kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

14 August 2010

Pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di puskesmas

Pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat Tahun 2010 adalah meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan yang sehat, mempunyai pengetahuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh wilayah RI (Departemen Kesehatan RI, 1998).
Kemampuan pelayanan kesehatan oleh suatu negara ditentukan dengan perbandingan meningkat menurunnya tingkat angka kamatian ibu dan kematian perinatal. Untuk itu diperlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak yang terkait dalam memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi. Meningkatnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal tidak dapat dipisahkan dari profil wanita Indonesia. Pembangunan dibidang kesehatan telah berhasil meningkatkan angka harapan hidup wanita dari 54,0 % pada tahun 1976 menjadi 64,4 % tahun 1993 (Departemen Kesehatan RI, 1998).
Sedangkan mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang dan di negara miskin, sekitar 25 – 50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. World Heath Organisation (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahun meninggal saat hamil atau bersalin (Saefudin, 2001). Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1000 kelahiran hidup (Saifudin, 2002).
Salah satu indikator yang penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara adalah banyaknya bayi (umur 0-12 bulan) yang meninggal per 1000 kelahiran hidup, yang disebut Angka Kematian Bayi (AKB). Walaupun Angka Kelahiran Bayi ini telah menurun dari 103 % pada akhir Pelita II menjadi 90,3% apda akhir Pelita III 76 % pada akhir Pelita IV. Angka Kelahiran Bayi di Indonesia ini adalah yang tertinggi di negara ASEAN (Suraatmadja, 1991).
Angka Kelahiran Bayi yang tinggi ini perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan yang lebih terarah supaya Angka Kelahiran Bayi di Indonesia dapat menurun lagi. Pada penelitian penyebab kematian pada Balita di Indonesia, ternyata 70 % kematian balita disebabkan karena diare, radang akut pada saluran pernafasan dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Jika program imunisasi dilaksanakan dengan baik dan menyeluruh (paling sedikit) 80% maka keefektifan imunisasi mencapai 85% sampai 90%, lebih kurang 115.000 kematian pada Balita dapat dicegah. Hal ini tentu juga akan berpengaruh terhadap angka kematian bayi (AKB), (Suraatmadja, 1991).
Pada tahun 1990 Indonesia telah mencapai lebih dari 90% imunisasi dasar yang dikenal sebagai Universal Child Imunization (UCI). Kemudian secara regional dilakukan imunisasi terhadap Hepatitis B yang masih dalam pelaksanaan saat ini. Ditambah lagi dengan gerakan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) terhadap penyakit polio pada tahun 1995, 1996, 1997 secara berturut – turut dan serentak diseluruh tanah air yang kemudian ditambah dengan vaksinasi terhadap tetanus neonatorum dan campak dengan harapan bahwa pada tahun 2003 Indonesia bebas dari penyakit polio dan tetanus pada bayi (PP 1DAI, 2000).
Imunisasi campak ini diberikan setelah bayi mendapat imunisasi BCG, DPT, Polio dan Hepatitis, kemudian setelah bayi umur 9 – 12 bulan diberikan imunisasi campak yang berguna melindungi bayi dari penyakit campak oleh karena itu untuk kepentingan anak, upaya yang terbaik adalah dengan jalan imunisasi, sehingga anak akan terhindar dari penyakit – penyakit dan kematian atau cacat akibat penyakit tersebut (Suraatmadja, 1991).
Pada tahun 2001 sebesar 14,46 / 1000 kelahiran hidup sedangkan tahun 2002 kematian bayi di Kota Metro sebanyak 15 bayi dari 2,765 bayi atau 5,24 / 1000 kelahiran hidup, sedangkan target indikator Indonesia Sehat Tahun 2002 – 2004, seperti tabel di bawah ini. (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2003).

Tabel 1. Cakupan Imunisasi Tahun 2002 Di Kota Metro
No Imunisasi Target
1 DPT 100%
2 Polio 4 90%
3 BCG 100%
4 Campak 90%
5 Hepatitis B 90%
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Metro Desember 2003.


Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat mempunyai wilayah kerja 4 Kelurahan, yaitu Ganjar Agung, Ganjar Asri, Mulyojati, Mulyo Sari. Data imunisasi Puskesmas Ganjar Agung dari 4 Kelurahan dari bulan Januari sampai dengan Maret 2003, seperti pada Tabel 2.


Tabel 2. : Jumlah Bayi Yang Mendapat Imunisasi Campak di 4 Kelurahan di Puskesmas Ganjar Agung Periode Januari – Maret 2004.

No Kelurahan Jumlah Persen
1 Ganjar Agung 24 22,22%
2 Ganjar Asri 28 25,93%
3 Mulyo Jati 32 29,63%
4 Mulyo Sari 24 22,22%
Jumlah 108 100%
Sumber : Data Imunisasi Puskesmas Ganjar Agung Periode Januari – Maret 2004.


Pada tabel 2 jelaslah bahwa di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat cakupan imunisasi campak masih rendah atau dibawah 90%, sedangkan indikator yang memungkinkan dikatakan bayi sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap, umumnya akan tampak pada usia 9 – 12 bulan atau setelah imunisasi campak diberikan dengan cara lain, imunisasi dasar dikatakan lengkap bila imunisasi yang diberikan paling akhir adalah imunisasi campak. Dari data prasurvey di wilayah Puskesmas Ganjar Agung didapatkan bahwa belum ada penelitian mengenai pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di wilayah Puskesmas Ganjar Agung.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang maka penulis membuat rumusan masalah yaitu bagaimanakah pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang pengetahuan dan sikap ibu mengenai imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :
a. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
b. Diketahuinya sikap ibu tentang imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.

D. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu – ibu yang mempunyai bayi umur 9 bulan
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap

4. Lokasi Penelitian : Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat
5. Waktu Penelitian : Setelah proposal disetujui

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
Sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi bagi peningkatan upaya pelayanan imunisasi di Puskesmas Ganjar Agung mengenai pengetahuan sikap ibu tentang imunisasi campak

2. Bagi peneliti
Untuk mendapat informasi yang jelas mengenai pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan dan selanjutnya dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut khususnya penelitian yang berkaitan dengan imunisasi campak dengan variabel penelitian yang lebih kompleks.

3. Bagi instansi pendidikan
Diharapkan dapat sebagai buku bacaan bagi pembaca, umumnya yang berkaitan dengan imunisasi campak.


4. Bagi ibu yang mempunyai bayi yang berumur 9 bulan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman ibu tentang imunisasi campak sehingga mampu memotivasi ibu untuk selalu meningkatkan status kesehatan keluarganya.

DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di puskesmas
BACA SELENGKAPNYA - Pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di puskesmas

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi walaupun di sisi lain sudah terjadi penurunan dari 307/100.000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002/2003) menjadi 262/100.000 kelahiran hidup (laporan BPS 2005). Penyebab kematian ibu, sesuai penelitian beberapa pihak, paling banyak akibat perdarahan dan penyebab tidak langsung lainnya seperti terlambat mengenali tanda bahaya karena tidak mengetahui kehamilannya dalam risiko yang cukup tinggi, terlambat mencapai fasilitas untuk persalinan dan terlambat untuk mendapatkan pelayanan. Selain itu, terlalu muda punya anak, terlalu banyak melahirkan, terlalu rapat jarak melahirkan dan terlalu tua punya anak (Sri, 2003).
Keluarga berencana adalah suatu program pemerintah atas dasar sukarela untuk mencapai keluarga sejahtera dalam rangka pembangunan yang lebih luas. Peserta KB yang berdampak terhadap penurunan kelahiran adalah peserta KB yang menggunakan alat atau cara kontrasepsi dengan tingkat kelangsungan pemakaian yang tinggi baik untuk tujuan penundaan kelahiran anak pertama, penjarangan atau mengakhiri kehamilan (Irianto, 2004).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Prawirohardjo, 2005). Salah satu sasaran dari pelayanan obstetri adalah memperbaiki karakteristik wanita hamil sehingga dapat menurunkan golongan risiko tinggi. Usaha keluarga berencana (penggunaan kontrasepsi) dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini, misalnya mengurangi primi muda, grande multi atau mengatur jarak antara dua kehamilan (Irianto, 2004).
Penggunaan IUD merupakan salah satu usaha manusia untuk menekan kesuburan sejak berabad-abad yang lampau (Prawirohardjo, 2005). Kontrasepsi yang kerap disebut spiral ini awet hingga pemakaian lima tahun, dan mampu meninggikan getaran sel telur. Efek getaran spiral menimbulkan reaksi jaringan yang menyebabkan terhambatnya proses pembuahan (Handoko, 2001).
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan masalah gizi utama dan terus diperbaiki secara berkelanjutan. Data terakhir menunjukkan prevalensi anemia gizi besi masih tinggi, ibu hamil (63,5%), balita (55,5%), anak usia sekolah (20-40%), wanita dewasa (30-40%), pekerja berpenghasilan rendah (30-40%), dan pria dewasa (20-30%) (Harli, 1999).
Wanita yang menggunakan KB IUD pun tak lepas dari anemia. Sebuah penelitian menyebutkan 10 persen wanita pada masa reproduksinya mengalami defisiensi zat besi dan 2-5 persen diantaranya mengalami anemia. Berdasarkan data The Population Council, New Drug Application pada Oktober 1990 sampai dengan Agustus 1991 bahwa angka kejadian perdarahan dari pemakaian IUD adalah 36,0 per 100 pemakai IUD. Meningkatnya perdarahan pada masa haid yang sering disertai dengan rasa sakit pada perut bagian bawah yang berdampak timbulnya anemia (hemoglobin kurang dari 9 g/dl atau hematokrit kurang dari 30% merupakan penyebab utama pencabutan IUD (JNPKKS, 2000).
Berdasarkan data dari BKKBN Propinsi Lampung tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 125.360 (10,28%) dari 1.219. 188 peserta KB (Dinkes, 2006a). Berdasarkan data BKKCS-KB Kota Metro tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 2.983 (13,44%) dari 22.191 peserta KB (Dinkes, 2006b).
Dampak dari perdarahan secara rutin atau terus menerus adalah anemia. Sebelum terjadi anemia, tubuh melakukan adaptasi agar tidak terjadi penurunan daya tahan tubuh. Saat tubuh tidak mampu lagi melakukan adaptasi, daya tahan tubuh akan mengalami penurunan sehingga dapat terjadi anemia. Salah satu kemungkinan terjadinya dari anemia adalah penurunan kadar Hb. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan tanggal 21 Mei 2008 bahwa jumlah peserta KB di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan berjumlah 657 (76,93%) dari 854 PUS. Jumlah akseptor IUD sebanyak 86 (13,09%) dari 657 peserta KB, ditemukan 9 akseptor mengalami perdarahan bercak (spotting) atau haid lama, 7 akseptor (77,78%) memiliki kadar Hb normal, sedangkan 2 akseptor (22,22%) memiliki kadar Hb dibawah normal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor Intra Uterine Devices (IUD) di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008 ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Obyek penelitian : Kadar Hb
3. Subyek penelitian : Akseptor IUD
4. Lokasi penelitian : Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan
5. Waktu penelitian : 5 Juni s.d 20 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari jenis IUD yang digunakan di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
b. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama pemakaian IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
c. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama haid setelah pemasangan IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Sumbersari Bantul Metro Selatan
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi khususnya bagi tenaga kesehatan tentang keluarga berencana terutama alat kontrasepsi IUD.
2. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro
Diharapkan dapat menjadi dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi mahasiswa Program Studi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lainnya
Diharapkan menjadi sumber informasi/bacaan acuan bagi peneliti lain di masa mendatang.

BACA SELENGKAPNYA - Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

13 August 2010

Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan antara lain pada kesehatan bayi baru lahir, hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2001 terjadi penurunan angka kematian neonatal dari 25 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun demikian pada komponen kematian neonatal, penurunannya berlangsung lambat Menurut laporan kelompok kerja WHO (April 1994), dari 8,1 juta kematian bayi di dunia 48% adalah kematian neonatal, selanjutnya dari seluruh kematian neonatal sekitar 6% adalah kematian bayi umur kurang dari 7 hari. (Badan Litbang Kesehatan, 2001)
Proporsi kematian neonatal di Indonesia sebesar 39% dari seluruh kematian bayi. Rasio kematian postneonatal dan neonatal adalah 1,58. Kematian neonatal adalah 180 kasus, sedangkan kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Menurut umur kematian 79,4% dari kematian neonatal terjadi pada usia 7 hari pertama, dengan penyebab terbesar (57,1%) karena infeksi dan pneumonia (Badan Litbang Kesehatan, 2001). hal di atas yang mendorong perlu segera pemberian imunisasi dini pada 7 hari pertama kehidupan bayi, sehingga dapat dibentuk kekebalan sedini mungkin.
Timbulnya infeksi pada bayi dapat dimulai sejak dalam kandungan yang dikarenakan saat hamil ibu terserang penyakit. Pada ibu hamil pengidap hepatitis B, sebesar 50% akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus pada penderita hepatitis B (10%) akan menjurus kepada kronis dan dari kasus yang kronis ini 20% akan menjadi hepatoma serta kemungkinan kronisitas akan lebih banyak terjadi pada anak-anak balita oleh karena respon imun pada mereka yang belum sepenuhnya berkembang sempurna, terutama balita di Negara berkembang seperti Indonesia (www.imunisasi.htm, 2005).
Indonesia adalah negara dengan tingkat endemik penyakit hepatitis B menengah sampai dengan tinggi, prevalensi pengidap penyakit hepatitis B di Indonesia sebanyak 2,5 – 25 %. Prevalensi penyakit hepatitis B di kalangan anak–anak di bawah usia 4 tahun adalah sebesar 6,2 %, oleh karena itu imunisasi hepatitis B merupakan salah satu imunisasi yang harus diterima oleh bayi pada 7 hari pertama kehidupannya karena efektifitas imunisasi hepatitis B akan tinggi bila imunisasi hepatitis B diberikan pada usia dini. (Dep.Kes;2002).
Selanjutnya penyakit yang banyak dialami oleh anak – anak bahkan merupakan urutan yang kelima dari semua penyakit anak di Indonesia adalah Tuberkulosis (TBC). Berdasarkan hasil pemeriksaan, Indeks tuberkulin positif pada anak Indonesia semakin tinggi dengan bertambahnya usia yaitu pada umur 1 – 6 tahun 25,9%, pada umur 7-14 tahun 42,4 % dan diatas 15 tahun 58,6 %. Hal ini disebabkan semakin tinggi usia anak semakin banyak kebutuhan gizi, namun karena social ekonomi yang rendah, maka anak mengalami kondisi kurang gizi, oleh karena itu perlu pemberian imunisasi BCG. (Dep.Kes;2002).
Sebenarnya Morbiditas dan Mortalitas tuberkulosis dapat menurun sendiri bila keadaan sosial ekonomi meningkat. Di negara berkembang seperti Indonesia tidaklah tepat bila hanya mengharapkan perbaikan dari sosial ekonomi saja tetapi juga perlu dilakukan pencegahan penyakit ini, diantaranya dengan pemberian imunisasi BCG terutama sejak bayi. (Ilmu Kesehatan Anak;1985)
Selanjutnya penyakit yang banyak diderita pada balita adalah polio. Penyakit polio di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat 112.000 anak usia 1 sampai 14 tahun menderita kelumpuhan akibat penyakit polio. Penyakit ini paling sering di derita oleh anak – anak umur 1 – 2 tahun, karena anak – anak yang terinfeksi virus polio, 95% tidak memperlihatkan gejala (subklinis) atau gejala ringan dan 4,5% sakit tanpa kelumpuhan serta 0,5% terjadi kelumpuhan. (www.imunisasi.htm, 2005). Walaupun hanya 0,5% anak-anak yang terserang virus polio yang menderita kelumpuhan, imunisasi polio tetap penting. Karena kelumpuhan yang diderita akan menetap seumur hidup.
Selanjutnya kalau diamati lebih lanjut di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006 ditemukan tingginya penyakit TB Paru yaitu 168 Balita, sedangkan jumlah kematian bayi ada 101 bayi. Kematian bayi yang berumur 0-7 hari adalah 76,2 % ( 77 bayi). Penyebab kematian disebabkan oleh BBLR 41,5% (32 Bayi ) dan Asfiksia 40,2 % ( 31 Bayi ), selanjutnya bayi dengan BBLR 0,60 % (118) dan Asfiksia 0,72 % (148).
Di Puskesmas Raman Utara ditemukan 5 bayi meninggal dengan diagnosa 1 bayi karena BBLR dan 3 bayi karena asfiksia Bila bayi dengan BBLR, Asfiksia menyebabkan bayi rentan terhadap penyakit infeksi.(Profil Lampung Timur; 2006).
Salah satu usaha preventif berkaitan dengan pencegahan penyakit seperti hepatitis, TBC dan polio pada bayi adalah dengan cara pemberian imunisasi. Karena kekebalan penyakit-panyakit tersebut tidak dibawa bayi pada saat masih dalam kandungan sehingga pada bayi perlu diberikan imunisasi sedini mungkin yaitu pada usia 0-7 hari pertama. Imunisasi yang diberikan sedini mungkin setelah lahir adalah imunisasi hepatitis B, polio dan BCG (Dep. Kes RI:2002).
Upaya-upaya pencegahan penyakit tersebut tidak hanya dilakukan oleh pemerintah atau tenaga kesehatan saja tetapi juga perlu dukungan yang kuat melalui pengetahuan dan kesadaran ibu, sehingga ibu mau melakukan kunjungan neonatal untuk memperoleh imunisasi pada usia 0-7 hari pertama untuk anaknya.
Di wilayah Puskesmas Raman Utara pada bulan maret 2007 terdapat persalinan sebanyak 63 bayi, dimana yang mendapat imunisasi hepatitis B1, BCG dan polio pada umur 0-7 hari sebesar 46 % (29). Angka ini masih sangat kurang dari target yang ditentukan yaitu 90%. Adanya kesenjangan antara target dan hasil yang mendorong penulis tertarik untuk meneliti Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Imunusasi Pada Kunjungan Neonatal Pertama (KN I) Di Puskesmas Raman Utara Periode Maret tahun 2007.
B. Rumusan Masalah
Bersadarkan latar belakang, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di Puskesmas Raman Utara tahun 2007?.”
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian adalah.
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu yang mempunyai bayi usia 0-7 hari
3. Objek penelitian : Pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I)
4. Lokasi penelitian : Puskesmas Raman Utara
5. Waktu penelitian : 14 Mei – 22 Juli 2007
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di wilayah Puskesmas Raman Utara tahun 2007.
E. Manfaat Penelitian
Pada hasil penelitian pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) ini di harapkan dapat bermanfaat:
1. Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dalam penelitian, serta sebagai bahan untuk penerapan ilmu yang telah didapat saat kuliah khususnya mata kuliah metode penelitian dalam rangka menganalisa masalah kesehatan masyarakat khususnya kesehatan anak.

2. Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (refrensi) bagi penelitian lebih lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I).
3. Petugas kesehatan, Puskesmas dan Instansi Terkait
Sebagai bahan informasi atau masukan tentang pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di Puskesmas yang diharapkan dapat meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi mengenai pentingnya pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I)di sehingga pada akhirnya dapat memajukan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
4. Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3,3% – 38% dan lebih sering di negara-negara berkembang atau sosio ekonomi rendah secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibandingkan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram . BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan (propfil kesehatan RI, 2008).
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan lain, yaitu berkisar antara 9 % – 30%, hasil studi di 7 daerah multi center diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1 % - 17,2 % secara nasional berdasarkan analisa lanjutan SDKI, angka BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7%.
Kesehatan bayi, seharusnya merupakan hasil dari rangkaian peristiwa-peristiwa yang telah dilaluinya. Sejak ia berbentuk sel hasil konsepsi hingga terlahir ke dunia. Peristiwa yang tidak kalah pentingnya adalah proses kelahiran itu sendiri. Sebab walau keadaan selama kehamilan baik, dapat tiba-tiba berubah menjadi yang paling buruk, akibat adanya gangguan masalah dalam proses kelahiran (Jurmiani, 1999: 14).
Dari sudut ilmu kebidanan dan juga aspek medico-legal, seseorang hendaknya mampu menentukan taksiran umur embrio, fetus matur, fetus premature dan janin matur. Namun, suatu kehamilan matur akan berlangsung selama 280 hari atau 10 bulan Arab atau 40 pekan (minggu) yang di hitung dari hari pertama mendapatkan haid terakhir (Mochtar, 1998).
Bayi dengan berat badan lahir rendah adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita kurang energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian, bayi dan balita, juga dapat berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (IQ) (www.kebijakangizi.com).
Menurut Menkes, jika bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg pada umur kehamilan yang cukup, maka anak tersebut nantinya pada umur 40 tahun (jika mencapai usia itu) akan menderita penyakit jantung, darah tinggi maupun diabetes. Dengan demikian tiap tahun terdapat sekitar 400.000 calon-calon penderita penyakit degeneratif (depkes.go).
Pada tahun 1995 Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia diperkirakan sebesar 55 per 1000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 52 pada tahun 1997, dan turun lagi menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1999, kemudian naik menjadi 47 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000. AKB menurut hasil Surkesnas, berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB menurut hasil SDKI 2002 – 2003 35 per 1000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2003 AKB di rumah sakit mengalami penurunan berarti yaitu sebesar 22, 9 per 1000 kelahiran hidup, kemudian pada tahun 2004 mengalami kenaikan menjadi 29,4 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2005 mengalami penurunan kembali menjadi 23,7 per 1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan RI, 2006)
Angka kematian bayi di Propinsi Lampung menunjukkan kecenderungan perbaikan yang cukup berarti periode tahun 1995 – 2000 (periode rujukan perhitungan tengah tahun 1998 bulan Oktober) angka kematian bayi diperkirakan 65 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000 menurun menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2001 yaitu sebesar 41 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2002 mengalami sedikit peningkatan yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup sedangkan tahun 2003 AKB meningkat menjadi 55 per 1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Lampung, 2006).
Angka kematian bayi dengan berat badan lahir rendah atau BBLR di Bandar Lampung meningkat tajam pada tahun 2005. Hingga akhir Mei tercatat 26 bayi meninggal, sebagian besar berusia kurang dari seminggu, padahal, sepanjang tahun 2004 jumlah kematian bayi karena BBLR hanya 38 orang (www.komas.com diakses tanggal 06 Mei 2008).
Jumlah bayi lahir menurut data dari dinas kesehatan kota metro sebanyak 2757 bayi dan 89 bayi diantaranya lahir dengan BBLR (32%), terdapat 57 bayi (2,1%) meninggal dan 21 bayi (36,8%) diantaranya meninggal disebabkan oleh BBLR (dinkes metro, 2007).
Jumlah bayi lahir menurut data dari Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro dalam satu tahun adalah 410 bayi dengan 211 lahir di RB tersebut, 15 bayi diantaranya BBLR dan 199 bayi merupakan bayi titipan Dokter (dalam keadaan BBLR). Berdasarkan fenomena di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro?”
C. Ruang Lingkup
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu Yang Melahirkan Bayi Dengan BBLR di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro bulan Juni 2008.
3. Objek Penelitian : Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro
4. Lokasi Penelitian : Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro
5. Waktu Penelitian : 01 – 20 Juni 2008
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR menurut tingkat tahu
b. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR menurut tingkat memahami
c. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR menurut tingkat aplikasi
E. Manfaat Penelitian
1. Rumah Bersalin Santa Maria
Sebagai masukan bagi pengelola Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam merawat bayi dengan berat badan lahir rendah.
2. Peneliti
Dapat diketahui dengan jelas gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah.
3. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan, serta sebagai dokumentasi penunjang.
4. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lain yang serupa dan dapat lebih di sempurnakan lagi, juga sebagai reverensi bagi peneliti selanjutnya.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah di rumah bersalin
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah di rumah bersalin

Gambaran pengetahuan ibu tentang keluarga sadar gizi (KADARZI) di posyandu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010, salah satu program yang dicanangkan pemerintah adalah keluarga sadar gizi (Kadarzi). Kadarzi adalah salah satu cara untuk membantu mengatasi masalah gizi di Indonesia (Litbang Depkes RI, 2001). Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan. dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007).
Dampak kekurangan gizi yang paling ditakutkan adalah gagal tumbuh (growth faltering), terutama gagal tumbuh kembang otak (Ruby, 2005). Anak yang menderita kekurangan gizi tidak saja menurun kecerdasan otaknya, tetapi menyimpan potensi terkena penyakit degeneratif ketika memasuki usia dewasa. Pasalnva, sejumlah organ tubuh penting, seperti jantung, paru-paru, ginjal dan pembuluh darah, bisa mengalami “penuaan dini” (Wahyuni, 2007). Gizi buruk dalam jangka pendek menyebabkan kesakitan dan kematian karena kekurangan gizi membuat daya tahan tubuh berkurang. Menurut WHO, faktor gizi merupakan 54 % kontributor penyebab kematian (Agus, 2005).

Sekitar 30 juta wanita usia subur menderita kekurangan energi kronis (KEK), yang bila hamil dapat meningkatkan resiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi BBLR (< 2500 gram), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang, 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk. Pada usia sekolah, sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dan gizi kurang pada masa balita (Depkes RI, 2007).
Menurut data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2005 diperoleh sebanyak 28% balita di Indonesia mengalami masalah gizi kurang dan 8,8% mengalami masalah gizi berat badan anak secara teratur (Buchori, 2007). Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, ada kecenderungan peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir. Hasil pemetaan gizi lebih di wilayah perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 12% penduduk dewasa menderita gizi lebih (Depkes RI, 2007).
Gambaran perilaku gizi yang belum baik dan ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50% anak balita yang di bawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74% dan ibu hamil yang mengkonsumsi tablet tambah darah (TTD) baru mencapai 60%. Demikian pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39%, sekitar 28% rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat dan pola makan yang belum beraneka ragam (Depkes RI, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut antara lain adalah tingkat kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga, pengetahuan dan perilaku keluarga dalam memilih, mengolah dan membagi makanan di tingkat rumah tangga, ketersediaan air bersih dan fasilitas sanitasi dasar serta ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang (Depkes RI, 2007).
Masih banyaknya kasus gizi kurang menunjukkan bahwa asupan gizi ditingkat keluarga belum memadai (Depkes RI, 2007). Kadarzi dicanangkan untuk membangun kesadaran akan pentingnya gizi bagi kesehatan yang dimulai dan unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga ibu sebagai penjaga keluarga diharapkan dapat menjalankan peran penting dalam penanganan gizi keluarganya (www.gizi.net)
Berdasarkan hasil survey mawas diri tahun 2007 diperoleh hasil beberapa indikator Kadarzi masih dibawah target yaitu memberi ASI eksklusif sebesar 23,3% dari target pencapaian 80%, pemberian Tablet tambah darah (TTD) pada bumil sebesar 56,7% dari target pencapaian 80% dan target vitamin A untuk ibu nifas sebesar 0% dari target pencapaian 80%. Adapun indikator lain yang sudah mencapai target menimbang secara teratur sebesar 91,7%, makan anekaragam makanan sebesar 93,3%, menggunakan garam beryodium sebesar 100%, memberikan vitamin A sebesar 100% (Puskesmas Bantul, 2007). Hasil pra survey di kelurahan Margorejo terhadap 10 keluarga, diperoleh data pengetahuan tentang Kadarzi dalam kriteria kurang baik sebanyak 40%, sebanyak 20% dalam kriteria tidak baik dan rata-rata pengetahuan ibu tentang Kadarzi kriterianya kurang baik (51%). Berdasarkan urain di atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai “gambaran pengetahuan ibu tentang Kadarzi di Posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga tentang Kadarzi dalam kategori kurang baik. Oleh karena itu dapat dibuat rumusan masalah : “Bagaimana Gambaran Pengetahuan ibu tentang Kadarzi di Posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan bulan Mei 2008?”

C. Ruang Lingkup
Untuk membatasi kegiatan penelitian maka penulis membuat ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Rancangan Penelitian ini adalah deskriptif
2. Subjek penelitian adalah seluruh ibu yang ada di posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan
3. Objek penelitian adalah Kadarzi
4. Lokasi Penelitian ini akan dilakukan di Posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan
5. Waktu Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei – Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang Kadarzi di Posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan bulan Mei 2008.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Bagi Pihak Puskesmas Sumbersari Bantul diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan program pelayanan kesehatan dalam bidang gizi keluarga.
2. Bagi kader Posyandu sebagai masukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang Kadarzi sebagai materi penyuluhan terhadap keluarga tentang pentingnya gizi untuk semua keluarga.
3. Bagi Prodi Kebidanan Metro sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang Kadarzi.
4. Bagi penulis lain memberikan informasi tentang gambaran pengetahuan keluarga tentang Kadarzi sebagai bahan pertimbangan dan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran pengetahuan ibu tentang keluarga sadar gizi (KADARZI) di posyandu
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan ibu tentang keluarga sadar gizi (KADARZI) di posyandu

Gambaran pengetahuan siswa SMPN ….. tentang perilaku hidup bersih dan sehat tahun


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap individu. Agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi semua masyarakat. Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Karena kesehatan menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Pembangunan kesehatan sangat terkait dan dipengaruhi oleh aspek demografi. Pertumbuhan ekonomi masyarakat tingkat pendidikannya, serta keadaan dan perkembangan lingkungan, baik fisik maupun biologik (Depkes RI, 2002).
Salah satu strategi kesehatan nasional dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 adalah menempatkan pembangunan kesehatan yang berwawasan kesehatan, artinya setiap upaya program berdampak positif dalam membentuk perilaku sehat dan lingkungan yang sehat pula. Pada tanggal 1 Maret 1999 Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Paradigma sehat tersebut dijabarkan dan dioperasionalkan antara lain dalam bentuk perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 1999).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigma sehat dalam budaya perorangan. Keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Selain itu juga program perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga dengan membuka jalur komunikasi, informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-masing (Depkes RI, 2002).
Program perilaku hidup bersih dan sehat memiliki 5 program prioritas yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi, kesehatan lingkungan, gaya hidup dan dana sehat/Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Perkembangan program perilaku hidup bersih dan sehat sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat sesuai kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing. Berlakunya menetapkan 9 indikator perilaku, indikator perilaku tersebut adalah tidak merokok, kepesertaan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, menggosok gigi sebelum tidur dan olah raga, indikator lingkungan adalah air jamban ada air bersih, ada tempat sampah, ada Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) ventilasi kepadataan, lantai bukan tanah (Depkes RI, 2004).
Rokok dapat menyebabkan penyakit kanker, jantung, stroke dan paru. Hasil studi WHO menemukan bahwa kematian yang disebabkan oleh rokok diseluruh dunia dapat berlipat tiga dalam dua dekade mendatang. Sampai sekarang tercatat lebih dari 25 penyakit yang disebabkan oleh tembakau, lebih dari 60% perokok adalah laki-laki dewasa yang mulai merokok pada waktu mereka berusia kurang dari 20 tahun, remaja belasan tahun sudah mulai merokok tanpa menyadari sifat pembuat ketagihan nikotin, perilaku terus menerus merokok diantara kaum muda melalui tahap coba-coba selanjutnya menjadi perokok tetap dan akhirnya ketagihan (http://www.pd.persi.co.id, 4 Mei 2004)
Dinas Propinsi Lampung menetapkan 8 indikator di tatanan tempat-tempat umum yaitu air bersih, jamban, ada tempat sampah, saluran pembuangan limbah, pencahayaan dan pencahayaan dan penghawaa, kebersihan kuku, informasi tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) / Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dana sehat/ JPKM, adanya media atau poster kesehatan.
Visi Dinas Kesehatan Lampung Timur 'Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata serta sebagai penggerak kesehatan guna menumbuhkan daya saing masyarakat'. Rumusan visi tersebut mengandung pengertian bahwa dalam kurun waktu 5 tahun yang akan datang secara bertahap Dinas Kesehatan akan mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata kepada seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat Lampung Timur yang sehat sehingga akan menumbuhkan daya saing masyarakat di segala bidang (Profil Dinas Kesehatan Lampung Timur, 2006).
Perilaku kesehatan di Lampung Timur yang diharapkan adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Berbagai lapisan masyarakat yang beresiko melakukan penyimpangan perilaku hidup bersih dan sehat. Karena bila pengetahuannya masih kurang dapat meningkatkan timbulnya ancaman penyakit yang seharusnya dapat dicegah sedini mungkin dan dapat berperilaku sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kegiatan dari Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM). Puskesmas memiliki program kegiatan utama :
1. Kesehatan lingkungan
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
3. Peningkatan kesehatan keluarga (termasuk kesehatan reproduksi)
4. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
5. Keperawatan kesehatan masyarakat
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Perbaikan gizi masyarakat
(Dinkes Propinsi Lampung, 2004).
Berdasarkan pengamatan peneliti di Puskesmas Raman Utara Lampung Timur, bahwa kegiatan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat belum pernah dilakukan hasil wawancara dengan tidak adanya arsip laporan penyuluhan kesehatan masyarakat di Puskesmas Raman Utara Lampung Timur.
Observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 Maret 2007 di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur yang jumlah siswanya 240 orang (laki-laki 159 dan perempuan 201 orang) mempunyai fasilitas, sumur gali 1, WC siswa 2, WC guru 1, WC kepala sekolah 1, kotak sampah 12, poster kesehatan tentang rokok tidak ada, tempat cuci tangan tidak ada, WC siswa tampak kotor dan berbau tidak sedap, sampah berserakan pada tempat pembuangan sampah, ada 40 siswa merokok di lingkungan sekolah pada jam istirahat, maka tidak cuci tangan banyak yang memelihara kuku tangan, serta tidak ada yang ikut serta dana sehat /JPKM. (Koordinator UKS SMP 2 Raman Utara) 10 penyakit terbesar di Puskesmas Raman Utara adalah ISPA dengan jumlah 3777 kasus, penyakit lain-lain 2063 kasus, rematik 1348 kasus, hipertensi 952 kasus, karies gigi 632 kasus, penyakit kulit karena alergi 700 kasus, penyakit karena infeksi 615 kasus, diare 502 kasus (LB1 Puskesmas Raman Utara, 2006).
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul ”Gambaran Pengetahuan Siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 'Bagaimanakah gambaran pengetahuan siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ?'

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur
3. Obyek Penelitian : Gambaran pengetahuan siswa SMP tentang perilaku hidup bersih dan sehat di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur.
4. Lokasi Penelitian : SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : 14 Mei sampai dengan 22 Juli 2007
D. Tujuan Penelitian
Dapat diketahui gambaran pengetahuan siswa SMP tentang perilaku hidup bersih dan sehat di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Pendidikan SMPN 2 Raman Utara
Sebagai bahan rujukan bagi pendidik SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur, untuk melakukan penyuluhan prilaku hidup bersih dan sehat kepada para siswa dan melengkapi prasarana yang dapat menunjang keberhasilan program perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi petugas penyuluh kesehatan masyarakat untuk peningkatan promosi kesehatan melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat untuk dapat mengenalkan perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Bagi Peneliti Lain
Dapat memberikan masukan terhadap hal-hal yang belum terungkat dalam penelitian ini.

4. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah bahan riset selanjutnya.
5. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui seberapa besar siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur yang tahu dan paham serta melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan siswa SMPN ….. tentang perilaku hidup bersih dan sehat tahun
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan siswa SMPN ….. tentang perilaku hidup bersih dan sehat tahun

Gambaran pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di SMA


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Kanker saat ini menjadi salah satu penyebab kematian utama didunia dan di Indonesia. Kanker payudara merupakan salah satu jenis penyakit yang ditakuti oleh wanita karena penyakit tersebut dapat menyebabkan hilangnya organ vital wanita. Kanker payudara juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius dan bahkan dapat berujung kematian (www.republika.co.id). Di dunia sekitar 7,6 juta (13 %) kematian disebabkan karena kanker,dan faktanya 160 ribu (2,1%) penderita kanker diseluruh dunia adalah anak-anak (www.mediandonesia.com).
Menurut UU Kesehatan No.23 tahun 1992, sehat adalah suatu keadaan sejahtera badan jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Mansjoer dkk, 2000). Masalah kematian ibu adalah masalah yang kompleks, meliputi hal-hal non teknis seperti status wanita dan pendidikan (Saifuddin, 2002).
Menurut World Healt Organization (WHO), kanker payudara akan dialami wanita sebanyak 8-9 % dalam hidupnya. Setiap tahun lebih dari 580.000 kasus baru ditemukan diberbagai negara berkembang dan kurang lebih 372.000 pasien meninggal karena penyakit tersebut. Di Eropa terdiagnosis lebih dari 250.000 kasus baru kanker dankurang lebih 175.000 di Amerika. Pada tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 700.000 meninggal karena penyakit itu (www.relawannet.com).
Di Indonesia, kanker payudara saat ini termasuk dalam posisi terbanyak kedua sebagai penyebab kanker (www.relawannet.com). Menurut Yayasan Kanker Payudara Jakarta, 10 dari 10.000 penduduk indonesia terkena kanker payudara, 70 % penderita datang kedokter atau rumah sakit pada keadaan stadium lanjut (www.tabloidnova.com).
Seorang wanita mempunyai peluang 7 % mengembangkan kanker payudara, 2,7 % mengembangkan kanker usus, 2,3 % mengembangkan kanker leher rahim. Cara yang paling meyakinkan untuk mengendalikan kanker dan membunuh indung semangnya adalah, mendeteksinya sebelum tumbuh lebih lanjut. Asosiasi kanker Amerika menekankan pentingnya deteksi awal kanker dan menasehati wanita untuk berkonsultasi ke dokter dengan segera jika salah satu gejalanya muncul (Llewellyn,2005).
Tabel 1. Sepuluh bentuk kanker yang paling umum pada kaum wanita dan perkiraan presentase timbulnya (Hardjana, 2000)

No Jenis Kanker Prosentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Payudara
Usus besar
Dubur
Kulit
Paru-paru
Ovarium
Lambung
Serviks
Pankreas
Rahim 24 %
12 %
12%
10 %
9 %
5 %
4 %
4 %
3 %
3 %

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kanker payudara menduduki posisi tertinggi dari 10 jenis kanker yang ada.
Penyakit kanker sebenarnya bisa disembuhkan, tetapi masih banyak orang yang tidak menyadari bahwa penyebab tidak terselamatkannya pasien karena keterlambatan mereka memeriksakan diri kedokter (www.tabloidnova.com).
Kanker tidak selalu identik dengan usia lanjut, kewaspadaan kanker terhadap kanker mesti dimulai sejak usia dini. Pakar kanker Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengungkapkan bahwa dari penderita kanker di Indonesia sebanyak 35 % berusia dibawah 40 tahun. “ Jumlah penderita kaker usia muda di Indonesia tersebut jauh lebih besar di banding di Amerika Serikat yang hanya 3 % “ ujarnya. Sedangkan Manajer Terapi Onkologi Roche Indonesia mengungkapkan bahwa dari semua kasus kanker di dunia yaitu sebanyak 40 % dapat dihindari karena dilakukan deteksi sejak dini. Masih banyaknya pasien yang datang terlambat kedokter dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap kanker (www.mediaindonesia.com).
Berdasarkan fenomena diatas, maka sangatlah penting bagi remaja putri untuk mengetahui informasi tentang kanker agar dapat dilakukan deteksi sejak dini dan tidak terjadi keterlambatan pasien datang kedokter.
Sejumlah studi memperlihatkan bahwa deteksi kanker payudara dan terapi dini dapat meningkatkan harapan hidup dan memberikan pilihan terapi lebih banyak pada pasien (www.relawannet.com).
Hasil pra survei pada tanggal 18 April 2007, terdapat 238 siswa kelas 2 di SMA Negeri I Gedong Tataan, 143 diantaranya adalah remaja putri. Setelah disebarkan kuesioner kepada 10 (7 %) orang siswi didapatkan hasil pengetahuan siswi kelas 2 tentang kanker payudara, 4 (3 %) orang siswi tergolong dalam kriteria cukup dan 6 (4 %) orang siswi tergolong dalam kriteria kurang, disamping itu sekolah tersebut blm pernah ada penyuluhan tentang kanker payudara. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang kanker payudara di SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “ Bagaimana gambaran pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Remaja putri kelas 2 SMA Negeri I Gedong Tataan
Lampung Selatan
3. Obyek penelitian : Pengetahuan remaja putri tentang kanker
payudara
4. Tempat penelitian : SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan
5. Waktu penelitian : 11 – 12 Juni 2007
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang kanker payudara di SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang pengertian kanker payudara.
b. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang faktor resiko kanker payudara.
c. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang gejala kanker payudara.
d. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang diagnosa kanker payudara.
e. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang pengobatan kanker payudara.
f. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas 2 tentang pencegahan kanker payudara.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan
Diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan dalam merencanakan kegiatan pendidikan di SMA Negeri I Gedong Tataan Lampung Selatan dengan memasukkan materi tentang kanker payudara dalam konteks intrakulikuler atau ekstrakulikuler yang akan memberikan bekal pengetahuan.
2. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan bacaan serta menambah pengetahuan tentang kanker payudara.
3. Bagi Puskesmas Gedong Tataan Lampung Selatan
Diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai perencanaan program puskesmas untuk mengadakan penyuluhan disekolah tersebut.
4. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang kanker payudara serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama studi..

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di SMA
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di SMA

Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi

Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara antara lain dinilai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu. Angka kematian ibu di Indonesia berkisar 334/100.0000 kelahiran hidup. (Safe Matherhood, 1997)
Kematian umumnya banyak terjadi pada masa rawan yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dimana terjadi kegagalan mengenali keseriusan masalah dan tidak tersedianya fasilitas pelajaran kesehatan pada saat yang tepat. Dibanyak negara berkembang institusi pelayanan kesehatan belum adekuat dan tidak mudah diperoleh, berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan bermutu. Sehingga sangat tapat kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang telah menetapkan misi untuk memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu, merata dan terjangkau dalam mewujudkan Indonesia Sehat Tahun 2010. (Saifuddin, 2002).
Masalah keperawatan yang dirasakan dewasa ini terutama menyangkut mutu pelayanan keperawatan, belum memenuhi harapan masyarakat baik di rumah sakit maupun di Puskesmas. Kini paramedis di tuntut agar semakin profesional di bidangnya, dalam arti mampu memecahkan, menangani masalah pasien dalam bidang perawatan.
Perawatan masa nifas yang berkualitas mempunyai kedudukan yang tak kalah pentingnya dalam usaha menurunkan angka kematian atau angka kesakitan. Dahulu perawatan pasca persalinan sangat konservatif dimana pasien diharuskan tidur terlentang selama masa nifas sehingga terjadi adhesi antara labium mayor dan labium minor kanan dan kiri (Manuaba, 1998).
Salah satu upaya untuk mencegah kejadian ini dapat dengan dilakukannya mobilisasi dini. (Early Ambulazation). Mobilisasi dini ialah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin untuk berjalan (UNPAD, 1983).
Mobilisasi dini dilakukan oleh semua ibu post partum, baik ibu yang mengalami persalinan normal maupun persalinan dengan tindakan dan mempunyai variasi tertagantung pada keadaan umum ibu, jenis persalinan atau tindakan persalinan. Adapun manfaat dari mobilisasi dini antara lain dapat mempercepat proses pengeluaran lochea dan membantu proses penyembuhan luka. (Manuaba, 1999 : 193).
Selama ini di RSU. Ryacudu Kotabumi mobilisasi dini dilakukan, hanya tidak sesuai dengan prosedur, terutama pada post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea, sedangkan persalinan dengan operasi seksio sesarea cukup tinggi/ banyak yaitu pada Tahun 2003 berjumlah 555 dengan rincian sebagai berikut :





Tabel 1. Rincian Persalinan di RSU Ryacudu Kota Bumi Tahun 2003
No. Jenis Persalinan Jumlah Persentase
1. Persalinan Spontan/normal 346 62,33%
2. Persalinan dengan tindakan extraksi vaccum 31 5,60%
3. Persalinan dengan embriotomi 5 0,90%
4. Persalinan dengan manual aid 21 3,70%
5. Persalinan dengan tindakan operasi S. C. 152 27,48%
J u m l a h 555 100%
Sumber : Data Laporan Ruang Kebidanan RSU Ryacudu Kota Bumi tahun 2003

Atas dasar data pra survey inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang mobilisasi dini pada post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap penyembuhan luka dan pengeluaran lochea di ruang kebidanan RSU. Ryacudu Kotabumi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah dengan dilakukannya mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea dapat mempercepat pengeluaran lochea dan proses penyembuhan luka operasi ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Didalam penelitian ini penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu-ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea di RSU Ryacudu Kotabumi.
3. Objek Penelitian : Mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap percepatan penyembuhan luka operasi dan pengeluaran lochea.
4. Lokasi : RSU. Ryacudu Kotabumi
5. Waktu : 17 Mei sampai dengan 17 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap pengeluaran lochea dan percepatan penyembuhan luka operasi.

2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap percepatan pengeluaran lochea.
b. Diperolehnya gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap percepatan penyembuhan luka operasi.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman serta menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan khususnya tentang mobilisasi dini pada post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap penyembuhan luka operasi dan pengeluaran lochea.

2. Bagi Institusi
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSU Ryacudu Kotabumi khususnya di Ruang Rawat Inap Kebidanan.

3. Bagi Pendidikan
Bahan masukan yang dapat dibuat untuk acuan dimasa yang akan datang oleh institusi pendidikan.

DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi

Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD

Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pre eklampsi dan eklampsi merupakan komplikasi kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, protein urin dan edema, yang kadang-kadang disertai komplikasi sampai koma. Sindroma pre eklampsi ringan seperti hipertensi, edema, dan proteinuria sering tidak diperhatikan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre eklampsi berat, bahkan eklampsi (Prawirohardjo, 2002 : 282).
Pre eklampsi dan eklampsi berdampak pada ibu dapat memperburuk fungsi beberapa organ dan sistem, yang diduga merupakan akibat vasospasme dan iskemia plasenta. Vasospasme mengurangi suplai oksigen ke organ-organ tubuh dan dapat menyebabkan hipertensi arterial. Keadaan ini sangat berpengaruh pada ginjal, hati, otak, dan plasenta. Spasme arterial menyebabkan retina mata mengecil, dan jika terjadi perdarahan, dapat menimbulkan kebutaan (Pillitteri, 2002 : 908). Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan perdarahan (Mochtar, 1998 : 200). Komplikasi ini yang merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsi (Prawirohardjo, 2002 : 296). Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, eklampsi merupakan penyebab kematian ibu kedua yaitu sebesar 24% setelah perdarahan (28%), dan infeksi (11%) (Depkes RI, 2004 : 17). Di Provinsi Lampung, eklampsi juga menduduki urutan kedua sebesar (18,75%) setelah perdarahan (50,69%) (Depkes Provinsi Lampung, 2005 : 59). Angka ini masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian ibu di negara-negara berkembang yang disebabkan oleh eklampsi yaitu sekitar 9,8-25,5% (Prawirohardjo, 2002 : 297).
Dampak pre eklampsi pada janin dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang bisa mengakibatkan berat bayi lahir rendah (Bennett, 1993 : 312). Keadaan ini terjadi karena spasmus arteriola spinalis decidua menurunkan aliran darah yang menuju ke plasenta, yang mengakibatkan gangguan fungsi plasenta (Mochtar, 1998 : 200, dan Prawirohardjo, 2002 : 285). Selain itu, menurunnya fungsi plasenta dapat meningkatkan kejadian hipoksia janin pada masa kehamilan dan persalinan. Kerusakan plasenta yang masih ringan akan mengakibatnya hipoksia janin, dan jika kerusakan lebih parah, dapat terjadi kematian janin dalam kandungan (Bennett, 1993 : 312). Kematian, janin karena pre eklampsi mencapai 10% dan meningkat menjadi 25% pada eklampsi (Pilliteri, 2002 : 73).
Penyebab terjadinya eklampsi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor resiko terjadinya pre eklampsi, yaitu primigravida usia <20> 35 tahun, nullipara, kehamilan ke lima atau lebih, kehamilan pertama dari pasangan yang baru, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gemelli / kehamilan ganda, kehamilan multiple, molahidatidosa, Hidramnion, Diabetes gestasional, riwayat penyakit ibu seperti; hipertensi kronis, hipertensi esensial, penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes mellitus, adanya riwayat keluarga dengan pre eklampsi, sosial ekonomi rendah, ibu yang bekerja, pendidikan yang kurang, faktor ras dan etnik, obesitas dengan indeks masa tubuh lebih dari atau sama dengan 35 kg/m², dan lingkungan /letak geografis yang tinggi (Chapman, 2006 : 162, Cunningham, 2005 : 630, Manuaba, 1998 : 35, 41, Bennett, 1993 : 310, Pillitteri, Prawirohardjo, 2002 : 287, dan Varney, 1997 : 360).
Sindroma pre eklampsi dapat dicegah dan dideteksi secara dini. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan yang secara rutin mencari tanda-tanda pre eklampsi, sangat penting dalam usaha pencegahan pre eklampsi berat dan eklampsi. Ibu hamil yang mengalami pre eklampsi perlu ditangani dengan segera. Penanganan ini dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. (Prawirohardjo, 2002 : 282).
Frekuensi kejadian pre eklampsi menurut the National Center for Health Statistics pada tahun 1998 adalah 3,7% dari seluruh kehamilan (Cunningham, 2005 : 625). Frekuensi pre eklampsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Dalam kepustakaan frekuensi pre eklampsi dilaporkan berkisar antara 3-10% (Prawirohardjo, 2002 : 287). Angka kejadian pre eklampsi dan eklampsi di Provinsi Lampung 26,7%, sedangkan di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung, angka kejadian pre eklampsi dan eklampsi adalah 184 kasus dari 690 persalinan pada tahun 2003 (Hartini, 2003 : 2). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro, pasien yang menderita pre eklampsi dan eklampsi sebanyak 73 orang (6,62%), kasus pre eklampsi 69 orang dan eklampsi 4 orang. Kasus pre eklampsi dan eklampsi ini merupakan urutan ke-5 terbanyak setelah persalinan normal 463 orang (41,97%), abortus inkompletus 127 orang (11,51%), seksio sesaria 103 orang (9,34%), dan ketuban pecah dini 77 orang (6,98%) (Medical Record RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro, 2006).
Berdasarkan uraian masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro tahun 2006.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah gambaran klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi serta karakteristik ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro tahun 2006?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi serta gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi di ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metroo tahun 2006.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan usia di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan pekerjaan di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan paritas di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
e. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan riwayat penyakit ibu hamil di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
f. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan riwayat kehamilan ibu sekarang di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.

D. Manfaat Penelitian
Penelitiam imi diharapkan dapat bermanfaat :
1. Sebagai bahan informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang pre eklampsi dan eklampsi pada ibu dan karakteristiknya baik bagi ibu maupun prodi.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan antenatal care (ANC) khususnya deteksi dini pre eklampsi kepada masyarakat tentang faktor resiko terjadinya pre eklampsi dan eklampsi bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan Dinas Kesehatan Kota Metro pada khususnya serta tenaga kesehatan pada umumnya.
3. Mengembangkan pengetahuan penulis tentang pre eklampsi atau eklampsi dan metode penelitian deskriptif tentang karakteristik resiko terjadinya pre eklampsi dan eklampsi
4. Bagi penelitian lainnya, sebagai perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang pre eklampsi dan eklampsi dengan jenis penelitian lain atau penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap, dan metode penelitian yang berbeda.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian : Deskriptif.
2. Subyek Penelitian : Ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi yang dirawat di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
3. Objek Penelitian : Klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi serta karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi yang dirawat inap di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006 yang meliputi umur, pekerjaan, paritas, riwayat penyakit ibu hamil dan riwayat kehamilan sekarang.
4. Lokasi Penelitian : RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
5. Waktu : Tanggal 10 - 13 Mei 2007.

DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap wanita menginginkan persalinan berjalan lancar dan melahirkan bayi yang sempurna (Kasdu, 2003 : iii). Hal ini sesuai dengan Rencana Strategis Nasional yang terdapat dalam pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu : setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat (Koesno, 2004 : 3 ). Namun, tidak jarang proses persalinan mengalami hambatan dan memerlukan penanganan dengan ekstraksi vakum.
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (Saifuddin, 2002 : 494). Tindakan ini dilakukan untuk semua keadaan yang mengancam ibu dan janin yang memiliki indikasi untuk menjalani pelahiran pervaginam dengan bantuan alat (Hartanto, 2005 : 536). Indikasi dan syarat dari tindakan ini antara lain : pada palpasi abdomen kepala tidak teraba (0/5) atau teraba (1/5) sedangkan pembukaan sudah lengkap, keterlambatan pada kala II yaitu lebih dari 60 menit pada primigravida dan 30 menit pada multigravida, dan Ibu yang menderita kelainan atau penyakit yang melarangnya untuk mengeran (mengedan), misalnya pada penyakit jantung, hipertensi, asma, atau tuberkulosis berat (Depkes RI, 1995 : 6).
Angka kejadian pertolongan persalinan dengan ekstraksi vakum di RSU Dr. Soedono Madiun tahun 1998 sebanyak 522 (22%) diantara 2362 persalinan dan angka kejadian bedah caesar sebanyak 419 (17%) (Kalbefarma). Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota Metro didapatkan data pada tahun 2006 terdapat 7,99% (37) kasus persalinan dengan ekstraksi vakum dari 463 persalinan normal (Medical Record, 2006). Ini berarti tindakan ekstraksi vakum masih sering dilakukan.
Penanganan persalinan dengan ekstraksi vakum mempunyai dampak terhadap ibu dan bayi. Pada ibu dapat terjadi robekan pada serviks uteri, robekan pada dinding vagina dan perenium. Ini dapat terjadi apabila pada pembukaan belum lengkap dilakukan ekstraksi. Sedangkan pada bayi dapat terjadi perdarahan dalam otak dan kaput suksedaneum artifisialis yang akan hilang sendiri setelah 24-48 jam. Untuk mengatasi hal itu maka tindakan ekstraksi vakum sebaiknya dilakukan oleh tenaga yang terampil dan berpengalaman (Depkes RI, 1995 : 10). Apabila tindakan ini dianggap tidak aman atau ekstraksi ini gagal dapat dilakukan seksio sesaria (Hartanto, 2005 : 551).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ekstraksi Vakum di Rumah Sakit Umum Daerah Jendral Ahmad Yani Metro pada Tahun 2006”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2006 ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian : deskriptif.
2. Subyek penelitian : ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral
Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
3. Obyek penelitian : karakteristik ibu-ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro yang meliputi: riwayat penyakit ibu, usia, paritas, dan lama persalinan kala II.
4. Lokasi penelitian : ruang kebidanan di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota
Metro tahun 2006.
5. Waktu penelitian : bulan Mei tahun 2007.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan riwayat penyakit ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan usia ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan paritas ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan lamanya persalinan pada kala II di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Sebagai bahan informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang ekstraksi vakum dan karakteristik ekstraksi vakum dan karakteristiknya baik bagi ibu maupun bagi Prodi Kebidanan Metro.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan Antenatal Care (ANC) khususya deteksi dini kehamilan dengan resiko tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan Dinas Kesehatan Kota Metro pada khususnya serta tenaga kesehatan pada umumnya.
3. Mengembangkan pengetahuan penulis tentang ekstraksi vakum dan metode penelitian diskriptif tentang karakteristik resiko terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum.
4. Bagi peneliti lainnya, sebagai pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang ekstraksi vakum dengan jenis penelitian lain dan penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap, dan metode penelitian yang berbeda.

DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

12 August 2010

Gambaran penatalaksanaan pre-operasi seksio sesarea di ruang bersalin rumah sakit umum daerah

Gambaran penatalaksanaan pre-operasi seksio sesarea di ruang bersalin rumah sakit umum daerah



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Besarnya persalinan secsio sesarea (SC) dibandingkan persalinan normal tetap mengandung risiko dan kerugian yang lebih besar seperti risiko kematian dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko kesakitan dan menghadapi masalah fisik pasca operasi seperti timbulnya rasa sakit, perdarahan, infeksi, kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur juga memiliki masalah secara psikologis karena kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi dan merawatnya (Depkes RI, 2006 : 9).

Di Indonesia terutama di kota-kota besar, keputusan ibu hamil untuk melahirkan dengan SC walau tidak memiliki indikasi medis paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan normal atau yang lebih dikenal sebagai rasa takut akan kelahiran (fear of childbirth) akan tetapi di Indonesia faktor psikologis ibu ini nampak kurang diperhatikan (Kasdu dalam Depkes RI, 2006 : 9-10). Oleh karena itu pentingnya suatu perencanaan yang menyangkut pada kesehatan fisik dan psikis calon orang tua serta kesehatan janin. (Kasdu, 2003 : 32-33).

Berdasarkan hasil penelitian terdapat sekitar 20 % persalinan harus dilakukan dengan SC, baik karena pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan pribadi pasien (Kasdu, 2003 : iii). Persalinan secara SC di Amerika Serikat terdapat 85 % dengan indikasi riwayat SC, distosia persalinan, gawat janin dan letak sungsang (Cunningham, dkk, 2006 : 595). Sedangkan di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan pada tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan SC secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4 % dari jumlah total persalinan. Secara umum jumlah SC di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25 % dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80 % dari total persalinan (Depkes RI, 2006 : 9). Berdasarkan data yang diperoleh dari catatan Medical Record RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006, didapatkan data bahwa angka kejadian SC di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota Metro sebesar 11, 27 % dari total persalinan (Medical Record, 2006) dan dari informasi sejumlah mahasiswa yang mempunyai pengalaman magang dan pengalaman pasien yang pernah menjalani operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro, penatalaksanaan pre-operasi SC belum dilaksanakan semuanya sesuai dengan teori dalam asuhan kebidanan.

Tingginya persentase persalinan SC menimbulkan kekhawatiran bahwa hal ini disebabkan semakin banyaknya persalinan bedah tanpa indikasi medis, melainkan karena permintaan ibu hamil yang memandang SC merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan persalinan normal. (Depkes RI, 2006 : 9). Seharusnya SC dilakukan jika keadaan medis memerlukannya. Dalam hal ini, janin atau ibu dalam keadaan gawat darurat dan hanya dapat diselamatkan jika persalinan dilakukan dengan jalan operasi atau SC (Kasdu, 2003 : 9). Indikasi medis untuk SC adalah jika terjadi disproporsi sevalopelvik, gawat janin, plasenta previa, incoordinate uterine action, eklampsia, dan hipertensi (Mansjoer, dkk, 2005 : 344-345).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meninjau penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: ” Bagaimana gambaran penatalaksanaan persiapan pre-operasi secsio sesarea di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2007?”

B. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini antara lain :

2. Lokasi dan waktu penelitian : penelitian ini akan dilaksanakan di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada bulan Juni 2007.

3. Variabel penelitian : variabel bebas penelitian ini adalah penatalaksanaan pre-operasi SC yang meliputi penatalaksanaan persiapan mental spiritual, penatalaksanaan persiapan fisik penderita, pemeriksaan laboratorium dan pramedikasi, sedangkan variabel terikat penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

4. Jenis penelitian ini : deskriptif.

5. Subjek dan objek penelitian : subjek penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan yang menjadi objek penelitian adalah ibu yang bersalin dengan SC di Ruang Bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2007.

6. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2007.

2. Tujuan khusus penelitian ini untuk :

a. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan mental spiritual pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

b. Mengetahui gambaran penyuluhan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

c. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan fisik penderita di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

d. Mengetahui gambaran penatalaksanaan laboratorium di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

e. Mengetahui gambaran penatalaksanaan premedikasi di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

7. Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro diharapkan dapat memberikan gambaran mutu pelayanan dalam penatalaksanaan dan sebagai bahan untuk motivasi meningkatkan mutu pelayanan dalam penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.

2. Institusi pendidikan Program Studi Kebidanan Metro, memberikan bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC dalam silabus pembelajaran.

3. Bagi penelitian lainnya, sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.




DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Gambaran penatalaksanaan pre-operasi seksio sesarea di ruang bersalin rumah sakit umum daerah
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran penatalaksanaan pre-operasi seksio sesarea di ruang bersalin rumah sakit umum daerah

Gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di RSU

Gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di RSU

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profil Kesehatan Kota Metro (2005) bayi yang mendapat ASI eksklusif 55,33% dari 810 bayi yang ada. Tingginya Angka Kematian Bayi dan rendahnya status gizi sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menunjukkan bahwa peran Air Susu Ibu (ASI) sangat strategi, namun keadaan sosial budaya yang beraneka ragam menjadi tantangan peningkatan penggunaan ASI yang perlu diantisipasi (DepKes RI, 1994).
Data UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Found) menujukkan sekitar 30 ribu kematian anak balita di Indonesia setiap tahunnya, yang sebenarnya dapat di cegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak kelahiran bayi. Sementara itu bukti ilmiah baru yang mengungkapkan oleh jurnal Paediatries pada tahun 2006 seperti dikutip UNICEF mengungkapkan bahwa bayi yang diberi susu formula (susu bayi) memiliki kemungkinan untuk meninggalkan dunia pada bulan pertama kehidupannya 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui ibunya secara ASI eksklusif, yakni tanpa diberi minuman maupun makanan tambahan (www.antara.com).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukkan sedikit sekali ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif bagi bayinya sampai berumur 6 bulan, didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertumbuhnya usia bayi yakni 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-6 bulan yang lebih memprihatinkan, 13% bayi dibawah dua bulan telah di beri makanan tambahan.
Manfaat ASI bagi bayi adalah untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi karena mempunyai susunan yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Manfaat psikologis yaitu memberikan rasa aman dan tentram pada anak, meningkatkan hubungan kasih sayang antara ibu dan anak, merangsang perkembangan psikomotik bayi.
ASI yang pertama kali keluar disebut kolostrum, kolostrum bukan hanya nutrisi sempurna bagi bayi, tetapi juga kandungannya yang amat kaya akan zat anti kuman yang melindungi bayi dari berbagai macam penyakit, kolostrum memiliki kandungan zat imun yang jauh lebih tinggi dari ASI matang (ASI setelah kolostrum) (http://www.lalecheleague.org/FAQ/KOLOSTRUM.htmi).
Hasil survey diruang kebidanan Rumah Sakit Umum A. Yani Metro pada bulan Januari-Februari 2007 terdapat 27 persalinan dengan seksio sesaria dan 80% ibu yang melahirkan seksio sesaria dengan narkose umur sadar dalam waktu tidak lebih dari 4 jam. Pemberian ASI pada ibu dengan seksio sesaria hanya 60%. Ternyata bayi yang di lahirkan dengan seksio sesaria tidak semua langsung diberi ASI segera setelah ibu sadar tetapi di beri susu formula. Berdasarkan data latar belakang inilah sebagai dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang gambaran pemberian ASI pada ibu dengan operasi seksio sesaria di Rumah Sakit Umum A. Yani Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan dalam penelitian ini adalah berikut “Bagaimanakah Gambaran Penatalaksanaan Pemberian ASI pada Ibu dengan Operasi Seksio Sesaria di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro Tahun 2007”.

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu :
1. Jenis penelitian : Deskriptif.
2. Subjek penelitian : Ibu bersalin dengan seksio sesaria.
3. Objek penelitian : Gambaran Penatalaksanaan Pemberian ASI pada ibu seksio sesaria
4. Lokasi Penelitian : Ruang kebidanan Rumah Sakit Umum A. Yani Metro.
5. Waktu penelitian : 15 Juni – 28 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di Rumah Sakit Umum A. Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh gambaran tentang cara pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.
b. Diperoleh gambaran tentang lama pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di Ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.
c. Diperoleh gambaran tentang posisi pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.
d. Diperoleh gambaran tentang frekuensi pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro
Sebagai bahan masukan bidan atau tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro, sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang terbaik bagi pasien dengan tindakan seksio sesaria.

2. Instansi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
a. Sebagai bahan evaluasi terhadap teori yang telah diberikan kepada mahasiswa selama mengikuti perkuliahan di Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program Studi Kebidanan Metro.
b. Sebagai sumber bahan bacaan bagi perpustakaan di Instansi Pendidikan.

3. Peneliti
Dapat menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam masalah pemberian ASI pada bayi ibu seksio sesaria.

4. Peneliti Lain
Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian-penelitian lain atau yang serupa berkaitan dengan ASI pada ibu seksio sesaria dan dapat disempurnakan lagi.


DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di RSU
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di RSU

Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas

Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang makin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya pada kelompok resiko seperti bayi, balita, ibu hamil dan ibu besalin.
Upaya untuk menurunkan Angka Kematia Ibu serta peningkatan derajat kesehatan ibu menjadi perioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, yaitu pada tahun 2002-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Angka kematian maternal Propinsi Lampung tahun 2005 sebanyak 145 kasus. (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005) Sedangkan di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006 sebanyak 16 orang. (Laporan Kesga Lampung Timur, 2006).
Ini disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi juga disebabkan keadaan kesehatan dan gizi ibu yang rendah selama hamil serta rendahnya derajat kesehatan gizi wanita pada umumnya. Sedangkan di Kabupaten Lampung Timur penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 10 orang, eklamsi 1 orang, inpeksi 1 orang, lain-lain 3 orang. (Laporan Kesga Lampung Timur, 2006).
Salah satu penyebab kematian ibu menurut WHO adalah anemia, hal ini dikarenakan wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah, sehingga apabila mengalami perdarahan baik itu antepartum atau postpartum akan berakibat fatal. (Ridwan Amiruddin, 2004. Dikutip dari med.unhas.online).
Pendapat tersebut didukung oleh fakta dan hasil penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu adalah 70% untuk ibu-ibu anemia dan 19,7% untuk mereka yang bukan anemia.
Di Indonesia, prevalensi anemia dari seluruh ibu hamil tahun 1970-an adalah 46,5-70 %. Pada tahun 1999 didapatkan data anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%. (Ridwan Amiruddin, 2004. Dikutip dari med.unhas.online).
Data dari Propinsi Lampung menunjukkan bahwa prevalensia anemia pada ibu hamil 69,7 % pada tahun 2004 sedangkan di Kabupaten Lampung Timur prevalensi anemia pada ibu hamil 72,5 % pada tahun 2004. (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti : gangguan dan hambatan pada masa pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak, kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa / ditransfer ke sel tubuh maupun sel otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan.
Berbagai penyakit yang dapat timbul akibat anemia antara lain : abortus (keguguran), partus prematur, inertia uteri, infeksi baik intra partum maupun post partum, anemia yang sangat hebat dengan hb kurang dari 4 gr/dl dapat menyebabkan dekompensasi kordis, afibrinogenemia dan hipofibrinogenemia. (Mochtar, 1998).
Hal tersebut didukung oleh hasil studi di Kuala Lumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat hemoglobinnya dibawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa resiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 1,4gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan resiko tinggi. (Ridwan Amiruddin, 2004. Dikutip dari med.unhas.online).
Hasil konsepsi pada kehamilan dengan anemia memberi pengaruh kurang baik, seperti : kematian mudigah, kematian perinatal, prematuritas, dapat terjadi cacat bawaan, cadangan besi kurang, kematian janin dalam kandungan, kematian janin waktu lahir (stillbirth). (Mochtar, 1998).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan menurut sistem pencatatan dan pelaporan KIA Puskesmas Way Jepara pada bulan Maret tahun 2007 menunjukan bahwa dari jumlah kunjungan ibu hamil 78 orang, 22 orang (28,20%) diantaranya menderita anemia.
Dari sejumlah ibu hamil yang mengalami anemia, semua memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan di puskesmas. Dan sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah Kabupaten Lampung Timur (Puskesmas Way Jepara).
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran Penatalaksanaan Anemia Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja PKM Way Jepara Kecamatan Way Jepara Lampung Timur Tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Gambaran Penatalaksanaan Anemia Pada Ibu hamil Di Wilayah PKM Way Jepara Kecamatan Way Jepara Lampung Timur Tahun 2007 ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penulisan ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Tenaga kesehatan yang melakukan penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di PKM Way Jepara
3. Objek Penelitian : Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil
4. Lokasi Penelitian : PKM Way Jepara Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : 14 Mei 2007 s/d 20 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Way Jepara tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pemberian teblet Fe pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
b. Diketahuinya gambaran penyuluhan gizi pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
c. Diketahuinya gambaran pemeriksaan kadar Hb pada kunjungan pertama dan awal trisemester III pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
d. Diketahuinya gambaran penyuluhan minuman yang menghambat absorbsi Fe pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
e. Diketahuinya gambaran penyuluhan obat-obatan yang menghambat absorbsi pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
f. Diketahuinya gambaran pelaksanaan rujukan kesehatan untuk pemeriksaan infeksi parasit / cacing pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
g. Diketahuinya gambaran penyuluhan tentang konsumsi tablet Fe sekama 4-6 bulan postpartum pada kehamilan di PKM Way Jepara.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Peneliti, dapat mengetahui gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil.
2. Tempat Penelitian, sebagai masukan dalam upaya peningkatan pelayanan terhadap ibu hamil (terutama dengan anemia).
3. Pengembangan Program KIA di wilayah PKM Way Jepara Kecamatan Way Jepara Lampung Timur.
4. Pengembangan ilmu kebidanan terutama dalam studi penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada ibu hamil.

DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI