wanita itu sendiri. Di dalam pengalaman hidupnya, seorang wanita akan mengalami perubahan-perubahan alamiah ini. Namun proses alamiah ini berbeda pada setiap wanita menopause. Ada yang melewatinya tanpa merasa terganggu, namun sebagian besar wanita menopause melalui perubahan alamiah ini dengan cobaan yang berat, gangguan fisik dan tekanan psikis yang menekan (Pakasi, 2000). Hal ini disebabkan karena berhentinya produksi estrogen dan menurunnya daya tahan tubuh seiring dengan bertambahnya usia (yminti online, 2007).
Perubahan fisik pada wanita biasanya terlihat pada perubahan kulit yang terlihat semakin mengendor, mudah terbakar sinar matahari, dan tumbuh bintik hitam (Manuaba, 1999). Perubahan fisik yang lain seperti incontinentia urin, berkurangnya penglihatan, pendengaran, patah tulang, dan sakit kepala (yminti online, 2007).
Berdasarkan penelitian Choirah pada tahun 2004 di Jakarta, ditemukan hubungan antara penurunan kadar estrogen dengan perubahan psikis yang terjadi pada masa menopause. Ditemukan adanya depresi sebanyak 37,9 % pada wanita menopause yang mengalami penurunan estrogen (Kusumawardhani, 2006), karena adanya ketidakseimbangan pisikologis dan emosional (Nirmala, 2003). Sedangkan penelitian Gail Saltz yang disitasi oleh Kusumawadhani tahun 2006 menemukan bahwa sepertiga wanita yang berusia diatas 50 tahun mengalami disfungsi seksual, tidak tertarik lagi dalam aktifitas seksual terjadi penurunan minat, gairah, dan berkurangnya sensitifitas fisik.
Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan pada tanggal 21 Maret 2007 di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur menunjukkan bahwa jumlah wanita klimakterium yaitu wanita yang berusia 45-60 tahun berjumlah 52 orang. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan pada wanita klimakterium, ternyata 61,5% wanita klimakterium belum mengerti tentang menopause.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan wanita klimakterium tentang menopause, di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian masalah di atas maka penulis membuat rumusan masalah “Bagaimana pengetahuan wanita klimakterium tentang menopause di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur?”

C. Ruang Lingkup
Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
Subjek Penelitian : Wanita klimakterium, yaitu pre-menopause, menopause, dan post menopause.
Objek Penelitian : Tingkat pengetahuan Wanita pre-menopause, menopause, dan post menopause tentang menopause.
Lokasi Penelitian : Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur.
Waktu penelitian : 5 Mei -7 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran pengetahuan wanita tentang menopause di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan wanita tentang menopause berdasarkan perubahan fisik.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan wanita tentang menopause berdasarkan perubahan psikis.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman untuk penerapan ilmu yang telah di dapat selama kuliah, dalam rangka pemahaman pengetahuan wanita tentang menopause.
2. Wanita klimakterium di dusun III Desa Cempaka Nuban Kec. Batanghari Nuban Lampung Timur.
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan pengetahuan pada wanita tentang menopause, sehingga membantu mempersiapkan diri dalam memasuki masa menopause.
3. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan menopause.

BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan klimakterium tentang menopause di dusun

08 April 2010

Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan antara lain pada kesehatan bayi baru lahir, hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2001 terjadi penurunan angka kematian neonatal dari 25 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun demikian pada komponen kematian neonatal, penurunannya berlangsung lambat Menurut laporan kelompok kerja WHO (April 1994), dari 8,1 juta kematian bayi di dunia 48% adalah kematian neonatal, selanjutnya dari seluruh kematian neonatal sekitar 6% adalah kematian bayi umur kurang dari 7 hari. (Badan Litbang Kesehatan, 2001)
Proporsi kematian neonatal di Indonesia sebesar 39% dari seluruh kematian bayi. Rasio kematian postneonatal dan neonatal adalah 1,58. Kematian neonatal adalah 180 kasus, sedangkan kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Menurut umur kematian 79,4% dari kematian neonatal terjadi pada usia 7 hari pertama, dengan penyebab terbesar (57,1%) karena infeksi dan pneumonia (Badan Litbang Kesehatan, 2001). hal di atas yang mendorong perlu segera pemberian imunisasi dini pada 7 hari pertama kehidupan bayi, sehingga dapat dibentuk kekebalan sedini mungkin.
Timbulnya infeksi pada bayi dapat dimulai sejak dalam kandungan yang dikarenakan saat hamil ibu terserang penyakit. Pada ibu hamil pengidap hepatitis B, sebesar 50% akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus pada penderita hepatitis B (10%) akan menjurus kepada kronis dan dari kasus yang kronis ini 20% akan menjadi hepatoma serta kemungkinan kronisitas akan lebih banyak terjadi pada anak-anak balita oleh karena respon imun pada mereka yang belum sepenuhnya berkembang sempurna, terutama balita di Negara berkembang seperti Indonesia (www.imunisasi.htm, 2005).
Indonesia adalah negara dengan tingkat endemik penyakit hepatitis B menengah sampai dengan tinggi, prevalensi pengidap penyakit hepatitis B di Indonesia sebanyak 2,5 – 25 %. Prevalensi penyakit hepatitis B di kalangan anak–anak di bawah usia 4 tahun adalah sebesar 6,2 %, oleh karena itu imunisasi hepatitis B merupakan salah satu imunisasi yang harus diterima oleh bayi pada 7 hari pertama kehidupannya karena efektifitas imunisasi hepatitis B akan tinggi bila imunisasi hepatitis B diberikan pada usia dini. (Dep.Kes;2002).
Selanjutnya penyakit yang banyak dialami oleh anak – anak bahkan merupakan urutan yang kelima dari semua penyakit anak di Indonesia adalah Tuberkulosis (TBC). Berdasarkan hasil pemeriksaan, Indeks tuberkulin positif pada anak Indonesia semakin tinggi dengan bertambahnya usia yaitu pada umur 1 – 6 tahun 25,9%, pada umur 7-14 tahun 42,4 % dan diatas 15 tahun 58,6 %. Hal ini disebabkan semakin tinggi usia anak semakin banyak kebutuhan gizi, namun karena social ekonomi yang rendah, maka anak mengalami kondisi kurang gizi, oleh karena itu perlu pemberian imunisasi BCG. (Dep.Kes;2002).
Sebenarnya Morbiditas dan Mortalitas tuberkulosis dapat menurun sendiri bila keadaan sosial ekonomi meningkat. Di negara berkembang seperti Indonesia tidaklah tepat bila hanya mengharapkan perbaikan dari sosial ekonomi saja tetapi juga perlu dilakukan pencegahan penyakit ini, diantaranya dengan pemberian imunisasi BCG terutama sejak bayi. (Ilmu Kesehatan Anak;1985)
Selanjutnya penyakit yang banyak diderita pada balita adalah polio. Penyakit polio di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat 112.000 anak usia 1 sampai 14 tahun menderita kelumpuhan akibat penyakit polio. Penyakit ini paling sering di derita oleh anak – anak umur 1 – 2 tahun, karena anak – anak yang terinfeksi virus polio, 95% tidak memperlihatkan gejala (subklinis) atau gejala ringan dan 4,5% sakit tanpa kelumpuhan serta 0,5% terjadi kelumpuhan. (www.imunisasi.htm, 2005). Walaupun hanya 0,5% anak-anak yang terserang virus polio yang menderita kelumpuhan, imunisasi polio tetap penting. Karena kelumpuhan yang diderita akan menetap seumur hidup.
Selanjutnya kalau diamati lebih lanjut di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006 ditemukan tingginya penyakit TB Paru yaitu 168 Balita, sedangkan jumlah kematian bayi ada 101 bayi. Kematian bayi yang berumur 0-7 hari adalah 76,2 % ( 77 bayi). Penyebab kematian disebabkan oleh BBLR 41,5% (32 Bayi ) dan Asfiksia 40,2 % ( 31 Bayi ), selanjutnya bayi dengan BBLR 0,60 % (118) dan Asfiksia 0,72 % (148).
Di Puskesmas Raman Utara ditemukan 5 bayi meninggal dengan diagnosa 1 bayi karena BBLR dan 3 bayi karena asfiksia Bila bayi dengan BBLR, Asfiksia menyebabkan bayi rentan terhadap penyakit infeksi.(Profil Lampung Timur; 2006).
Salah satu usaha preventif berkaitan dengan pencegahan penyakit seperti hepatitis, TBC dan polio pada bayi adalah dengan cara pemberian imunisasi. Karena kekebalan penyakit-panyakit tersebut tidak dibawa bayi pada saat masih dalam kandungan sehingga pada bayi perlu diberikan imunisasi sedini mungkin yaitu pada usia 0-7 hari pertama. Imunisasi yang diberikan sedini mungkin setelah lahir adalah imunisasi hepatitis B, polio dan BCG (Dep. Kes RI:2002).
Upaya-upaya pencegahan penyakit tersebut tidak hanya dilakukan oleh pemerintah atau tenaga kesehatan saja tetapi juga perlu dukungan yang kuat melalui pengetahuan dan kesadaran ibu, sehingga ibu mau melakukan kunjungan neonatal untuk memperoleh imunisasi pada usia 0-7 hari pertama untuk anaknya.
Di wilayah Puskesmas Raman Utara pada bulan maret 2007 terdapat persalinan sebanyak 63 bayi, dimana yang mendapat imunisasi hepatitis B1, BCG dan polio pada umur 0-7 hari sebesar 46 % (29). Angka ini masih sangat kurang dari target yang ditentukan yaitu 90%. Adanya kesenjangan antara target dan hasil yang mendorong penulis tertarik untuk meneliti Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Imunusasi Pada Kunjungan Neonatal Pertama (KN I) Di Puskesmas Raman Utara Periode Maret tahun 2007.
B. Rumusan Masalah
Bersadarkan latar belakang, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di Puskesmas Raman Utara tahun 2007?.”
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian adalah.
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu yang mempunyai bayi usia 0-7 hari
3. Objek penelitian : Pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I)
4. Lokasi penelitian : Puskesmas Raman Utara
5. Waktu penelitian : 14 Mei – 22 Juli 2007
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di wilayah Puskesmas Raman Utara tahun 2007.
E. Manfaat Penelitian
Pada hasil penelitian pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) ini di harapkan dapat bermanfaat:
1. Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dalam penelitian, serta sebagai bahan untuk penerapan ilmu yang telah didapat saat kuliah khususnya mata kuliah metode penelitian dalam rangka menganalisa masalah kesehatan masyarakat khususnya kesehatan anak.

2. Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (refrensi) bagi penelitian lebih lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I).
3. Petugas kesehatan, Puskesmas dan Instansi Terkait
Sebagai bahan informasi atau masukan tentang pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di Puskesmas yang diharapkan dapat meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi mengenai pentingnya pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I)di sehingga pada akhirnya dapat memajukan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
4. Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik.

Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas

Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya cukup padat. Kepadatan ini dapat dilihat dari jumlah kelahiran sekitar 5.000.000 pertahun (Manuaba, 1998). Pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia sebesar 6.500.000.000 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,7%, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama sebesar 241.973.879 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,66%. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk (www.laju pertumbuhan pendudduk.go.id,2005)
Pemerintah merencanakan program Keluarga Berencana Nasional untuk mengatasi masalah tersebut yang merupakan bagian dari pembangunan nasional Bangsa Indonesia mempunyai tujuan ganda yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, melalui pengendalian kelahiran dan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Indonesia serta meningkatkan potensi sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kualitas penduduk Indonesia (Winknjosastro, 2002).
Program Keluarga Berencana (KB) mempunyai tujuan yang salah satunya adalah menjarangkan kehamilan dengan menggunakan metode kontrasepsi. Banyak metode kontrasepsi yang digunakan salah satu diantaranya menggunakan metode efektif yang meliputi menggunakan Pil, suntikan, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan implant yang mengakibatkan pencegahan efektif terhadap kemungkinan timbulnya kehamilan, selain itu juga ada yang menggunakan metode kontrasepsi mantap seperti tubekhtomi dan vasektomi (www.bkkbn.go.id, 2005)
Metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal atau sempurna sampai saat ini belum tersedia (Hartanto, 2003), karena harus memenuhi beberapa faktor, antara lain dapat dipercaya, tidak ada efek samping, mudah menggunakan dan mendapatkannya. Faktor lain seperti usia ibu, jumlah dan jarak kelahiran anak juga harus dipertimbangkan dalam pemilihan kontrasepsi (Winknjosastro, 2002).
Salah satu metode kontrasepsi efektif adalah AKDR yang merupakan pilihan utama untuk menjarangkan kehamilan dengan periode usia akseptor antara 20 – 35 tahun, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2 – 4 tahun. Metode kontrasepsi AKDR, dikatakan efektif karena memiliki kelebihan yaitu efektifitas dan reversibilitas yang tinggi, dapat dipercaya, murah harganya, dan mudah dalam pelaksanaannya serta kegagalan yang disebabkan karena kealahan akseptor tidak banyak (Hartanto, 2003).
Umumnya penduduk di negara-negara sedang berkembang paling banyak menggunakan metode kontrasepsi yang pemakainya adalah perempuan. Distribusinya adalah pemakai pil 17,1%, suntik 15,2%, AKDR 10,3%, (Juliantoro, 2000).
Menurut data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi Lampung pada tahun 2000 akseptor KB suntik 58,6%, akseptor KB pil 29,8% dan AKDR adalah 16,9%, karena pada umumnya masyarakat lebih memilih alat kontrasepsi yang bersifat praktis dan efektifitasnya tinggi seperti metode KB non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) misalnya suntik dan pil sehingga untuk metode KB seperti implant, AKDR, Medis Operatif Wanita (MOW) dan Medis Operatif Pria (MOP) kurang diminati (BKKBN, 2000).
Berdasarkan data prasurvei yang diperoleh dari BKKBN Kota Metro mengenai cakupan pencapaian KB aktif tahun 2006 bulan Maret adalah sebagai berikut
Tabel 1. Pencapaian Peserta KB Aktif bulan Maret tahun 2006
No Kecamatan Mix Kontrasepsi Total PA % PA/PUS % AKDR/PA
PUS AKDR Suntik PIL
1.
2.
3.
4.
5. Metro Pusat
Metro Utara
Metro Barat
Metro Timur
Metro Selatan 7013
4037
3242
4864
1997 866
389
324
794
236 2425
1129
1158
1449
746 1520
1319
633
1118
344 4811
2837
2115
3361
1326 68,60
70,27
65,23
69,09
66,39 18,00
13,71
15,31
23,62
17,79
Jumlah 21153 2609 6907 4934 14450 68,31 17,79
Sumber : Data BKKBN Kota Metro, 2006.
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa untuk metode suntik mencapai angka yang paling tinggi sebesar 47,79% (6907) sedangkan metode kontrasepsi AKDR mencapai angka yang paling kecil sebesar 18,05% (2609). Bila dilihat lebih jauh untuk Kecamatan Metro Utara tercapai angka paling kecil untuk akseptor KB AKDR sebesar 13,71%(389).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan akseptor KB AKDR presentasinya rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akseptor KB tentang AKDR. Seharusnya mengingat AKDR merupakan kontrasepsi efektif yang dianjurkan untuk ibu multipara yaitu wanita yang telah melahirkan anak hidup minimal 2 orang menjadi pilihan prioritas. Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Bagaimana pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Multipara Tentang Kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR
3. Subjek Penelitian : Seluruh ibu multipara peserta akseptor KB AKDR
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari
5. Waktu Penelitian : 8 – 13 Mei 2006
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Manfaat bagi Puskesmas Banjar Sari
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada pelaksana pelayanan guna meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan AKDR dan meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi
2. Manfaat bagi Intitusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya dalam memberikan informasi tentang KB dan kesehatan serta asuhan bagi penelitian selanjutnya.


Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja (termasuk kolostrum) sesegera mungkin setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain seperti air, air gula, madu, pisang dan sebagainya (DepKes, 2003).
ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi, dimana kandungan gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan. ASI juga mengandung zat untuk perkembangan kecerdasan, zat kekebalan (mencegah dari berbagai penyakit). Konvensi hak-hak anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak, berarti ASI selain merupakan kebutuhan, juga merupakan hak azasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Hal ini telah dipopulerkan pada pekan ASI sedunia tahun 2000 dengan tema : “Memberi ASI adalah hak azasi ibu, Mendapat ASI adalah hak azasi bayi” (Depkes RI, 2001).
Pernyataan dan rekomendasi tentang makanan bayi dan anak oleh World Health Organization (WHO)/United Nations International Children Emergency Fund (UNICEF) tahun 1994 antara lain berisi :
1. Menyusui merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah merupakan dasar fisiologis dan psikologis yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
2. Memberikan susu botol sebagai tambahan dengan dalih apapun juga pada bayi baru lahir harus dihindarkan (Suharyono, 1992).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI )1997 dan 2002 lebih dari 95% ibu pernah menyusui bayinya. Namun yang menyusui dalam 1 jam pertama setelah melahirkan cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% pada tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002. Penggunaan susu formula meningkat lebih dari 3 x lipat selama 5 tahun dari 10,8% pada tahun 1997 menjadi 32,5% pada tahun 2002. (www. depkes.ga.id/ditingkat ASEAN 2006, 15 April 2006).
Pada saat ini tampak ada kecenderungan menurunnya penggunaan ASI pada sebagian masyarakat dikota-kota besar. Dikota besar sering kita melihat bayi diberi susu botol dari pada disusui ibunya, sementara di pedesaan kita melihat bayi yang berusia 1 bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan pada propinsi Lampung adalah 57.201 bayi atau sekitar 34,53,% dari jumlah bayi 165.656 bayi, sedangkan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan untuk Kota Metro adalah 900 bayi antau 58,82% dari jumlah bayi seluruhnya 1530 bayi (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004).
Data prasurvei yang didapat oleh penulis di Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai cakupan pemberian ASI Eksklusif tahun 2005 adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Data Cakupan ASI Eksklusif Kota Metro 2005
No Puskesmas Sasaran Cakupan %
1
2
3
4
5
6 Yosomulyo
Metro
Iringmulyo
Banjarsari
Sumbersari
Ganjar Agung 282
241
334
241
139
227 238
27
158
183
27
177 84,39
11,2
47,3
75,93
19,93
77,97
JUMLAH 1464 810 55,32
Sumber : Laporan Cakupan ASI Eksklusif Dinas Kesehatan Kota Metro 2005
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa cakupan pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Metro mendapatkan angka yang paling kecil hanya tercapai 11,2% (27 ibu) dari 60% target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan kota Metro (Indikator Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota Metro Tahun 2003-2010 ) dan cakupan pemberian ASI Eksklusif yang paling besar dicapai oleh Puskesmas Yosomulyo yaitu sebesar 84,39 % (238 ibu) dari 282 sasaran yaitu di Desa Yosomulyo.
Hasil prasurvey di Wilayah Kerja Puskesmas Metro tentang pemberian ASI Eksklusif pada bulan Februari – Maret 2006 terdapat 237 ibu menyusui anak pertama, sedangkan ibu menyusui anak pertama yang sedang menyusui dan telah memberikan ASI Eksklusif sejumlah 20 orang (47,4%). Rendahnya cakupan ini disebabkan faktor ekonomi yang mengharuskan ibu-ibu menyusui anak pertama tetap bekerja, sehingga ibu tidak memiliki waktu untuk menyusui bayinya secara eksklusif. Hasil prasurvey juga menunjukan ternyata bayi yang dilahirkan dengan normal tidak semua langsung diberi ASI tetapi diberi susu formula. Untuk lebih jelas lagi dapat dilihat pada pada tabel 2 mengenai data prasurvey di Puskesmas Metro, jumlah Ibu menyusui anak pertama yang memiliki anak berusia 6 -24 bulan dan Ibu menyusui bukan anak pertama dalam pemberian ASI Eksklusif sebagai berikut :

Tabel 2. Ibu Post Partum Yang Langsung Memberikan Dan Tidak Memberikan ASI Pada Bayinya Di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Bulan Februari– Maret 2006

Ibu Memberikan ASI Jumlah %
Eksklusif Non Eksklusif
Jumlah % Jumlah %
Ibu menyusui anak pertama 20 0,08 72 0,30 92 0,39
Ibu menyusui bukan anak pertama 7 0,03 138 0,58 145 0,61
Jumlah 27 0,11 210 0,89 237 100
Sumber : Laporan Cakupan ASI Eksklusif Dinas Kesehatan Kota Metro 2005
Berdasarkan tabel di atas didapatkan jumlah ibu menyusui anak pertama dengan ASI Eksklusif berjumlah 20 orang (0,8%) dari jumlah seluruh ibu menyusui anak pertama 237 orang (100%). Berdasarkan data latar belakang inilah sebagai dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Metro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rendahnya cakupan ASI Eksklusif yang dicapai Puskesmas Metro maka dapat dirumuskan permasalahannya “Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Metro tahun 2006 ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Metro tahun 2006.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang pengertian ASI Eksklusif.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang manfaat ASI Eksklusif.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang kerugian pemberian ASI Eksklusif.
d. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang kontra indikasi untuk memberikan ASI Eksklusif.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Study Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu menyusui anak pertama yang memiliki anak dengan usia 6 sampai 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Metro pada bulan Februari – Maret 2006.
3. Obyek Penelitian : Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Metro tahun 2006.
4. Lokasi penelitian : Di Wilayah Kerja Puskesmas Metro.
5. Waktu Penelitian : 8 Mei sampai dengan 15 Mei 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Puskesmas Metro
Menambah wawasan serta menjadi tolak ukur para tenaga kesehatan di Puskesmas Kota Metro dalam melaksanakan program selanjutnya, terutama lebih aktif dalam memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu menyusui anak pertama tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Untuk memberikan masukan bagi kegiatan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan ASI Eksklusif terutama hal-hal yang belum dimunculkan penulis.

Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas

BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa

Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Visi Indonesia Sehat 2010, adalah ditetapkannya misi pembangunan kesehatan yang salah satunya adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, dengan sasaran meningkatkan jumlah penduduk mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang, sehingga untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat, salah satu program unggulan yaitu program perbaikan gizi (Dep. Kes. RI, 1993: 10).

Gizi merupakan unsur yang sangat penting dalam membentuk kualitas manusia. Perbaikan gizi adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan gizi. Manfaat dari perbaikan gizi adalah meningkatkan status gizi, peningkatan mutu konsumsi makanan, serta penanggulangan terhadap masalah gizi, sehingga diharapkan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan sehat. Sasaran dalam perbaikan gizi ini adalah seluruh individu baik bayi, balita, remaja, manusia dewasa, maupun usia lanjut (Dep. Kes. RI, 1989: 5).

Di Indonesia sendiri masih ditemui ibu hamil yang mengalami kurang gizi kronis diatas 30% atau sekitar 1,5 juta. Untuk wilayah Lampung sekitar 5,79% sedangkan daerah Tanggamus ditemui ibu hamil yang mengalami kurang gizi adalah 1,79% (Profil Kesehatan Lampung, 2003).

Masalah gizi banyak ditemui pada golongan ibu hamil, misalnya Kurang Kalori Protein(KKP), anemia gizi, defisiensi vitamin A dan yodium. Gizi diperlukan oleh tubuh manusia untuk kecerdasan otak dan kemampuan fisik. Masalah gizi lebih sering terjadi pada kelompok masyarakat di daerah pedesaan yang mengkonsumsi bahan pangan yang kurang baik jumlah maupun mutunya.. Akibatnya penyakit kekurangan gizi pada ibu masih cukup tinggi. Sebagian besar masalah disebabkan oleh faktor ekonomi dan pendidikan keluarga, namun tidak dipungkiri bahwa faktor sosial budaya mempengaruhi secara nyata gambaran menyeluruh masalah gizi di daerah pedesaan. Sikap dan kepercayaan ibu hamil pada budaya leluhur yang mengatakan bahwa selama hamil dilarang makanan tertentu karena akan mengakibatkan kelainan pada anak yang dikandungnya masih sangat dipercaya dan ditakuti. Rendahnya pengetahuan ibu hamil mengenai manfaat zat–zat gizi pada makanaan akan sangat berpengaruh dengan cara pengolahan dan penyusunan menu makanan sehingga gizi yang diharapkan tidak didapatkan. Ibu hamil harus menerapkan menu empat sehat lima sempurna ( Dep. Kes. RI, 1989: 12 ).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perkembangan otak berlangsung pesat pada saat janin berada dalam kandungan ibu. Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menyebabkan bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang mempunyai resiko tinggi terhadap kematian bayi atau lebih lanjut mengalami pertumbuhan dan perkembangan dibawah normal. Angka bayi lahir hidup dengan BBLR adalah sekitar 8,2% (www. Republika Online, 2003: 2)

Kekurangan berbagai macam zat gizi selama kehamilan akan mempengaruhi status gizi ibu hamil. Kenaikan berat badan yang rendah selama kehamilan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 23,5 cm merupakan indikator kurang gizi pada ibu hamil yang merupakan penyebab langsung retardasi pertumbuhan intra uteri. Status gizi yang buruk memberikan kontribusi pada tiga penyebab kematian ibu yang utama yaitu perdarahan 40-60%, toksemia gravidarum 20-30% dan infeksi 20-30% (Nadesul, 1997: 17).

Dari data pra survei yang penulis peroleh pada tanggal 5 April 2004 di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus didapatkan data ibu hamil dengan status gizi kurang seperti tabel 1 berikut:

Tabel 1. Distribusi Jumlah Ibu Hamil di Desa Wates Pada Bulan Januari sampai Maret 2004

Bulan

Jumlah kunjungan ibu hamil baru

Ibu hamil dengan status gizi baik

Ibu hamil dengan status gizi kurang

Jml

%

Jml

%

Jml

%

Januari

Februari

Maret

11

8

15

32,35

23,53

44,12

7

5

9

33,33

23,81

42,86

4

3

6

30,76

23,09

46,15

Jumlah

34

100

21

100

13

100

Sumber Medical Record (Dokumen) Puskesmas Wates, 2004

Berdasarkan tabel diatas maka di dapat data pada bulan Januari sampai Maret 2004 di puskesmas Wates terdapat ibu hamil sebanyak 34 orang dengan status gizi baik sebanyak 21 orang (61,76%) dan status gizi kurang sebanyak 13 orang (28,83 %).

Dari keadaan di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sederhana tentang “ Gambaran Pengetahuan Tentang Nutrisi Ibu Hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus “.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus ?”

Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Sifat penelitian : Deskriptif.

2. Subyek penelitian : Ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus

3. Obyek penelitian : Pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi pada ibu hamil.

4. Lokasi penelitian : Di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus.

5. Waktu penelitian : 19 Mei sampai 1 Juni 2004

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus tahun 2004.



Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa

BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI