kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

21 August 2010

Efek Samping Obat

A. Masalah dan Kejadian Efek Samping Obat
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, oleh karena seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh. Kalau suatu efek farmakologik terjadi secara ekstrim, inipun akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap sistem biologik tubuh.
Pengertian efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui. Beberapa contoh efek samping misalnya:
  • reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik),
  • hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang berlebihan),
  • osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek samping karena penggunaan jangka lama),
  • hipertensi karena penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian obat - withdrawal syndrome),
  • fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa awal kehamilan (efekteratogenik), dan sebagainya.
Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi, misalnya:
  • Kegagalan pengobatan,
  • Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat (drug-induced disease atau iatrogenic disease), yang semula tidak diderita oleh pasien,
  • Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi, memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak ekonomik).
  • Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan terapi lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat, dll.
B. Pembagian Efek Samping Obat
Efek samping obat dapat dikelompokkan/diklasifikasi dengan berbagai cara, misalnya berdasarkan ada/tidaknya hubungan dengan dosis, berdasarkan bentuk-bentuk manifestasi efek samping yang terjadi, dsb. Namun mungkin pembagian yang paling praktis dan paling mudah diingat dalam melakukan pengobatan adalah pembagian berikut:
1. Efek samping yang dapat diperkirakan
a. Efek farmakologik yang berlebihan
Terjadinya efek farmakologik yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat disebabkan karena dosis relatif yang terlalu besar bagi pasien yang bersangkutan. Keadaan ini dapat terjadi karena dosis yang diberikan memang besar, atau karena adanya perbedaan respons kinetik atau dinamik pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada pasien dengan gangguan faal ginjal, gangguan faal jantung, perubahan sirkulasi darah, usia, genetik dsb., sehingga dosis yang diberikan dalam takaran lazim, menjadi relatif terlalu besar pada pasien-pasien tertentu (Pemakaian obat pada kelompok khusus: anak, usia lanjut, kehamila, dan modul Farmakokinetika klinik dan dasar-dasar pengaturan dosis obat dalam klinik). Selain itu efek ini juga bisa terjadi karena interaksi farmakokinetik maupun farmakodinamik antar obat yang diberikan bersamaan, sehingga efek obat menjadi lebih besar. Efek samping jenis ini umumnya dijumpai pada pengobatan dengan depresansia susunan saraf pusat, obat-obat pemacu jantung, antihipertensi dan hip oglikemika/antidiabetika. Beberapa contoh spesifik dari jenis efek samping ini misalnya:
  • Depresi respirasi pada pasien-pasien bronkitis berat yang menerima pengobatan dengan morfin atau benzodiazepin.
  • Hipotensi yang terjadi pada stroke, infark miokard atau kegagalan ginjal pada pasien yang menerima obat antihipertensi dalam dosis terlalu tinggi.
  • Bradikardia pada pasien-pasien yang menerima digoksin dalam dosis terlalu tinggi.
  • Palpitasi pada pasien asma karena dosis teofilin yang terlalu tinggi.
  • Hipoglikemia karena dosis antidiabetika terlalu tinggi.
  • Perdarahan yang terjadi pada pasien yang sedang menerima pengobatan dengan warfarin, karena secara bersamaan juga minum aspirin, dll.
Semua pasien mempunyai risiko untuk mendapatkan efek samping karena dosis yang terlalu tinggi ini, dan upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan perhatian khusus terhadap kelompok-kelompok pasien dengan risiko tinggi tadi (penurunan fungsi ginjal, penurunan fungsi hepar, bayi dan usia lanjut). Selain itu riwayat pasien dalam pengobatan yang mengarah ke kejadian efek samping juga perlu diperhatikan.

b. Gejala penghentian obat
Gejala penghentian obat (= gejala putus obat, withdrawal syndrome) adalah munculnya kembali gejala penyakit semula atau reaksi pembalikan terhadap efek farmakologik obat, karena penghentian pengobatan. Contoh yang banyak dijumpai misalnya:
  • agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi yang mungkin terjadi pada penghentian pengobatan dengan depresansia susunan saraf pusat seperti barbiturat, benzodiazepin dan alkohol,
  • krisis Addison akut yang muncul karena penghentian terapi kortikosteroid,
  • hipertensi berat dan gejala aktivitas simpatetik yang berlebihan karena penghentian terapi klonidin,
  • gejala putus obat karena narkotika, dsb.
Reaksi putus obat ini terjadi, karena selama pengobatan telah berlangsung adaptasi pada tingkat reseptor. Adaptasi ini menyebabkan toleransi terhadap efek farmakologik obat, sehingga umumnya pasien memerlukan dosis yang makin lama makin besar (sebagai contoh berkurangnya respons penderita epilepsi terhadap fenobarbital/fenitoin, sehingga dosis perlu diperbesar agar serangan tetap terkontrol). Reaksi putus obat dapat dikurangi dengan cara menghentikan pengobatan secara bertahap misalnya dengan penurunan dosis secara berangsur-angsur, atau dengan menggantikan dengan obat sejenis yang mempunyai aksi lebih panjang atau kurang poten, dengan gejala putus obat yang lebih ringan.

c. Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama
Efek-efek samping yang berbeda dari efek farmakologik utamanya, untuk sebagian besar obat umumnya telah dapat diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara sistematik sebelum obat mulai digunakan untuk pasien. Efek-efek ini umumnya dalam derajad ringan namun angka kejadiannya bisa cukup tinggi. Sedangkan efek samping yang lebih jarang dapat diperoleh dari laporan-laporan setelah obat dipakai dalam populasi yang lebih luas. Data efek samping berbagai obat dapat ditemukan dalam buku-buku standard, umumnya lengkap dengan perkiraan angka kejadiannya. Sebagai contoh misalnya:
  • Iritasi lambung yang menyebabkan keluhan pedih, mual dan muntah pada obat-obat kortikosteroid oral, analgetika-antipiretika, teofilin, eritromisin, rifampisin, dll.
  • Rasa ngantuk (drowsiness) setelah pemakaian antihistaminika untuk anti mabok perjalanan (motionsickness).
  • Kenaikan enzim-enzim transferase hepar karena pemberian rifampisin.
  • Efek teratogenik obat-obat tertentu sehingga obat tersebut tidak boleh diberikan pada wanita hamil.
  • Penghambatan agregasi trombosit oleh aspirin, sehingga memperpanjang waktu pendarahan.
  • Ototoksisitas karena kinin/kinidin, dsb.
2. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan
a. Reaksi alergi
Alergi obat atau reaksi hipersensitivitas merupakan efek samping yang sering terjadi, dan terjadi akibat reaksi imunologik. Reaksi ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung dosis, dan terjadi hanya pada sebagian kecil dari populasi yang menggunakan suatu obat. Reaksinya dapat bervariasi dari bentuk yang ringan seperti reaksi kulit eritema sampai yang paling berat berupa syok anafilaksi yang bisa fatal. Reaksi alergi dapat dikenali berdasarkan sifat-sifat khasnya, yaitu:
  • gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek farmakologiknya,
  • seringkali terdapat tenggang waktu antara kontak pertama terhadap obat dengan timbulnya efek,
  • reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, walaupun hanya dengan sejumlah sangat kecil obat,
  • reaksi hilang bila obat dihentikan,
  • keluhan/gejala yang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi imunologik, misalnya rash (=ruam) di kulit, serum sickness, anafilaksis, asma, urtikaria, angio-edema, dll.
Dikenal 4 macam mekanisme terjadinya alergi, yakni:
Tipe I. Reaksi anafilaksis: yaitu terjadinya interaksi antara antibodi IgE pada sel mast dan leukosit basofil dengan obat atau metabolit, menyebabkan pelepasan mediator yang menyebabkan reaksi alergi, misalnya histamin, kinin, 5-hidroksi triptamin, dll. Manifestasi efek samping bisa berupa urtikaria, rinitis, asma bronkial, angio-edema dan syok anafilaktik. Syok anafilaktik ini merupakan efek samping yang paling ditakuti. Obat-obat yang sering menyebabkan adalah penisilin, streptomisin, anestetika lokal, media kontras yang mengandung jodium.
Tipe II. Reaksi sitotoksik: yaitu interaksi antara antibodi IgG, IgM atau IgA dalam sirkulasi dengan obat, membentuk kompleks yang akan menyebabkan lisis sel, Contohnya adalah trombositopenia karena kuinidin/kinin, digitoksin, dan rifampisin, anemia hemolitik karena pemberian penisilin, sefalosporin, rifampisin, kuinin dan kuinidin, dll.
Tipe III. Reaksi imun-kompleks: yaitu interaksi antara antibodi IgG dengan antigen dalam sirkulasi, kemudian kompleks yang terbentuk melekat pada jaringan dan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler. Manifestasinya berupa keluhan demam, artritis, pembesaran limfonodi, urtikaria, dan ruam makulopapular. Reaksi ini dikenal dengan istilah "serum sickness", karena umumnya muncul setelah penyuntikan dengan serum asing (misalnya anti-tetanus serum).
Tipe IV. Reaksi dengan media sel: yaitu sensitisasi limposit T oleh kompleks antigen-hapten-protein, yang kemudian baru menimbulkan reaksi setelah kontak dengan suatu antigen, menyebabkan reaksi inflamasi. Contohnya adalah dermatitis kontak yang disebabkan salep anestetika lokal, salep antihistamin, antibiotik dan antifungi topikal.
Walaupun mekanisme efek samping dapat ditelusur dan dipelajari seperti diuraikan di atas, namun dalam praktek klinik manifestasi efek samping karena alergi yang akan dihadapi oleh dokter umumnya akan meliputi:
1) Demam.
Umumnya demam dalam derajad yang tidak terlalu berat, dan akan hilang dengan sendirinya setelah penghentian obat beberapa hari.
2) Ruam kulit (skin rashes).
Ruam dapat berupa eritema, urtikaria, vaskulitis kutaneus, purpura, eritroderma dan dermatitis eksfoliatif, fotosensitifitas, erupsi, dll.
3) Penyakit jaringan ikat.
Merupakan gejala lupus eritematosus sistemik, kadang-kadang melibatkan sendi, yang dapat terjadi pada pemberian hidralazin, prokainamid, terutama pada individu asetilator lambat.
4) Gangguan sistem darah.
Trombositopenia, neutropenia (atau agranulositosis), anemia hemolitika, dan anemia aplastika merupakan efek yang kemungkinan akan dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif jarang.
5) Gangguan pernafasan:
Asma akan merupakan kondisi yang sering dijumpai, terutama karena aspirin. Pasien yang telah diketahui sensitif terhadap aspirin kemungkinan besar juga akan sensitif terhadap analgetika atau antiinflamasi lain.

b. Reaksi karena faktor genetik
Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu obat mungkin dapat memberikan efek farmakologik yang berlebihan. Efek obatnya sendiri dapat diperkirakan, namun subjek yang mempunyai kelainan genetik seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik (yang juga tidak mungkin dilakukan pada pelayanan kesehatan rutin).

c. Reaksi idiosinkratik
Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukkan suatu kejadian efek samping yang tidak lazim, tidak diharapkan atau aneh, yang tidak dapat diterangkan atau diperkirakan mengapa bisa terjadi. Untungnya reaksi idiosinkratik ini relatif sangat jarang terjadi. Beberapa contoh misalnya:
  • Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetika secara serampangan.
  • Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen jangka lama tanpa pemberian progestogen sama sekali.
  • Obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya tumor limfoid.
  • Preparat-preparat besi intramuskuler dapat menyebabkan sarkomata pada tempat penyuntikan.
  • Kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada pasien-pasien yang pernah menjalani perawatan iodium-radioaktif sebelumnya.
C. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Efek Samping Obat
Faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya efek samping obat. Faktor-faktor tersebut ternyata meliputi:
1. Faktor bukan obat
Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:
a) Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
b) Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya pencemaran oleh antibiotika.

2. Faktor obat
a) Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.
b) Pemilihan obat.
c) Cara penggunaan obat.
d) Interaksi antar obat.

E. Bagaimana Efek Samping Suatu Obat Ditemukan
Dalam pengembangan suatu obat, calon obat mengalami serangkaian uji/penelitian yang sistematis dan mendalam, untuk mendukung keamanan dan kemungkinan kemanfaatan kliniknya sebelum digunakan pada manusia. Dalam tahap praklinik ini, penelitian-penelitian toksikologik, farmakokinetik dan farmakodinamik mutlak harus dilakukan secara mendalam, untuk menangkap setiap kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Bila efek samping terlalu berat relatif terhadap manfaat yang diharapkan, maka calon obat ini dibatalkan. Efek samping yang terdeteksi pada uji praklinik dan dalam batas yang masih bisa ditolerir, merupakan pegangan pada waktu melakukan uji klinik. Namun pada waktu melakukan uji klinik, masih ada kemungkinan untuk menemukan efek samping lain, yang tidak dapat terdeteksi pada uji sebelumnya, misalnya keluhan mual, gangguan konsentrasi, dll mungkin tidak akan bisa terdeteksi dari hewan percobaan. Dari penelitian-penelitian praklinik dan penelitian klinik tahap awal, umumnya akan terdeteksi jenis-jenis efek samping yang angka kejadiannya cukup tinggi.
Identifikasi efek samping dari suatu obat tidak akan pernah berhenti, walaupun obat telah diijinkan dipakai pada pasien. Pemakaian dalam pengobatan harus selalu diikuti dengan studi-studi maupun cara-cara tertentu untuk menjaring setiap kemungkinan kejadian efek samping. Cara-cara ini terutama digunakan untuk mencari efek samping yang jarang namun bisa fatal, yang hanya dapat dideteksi dari populasi pemakai obat yang lebih besar. Berbagai cara/studi tersebut antara lain adalah:
 Penelitian kohort:
Pengamatan dilakukan secara terus menerus terhadap sekelompok pasien yang sedang menjalani pengobatan, untuk mengevaluasi efek samping yang mungkin terjadi setelah pemaparan terhadap obat.
  • Laporan spontan terhadap kecurigaan terjadinya efek samping: Laporan ini dibuat oleh dokter, apabila mereka menjumpai efek samping atau kemungkinan efek samping. Laporan dikirim ke Tim khusus yang menangani masalah efek samping (di Indonesia kepada Tim Monitoring Efek Samping Obat - Departemen Kesehatan RI), yang akan mengumpulkan dan menganalisis laporan tersebut.
  • Penelaahan terhadap statistik vital:Penelaahan dilakukan oleh ahli epidemiologi, untuk melihat apakah ada data yang ganjil pada pola epidemiologi penyakit.
  • Penelitian 'case-control':Merupakan penelitian retrospektif untuk mengetahui besarnya faktor resiko paparan pemakaian obat dengan kejadian efek samping obat. Dalam penelitian ini individu-individu dengan efek samping tertentu yang diteliti, dan individu-individu dari kelompok kontrol, dibandingkan secara retrospektif riwayat penggunaan obat yang dicurigai. Masing-masing cara mempunyai keunggulan dan kelemahan, namun hasil dari berbagai macam studi tersebut akan saling melengkapi satu sama lain.
F. Upaya Pencegahan dan Penanganan Efek Samping
Saat ini sangat banyak pilihan obat yang tersedia untuk efek farmakologik yang sama. Masing-masing obat mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing, baik dari segi manfaat maupun kemungkinan efek sampingnya. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah, jangan terlalu terpaku pada obat baru, di mana efek-efek samping yang jarang namun fatal kemungkinan besar belum ditemukan. Sangat bermanfaat untuk selalu mengikuti evaluasi/penelaahan mengenai manfaat dan risiko obat, dari berbagai pustaka standard maupun dari pertemuan-pertemuan ilmiah. Selain itu penguasaan terhadap efek samping yang paling sering dijumpai atau paling dikenal dari suatu obat akan sangat bermanfaat dalam melakukan evaluasi pengobatan.

9. Upaya pencegahan
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan untuk melakukan hal-hal berikut:
  • Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
  • Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif non-farmakoterapi.
  • Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
  • Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada bayi dan anak, gejala dini efek samping seringkali sulit dideteksi karena kurangnya kemampuan komunikasi, misalnya untuk gangguan pendengaran.
  • Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan obat bila dirasa tidak perlu lagi.
  • Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena efek samping obat.
10. Penanganan efek samping
Tidak banyak buku-buku yang memuat pedoman penanganan efek samping obat, namun dengan melihat jenis efek samping yang timbul serta kemungkinan mekanisme terjadinya, pedoman sederhana dapat direncanakan sendiri, misalnya seperti berikut ini:
  1. Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping. Telaah bentuk dan kemungkinan mekanismenya. Bila efek samping dicurigai sebagai akibat efek farmakologi yang terlalu besar, maka setelah gejala menghilang dan kondisi pasien pulih pengobatan dapat dimulai lagi secara hati-hati, dimulai dengan dosis kecil. Bila efek samping dicurigai sebagai reaksi alergi atau idiosinkratik, obat harus diganti dan obat semula sama sekali tidak boleh dipakai lagi. Biasanya reaksi alergi/idiosinkratik akan lebih berat dan fatal pada kontak berikutnya terhadap obat penyebab. Bila sebelumnya digunakan berbagai jenis obat, dan belum pasti obat yang mana penyebabnya, maka pengobatan dimulai lagi secara satu-persatu.
  2. Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita.Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta tindakan lain untuk mengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan alergi, diperlukan penghentian obat yang dicurigai, pemberian antihistamin atau kortikosteroid (bila diperlukan), dll. Petunjuk-petunjuk penanganan klinik untuk efek samping masing-masing obat juga dapat dibaca dalam buku Meyler's Side Effects of Drugs (editor: Dukes).

G. Tindak Lanjut Sesudah Menghadapi Kasus Efek Samping Obat
  1. Jika anda menghadapi suatu kasus efek samping obat dan sudah anda tangani secara medis sebagaimana mestinya, masih diperlukan langkah-langkah tindak lanjut. Dibuat laporan dokumentasi lengkap mengenai kasus efek samping yang bersangkutan dan dilaporkan ke lembaga yang berwenang, yakni ke Panitia MESO (Monitoring Efek Samping Obat) di Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Ada formulir khusus (form kuning) yang tersedia dan dapat diperoleh.
  2. Jika anda bekerja di rumah sakit cobalah bahas di Panitia Farmasi dan Terapi rumah sakit. Dengan mengacu ke sumber-sumber referensi, dicari kemungkinan faktor risiko terhadap kasus efek samping tersebut. Apakah faktor risiko ini kemudian dapat dihindari? Tergantung kepada faktor risikonya. Jika salah dosis maka mungkin penentuan dosis dapat lebih di cermati.
  3. Langkah-langkah koreksi dalam upaya pengelolaan resiko efek samping obat mencakup hal-hal berikut,
  • Membatasi indikasi pemakaian obat yang bersangkutan. Beberapa obat sering dipakai tidak pada indikasi yang benar.
  • Memperluas/mempertegas kontraindikasi.
  • Mempertegas cara pemakaian obat (pemberian, dosis, lama dan lain-lain).
  • Mengeluarkan obat dari formularium rumah sakit atau anda tidak memakai obat yang bersangkutan jika ada alternatif yang lebih aman.

BACA SELENGKAPNYA - Efek Samping Obat

20 August 2010

Obat Doping Agar Kecanduan Belajar

Sydney, Kegiatan belajar bagi banyak siswa, mahasiswa atau karyawan mungkin terasa cukup sulit terutama mereka yang punya kemampuan otak di bawah rata-rata. Jika sudah begitu, mungkin perlu ada obat yang bisa membuat kecanduan belajar. Peneliti pun sudah merancangnya.

Dalam Journal of Medical Ethics, psikolog dari University of Sydney, Australia mengatakan bahwa obat doping belajar yang disebut 'nootropik' bisa saja dibuat dan didesain untuk membantu orang-orang yang punya masalah kognitif (pemahaman) dan juga meningkatkan performa akademis.

Namun obat itu masih menjadi kontroversi di kalangan peneliti karena dikhawatirkan dapat membahayakan fisik, mental, membuat pemakai kecanduan dan konsumsi yang tidak terkontrol. Peneliti mengkhawatirkan efek samping tersebut lebih besar daripada tujuan utama penggunaan obat itu sendiri.

Menurut survei, sepertiga pelajar di Amerika saat ini menggunakan obat-obatan penguat daya otak seperti Amphetamines dan Methylphenidates yang dikenal dengan nama dagang Dexedrine and Ritalin. Mereka percaya kemampuan akademisnya bisa meningkat dengan mengonsumsi obat tersebut.

Namun obat doping akademis yang rencananya dibuat oleh peneliti itu sebenarnya lebih ditujukan pada orang-orang yang memiliki gejala hiperaktif atau ADHD (Attention-Deficit Hyperactivity Disorder) dan juga orang-orang yang punya kebiasaan tidur yang berlebih (tidak terkontrol) agar mereka bisa lebih fokus belajar.

Obat yang mengandung modafinil dan dikenal dengan Progivil itu bisa meningkatkan memori, sama halnya dengan obat-obatan yang digunakan untuk membantu penderita penyakit Alzheimer, yaitu galantamine (Reminyl), piracetam (Nootropil) dan selegiline (Deprenyl).

"Kemungkinan membeli 'obat pintar' itu tidak hanya untuk penderita ADHD atau kelebihan tidur, tapi juga untuk para pelajar dengan kemampuan belajar di bawah standar," ujar Cakic, seorang peneliti yang mengembangkan obat tersebut seperti dilansir Health24, Jumat (2/10/2009).

Namun kemunculan obat dopping tersebut tetap saja perlu diwaspadai, mengingat obat dopping untuk olahraga juga tidak baik untuk kesehatan. Lagipula jika pemakaian obat tersebut tidak dibatasi, bisa-bisa pelajar bodoh bisa disulap menjadi pelajar jenius.

"Bisa muncul keganjilan dimana semua cum laude adalah hasil dari pemakaian obat modafinil, tapi di satu sisi para cum laude itu menderita gangguan mental akibat efek sampingnya yang berbahaya. Jadi perlu rekomendasi khusus untuk obat tersebut," ujar Cakic
(sumber: detik.com)
BACA SELENGKAPNYA - Obat Doping Agar Kecanduan Belajar

DASAR-DASAR FARMAKOTERAPI

DASAR-DASAR FARMAKOTERAPI: "
DASAR-DASAR FARMAKOTERAPI


n PENDAHULUAN
FARMAKOTERAPI :
n Mempelajari efektivitas obat pada manusia
n Mencakup juga tiga pendekatan thd penelitian medis dan pendidikan, yi :
Studi farmakologi pada manusia ( farmakokinetik dan farmakodinamik ).
Studi aksi obat untuk menyelidiki pato fisiologi penyakit pada sistem organ ttt.
Dokumentasi ttg keamanan dan daya guna obat pada manusia.
n Beberapa hal yg dipelajari dalam farmakoterapi :
Pemilihan Obat
Pengembangan Obat
Interaksi Obat
Efek Samping Obat
Terapi Obat Rasional
Keputusan Klinik
Pengobatan Sendiri
n I. Pemilihan obat
Syarat-syarat pemilihan obat yg rasional :
1. Diagnosis yg tepat.
2. Pengetahuan yg berhubungan dg patofisiologi suatu penyakit.
3. Pengetahuan farmakologi dasar, biokimia obat dan metabolitnya, kinetika senyawa pada orang normal dan sakit.
4. Kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu dalam praktek.
5. Tindakan yg beralasan dalam menghubungkan patofisiologi dan farmakologi hingga bisa di dapat hasil pengobatan yg dikehendaki.
6. Rencana untuk melakukan evaluasi dan pengukuran spesifik yg dapat menggambarkan daya guna dan toksisitas serta merancang terapi selanjutnya.
n Respon pasien thd obat
Merupakan resultan dari berbagai faktor :
Efek farmakodinamik obat dan interaksinya dg obat yg telah didapat pasien.
Farmakokinetik obat dan modifikasinya berkaitan dg faktor genetik,penyakit dan obat lain.
Kondisi fisiologis organ akhir, apakah dlm keadaan lebih atau kurang aktif.
Aksi pengobatannya, termasuk rute pemberian obat.
Perasaan dokter ,kepribadian, sikap dan kepercayaan.
Perasaan pasien, kepribadian, sikap dan kepercayaan.
Apa yang telah dikatakan dokter pada pasien.
Pengalaman pasien terhadap dokter.
Dugaan pasien tentang apa yg telah diterima dan hasil apa yang akan terjadi.
Lingkungan sosial, baik yg mendorong maupun yg melemahkan semangat.
n Beberapa penyebab ketidakpatuhan pasien terhadap obat :
Pasien tdk puas thd dokter
Motivasi rendah
Lupa
Kesengajaan
Informasi kurang, t.u info ttg efek samping obat
Frekuensi dan kompleksitas aturan minum regimen obat.
n II. Pengembangan Obat
Beberapa tahap untuk pengembangan obat baru :
Ide / hipotesis
Rancangan bahan sintesisnya.
Studi pada jaringan dan hewan (uji praklinik)
Studi pada manusia (uji klinik)
Hak paten
Studi pasca pasar ttg keamanan dan perbandingan dengan obat lain.
n Tes pada uji praklinik
Farmakodinamik
Farmakokinetik
Toksikologi, yg mencakup studi studi mutagenitas dan karsinogenitas.
n Uji klinik
Ada 4 tahap uji klinik :
Farmakologi klinik dan toksisitas
Penelitian klinis awal untuk efek pengobatan
Evaluasi lengkap pengobatan
Survei pasca pemasaran
Tahap 1 :
n Pengujian pd manusia sehat.
n Yg diutamakan adalah keamanan obat, bukan efikasi.
n Ditentukan dosis tunggal yg tepat tanpa menimbulkan efek samping yg serius.
n Diteliti juga metabolisme dan bioavailabilitas obat.
n Selanjutnya dosis ganda juga diberikan untuk menentukan skedul pemberian dosis.
n Memerlukan 20 – 80 subyek.
Tahap 2 :
n Pengujian pada manusia sakit / pasien.
n Yg diteliti efektifitas dan keamanan obat dg pemantauan ketat.
n Pd tahap ini merupakan uji klinik scr terbuka ( open trial / uncontroled trial )
n Diperlukan sampel 100 – 200 pasien.
Tahap 3 :
n Tahap terpenting dari uji klinik.
n Membandingkan obat yg baru dg obat baku.
n Memakai uji klinis terkendali / controlled trial
n Sampel harus sesuai dg rancangan penelitian.
Tahap 4 ( post marketing surveillance ):
n Pemantauan efek samping dan penelitian yg luas ttg morbiditas dan mortalitas.
n Tahap ini biasanya dimanfaatkan untuk promosi luas di kalangan praktisi medis.
n Penelitian pd tahap ini mempunyai nilai ilmiah terbatas.
n III. Interaksi Obat
Berbagai tingkat interaksi obat :
Interaksi absorbsi
Cont : Antasida dpt mengurangi absorbsi fenitoin, barbiturat dan sejuml. Benzodiazepin.
Interaksi ikatan protein plasma
fenilbutazon,sulfarazol,asam salisilat, diazoksid, asam valproat,tolbutamid, halofenat dapat mendesak fenitoin dari tempat ikatan protein plasma.
Inhibisi metabolisme
INH mampu menghambat metabolisme fenitoin.
Induksi metabolisme
n Fenitoin,fenobarbital,pirimidon dan karbamazepin mampu menginduksi ensim mikrosomal hati.
n Obat yg kemudian terpengaruh akan turun steady state nya.
Obat yg mempengaruhi ekskresi renal.
n Obat yg membuat suasana alkalis urin dpt mengurangi reabsorbsi tubuler dari fenobarbital dan menaikkan kecepatan ekskresinya dlm urin.
n Cont : pada over dosis barbiturat, penderita dpt diberi Natrium bicarbonat.
Interaksi farmakodinamik
n Interaksi dpt terjadi pada tingkat reseptor.
n Cont : Obat anti epilepsi mrpk juga depresan SSP. Dan ini akan berpotensiasi bila bersama-sama diberikan dengan Diazepam atau fenobarbital shg dpt menyebabkan henti napas ( depresi pernapasan ).
n IV. Efek Samping Obat
n Mencakup setiap pengaruh obat yg tdk dikehendaki atau yg merugikan/ membahayakan pasien dlm dosis terapeutik untuk pencegahan maupun pengobatan.
n Insiden antara 10 – 20 persen.
n Faktor predisposisi tjdnya ESO :
Ras
Kelainan genetis
Jenis kelamin
Usia
Riwayat alergi, gangguan fs ginjal dan hati.
Ditinjau dari aspek patologi, ESO dpt dibagi :
1. Tipe A
n Tjd akibat aksi farmakologis yg normal, dpt diperkirakan dr aksi farmakologisnya yg biasa dan umumnya tergtg dosis.
n Insiden dan morbiditasnya tinggi, tp mortalitas rendah.
n Cont. : Mengantuk setelah minum CTM.
2. Tipe B
n ESO tdk berkaitan dg aksi farmakologis yg biasa.
n Timbulnya tdk dapat diduga.
n Insiden dan morbiditasnya rendah, namun mortalitasnya tinggi.
n Cont : Reaksi imunologik.
n V. Terapi Obat Rasional
Enam langkah farmakoterapi yg rasional :
Menentukan diagnosis yg tepat.
Memahami patofisiologi penyakit dan peluang untuk intervensi obat.
Memahami farmakologi obat yg dapat dipakai sbg pilihan farmakoterapi thd penyakit tsb.
Seleksi obat dan dosis yg paling optimal utk pasien yg paling spesifik.
Seleksi efikasi dan toksisitas yg perlu dipantau.
Membina hubungan baik dg pasien.
n VI. Keputusan Klinik
Faktor yg berperan dlm proses pengambilan keputusan klinik :
Bukti ilmiah atau medik yg valid (mis. Uji klinik).
Faktor pasien (mis. Kepercayaan pasien).
Faktor Dokter (mis. Pengalaman / mutu).
Paksaan (mis. Asuransi).
=====รจ Dipengaruhi paradigma yg dianut oleh dokter.
Paradigma Lama :
n Memakai intuisi, pengalaman klinis yg tidak sistematis, dan pendekatan patofisiologi yg berasal dari hewan percobaan.
Paradigma Baru :
n Evidence Based Medicine ( EBM ).
n Lewat pelacakan kepustakaan, baik lewat CD-ROM, Internet, maupun publikasi ilmiah.
n VII. Pengobatan Sendiri
Dapat dilakukan untuk hal berikut :
n Penghilangan simptom jangka pendek, untuk penyakit yg diagnosis akuratnya tidak diperlukan.
n Kasus penyakit kronik atau kambuhan tanpa komplikasi.
Keamanan pengobatan sendiri tergantung pada :
Obat :
n Kandungan obat, dosis dan lama pengobatan, serta kemungkinan ketergantungannya.
Formulasi obat, sebaiknya dosis rendah saja.
Informasinya ( biasanya sdh ada dalam kemasan obat ).
Kepatuhan pasien.
n Pemantauan Farmakoterapi
n Variabel Farmakokinetik :
Absorbsi
Klirens
Volume distribusi
Waktu paruh
n Variabel Farmakodinamik :
Efek Maksimum
Kepekaan / Sensitivitas.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - DASAR-DASAR FARMAKOTERAPI

• FARMAKOLOGI KEPERAWATAN

• FARMAKOLOGI KEPERAWATAN: "
• FARMAKOLOGI KEPERAWATAN

• Fase kerja obat
• Farmasetik ร  Farnakokinetik ร  farmakodinamik
• Farmasetik
• Terdiri dari fase disintegrasi dan disolusi
• Disintegrasi pemecahan ร  partikel yang lebih kecil.
• Disolusi ร  melarutnya partikel yang kecil dari obat untuk diabsorbsi
• Farmakokinetik
1. absorbsi
2. distribusi
3. metabolisme /biotranformasi
4. eskresi
• Absorbsi
• Pergerakan partikel obat dari saluran GI ke dalam cairan tubuh melalui absorbsi , aktif , pasif dan pinositosis.
• Absorbsi pasif : pergerakan konsentrasi tinggi ke rendah / difusi .
• Absorbsi aktif : membutuhkan karier / pembawa , untuk menembus membran semi permiable .sebagai karier enzim/protein.
• Pinositosis : membawa obat menembus membran dgn proses menelan.
• Notes : obat tidak langsung msuk ke sirkulasi sistemik setelah diabsorbsi ร lumen usus ร  hati melalui vena porta ร  dimetabolisme ร bentuk tidak aktif untuk diekskresikan “Fist Pass Hepatik “
• Contoh Warfarin,caumadin,morfin.
• Distribusi ร  proses obat menjadi berada di dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh
• Metabolisme /biotransformasi ร  tempat utama metabolisme \; hati
• Obat di inaktifkan di hati
• Diubah / ditransformaskan menjadi metabolit inaktif / zat yang larut dalam air untuk diekskresi .
• Waktu paruh t ½
• Waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi.
• Ekskresi ร  rute utama ekresi melalui ginjal , rute yang lain , feses, paru –paru .saliva , keringat ,ASI.
• Farmakokinetik
• Efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat ร  efek primer ,efek sekunder
• Contoh obat flu dan batuk yang mengandung acetaminofen bisa mengatasi alergi sehingga batuk berkurang .efeknya jadi ngantuk.
• Hak –hak klien dalam pemberian obat
• Tahu alasan pemberian obatร  sebelum menanda tangani inform concent.
• Hak klien untuk menolak pengobtan .
• Standart dan Undang –Undang Obat
• Standart : international pharmacophei (WHO 1951)
• Dasar dari standart untuk kekuatan dan komposisi obat dalam penggunaan di dunia .
• Undang –Undang
1. FDA Food and Drug Administrasion 1983 ร memantau , mengendalikan ,pembuatan dan pemasaran obat.
2. Amandemen durham humprey untuk UU th 1938, th 1952
membedakan obat yang dijual tanpa resep dan menggunakan resep .
3. Amandemen Cefauver harrisร  untuk UU th 1938, 1962
tragedi talidomit .proses penarikan obat –obatan yang telah disetujui jika keefektifannya diragukan .
• UU th 1970 pencegahan dan penyalahgunaan obat C S A ร  controlled substances act.
• 6 benar dalam pemberian obat
• 1. benar klien
• 2. benar obat
• 3. benar doses
• 4. benar cara pemberian
• 5. benar waktu pemberian
• 6. benar cara pendokumentasian .
• Jenis obat
• Serbuk .kapsul
Salep .dsb
• Gel
• Tablet
• Kaplet
• Cair
• suspensi
• Rute pemberian obat
• Oral
• Bukal
• Sub lingual
• Topical
• Inhalasi
• Instilasi
• Parenteral ร  IM,IV,Sc,
• Nama obat
• Nama generik
• Nama kimia
• Nama dagang
• Kategori perintah pemberian obat
1.Perintah tetap /standing order
contoh : digoksin 0,2 mg qd.
2.Perintah satu kali ( single order )
contoh : versed 2 mg IM pada pukul 7 pagi
3. Perintah PRN (bila perlu )
contoh : tylenol 650 mg setiap 3-4 jam
PRN untuk sakit kepala.
4. Perintah STAT / segera
contoh : morfin sulfat 2 mg IV STAT

• Sistem pengukuran obat
• Sistem metrik
• Sistem rumah tangga
• Sistem farmasi
• Metode penghitungan obat
• Rumus dasar
D X V = A
H
• Contoh penggunaan rumus dasar
• Perintah : ampicilin (policilin) 0,5 g tersedia lbel obat policilin 250 mg / kapsul
• D X V = A ร  500 mg X 1 kapsul = 2 kaps
H 250 mg
• Perintah : heparin 2500 U, sub cutan.tersedia heparin 10000 U/ml dalam vial.
• D X V = 2500 U X 1 ml =0,25 ml
• H 10000 U
• Contoh aplikasi
• Gentamicin (garamicin ) 3 X 50 mg, IM.tersedia gentamicin 80 mg / 2 ml dalam vial .
• D X V = 50 X 2 = 1,25 ml
• H 80
• Bila menggunakan spuit 3 cc, maka 1 cc terdiri dari 10 strip, ร 
• 1 cc = 10 strip = 40 mg.
• 1 strip = 4 mg , bila dibutuhkan dosis 50 mg maka 50 = 12,5 strip identik dengan
4
• 1 cc plus 2,5 strip .
• Penghitungan dengan BB
• Konversi pounds menjadi kg jika perlu
• Tentukan dosis obat per berat badan
• Dosis obat x BB = dosis klien / hari
• Ikuti rumus dasar.
• Contoh ; fluorourasil 12 mg /kg / hari IV.
• BB 132 lb ร I kg = 2,2 lb ร  60 kg
• 12 x 60 = 720 mg /hari bila diberikan 3 x /hari maka ร  240 mg.
• Rekonstitusi obat bubuk
• Jumlah pelarut sudah ada dalam label .
• Perintah ; penisilin akueus 250.000 U IM.tersedia penisilin akueus 5000000U.obat dalam bentuk di dalam vial. Label obat menyatakan ;
• Bubukl setara 2 ml . Pelarut yang ditambahkan -- .
• Karena dosis 250000 U maka pelarut 18 ml , ditambah bubuk setara 2 ml menjadi 20 ml .
• 250000 X 20 ml = 1 ml

5000000
• Metode luas permukaan tubuh
• Untuk bayi , anak, usila .
• Kalikan dosis yang deiminta dgn angka meter persegi ร  gunakan NOMOGRAM
• Perintah ; siklofosfamid ( cytoxan ) 100 mg/m2/hari .TB 70 inci BB ; 160 lb.
• Luas permukaan tubuh tubuh ; 1,97 m 2
• 100 mg x 1,97 = 197 mg
• Jawab ; 200 mg/ hari.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - • FARMAKOLOGI KEPERAWATAN

OBAT-OBAT SARAF OTONOM

OBAT-OBAT SARAF OTONOM: "
n OBAT-OBAT
n SARAF OTONOM

SISTEM SARAF
SISTEM SARAF PUSAT : OTAK & MEDULA SPINALIS
SISTEM SARAF TEPI : OTONOM & SOMATIK
SISTEM SARAF OTONOM (SSO)
SISTEM VISERAL, BEKERJA PADA OTOT POLOS & KELENJAR
SSO : SISTEM INVOLUNTER
SOMATIK : VOLUNTER (PADA OTOT RANGKA)
NEURON KOMPONEN OTONOM :
AFEREN (SENSORIK) – MENGIRIM IMPULS KE SSP
EFEREN (MOTORIK) – MENERIMA IMPULS DARI OTAK, MENERUSKAN IMPULS MELALUI MEDULA SPINALIS KE SEL2 ORGAN EFEKTOR
JALUR EFEREN SSO :
SARAF SIMPATIS & PARASIMPATIS
BEKERJA PADA ORGAN YG SAMA TAPI RESPON BERBEDA UNTUK MENCAPAI HOMEOSTASIS
DAPAT BERUPA RESPON YG MERANGSANG ATAU MENEKAN
SISTEM SARAF
SIST SARAF PUSAT SIST SARAF TEPI
OTAK MED SPINALIS OTONOM SOMATIK
SIMPATIS PARASIMPATIS
A. SISTEM SARAF SIMPATIS
DIKENAL SEBAGAI SISTEM ADRENERGIK, SEKARANG NOREPINEFRIN
OBAT YG MENYERUPAI EFEKNYA : OBAT ADRENERGIK / SIMPATOMIMETIK / AGONIS ADRENERGIK MEMULAI RESPON
PENGHAMBATNYA DISEBUT SIMPATOLITIK / ANTAGONIS ADRENERGIK MENCEGAH RESPON
EFEK SIMPATIS PD JARINGAN TUBUH
MATA DILATASI PUPIL
PARU DILATASI BRONKUS
JANTUNG DENYUT MENINGKAT
PEMBULUH DARAH KONSTRIKSI
SAL CERNA RELAKSASI
KANDUNG KEMIH RELAKSASI
UTERUS RELAKSASI
SALIVA MENURUN
RESEPTOR ADRENERGIK :
ALFA 1, ALFA 2, BETA 1, BETA 2
NOREPINEFRIN DILEPASKAN DARI UJUNG SARAF TERMINAL & MERANGSANG RESEPTOR SEL UNTUK MENGHASILKAN RESPON
EFEK ADRENERGIK PD RESEPTOR
ALFA 1 TINGKATKAN KONTRAKSI JANTUNG, VASOKONSTRIKSI, MIDRIASIS, SALIVA BERKURANG
ALFA 2 HAMBAT NOREPINFRIN, DILATASI PEMBULUH DARAH, HIPOTENSI
BETA 1 TINGKATKAN DENYUT & KONTRAKSI JANTUNG
BETA 2 DILATASI BRONKIOLUS, RELAKSASI SAL CERNA & UTERUS
OBAT SIMPATOMIMETIK :
BEKERJA LANGSUNG : OBAT BEKERJA LANGSUNG PD RESEPTOR
BEKERJA TAK LANGSUNG : OBAT MERANGSANG UJUNG SARAF MELEPASKAN NOREPINEFRIN UNTUK DITANGKAP RESEPTOR
CAMPURAN
KATEKOLAMIN
STRUKTUR KIMIA YG MENGHASILKAN RESPON SIMPATOMIMETIK
ENDOGEN : EPINEFRIN, NOREPINEFRIN, DOPAMIN
SINTETIK : ISOPROTERENOL, DOBUTAMIN
NONKATEKOLAMIN
KERJA LEBIH LAMA, MISAL: FENILEFRIN, METAPROPERENOL, ALBUTEROL
EPINEFRIN (ADRENALIN)
DIANGGAP NON SELEKTIF (TIDAK MEMPUNYAI SELEKTIVITAS)TERHADAP RESEPTOR
BEKERJA PADA RESEPTOR ALFA 1, BETA 1, BETA 2
UNTUK PENANGANAN SYOK
FARMAKOKINETIK
DIBERIKAN MELALUI PARENTERAL, TOPIKAL, INHALASI
KADAR YG BERIKATAN DG PROTEIN & WAKTU PARUH TAK DIKETAHUI
METABOLISME DI HATI, EKSKRESI LEWAT URIN
FARMAKODINAMIK
MERUPAKAN OBAT INOTROPIK (DAYA KONTRAKSI OTOT)KUAT, TIMBULKAN KONSTRIKSI PEMBULUH DARAH TINGKATKAN DENYUT JANTUNG DILATASI BROKIAL
DOSIS TINGGI SEBABKAN ARITMIA JANTUNG, VASOKONSTRIKSI GINJAL
MULA KERJA & KONSENTRASI PUNCAK
CEPAT
ISOPROTERENOL HCl
AKTIVASI BETA 1, BETA 2
ALBUTEROL SULFAT
SELEKTIF UNTUK ADRENERGIK BETA 2, SERING DIGUNAKAN UNTUK ASMA
FARMAKOKINETIK
DIABSORBSI SALURAN CERNA
METABOLISME DI HATI, EKSKRESI URIN
WAKTU PARUH ORAL 2,5 JAM, INHALASI 4 JAM
FARMAKODINAMIK
UNTUK BRONKOSPASME/ASMA
MULA KERJA INHALASI LEBIH CEPAT DARI PADA ORAL TAPI LAMA KERJANYA SAMA
EFEK SAMPING TREMOR, GELISAH, GUGUP
PROSES KEPERAWATAN OBAT ADRENERGIK
PENGKAJIAN
PERIKSA TANDA-TANDA VITAL,LAPORKAN JIKA ADA KELAINAN
PERENCANAAN
TANDA VITAL DIPANTAU KETAT, USHAKAN TETAP DALAM BATAS NORMAL
INTERVENSI
PANTAU TANDA VITAL SESERING MUNGKIN (TIAP 3-5 MENIT), LAPORKAN JIKA TIDAK NORMAL
LAPORKAN JIKA ADA EFEK SAMPING
PERIKSA KELURAN URIN
SERINGKALI PERIKSA TEMPAT SUNTIKAN
BATASI MAKANAN UNTUK MENCEGAH MUAL / MUNTAH
PENYULUHAN
BACA LABEL SEMUA OBAT FLU YG DIJUAL BEBAS, KARENA BANYAK YG MENGANDUNG OBAT SIMPATOMIMETIK
AJARI PENGGUNAAN OBAT DG BENAR
JANGAN GUNAKAN SEMPROT BRONKODILATOR BERLEBIHAN
PENGGUNAAN SEMPROT/TETES HIDUNG YG MENGANDUNG BRONKODILATOR SECARA TERUS MENERUS AKAN SEBABKAN REBOUND
JANGAN BERIKAN PADA IBU MENYUSUI KARENA DAPAT MASUK ASI
EVALUASI
RESPON TERHADAP OBAT ADRENERGIK
TERUS PANTAU TANDA-TANDA VITAL
LAPORKAN HASIL YG ABNORMAL
PENGHAMBAT ADRENERGIK
CARA KERJA :
LANGSUNG – DG CARA MENEMPATI RESEPTOR ALFA ATAU BETA
TAK LANGSUNG – DG CARA MENGHAMBAT PELEPASAN NEUROTRANSMITER, NREPINEFRIN, EPINEFRIN
PENGHAMBAT ADRENERGIK ALFA
MENYEBABKAN VASODILATASI PEMBULUH DARAH
JIKA BERLANGSUNG TERUS AKAN MENYEBABKAN HIPOTENSI
UNTUK TERPAI PENYEMPITAN PEMBULUH DARAH TEPI
CONTOH OBAT TOLAZOLIN
PENGHAMBAT BETA
MENYEBABKAN TERJADI PENURUNAN DENYUT JANTUNG, TEKANAN DARAH, BRONKOKONSTRKSI
CONTOH OBAT – PROPRANOLOL
FARMAKOKINETIK
PROPRANOLOL DIABSORBSI DI SAL CERNA DAPAT MENEMBUS OTA, PLASENTA, ASI
METABOLISME DI HATI, t ½ 3-6 JAM
FARMAKODINAMIK
BEKERJA DG CRA MENGHAMBAT RESEPTO BETA 1 DAN BETA 2
SEDIAAN TABLET, KAPSUL SUSTAINED RELEASE, INTRA VENA
EFEK SAMPING
ANTI ALFA – ARITMIA, HIPOTENSI, TAKIKARDI
ANTI BETA _ BRADIKARDI, PUSING, HIPOTENSI, SAKIT KEPALA
PENGHAMBAT NEURON ADRENERGIK
MENGHAMBAT PELEPASAN NOREPINEFRIN DARI UJUNG SARAF SIMPATIS
UNTUK MENURUNKAN TEKANAN DARAH
CONTOH OBAT GUANETIDIN MONOSULFAT DAN GUANADREL SULFAT
PROSES KEPERAWATAN ANTI ADRENERGIK
PENGKAJIAN
PERIKSA TANDA VITAL
HATI-HATI PASIEN YG MENGALAMI MASALAH NAPAS, ASMA, PPOM – HARUS MEMAKAI ANTI BETA 1 (METOPROLOL), HINDARI ANTI BETA NON SELEKTIF (PROPRANOLOL)
PERENCANAAN
TANDA VITAL DLAM BATAS YG DIINGINKAN
HINDARI EFEK SAMPING, EFEK SAMPING SEMINIMAL MUNGKIN
INTERVENSI
PANTAU TANDA VITAL,LAPOR JIKA TAK NORMAL
LAPOR JIKA PUSING BERLEBIHAN
LAPOR JIKA ADA SUMBATAN HIDUNG
PENYULUHAN
AJARI PASIEN & KELUARGA MENGUKUR NADI & TENSI
BERI TAHU CARA MENGHINDARI HIPOTENSI MISAL BANGKIT PELAN2
HATI2 BAGI PENDERITA DIABET
PERUBAHAN EMOSI BILA MEMAKAI OBAT BETA BLOCKER
KOMPLIKASI IMPOTENSI
KONSULTASI DG DOKTER BILA HENDAK MENGHENTIKAN OBAT
EVALUASI
TERHADAP AKTIVITAS ANTI ADRENERGIK
TANDA VITAL HARUS SELALU STABIL
B. SISTEM SARAF PARASIMPATIS
DIKENAL SEBAGAI SISTEM KOLINERGIK, NEUROTRANSMITERNYA PADA UJUNG NEURON YG MENSARAFI OTOT ADALAH ASETILKOLIN
OBAT YG MENYERUPAI EFEKNYA : OBAT KOLINERGIK / PARASIMPATOMIMETIK / AGONIS KOLINERGIK MEMULAI RESPON
PENGHAMBATNYA DISEBUT PARASIMPATOLITIK / ANTIKOLINERGIK / ANTAGONIS / KOLINERGIK MENGHAMBAT EFEK ASETILKOLIN
EFEK PARASIMPATIS PD JARINGAN TUBUH
MATA KONSTRIKSI PUPIL
PARU KONSTRIKSI BRONKIOLUS
JANTUNG DENYUT JANTUNG MENURUN
PEMB DARAH DILATASI
SAL CERNA PERISTALTIK MENINGKAT
KAND KEMIH KONTRAKSI
SALIVA BERTAMBAH
ADA 2 RESEPTOR KOLINERGIK
1. MUSKARINIK : MERANGSANG OTOT
POLOS & MELAMBATKAN DENYUT JANTUNG
2. NIKOTIKNIK : MEMPENGARUHI OTOT RANGKA
CARA KERJA
LANGSUNG - BEKERJA PD RESEPTOR MENGAKTIVASI RESPON
TAK LANGSUNG – MENGHAMBAT ENZIM KOLINESTERASE (ASETILKOLINESTERASE)
YG BEKERJA LANGSUNG
BETANEKOL KLORIDA – UNTUK TINGKATKAN BERKEMIH
FARMAKOKINETIK
ABSORBSI BURUK DI SAL CERNA
KADAR IKATAN DG PROTEIN & t ½ TAK DIKETAHUI
KEMUNGKINAN EKSKRESI LEWAT URIN
FARMAKODINAMIK
MENINGKATKAN BERKEMIH, PERISTALTIK SAL CERNA
KENCING TERJADI ± 30 MNT – 1,5 JAM SETELAH MINUM BETANEKOL, SUBKUTAN 15 MNT
DIMINUM SAAT LAMBUNG KOSONG, TAK BOLEH IM/IV
LAMA KERJA ORAL 4-6 JAM, SUBKUTAN 2 JAM
YG BEKERJA TAK LANGSUNG
REVERSIBEL
UNTUK KONSTRIKSI PUPIL & MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PD MIASTENIA GRAVIS
CONTOH OBAT : NEOSTIGMIN, PIRIDOSTIGMIN BROMIDA, AMBENIUM KLORIDA, ENDROFONIUM KLORIDA
IREVERSIBEL
AGEN KUAT KARENA EFEK JANGKA PANJANG
DIGUNAKAN UNTUK KONSTRIKSI PUPIL & INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT
CONTOH OBAT: DEMEKARIUM, EKOTIOFAT, ISOFLUROFAT
EFEK SAMPING OBAT KOLINERGIK
MUAL, MUNTAH, DIARE,KEJANG ABDOMEN, BANYAK KERINGAT, SALIVASI, SEKRESI BRONKIAL, HIPOTENSI
PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
PERIKSA TANDA VITAL
GALI RIWAYAT KESEHATANNYA, MIS TUKAK PEPTIK, OBSTRUKSI URIN, ASMA YG DAPAT DIPERBERAT OLEH OBAT KOLINERGIK
PERENCANAAN
TONUS KANDUNG KEMIH & GASTROINTESTINAL BERTAMBAH
KEKUATAN NEUROMUSKULER BERTAMBAH
INTERVENSI KEPERAWATAN
KERJA LANGSUNG
PANTAU TANDA VITAL,NADI & TENSI AKAN TURUN JIKA DOSIS TINGGI
AMATI EFEK SAMPING
LAPORKAN JIKA PERISTALTIK HIPERAKTIF ATAU BERKURANG
LAPOR JIKA URIN BERKURANG
LAPORKAN JIKA ADA RONKI PADA PARU
UNTUK MENGHINDARI MUNTAH, OBAT DIBERIKAN 1 JAM SEBELUM MAKAN ATAU 2 JAM SSUDAH MAKAN
SEDIA SULFAS ATROPIN SEBAGAI ANTIDOTUM
LAPORKAN JIKA KERINGAT BERLEBIHAN
BEKERJA TAK LANGSUNG
LAPORKAN JIKA ADA KRISIS KOLINERGIK(OTOT LEMAH, SALIVASI BERTAMBAH)

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - OBAT-OBAT SARAF OTONOM

Health Provider dan Hukum Praktek

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG.
Tenaga kesehatan atau health provider seperti bidan, dokter, atau perawat memiliki standar yang jelas dalam peran aplikatifnya di tengah-tengah masyarakat. Seandainya peran tersebut dapat dijalankan sesuai atau melebihi standar yang ditetapkan, maka pemberi pelayanan kesehatan termasuk dalam kategori pemberi pelayanan kesehatan yang bermutu. Dalam hal ini, mutu adalah keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk, jasa orang, proses, dan lingkungan yang mencapai dan melebihi harapan. Pencapaian kategori bermutu ini dapat diwujudkan dengan adanya standardisasi mutu pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang bermutu berawal dari provider atau pemberi pelayanan kesehatan yang bermutu. Provider yang bermutu adalah provider yang dapat memberikan pelayanan prima kepada klien sesuai dengan kebutuhan klien saat itu (www.cerminduniakedokteran.com). Dalam upaya mencapai hal tersebut, provider terikat dalam satu ketentuan yang berlaku pada profesi masing-masing. Namun, satu hal yang pasti harus dimiliki praktisi di lapangan adalah SURAT IZIN PRAKTEK ( SIP ). Dengan adanya surat izin ini, maka provider dapat memberikan pelayanan sesuai dengan wewenangnya dan kredibilitasnya dapat diakui di tengah-tengah masyarakat.
Ada kasus yang menarik yang saya dapatkan dalam www.gizinet.com berkaitan dengan SIP ini, berikut petikan kasusnya :
RATUSAN DOKTER DI MEDAN TANPA IZIN PRAKTIK
Minggu, 13 April 2008 | 19:55 WIB
MEDAN, MINGGU - Ikatan Dokter Indonesai (IDI) Cabang Medan akan menindak tegas dokter yang membuka praktik tanpa memiliki izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan.
"Dari 2.500 dokter di Medan terdapat sekitar 400 dokter yang belum memiliki izin praktik dari dinas terkait," kata Ketua IDI Medan, dr. Nur Rasyid Lubis, dalam seminar "Aspek Hukum dan Antisipasi Mal Praktik Bagi Dokter dan Rumah Sakit" yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), Minggu (13/4). Ia mengatakan, untuk mengantisipasi kasus malpraktik yang dilakukan seorang dokter pihaknya akan melakukan tindakan peneguran dan tindakan tegas kepada dokter-dokter yang membuka praktek tanpa izin agar segera mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). .................... dst.
Oleh sebab itu, dalam penulisan makalah kali ini saya akan mencoba membahas masalah dalam dimensi mutu pelayanan menyangkut provider atau pemberi pelayanan kesehatan.
2. TUJUAN.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Mempelajari lebih lanjut tentang konsep mutu dalam pelayanan kesehatan.
b. Membahas kasus-kasus aktual yang terjadi di tengah-tengah masyarakat berkaitan dengan masalah mutu pelayanan kesehatan tersebut.
c. Memaparkan kesenjangan antara kasus dengan teori.
3. MANFAAT PENULISAN.
Diharapkan dengan penulisan makalah ini mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah mutu pelayanan kesehatan yang aktual terjadi dalam keseharian, dan berupaya membahas secara jelas dikaitkan antara teori dan praktek.
BAB II
TINJAUAN TEORI
MUTU DALAM PELAYANAN KESEHATAN, UU PERLINDUNGAN KONSUMEN, ETIKA KEDOKTERAN DAN LAFAZ SUMPAH DOKTER INDONESIA
1. PENGERTIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN.
Secara umum mutu dapat diartikan sebagai berikut :
· Mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan atas pengalaman nyata para pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif. (Djoko Widjono, 2000).
· Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan. (American Society for Quality Control).
· Mutu adalah fittness for use, ataupun kemampuan kecocokan penggunaan. (JM. JURAN).
· Fittness for use meliputi:
1. Availability (tersedianya) : tergantung pada kelangsungan pelayanan dari sumber energi, komunikasi, transport, dan lain-lain. Untuk menjaga kelangsungan ini, perlu upaya-upaya agar prpduk senantiasa tersedia.
2. Reliability (daya tahan atau keandalan) : adalah kemungkinan dari suatu produk tampil tanpa cacat dalam fungsinya, dalam suatu periode waktu tertentu.
3. Maintainability (kemampuan pemeliharaan) : menyangkut serviceability (kemampuan pelayanan) dan repairability (kemampuan reparasi).
4. Producibility (atau manufacturability, kemampuan menghasilkan) : parameter ini mengukur tingkat dimana desain produk dapat disiapkan dengan fasilitas-fasilitas dan proses yang tersedia untuk beroperasi.
· Menurut CROSBY, ada empat hal mutlak yang menjadi bagian integral dari manajemen mutu, yaitu bahwa :
1. Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The Definition of Quality is conformance to requirements).
2. Sistem mutu adalah pencegahan (The system of quality is prevention).
3. Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is zero-defects).
4. Ukuran mutu adalah harga ketidaksesuaian (The measurements of quality is the price of nonconformance).
Mutu dalam pelayanan kesehatan diterima dan didefinisikan dalam berbagai pengertian. Mutu pelayanan kesehatan dapat semata-mata dimaksudkan adalah dari aspek teknis medis yang hanya berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja, atau mutu kesehatan dari sudut pandang sosial dan sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk akibat-akibat manajemen administrasi, keuangan, peralatan, dan tenaga kesehatan lainnya. Mutu pelayanan kesehatan juga dapat dipandang dari sudut pandang pasien dan provider.
v Pandangan pasien tentang mutu
Pasien awam pada umumnya jarang berpikir tentang arti dari mutu pelayanan medis yang menyangkut penyakit yang dideritanya. Pertanyaan hatinya adalah apakah dokternya baik, perawatnya tidak galak, apakah tarifnya mahal, obatnya apa manjur?. Gambaran tentang pelayanan yang baik dalam penelitian Cartwright di Inggris dan Wales, 1964 melalui pertanyaan kepada responden “ Apakah mutu? Pendapat tentang dokternya, apakah yang dihargai? ”, yaitu yang menyangkut :
1. Sesuatu hal tentang sifat atau kepribadian.
a. Tenggang rasa peuh perhatian, simpatik atau bersahabat.
b. Mudah dihubungi atau bersahaja.
c. Sifat yang samar-samar, seperti menyenangkan atau bersahabat.
d. Mendengarkan, mempunyai kesabaran, mempunyai waktu.
e. Terus terang, jujur, apa adanya.
f. Baik terhadap anak.
g. Memberikan kepercayaan.
h. Menjelaskan suatu hal.
2. Cara ia mengurus pasien.
a. Cakap, mengetahui kesanggupannya, baik dengan tugasnya.
b. Cepat visite atau tanpa menggerutu.
c. Cermat dan teliti, berhati nurani.
d. Merujuk ke rumah sakit cepat.
Ware dan Snyder mendesain aspek penilaian perilaku dokter dan atribut-atribut dari sistem pelayanan kesehatan antara lain, yaitu:
1. Tingkah laku dokter.
2. Fungsi pengobatan atau penyembuhan (curing).
a. Pemberian informasi.
b. Ukuran-ukuran preventif.
c. Tenggang rasa.
d. Perawatan lanjutan.
e. Kebijaksanaan.
3. Fungsi pemeliharaan atau perawatan (caring).
a. Menentramkan hati.
b. Penuh perhatian.
c. Sopan santun, respek.
4. Tersedianya sarana dan prasarana (availability).
a. Mempunyai rumah sakit.
b. Mempunyai spesialis.
c. Mempunyai dokter keluarga.
d. Fasilitas-fasilitas kantor yang lengkap.
5. Kelangsungan suatu hal yang dapat menyenangkan (convenience).
a. Kelangsungan perawatan.
b. Dokter keluarga yang teratur.
c. Ketentraman pelayanan.
6. Akses.
a. Biaya perawatan.
b. Perawatan darurat.
c. Mekanisme pembayaran.
d. Cakupan asuransi kesehatan.
e. Kemudahan medical check up.
v Pandangan provider tentang mutu.
Dalam bahasan ini yang dimaksud dengan provider hanya yang bersangkutan dengan praktisi profesional yang mengelola, supervisi, atau menyelenggarakan langsung perawatan terhadap pasien.
1. Untuk petugas kesehatan
Mutu pelayanan berarti kebebasan melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pngetahuan dan keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik (state of the art). Komitmen dan motivasi petugas tergantung dari kemampuan mereka untuk melaksanankan tugas mereka dengan cara yang optimal.
2. Kepuasan praktisioner.
Sebagaimana kepuasan pasien, sebagian pandangan tentang kepuasan praktisioner adalah suatu ketetapan kebagusan terhadap penyediaan dan keadaan dari pekerjaan praktisioner, untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya sendiri.
3. Untuk manajer atau administrator.
Mutu pelayanan tidak begitu berhubungan langsung dengan tugas mereka sehari-hari, namun tetap sama pentingnya. Kebutuhan untuk supervisi, manajemen keuangan dan logistik, dan alokasi sumber daya yang terbatas sering memberikan tantangan yang tidak terduga. Hal ini kadang-kadang menyebabkan manajer kurang memperhatikan prioritas. Untuk manajer, fokus pada mutu akan mendorongnya untuk mengatur staf , pasien dan masyarakat dengan baik.
4. Bagi yayasan atau pemilik rumah sakit.
Mutu dapat berarti memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup. Pada umumnya para manajer dan institusi mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tiadanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu, dan sebagainya.
2. Perlindungan konsumen.
- Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
- Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
- Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. (UU NO. 8/1999 BAB I Pasal I, tentang perlindungan konsumen).
Dalam hal ini, tenaga kesehatan berada pada posisi pemberi pelayanan berupa jasa pada konsumennya atau pasien. Berarti, dalam menjalankan tugas-tugasnya, tenaga kesehatan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam UU ini. Seperti adanya hak dan kewajiban pelaku usaha, yaitu sebagai berikut:
Hak pelaku usaha adalah:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang dipedagangkan.
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
(UU NO. 8/1999 BAB I Pasal 6 dan 7).
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha:
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau jasa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. .........dst.
(UU NO. 8/1999 BAB I Pasal 8).
3. ETIKA KEDOKTERAN DAN LAFAZ SUMPAH DOKTER INDONESIA.
Berdasarkan PERMENKES REPUBLIK INDONESIA NOMOR 560/MENKS/PER/X/81 setiap dokter yang berpraktek harus memiliki SURAT IZIN DOKTER, SURAT IZIN PRAKTEK, dan SURAT IZIN PRAKTEK SELAKU PERSEORANGAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. SURAT IZIN DOKTER adalah izin yang dikeluarkan bagi dokter umum yang menjalankan pekerjaan sesuai dengan bidang profesinya di wilayah negara REPUBLIK INDONESIA.
b. SURAT IZIN PRAKTEK adalah izin yang dikeluarkan bagi dokter umum yang menjalankan pekerjaan sesuai dengan profesinya sebagai swasta perseorangan disamping tgas/fungsi lain pada pemerintah atau nit pelayanan kesehatan swasta.
c. ....dst.
BAB II PEMBERIAN SURAT IZIN DOKTER UNTUK MENJALANKAN PEKERJAAN BAGI DOKTER UMUM DI WILAYAH NKRI DAN PERSYARATANNYA
Pasal 2
Untuk memperoleh surat izin dokter bagi dokter umum harus mengajukan permohonan kepada menteri kesehatan c.q biro kepegawaian sekretariat jenderal departemen kesehatan.
Pasal 3
Kepada dokter umum yang telah memenuhi persyaratan baik kesehatan jasmani dan rohani serta persyaratan lain yang ditentukan, ijazahnya telah didaftarkan pada biro kepegawaian sekretariat jenderal departemen kesehatan dan telah ditentukan penempatannya........dst.
LAFAZ SUMPAH DOKTER INDONESIA:
Demi ALLAH saya besumpah/berjanji, bahwa:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
2. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.
3. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
5. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter.
6. Saya akan tidak mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kesukuan, perbedaan kelamin, politik kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita.
9. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
10. Saya akan memberikan kepada guru-guru dan bekas guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terimakasih yang selayaknya.
11. Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan.
12. Saya akan menaati dan mengamalkan KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA.
13. Saya akan ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan paparan teori diatas terlihat bahwa adanya kesenjangan antara teori dengan aplikasi dalam praktek keseharian para dokter yang disorot dalam kasus ini. Mereka jelas-jelas melanggar etika profesi kedokteran dan juga undang-undang perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia. Para dokter tersebut tidak memiliki surat izin praktek yang sebenarnya merupakan syarat mutlak baginya untuk menjalankan perannya sebagai praktisi. Dengan adanya surat izin tersebut, praktek dokter akan lebih terawasi dan terakomodir dengan baik oleh badan yang berwenang sebagai supervisinya. Para konsumen atau pengguna jasa, dalam hal ini pasien, juga akan terlindungi dari praktek dokter yang tidak bertanggung jawab, baik dalam teknis medis maupun dalam administratif.
Dalam hal ini, para dokter yang tidak memiliki izin praktek dapat dikatakan sebagai provider yang tidak bermutu, karena masalah administratif untuk dirinya sendiri tidak dapat ia penuhi. Bagaimana jadinya jika ia memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Boleh jadi akan banyak kasus malpraktek yang ia lakukan pada klien. Seperti disinyalir oleh Ketua IDI Medan, dr. Nur Rasyid Lubis dalam petikan kasus diatas. Padahal dengan adanya surat izin praktek tersebut, selain untuk melindungi pasien, juga untuk melindungi dokter itu sendiri. Dengan adanya surat izin praktek, dokter yang bersangkutan mendapatkan hak advokasi untuk dirinya dari profesi. Artinya, jika suatu waktu ia mendapatkan tuntutan hukum atas kelalaian yang dituduhkan padanya, baik kasus pidanan maupun perdata, ia berhak mendapatkan pembelaan dari profesi. Dan hak pembelaan dirinya dapat terlindungi. Dengan adanya surat izin praktek itu juga, keberadaan dokter tersebut dalam perannya di masyarakat, mendapatkan akreditasi yang jelas dari IDI. Karena setiap dokter umum yang telah mempunyai surat izin praktek, pasti telah melewati proses akreditasi dari pihak IDI. Selain itu, pihak rumah sakit yang mempekerjakan para dokter yang tidak berizin berarti telah melakukan pelanggaran etik rumah sakit juga. Adapun kewajiban rumah sakit adalh sebagai berikut:
1. Merawat pasien sebaik-baiknya.
2. Menjaga mutu pelayanan.
3. Memberikan pertolongan pengobatan di unit emergensi....dst.
Rumah sakit harus lebih teliti dan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang dipekerjakannya. Apabila tidak atau belum memiliki surat izin praktek, sebaiknya diberi surat peringatan atau teguran dan diingatkan agar segera mengurus surat izin praktek, sehingga mutu pelayanan dapat dipertahankan baik dari aspek medik maupun administratif. Selain itu, ada juga pernyataan tentang beberapa pengaduan kasus malpraktik yang meliputi pelanggaran kode etik, tidak melayani pasien dan keluarga pasien dengan baik, serta masih banyaknya dokter yang lebih mementingkan bayaran terlebih dahulu daripada memberikan pelayanan medis dan sebagainya.
...................... lanjutan kasus.
"Pada tahun 2006 terdapat sembilan kasus pengaduan masyarakat tentang malpraktek yang dilakukan dokter seperti pelanggaran kode etik, tidak melayani pasien dan keluarga pasien dengan baik, serta masih banyaknya dokter yang lebih mementingkan bayaran terlebih dahulu daripada memberi pelayanan medis dan sebagainya. Dengan adanya humas nanti kita harapkan dapat melayani segala pengaduan masyarakat," jelasnya. Sementara Prof. DR. Budi Sampurna, SH, SpF(K), mengatakan, kasus malpraktek yang dialami dokter yang tergabung dalam IDI hanya berkisar 20 persen, meskipun banyak kasus malpraktik menimpa dokter belum dilaporkan. Menurut dia, pelanggaran malpraktik yang dilakukan seorang dokter terindikasi dua penyebab, seperti melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan dan melanggar UU Kedokteran. Disamping itu, dalam melakukan pekerjaannya dokter bersangkutan lalai menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dan ini dapat dilihat dari situasi dan kondisi si dokter itu sendiri. Upaya yang dilakukan sebagai antisipasi merebaknya kasus malpraktek seorang dokter, pihaknya akan membuat berbagai peraturan termasuk peraturan menyangkut praktek dokter. Artinya, keberadaan dokter di tengah masyarakat sesuai dengan fungsinya memberikan pelayanan, katanya. (ANT)
Padahal dalam UU perlindungan konsumen jelas dikatakan bahwa pemberi pelayanan dan/atau jasa harus mempunyai itikad baik atas pelayanan dan/atau jasa yang diberikannya, dan dalam hukum kedokteran juga dipaparkan bahwa setiap dokter harus senantiasa mementingkan kesehatan pasien dalam situasi apapun. Meskipun dalam UU perlindungan konsumen juga dibunyikan mengenai hak-hak pelaku usaha diantaranya yaitu mengenai hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang dipedagangkan, bukan berarti seorang dokter hanya mementingkan haknya, tanpa memperhatikan kondisi pasien saat itu. Bahkan dalam lafaz sumpah dokter juga dibunyikan dalam butir ke (1) saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, butir ke (4) saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat, butir ke (7) saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita, dan lain-lain.
Berdasarkan UU NO. 8/1999 BAB I Pasal 8 jelaslah bahwa dalam memberikan pelayanan jasa pada pasien, tenaga kesehatan terikat pada perundangan-undangan yang berlaku, baik undang-undang general seperti UU perlindungan konsumen, ataupun undang-undang profesi masing-masing bidang. Dengan adanya standar praktek profesi, nakes diharapkan lebih berhati-hati dalam bertindak.
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN.
Menjaga mutu pelayanan kesehatan perlu dilakukan oleh provider, baik selaku pekerja maupun pemilik modal. Dengan adanya pelayanan kesehatan yang bermutu klien atau pasien tidak akan dirugikan, baik dari aspek medik maupun secara administratif. Pelayanan kesehatan yang bermutu, dapat dimulai dari kedisiplinan masing-masing profesi dengan ketentuan setiap petugas kesehatan, baik dokter, bidan, perawat, dan tenaga kesehatan lain harus mempunyai surat izin praktek, dan terakreditasi oleh profesi masing-masing. Dari kasus diatas, jelas ada kesenjangan dalam praktek nakes, khususnya dokter, dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini harus senantiasa menjadi materi kajian mutu pelayanan kesehatan untuk segera dicarikan solusi, sehingga tidak ada lagi nakes yang tidak berizin yang berpraktek di wilayah NKRI. Dengan demikian mutu pelayanan kesehatan dapat terjamin, dan tidak ada lagi warga Indonesia yang mencari akses pelayanan kesehatan ke luar negeri.
2. SARAN.
Setiap pihak yang berwenang dalam memberikan pelayanan kesehatan diharapkan untuk selalu mempertahankan mutu pelayanan yang diberikan, dimulai dari segi izin praktek, sampai penerapan peran pelayanan kesehatan sesuai dengan profesi masing-masing.



DAFTAR PUSTAKA
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Health Provider dan Hukum Praktek
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI