kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

28 August 2010

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN 5 (LIMA) IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYINYA (ANALISIS KUALITATIF)

KTI KEBIDANAN:
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN 5 (LIMA) IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYINYA (ANALISIS KUALITATIF)

Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga, terutama yang berhubungan dengan bayi dan anak. Mereka merupakan harta yang paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, juga dikarenakan kondisi tubuhnya yang mudah sekali terkena penyakit. Oleh karena itu, bayi dan anak merupakan prioritas pertama yang harus dijaga kesehatannya.

Pemerintah mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh macam penyakit yaitu penyakit TBC, Difteria, Tetanus, Batuk Rejan (Pertusis), Polio, Campak (Measles, Morbili) dan Hepatitis B, yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) meliputi imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Imunisasi lain yang tidak diwajibkan oleh pemerintah tetapi tetap dianjurkan antara lain terhadap penyakit gondongan (mumps), rubella, tifus, radang selaput otak (meningitis), HiB, Hepatitits A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies.

Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi, jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak adekuat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber-sumber yang adekuat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahannya.

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu. Pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan seorang ibu akan mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu diberikan.

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI

BACA SELENGKAPNYA - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN 5 (LIMA) IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYINYA (ANALISIS KUALITATIF)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI PONDOK PESANTREN DINIYAH PUTRI XXXXX (ANALISIS KUALITATIF)

KTI KEBIDANAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP REMAJA TENTANG SEKS
PRANIKAH DI PONDOK PESANTREN DINIYAH PUTRI XXXXX
(ANALISIS KUALITATIF)


Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya. Cirinya adalah alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya dan belum menikah. Kondisi yang belum menikah menyebabkan remaja secara sosial budaya termasuk agama dianggap belum berhak atas informasi dan edukasi apalagi pelayanan medis untuk kesehatan reproduksi (Sarlito, 1998). Dengan masuknya remaja ke dalam dunia hubungan sosial yang luas maka mereka tidak saja harus mulai adaptasi dengan norma perilaku sosial tetapi juga sekaligus dihadapkan dengan munculnya perasaan dan keinginan seksual ( Djoko Hartono 1998 ).

Dorongan perasaan dan keinginan seksual cukup pesat pada remaja dapat mengakibatkan remaja menjadi rentan terhadap pengaruh buruk dari luar yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi. Pengaruh buruk tersebut dapat berupa informasi-informasi yang salah tentang hubungan seksual, misalnya film-film, buku-buku, dan lainnya. Hal tersebut dapat mendorong remaja untuk berprilaku seksual aktif (melakukan hubungan intim sebelum menikah), yang mempunyai resiko terhadap remaja itu sendiri. Resiko tersebut dapat berupa kehamilan remaja dengan berbagai konsekuensi psikologi seperti putus sekolah, rasa rendah diri, kawin muda, dan perceraian dini. Selain itu, resiko lain yang dihadapi dari perilaku seksual aktif tersebut adalah abortus, penyakit menular, gangguan saluran reproduksi pada masa berikutnya (tumor), dan berbagai gangguan serta tekanan psikoseksual/sosial di masa lanjut yang timbul akibat hubungan seksual remaja pranikah (Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Metro, 2006).

Dengan terus berkembangnya teknologi, maka informasi yang salah tentang seksual mudah sekali didapatkan oleh para remaja, sehingga media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya, karena mereka belum boleh melakukan hubungan seks yang sebenarnya yang disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum dan juga agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi maka akan semakin beranggapan positif terhadap hubungan seks secara bebas demikian pula sebaliknya, jika seseorang tersebut jarang berinteraksi dengan pornografi maka akan semakin beranggapan negatif terhadap hubungan seks secara bebas. Apabila anak remaja sering dihadapkan pada hal-hal yang pornografi baik berupa gambar, tulisan, atau melihat aurat, kemungkinan besar dorongan untuk berhubungan secara bebas sangat tinggi, bisa lari ketempat pelacuran atau melakukan dengan teman sendiri. Hal-hal yang merugikan dari perilaku terhadap seks bebas tidak akan terjadi, apabila individu memiliki kesadaran bertanggung jawab yang kuat. Dan bila remaja dihadapkan pada rangsangan sosial yang tidak baik seperti seks bebas maka remaja akan dapat menentukan sikap yang tepat yaitu sikap yang negatif atau tidak mendukung perilaku terhadap seks bebas, sebaliknya bila remaja memiliki sikap dengan tanggung jawab yang rendah maka terbentuklah pribadi yang lemah sehingga mudah terjerumus pada pergaulan yang salah sehingga berlanjut kepada perilaku sek bebas (http://www.balipost.co.id, 2009).

Perilaku seks bebas di dunia saat ini terus mengalami peningkatan yang sangat pesat. Pitchkal (2002) melaporkan bahwa di AS, 25% anak perempuan berusia 15 tahun dan 30% anak laki-laki usia 15 tahun telah berhubungan intim. Di Inggris, lebih dari 20% anak perempuan berusia 14 tahun rata-rata telah berhubungan seks dengan tiga laki-laki. Di Spanyol, dalam survei yang dilakukan tahun 2003, 94,1% pria hilang keperjakaannya pada usia 18 tahun dan 93,4% wanita hilang keperawanannya pada usia 19 tahun.

Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa perilaku seks pranikah di kalangan remaja mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Survey terhadap pelajar SMU di Jakarta dan Surabaya menyebutkan terjadinya peningkatan presentase seks pranikah dari tahun 1997-1999. 9 % remaja putra dan 1 % remaja putri di Jakarta telah melakukan hubungan seks pranikah pada tahun 1997, dan angka ini mengalami peningkatan menjadi 23 % remaja putra dan 4 % remaja putri pada tahun 1999 dalam “Remaja,”2001). Sementara hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan-Pusat Pelatihan Bisnis Humaniora Yogyakarta pada tahun 1999-2002 terhadap 1660 mahasiswi Yogyakarta menemukan bahwa 97,05 % responden telah kehilangan kegadisannya dalam masa kuliah (http://lib.atmajaya.ac.id , 2009).

Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%). Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (http://www.kesrepro.info, 2009).

Penelitian lain yang dilakukan tahun 2005-2006 menunjukkan di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, 47,54 persen remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. Namun, hasil survey terakhir tahun 2008 meningkat menjadi 63 persen

Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksual pranikah, survei MCR-PKBI Jabar membagi dalam 8 faktor. Berdasar jawaban yang masuk, faktor sulit mengendalikan dorongan seksual menduduki peringkat tertinggi, yakni 63,68%. Selanjutnya, faktor kurang taat menjalankan agama (55,79%), rangsangan seksual (52,63%), sering nonton blue film (49,47%), dan tak ada bimbingan orangtua (9,47%). Tiga faktor terakhir yang turut menyumbang hubungan seksual pranikah adalah pengaruh tren (24,74%), tekanan dari lingkungan (18,42%), dan masalah ekonomi (12,11). (http://www.tempointeractive.com, 2009)

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
BACA SELENGKAPNYA - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI PONDOK PESANTREN DINIYAH PUTRI XXXXX (ANALISIS KUALITATIF)

FAKTOR PENYEBAB SUAMI MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI DAN TIDAK MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI (ANALISIS KUALITATIF)

KTI KEBIDANAN
FAKTOR PENYEBAB SUAMI MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI DAN TIDAK MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI (ANALISIS KUALITATIF)

Perkembangan penduduk saat ini terus mengalami peningkatan yang begitu pesat. Kesadaran dunia tentang bahaya pertumbuhan penduduk yang besar dan cepat telah mengundang pemimpin dunia untuk mempersoalkan penduduk dunia yang makin membahayakan, dunia semakin sempit pada hari hak asasi manusia 1967 dengan inti bahwa persoalan penduduk setiap negara merupakan masalah vital dalam kaitan dengan tujuan pembangunan untuk meningkatkan martabat manusia.vasektomi adalah operasi sederhana untuk memotong saluran kecil pembawa sperma dari kantongnya (zakar) ke penis.
Di wilayah Propinsi Lampung saat ini pengguna vasektomi sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari target BKKBN program vasektomi hingga september 2007 sebanyak 1100 akseptor yang tercapai 887 akseptor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara mendalam mengenai faktor penyebab suami memilih alat kontrasepsi vasektomi dan suami tidak memilih alat kontrasepsi vasektomi di wilayah Kec. Metro selatan tahun 2009.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan penerapan pendekatan kualitatif, subjek penelitian yaitu suami pengguna alat kontrasepsi vasektomi dan suami yang tidak menggunakan alkon vasektomi. Sedangkan objek penelitiannya adalah Faktor penyebab suami memilih alat kontrasepsi vasektomi dan suami tidak memilih alat kontrasepsi vasektomi.. Total populasi pada penelitian ini yaitu suami yang menggunakan vasektomi di Metro Timur yang berjumlah 4 orang dan suami yang tidak memakai vasektomi sebanyak 1.946 orang, sedangkan sampel yang diambil adalah 4 responden dengan teknik. non probabilitas. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini terdiri dari panduan wawancara mendalam (in-depth interview guidelines). Alat lain yang digunakan adalah alat perekam (tape recorder) dan alat tulis.
Hasil penelitian serta kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi suami memilih dan tidak memilih vasektomi meliputi faktor pengetahuan, sikap, adat-agama, dukungan istri/keluarga, dan sikap petugas kesehatan.

Kata Kunci
: Faktor penyebab, suami, alat kontrasepsi vasektomi.

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI

BACA SELENGKAPNYA - FAKTOR PENYEBAB SUAMI MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI DAN TIDAK MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI (ANALISIS KUALITATIF)

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POSTDATE) DI PUSKESMAS XXX

KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEHAMILAN
LEWAT WAKTU (POSTDATE) DI PUSKESMAS XXX

Saat kehamilan merupakan salah satu permasalahan bagi wanita terutama ibu hamil itu sendiri, sejak awal tahun 1990-an para pakar yang aktif dalam upaya safe motherhood mengatakan bahwa pendekatan resiko, yang mengelompokkan ibu hamil dalam kelompok tidak resiko dan beresiko.

Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248/100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDG 2015 (102/100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut (http://www.depkes.go.id/)

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin (umur, pendidikan, paritas, sosial ekonomi, jenis persalinan dan berat badan bayi lahir) dengan kehamilan lewat waktu (postdate) di Puskesmas Sukadamai Kecamatan Natar Lampung Selatan pada tahun 2008.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel yang menjadi subjek dalam penelitian adalah keseluruhan ibu bersalin dengan kehamilan post date di Puskesmas Sukadamai Kec. Natar Lampung Selatan tahun 2009 berjumlah 31 orang. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan alat ukur berupa lembar kuisioner.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa karakteristik ibu dengan kehamilan lewat waktu (postdate) berdasarkan tingkat umur di wilayah Puskesmas Sukadamai sebagian besar berumur 20-35 tahun (67,74%), tingkat pendidikan menamatkan SD (45,16%), paritas multipara (87,88%), sosial ekonomi sedang (77,42%), berat badan bayi yang dilahirkan 2,5 – 4 kg (67,42%), dan dengan jenis persalinan normal (48,39%).

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu karakteristik ibu dengan kehamilan lewat waktu (postdate) di wilayah kerja puskesmas sukadamai sebagian besar adalah berumur 20-35 tahun, multipara, sosial ekonomi sedang, BB bayi lahir 1,5-4 kg dan dengan persalinan normal.

Kata Kunci : Karakteristik Ibu Bersalin, Kehamilan Lewat Waktu (Postdate).

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
BACA SELENGKAPNYA - KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POSTDATE) DI PUSKESMAS XXX

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN PARTUS LAMA DI RS XXXXX

KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN PARTUS LAMA DI RS XXXXX

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. Penyebab kematian ibu 90% disebabkan oleh salah satunya partus lama. Persalinan lama/kasep merupakan masalah besar di Indonesia karena pertolongan di daerah pedesaan masih dilakukan oleh dukun. Sesungguhnya tragedi kematian ibu tidak perlu terjadi karena lebih dari 80% kematian ibu sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif, yaitu melalui pemeriksaan kehamilan untuk mendeteksi adanya faktor-faktor penyulit persalinan.

Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik ibu yang bersalin dengan partus lama. Data yang dikumpulkan adalah data skunder dari 34 sampel dengan menggunakan format pengumpulan data. Analisa data menggunakan statistik sederhana dengan persentasi.

Berdasarkan hasil hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa karakteristik ibu yang bersalin dengan partus lama paling banyak pada umur 20 – 35 tahun yaitu sebanyak 82,4%, multigravida sebanyak 50%, ibu rumah tangga sebanyak 73,5%, partus lama yang disebabkan oleh kelainan his sebanyak 61,8% dan mal posisi sebanyak 14,71%.

Kesimpulan dari penelitian ini karakteristik ibu yang bersalin dengan partus lama paling banyak disebabkan oleh kelainan his yakni sebesar 61,8%.

Dengan demikian perlu ditingkatkan kewaspadaan dan keterampilan khususnya kepada tenaga kesehatan dalam menghadapi komplikasi dalam persalinan khususnya partus lama.

Kata Kunci : Karakteristik, Ibu Berslin, Partus Lama.

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
BACA SELENGKAPNYA - KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN PARTUS LAMA DI RS XXXXX

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Gastroenteritis

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Gastroenteritis:

"Definisi

Gastroenteritis adalah diare dengan atau tanpa muntah yang disebabkan masuknya bakteri, virus atau toksin. Penyebabnya biasanya tidak. Akan tetapi makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan sumber utama infeksi. Beberapa organime yang memaikan peranan adalah:

  1. staphylococcus aureus – dari makananan dan minuman yang terkontaminasi dengan masa inkubasi 2–4 jam
  2. E coli – berasal dari daging dan susu dengan masa inkubasi 12 – 48 jam
  3. campylobacter jejuni – berasal dari daging dan susu dengan masa inkubasi 48 – 96 jam
  4. salmonella spp – berasal dari daging dan telur dengan masa inkubasi 12 – 48 jam
  5. rotavirus – mungkin disebabrkan dari makanan dan cairan dengan masasi 1 – 7 hari

Tanda dan Gejala

Tanda umum pada gastroenteritis adalah:

  1. diare
  2. muntah
  3. mual
  4. kram perut
  5. kelemahan
  6. demam

Pengkajian

Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

Airway

  1. pantikan kepatenan jalan napas
  2. siapkan alat bantu untuk menolong jalan napas jika perlu
  3. jika terjadi perburukan jalan napas segera hubungi ahli anestesi dan bawa ke ICU

Breathing

  1. kaji respiratory rate
  2. kaji saturasi oksigen
  3. berikan oksigen jika ada hypoksia untuk mempertahankan saturasi > 92%
  4. auskultasi dada
  5. lakukan pemeriksaan rontgent

Circulation

  1. kaji denyut jantung
  2. monitor tekanan darah
  3. kaji lama pengisian kapiller
  4. pasang infuse, berikan ciaran jika pasien dehidrasi
  5. periksakan dara lengkap, urin dan elektrolit
  6. catat temperature
  7. lakukan kultur jika pyreksia
  8. lakukan monitoring ketat
  9. berikan cairan per oral
  10. jika ada mual dan muntah, berikan antiemetik IV.


Disability

  1. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU

Exposure

  1. kaji riwayat sedetil mungkin
  2. kaji makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya
  3. kaji tentang waktu sampai adanya gejala
  4. kaji apakah ada anggota keluarga atau teman yang terkena
  5. apakah sebelumnya baru mengadakan perjalanan?
  6. Lakukan pemeriksaan abdomen
  7. Lakukan pemeriksaan roentgen abdominal
  8. Ambil samper feses untuk pemeriksan mikroskopi, kultur dan sensitivitas
  9. Berikan anti diare seperi codein atau loperamide sampai hasil kultur diketahui
  10. Jangan dulu berikan antibiotic sampai dengan hasil kultur diketahui
  11. Laporkan jika mengalami keracunanan makanan
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Gastroenteritis

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Penumothorak

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Penumothorak: "Definisi
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. (British Thoracic Society 2003). Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorak dapat menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.

Tanda dan Gejala
Pasien dengan pneumo thorak memiliki gejala sebagai berikut:
nyeri dada – biasanya hanya terjadi pada satu sisi yang terkena
napas pendek
tachycardia

Gambaran Ancaman Terhadap Kehidupan
pada pasien ekstrim – pertimbangkan tension penumotorak
napas pendek
hypotensi
tachykardi
trachea berubah

ASSESSMENT
Pengkajian selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
kaji dan pertahankan jalan napas
lakukan head tilt, chin lift jika perlu
gunakan alat bantu jalan napas jika perlu
petimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu mempertahankan jalan napas

Breathing
kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi >92%
berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask
pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation
periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
kaji respiratory rate
periksa system pernapasan
cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak.

Circulation
kaji heart rate dan rhytem
catat tekanan darah
lakukan pemeriksaan EKG
lakukan pemasangan IV akses
lakukan pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.

Disability
a. lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan AVPU
b. penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan di ICU

Exposure
a. pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan lakukan pemeriksaan fisik lainnya
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Penumothorak

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi yang utama di Indonesia adalah kurang kalori protein (KKP), kekurangan vitamin A yang dapat mengakibatkan xeropthalmia (sakit mata karena kekurangan vitamin A) misalnya rabun senja dan kebutaan. Disamping itu masalah kekurangan vitamin A merupakan masalah terpenting kedua yang perlu diatasi, karena hal ini melanda penderita yang luas jangkauan, terutama anak-anak balita. (Winarno, 1995)
Hasil survei nasional xeropthalmia telah menurun dengan tajam 1,3% pada tahun 1978 menjadi 0,33 pada tahun 1992. Dari prevalensi tersebut masalah kurang vitamin A sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi. Namun demikian di beberapa propinsi masih menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi seperti di Sulawesi Selatan 2,9% maluku 0,8% dan Sulawesi Tenggara 0,6%. (Depkes. RI., 2000)
Masalah kurang vitamin A subklinis dibeberapa propinsi masih cukup memprihatinkan, karena 50% Balita masih mempunyai status vitamin A rendah. Kurang vitamin A akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang berpengaruh pada kelangsungan hidup anak. Penanggulangan masalah kurang vitamin A saat ini bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan dengan upaya memacu pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang penurunan angka kematian bayi dan berpotensi terhadap peningkatan produktifitas kerja orang dewasa. (Depkes. RI., 2000)
Strategi penanggulangan kurang vitamin A masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, yang diberikan pada bayi (6–11 bulan), balita (1–5 tahun) dan ibu nifas. Berdasarkan laporan tahun 1998/1999, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita masih di bawah 70% (Depkes. RI., 2000).
Situasi tidak tercapainya cakupan program pemberian kapsul vitamin A pada anak balita terjadi di sejumlah puskesmas di Kota Bandar Lampung pada tahun 2003 menunjukkan cakupan program pemberian kapsul vitamin A tidak mencapai terget 80 % (Propil Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2003).
Berdasarkan data prasurvey yang dilakukan penulis di salah satu puskesmas di Kota Bandar Lampung yaitu wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah didapat data tentang jumlah anak balita yang mendapat kapsul vitamin A pada tahun 2003 adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Persentasi Cakupan Program Pemberian Kapsul Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2003

No Kelurahan Jumlah
Anak Balita Jumlah yang mendapat Vit A Target (%) Realisasi (%)
1
2
3
4
5
6
7 Sawah Brebes
Tanjung Agung
Sawah lama
Kebon Jeruk
Kedamaian
Campang Raya
Jaga Baya I 942
733
620
712
1141
601
133 627
488
431
483
844
418
97 80
80
80
80
80
80
80 66,5
66,6
69,4
67,6
73,9
69,5
72,3
Jumlah 4882 3388 80 69,4
Sumber Data : Laporan Bulanan Puskesmas Kampung Sawah.
Berdasarkan data yang diperoleh di atas dapat disimpulkan bahwa anak balita yang mendapatkan kapsul vitamin A belum optimal di wilayah kerja Puskesmas kampung sawah tahun 2003 sebanyak 3.388 (69,4%) anak balita dari 4.882 jumlah anak balita yang ada, sedangkan di Kelurahan Sawah Brebes yang mendapatkan kapsul vitamin A 627 (66,5%) dari 942 anak balita yang ada, sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul Vitamin A di Kelurahan Sawah Brebes wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : “Faktor-faktor apa yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di Kelurahan Sawah Brebes wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah Bandar Lampung ?

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi yang utama di Indonesia adalah kurang kalori protein (KKP), kekurangan vitamin A yang dapat mengakibatkan xeropthalmia (sakit mata karena kekurangan vitamin A) misalnya rabun senja dan kebutaan. Disamping itu masalah kekurangan vitamin A merupakan masalah terpenting kedua yang perlu diatasi, karena hal ini melanda penderita yang luas jangkauan, terutama anak-anak balita. (Winarno, 1995)
Hasil survei nasional xeropthalmia telah menurun dengan tajam 1,3% pada tahun 1978 menjadi 0,33 pada tahun 1992. Dari prevalensi tersebut masalah kurang vitamin A sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi. Namun demikian di beberapa propinsi masih menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi seperti di Sulawesi Selatan 2,9% maluku 0,8% dan Sulawesi Tenggara 0,6%. (Depkes. RI., 2000)
Masalah kurang vitamin A subklinis dibeberapa propinsi masih cukup memprihatinkan, karena 50% Balita masih mempunyai status vitamin A rendah. Kurang vitamin A akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang berpengaruh pada kelangsungan hidup anak. Penanggulangan masalah kurang vitamin A saat ini bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan dengan upaya memacu pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang penurunan angka kematian bayi dan berpotensi terhadap peningkatan produktifitas kerja orang dewasa. (Depkes. RI., 2000)
Strategi penanggulangan kurang vitamin A masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, yang diberikan pada bayi (6–11 bulan), balita (1–5 tahun) dan ibu nifas. Berdasarkan laporan tahun 1998/1999, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita masih di bawah 70% (Depkes. RI., 2000).
Situasi tidak tercapainya cakupan program pemberian kapsul vitamin A pada anak balita terjadi di sejumlah puskesmas di Kota Bandar Lampung pada tahun 2003 menunjukkan cakupan program pemberian kapsul vitamin A tidak mencapai terget 80 % (Propil Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2003).
Berdasarkan data prasurvey yang dilakukan penulis di salah satu puskesmas di Kota Bandar Lampung yaitu wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah didapat data tentang jumlah anak balita yang mendapat kapsul vitamin A pada tahun 2003 adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Persentasi Cakupan Program Pemberian Kapsul Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2003

No Kelurahan Jumlah
Anak Balita Jumlah yang mendapat Vit A Target (%) Realisasi (%)
1
2
3
4
5
6
7 Sawah Brebes
Tanjung Agung
Sawah lama
Kebon Jeruk
Kedamaian
Campang Raya
Jaga Baya I 942
733
620
712
1141
601
133 627
488
431
483
844
418
97 80
80
80
80
80
80
80 66,5
66,6
69,4
67,6
73,9
69,5
72,3
Jumlah 4882 3388 80 69,4
Sumber Data : Laporan Bulanan Puskesmas Kampung Sawah.
Berdasarkan data yang diperoleh di atas dapat disimpulkan bahwa anak balita yang mendapatkan kapsul vitamin A belum optimal di wilayah kerja Puskesmas kampung sawah tahun 2003 sebanyak 3.388 (69,4%) anak balita dari 4.882 jumlah anak balita yang ada, sedangkan di Kelurahan Sawah Brebes yang mendapatkan kapsul vitamin A 627 (66,5%) dari 942 anak balita yang ada, sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul Vitamin A di Kelurahan Sawah Brebes wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : “Faktor-faktor apa yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di Kelurahan Sawah Brebes wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah Bandar Lampung ?

KLIK DISINI UNTUK DOWNLOAD:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian interaksi dari pembangunan nasional yang secara keseluruhan perlu digalakkan pula. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk atau individu agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan sejahtera (Depkes RI, 2003).
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya, melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui kegiatan kesehatan ibu dan anak. Pembinaan kesehatan anak usia dini, sejak masih dalam kandungan hingga usia balita ditujukan untuk melindungi anak dari ancaman kematian dan kesakitan yang dapat membawa cacat serta untuk membina, membekali dan memperbesar potensinya untuk menjadi manusia tangguh (Depkes RI, 1999).
Pemantauan pertumbuhan (growth monitoring) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus (berkesinambungan) dan teratur. Dengan pemantauan pertumbuhan, setiap ada gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak akan dapat diketahui secara dini melalui perubahan pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini maka tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah (Dinkes Propinsi Lampung, 2004).
Upaya penggerakan masyarakat dalam keterpaduan ini digunakan pendekatan melalui Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), yang pelaksanaannya secara operasional dibentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pos Pelayanan Terpadu merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan angka kelahiran (Depkes RI, 2003).
Kegiatan bulanan di Posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), memberikan konseling gizi dan memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar. Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita dilakukan penimbangan balita setiap bulan (Dinkes Lampung, 2004).
Semua informasi yang diperlukan untuk pemantauan pertumbuhan balita bersumber dari data berat badan hasil penimbangan balita. Bulan yang diisikan kedalam KMS untuk dinilai naik (N) atau tidak naik (T) pertumbuhan balita.
Ibu yang tidak menimbang balitanya ke Posyandu dapat menyebabkan tidak terpantaunya pertumbuhan dan perkembangan balita. Balita yang tidak ditimbang berturut-turut beresiko keadaan gizinya memburuk sehingga mengalami gangguan pertumbuhan (Depkes RI, 2006).
Angka kematian bayi dan balita pada tahun 1997 mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup dan 58 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2006 angka kematian bayi dan balita mencapai 26 per 1000 kelahiran hidup dan 46 per 1000 kelahiran hidup, hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi dan balita di Indonesia berhasil di turunkan, namun pencapaian penurunan masih jauh dari yang di harapkan (Depkes, 2003). Depkes menargetkan pada tahun 2009 AKB menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2006).
Berdasarkan hasil perhitungan data Sensus Nasional 2006, jumlah balita di Lampung sebanyak 165.347. Balita yang mempunyai gizi baik sebanyak 165.160 balita sedangkan yang menderita gizi buruk sebanyak 187 target pencapaian balita gizi buruk yang mendapat perawatan 100% jadi target yang belum dicapai 0,11% (Dinkes Propinsi Lampung, 2006). Menurut profil kesehatan Propinsi Lampung 2006 gizi kurang dapat berdampak meningkatnya angka kematian balita (0 – 5 tahun per 1000 kelahiran hidup). AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita.
Indikator yang digunakan untuk memantau pertumbuhan balita adalah D/S dan N/D. Pada tahun 2002 cakupan penimbangan balita (D/S) pada bayi 44,75% dan balita 30,10%, tahun 2003 terjadi peningkatan D/S : 47,98% dan N/D 79,26%, tahun 2004 D/S : 46,57% dan N/D : 78,37%, tahun 2005 D/S : 57,96% dan N/D : 82.76% dan cakupan tahun 2006 sebesar 59,67%, cakupan ini belum mencapai target. Untuk meningkatkan cakupan perlu terus dilakukan gerakan penimbangan balita melalui penyuluhan, penggerakan masyarakat, revitalisasi posyandu dan lain-lain (Profil Propinsi Lampung, 2006).
Data Kecamatan Metro Barat Puskesmas Mulyojati pada tahun 2007 cakupan penimbangan balita yaitu yang ditimbang dibagi jumlah sasaran (D/S) mencapai 58,46 %, untuk cakupan balita yang mengalami kenaikan berat badan bagi jumlah sasaran (N/D) yaitu pada balita mencapai 27,91 % (Dinkes Metro, 2007).
Data cakupan penimbangan balita Puskesmas Mulyojati tahun 2007, cakupan penimbangan balita dengan rata-rata penimbangan pada triwulan I mencapai 60,75 %, pada triwulan II mencapai 58,45 %, pada triwulan III mencapai 67,46 %, sedangkan pada triwulan IV mencapai 60 % (Dinkes Metro, 2007).
Puskesmas Mulyojati terdapat tujuh posyandu yaitu posyandu : Banowati, Sembodro, Dewi Kunti, Arimbi, Dewi Sri, Larasati dan Dewi Sinta. Berdasarkan survey di lokasi diperoleh data cakupan penimbangan balita yang ditimbang bagi jumlah sasaran (D/S) dan dari ketujuh posyandu, ternyata cakupan penimbangan balita yang paling rendah terdapat pada Posyandu Dewi Sinta sebesar 40%.
Kota Metro menargetkan cakupan penimbangan balita di posyandu mencapai 80% (Indikator SPM, 2008-2010).
Penyebab yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya ke posyandu adalah umur balita, tenaga penolong persalinan, kemampuan membaca, paritas, status pekerjaan ibu, ketersediaan waktu ibu untuk merawat anak (Depkes RI, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang apakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut apakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro.

KLIK DISINI UNTUK DOWNLOAD:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

Faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa

Download Klik Link judul dibawah ini:
Faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar 3 kg dan panjang badan 50 cm. Pada umur 5 – 6 bulan berat badan bayi sudah mencapai dua kali, pada umur 12 bulan sudah 3 kali berat badan lahir, dan tahun-tahun berikutnya kenaikan berat badan tidak begitu cepat lagi lebih kurang 2 kg tiap tahunnya (Pudjiadi, 1997). Tetapi rata-rata pertambahan berat badan perbulan pada kelompok bayi yang diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Selain itu proporsi bayi yang mengalami gangguan kesehatan berupa diare, panas, batuk dan pilek pada kelompok bayi yang tidak diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada bayi yang mendapat ASI eksklusif (Depkes RI, 2004).
Pemberian ASI dirasakan sangat menurun di beberapa negara industri dan menurun sangat cepat di negara-negara berkembang (G.J.Ebrahim, 1986). Bukti-bukti penurunan ibu dalam pemberian ASI di negara-negara maju misalnya di Amerika pada awal abad ke-20 kira-kira 71% ibu yang memberi ASI dan menurun menjadi 25%. Di Singapura pada tahun 1951 pada ibu dengan sosial ekonomi sedang dan baik 48% bayi mendapat ASI sedangkan pada golongan sosial ekonomi rendah 71%. Tetapi dalam waktu 1 tahun (1961) keadaan ini menurun menjadi 8% ibu-ibu dengan sosial ekonomi sedang dan 42% ibu-ibu dengan sosial ekonomi rendah (Soetjiningsih, 1997).
Di Indonesia menurut hasil Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia tahun 1997 memperlihatkan hanya 52% ibu yang memberikan ASI kepada bayinya. Dipastikan persentase tersebut jauh menurun bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, 15 tahun lalu sebuah penelitian terhadap 460 bayi rawat gabung (rooming in) di RSCM memperlihatkan bahwa 71,1% ibu tidak memberi ASI eksklusif kepada bayinya (sampai berumur 2 bulan) sedangkan 20,2% diantaranya memberi ASI eksklusif (Pdpersi, 2004).
Di Lampung persentase jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif sudah cukup tinggi yaitu 70,33% atau 2.190 bayi dari jumlah bayi keseluruhan 3.114 bayi bila dibandingkan dengan provinsi tetangga seperti Jakarta dan Bengkulu yang masing-masing 64,49% atau 332 bayi dari jumlah bayi 5000 bayi dan 64,49% atau 74.905 bayi dari jumlah bayi 116.149 bayi.
Di Lampung Tengah persentase jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif yaitu 96,56% atau 24,862 bayi dari jumlah bayi 25,746 bayi. Tetapi di Kecamatan Seputih Agung sendiri persentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif masih rendah yaitu 44,40% atau 448 bayi dari jumlah keseluruhan 1.007 bayi bila dibandingkan dengan Gunung Sugih 52,77% dan Kota Gajah 46,01% (Dinkes Lamteng, 2003).
Penyebab utama ibu-ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dijelaskan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Penyebab Utama Ibu Tidak Memberikan ASI

Penyebab Dikota Di Desa
Ibu Sakit 18,6% 46,7%
ASI tidak keluar 49,6% 40,0%
Ibu bekerja 19,5% 33,3%
Sumber : G.J. Ebrahim, 1986:111

Ada penyebab lain yang tidak kalah penting yang menyebabkan ibu tidak mau memberi ASI eksklusif diantara adalah puting susu ibu yang lecet, ibu mengeluh payudaranya terlalu penuh dan terasa sakit (bendungan ASI) serta mastitis, sedangkan persentase yang lebih banyak adalah masalah puting susu lecet 57%. (Soetjiningsih, 1997).
Berdasarkan data dan uraian dari latar belakang maka penulis ingin mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa Simpang Agung kecamatan Seputih Agung.
"
BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa

Faktor-faktor alasan ibu mengganti kontrasepsi PIL dengan kontrasepsi suntik di puskesmas

Download Klik Link judul dibawah ini:
Faktor-faktor alasan ibu mengganti kontrasepsi PIL dengan kontrasepsi suntik di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sejak Pelita V (1989 – 1994) Program Keluarga Berncana (KB) adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dalam rangka meningkatkan mutu dan Sumber Daya Manusia Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 1990 menunjukan bahwa gerakan KB Nasional telah berhasil merampungkan landasan pembentukan keluarga kecil, dalam rangka pelembagaan dan pembudayaan NKKBS. (Wiknjosostro, 1999 : 902).
Program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk, melalui usaha untuk penurunan tingkat kelahiran penduduk dengan peningkatan jumlah dan kelestarian akseptor dan usaha untuk membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, perpanjangan harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi dan balita, serta menurunnya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan. (Hartanto H, 2002 : 388).
Searah dengan GBHN 1999 yang dijabarkan dalam Propenas (2000) program KB Nasional di Propinsi Lampung telah menunjukan perkembangan. Berdasarkan hasil SDKI 2000 – 2003, angka TFR Propinsi Lampung adalah 2,7 hal ini menunjukan masih diatas rata-rata TFR Nasional 2,6. Tetapi dibandingkan dengan TFR Propingsi Lampung hasil SDKI 1997 yaitu 2,91 menujukan penurunan 0,21 point. Menurunnya angka fertilitas tersebut didorong antara lain oleh meningkatnya tingkat pendidikan wanita, penundaan usia perkawinan dan usia melahirkan, serta bertambah panjangnya jarak antara kelahiran anak. (BKKBN, 2004 : 9).
Adapun pengguna konstrasepsi oleh peserta KB baru selama tahun 2003, sangat didominasi oleh suntikan 50,36 prosen, pil 40,90 prosen, IUD 2,67 prosen, MOW 0,22 prosen, Implan 4,30 prosen, Kondom 1,37 prosen dan MOP 0,03 prosen. Sedangkan pada tahun 2003 peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi suntikan meningkat sebanyak 50,35 prosen yang sebelumnya 49,52 prosen tahun 2002. Pengguna kontrasepsi pil menurun dari 42,37 prosen menjadi 40,90 prosen pada tahun 2003. (BKKBN, 2004 : 10).
Angka cakupan hasil pelayanan peserta KB yang berada di Kabupaten Lampung Utara adalah : IUD 2,35 prosen, MOP 0,13 prosen, MOW 0,44 prosen, Implan 5,35 prosen, Suntik 40,51prosen, pil 41,07 prosen dan Kondom 2,15 prosen. (BKKBN, 2004).
Berdasarkan hasil prasurvey yang penulis lakukan di Puskesmas Bukit Kemuning Kabupaten Lampung Utara, jumlah akseptor KB baru periode Januari 2003 sampai Januari 2004 kontrasepsi suntik sejumlah 193 orang (65,64 prosen) dan kontrasepsi pil sejumlah 51 orang (17,34 prosen). Dan ada 47 akseptor yang berganti cara dari kontrasepsi pil menjadi kontrasepsi suntik.
Mengacu pada hal tersebut diatas, maka penulis mencoba melakukan penelitian melalui wawancara kepada sejumlah wanita usia subur di Puskesmas Bukit Kemuning, yang mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “apakah faktor-faktor yang menyebabkan ibu menganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik ?”.
"
BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor alasan ibu mengganti kontrasepsi PIL dengan kontrasepsi suntik di puskesmas

Faktor penyebab tidak tercapainya target cakupan persalinan oleh bidan di desa

Download Klik Link judul dibawah ini:
Faktor penyebab tidak tercapainya target cakupan persalinan oleh bidan di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini derajat kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang menjadi salah satu indikator dari keberhasilan pembangunan khususnya di bidang kesehatan. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih lambat terlihat dari penurunan hanya 25% dari 450/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 yang hanya menurun menjadi 334/100.000 kelahiran hidup. (Hadijono, 2003).
Tidak semua kehamilan berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal, 30,7% persalinan disertai dengan komplikasi, dimana bila tidak ditangani dengan cepat dan baik dapat meningkatkan kematian ibu (Depkes. RI., 2000). Yang menjadi penyebab kematian ibu di negara berkembang yang berhubungan dengan kehamilan adalah 1) Perdarahan 40 – 60%, 2) Toksemia Gravidarum 20 – 30% dan 3) Infeksi 20 – 30% (Hartanto, 2002).
Pada tahun 1990 WHO meluncurkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) oleh badan-badan Internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan WORLD Bank. Pada dasarnya MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap negara untuk :
a. Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan internasional.
b. Menyusun acuan Nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
c. Mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar yang lebih disusun.
d. Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, keluarga berencana, aborsi legal, baik publik maupun swasta.
e. Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal serta pengembalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya.
f. Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. (Saifuddin, 2001).
Di dalam rencana strategi nasional MPS di Indonesia 2001 – 2010 disebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, visi MPS adalah “Kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat” (Saifuddin, 2002). Salah satu sasaran yang ditetapkan adalah menurunkan AKI menjadi 125/100.000 hidup dan Angka Kematian Bayi menjadi 16/1000 kelahiran hidup. (Saifuddin, 2002)
Sembilan puluh persen kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijakan Departemen Kesehatan RI untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar : 1) setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan 2) Pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada semua ibu hamil. Salah satu upaya yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan yang ditempatkan di desa selama 1989 / 1990 sampai 1996 / 1997. (Saifuddin, 2001)
SDKI 1994 menyatakan bahwa angka pertolongan persalinan oleh dukun masih cukup tinggi yaitu 59,5% sedangkan pertolongan oleh tenaga kesehatan termasuk bidan 36,5%. Dari data di atas terlihat bahwa pertolongan persalinan oleh bidan masih cukup rendah.
Kejadian tingginya angka kematian dan orientasi masyarakat menuju pertolongan dukun disebabkan 2 hal penting yaitu kemiskinan dan kurangnya pengetahuan khususnya dalam bidang reproduksi wanita (Manuaba, 1998). Dominannya pertolongan pada dukun beranak terutama di daerah pedesaan sekitar 65 – 75% (Manuaba, 1998). Hal inilah yang menyebabkan tingginya AKI dan AKB di negara-negara yang sedang berkembang.
Di Kabupaten Lampung Selatan persalinan yang ditolong oleh bidan 12.933 atau 64,15% dari 20.162 persalinan pada tahun 2002, yang berarti cakupan pertolongan persalinan oleh bidan masih kurang dari target 90%. (Profil Dinas Kesehatan Lampung Selatan, 2002). Berdasarkan prasurvei yang penulis lakukan di wilayah Puskesmas Roworejo persalinan ditolong oleh bidan 502 atau 70,1% dari 716 persalinan, sedangkan di Desa Sidomulyo persalinan yang ditolong oleh bidan 42 atau 40% dari 105 persalinan. Dengan jumlah bidan desa di wilayah Roworejo adalah 8 orang sedangkan di Desa Sidomulyo ada 1 orang. Dari data di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor penyebab tidak terca-painya target cakupan persalinan oleh bidan.
"
BACA SELENGKAPNYA - Faktor penyebab tidak tercapainya target cakupan persalinan oleh bidan di desa

Faktor-faktor penyebab ibu hamil tidak melakukan senam hamil di BPS

Download Klik Link judul dibawah ini:
Faktor-faktor penyebab ibu hamil tidak melakukan senam hamil di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tolak ukur keberhasilan dan kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara diukur dengan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu angka kematian ibu akibat langsung dari proses reproduksi, sedangkan angka kematian bayi (AKB) yaitu angka kematian bayi sampai umur 1 tahun. Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia Angka Kematian Ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun dan kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa per tahun (Manuaba, 1998). AKI di Indonesia pada tahun 2003 sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan AKB 35 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2005).
AKI di Bandar Lampung tahun 2004 sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 55 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Prop. Lampung, 2005). AKI di Kota Metro pada tahun 2004 sekitar 1 per 2.914 kelahiran hidup dan AKB 37 per 2.914 kelahiran hidup (Dinkes Kota Metro, 2005). Banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yaitu dengan cara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Senam hamil adalah salah satu upaya promotif dan preventif untuk mengurangi AKI dan AKB.
Persalinan adalah saat yang monumental bagi seorang wanita (Weddingku.com, Maret 2006). Perasaan takut dan cemas dalam menghadapi persalinan biasanya terjadi pada wanita hamil dan menimbulkan ketegangan-ketegangan fisik dan psikis (Primadi, 1980).
Perubahan-perubahan pada ibu hamil yang pertama berupa perubahan fisik yaitu berupa pembesaran perut yang menyebabkan rasa pegal pada pinggang, varises, kram pada kaki, dan perubahan kedua adalah perubahan psikis yaitu berupa ketegangan yang menyebabkan rasa cemas (Primadi, 1980). Senam hamil menurut Viscera (1995) merupakan salah satu kegiatan dalam pelayanan selama kehamilan (prenatal care). Senam hamil akan memberikan suatu hasil produk kehamilan (out come) persalinan yang lebih baik dibandingkan pada ibu-ibu hamil yang tidak melakukan senam hamil (Pintunet.com, Maret, 2006).
Senam hamil berfungsi untuk mengendurkan ketegangan-ketegangan, mengurangi pegal-pegal, mengelastiskan perineum dan dapat melakukan pernafasan secara teratur dalam menghadapi persalinan, secara psikologis juga berdampak positif untuk mengurangi rasa panik dan akhirnya proses persalinan dapat berjalan secara lancar (Weddingku.com, Maret 2006).
Senam hamil juga terbukti dapat membantu dalam perubahan metabolisme tubuh selama kehamilan, keuntungannya tingginya konsumsi oksigen untuk tubuh, aliran darah jantung, strok volume dan curah jantung. Selain itu dapat mengakibatkan perubahan peran jantung selama kehamilan yang berguna untuk membantu fungsi jantung sehingga para ibu hamil akan merasa lebih sehat dan tidak merasa sesak nafas serta membuat tubuh segar dan bugar. Pada wanita-wanita hamil yang melakukan senam hamil secara teratur dilaporkan memberi keuntungan persalinannya (Kala II) menjadi lebih pendek dan mengurangi terjadinya gawat janin pada waktu persalinan (Plintunet.com, Maret 2006). Sehingga dapat disimpulkan tujuan utama senam hamil adalah untuk meningkatkan stamina dan kondisi tubuh (Weddingku.com, Maret 2006).
Berdasarkan hasil pra survei dari bulan Januari-Maret 2006 di BPS CH Sudilah, dari 69 persalinan didapatkan 41 persalinan atau 60% yang mengalami ruptur perineum. Ibu hamil yang usia kehamilannya > 22 minggu yang melakukan ANC dari 160 ibu hamil didapatkan 120 atau 75% ibu hamil yang mengeluh pegal-pegal dan cepat lelah selama kehamilan. Hal ini terjadi karena banyak ibu-ibu hamil yang tidak melakukan senam hamil yang salah satu manfaatnya adalah untuk mengelastiskan perenium dan mengurangi pegal-pegal.
Berdasarkan hasil dari pra survei yang dilakukan pada bulan April tahun 2006 dari 20 ibu hamil yang usia kehamilannya di atas 22 minggu yang melakukan ANC didapatkan 3 orang yang sudah tahu tentang senam hamil baik manfaat, tujuan dan gerakan-gerakan senam hamil tapi tidak melakukan senam hamil dan 17 orang yang tidak tahu tentang senam hamil dan tidak melakukan senam hamil.
Dari uraian di atas maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Penyebab Ibu Hamil tidak Melakukan Senam Hamil di BPS CH. Sudilah Kecamatan Metro Barat Kota Metro”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini “Apakah faktor-faktor Penyebab Ibu Hamil tidak Melakukan Senam Hamil di BPS CH. Sudilah Kecamatan Metro Barat Kota Metro?”
"
BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor penyebab ibu hamil tidak melakukan senam hamil di BPS

ANALISIS PERBEDAAN BERAT BADAN SEBELUM DAN SESUDAH MENGGUNAKAN KB SUNTIK DI 1414 TAHUN 2008

ANALISIS PERBEDAAN BERAT BADAN SEBELUM DAN SESUDAH
MENGGUNAKAN KB SUNTIK DI 1414 TAHUN 2008

Laju pertambahan penduduk di Indonesia dimasa ini kurang mengembirakan. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2004 mencapai 1,26% sedangkan jumlah kelahiran pertahun 1000 penduduk mencapai 20,02%. Adanya program KB diharapkan ada keikutsertaan dari seluruh pihak dalam mewujudkan keberhasilan KB di Indonesia. Kontrasepsi hormonal seperti suntik memiliki daya kerja yang lama, tidak membutuhkan pemakaian setiap hari tetapi tetap efektif dan tingkat reversibilitasnya tinggi. Namun setiap metode kontrasepsi tentu mempunyai efek samping tersendiri, metode hormonal seperti suntik memiliki efek samping salah satunya adalah perubahan berat badan. Tujuan untuk mengetahui perbedaan berat badan ibu sebelum dan sesudah menggunakan KB suntik di 1414 tahun 2008. Desain penelitian ini bersifat analisis komparasi dengan pendekatan dua mean dependen (paired sample), teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling dan sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mengalami kenaikan berat badan setelah menggunakan KB suntik yang ada di 1414 yaitu berjumlah 60 orang. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara/langsung, yaitu dengan menggunakan timbangan berat badan. Analisa data univariat dan bivariat, yaitu dengan menggunakan uji-t. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berat badan responden yang ada di 1414 rata-rata (mean) sebelum diberikan suntikan KB adalah 54,77 dan rata-rata (mean) sesudah diberikan suntikan KB adalah 57,08 yang berarti rentang antara sebelum dan sesudah adalah (2,32). Ada perbedaan suntikan KB terhadap berat badan ibu di 1414 tahun 2008 (p value=0,000). Saran yang dapat penulis sampaikan bagi akseptor KB untuk dapat memanfaatkan fasilitas serta sarana dan prasarana yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam menurunkan angka fertilitas dan menjarangkan kelahiran bayi salah satunya adalah dengan rutin melakukan menggunakan KB suntik tanpa harus khawatir secara berlebihan terhadap efek samping yang dapat ditimbulkan dari alat kontrasepsi KB seperti KB suntik.

http://askep-askeb.cz.cc/

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
BACA SELENGKAPNYA - ANALISIS PERBEDAAN BERAT BADAN SEBELUM DAN SESUDAH MENGGUNAKAN KB SUNTIK DI 1414 TAHUN 2008

27 August 2010

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pulmonary Embolism (Emboli Paru)

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pulmonary Embolism (Emboli Paru):
"Pulmonary embolism (PE) biasanya secara klinis sulit ditemukan. Pasien dengan emboli paru biasanya dyspnea dan nyeri dada.
Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
a. dyspnoea – tiba-tiba dan ada pada 90% kasus
b. nyeri dada pleuritik
c. haemoptisis
d. pingsan
e. tachikardia > 100/menit
f. tachipnoe > 20/menit
g. demam

Tanda Klinis (Skor)
Gejala DVT dengan tanda bengkak pada kaki dan nyeri pada perabaan vena (3)
Denyut jantung > 100 per menit (1,5)
Bedrest > 3 hari atau pembedahan dalam 4 minggu yang lalu (1,5)
Sebelumya menderita DVT atau PE (1,5)
Haemoptisis (1,0)
PE ditemukan pada pemeriksaan poto thorak dan EKG (3,0)

Skor Total Test Kemungkinan
<2>6,0 Tinggi


Tanda Ancaman Kehidupan

Gejala PE:
a. dyspnea berat
b. nyeri dada
c. peningkatan tekanan vena
d. ada bukti gagal jantung kanan
e. hypotensi
f. shock

Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.

Airway

a. kaji dan pertahankan jalan napas
b. lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c. gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu
d. pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas

Breathing

a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi pleura
h. Lakukan pemeriksaan foto thorak – mungkin normal, tapi lihat untuk mendapatkan:
a. Bukti adanya wedge shaped shadow (infarct)
b. Atelektaksis linier
c. Effuse pleura
d. Hemidiaphragm meningkat
e. Jika tanda klinis menunjukan adanya PE, lakukan ventilation perfusionscan (VQ) atau CT Pulmonary Angiogram (CTPA) sesuai kebijakan setempat

Circulation

a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Catat tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
a. Sinus tachikardi
b. Adanya S1 Q3 T3
c. right bundle branch block (RBBB)
d. right axis deviation (RAD)
e. P pulmonale
e. Lakukan IV akses
f. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
g. Jika ada kemungkina PE berikan heparin
h. Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan sebagai obat pilihan. Berikan 50 mg IV dengan bolus. Jika pasien tidak berespon terhadap trombolisis, segera dirujuk ke speialis untuk dilakukan thromboembolectomy.

Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.

Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE
b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT

Faktor Resiko terjadinya PE
a. DVT ada pada 50% pasien
b. Pembedahan sebelumnya
c. Trauma sebelumnya
d. Imobilisasi untuk berbagai alas an
e. Keganasan
f. Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral
g. Pasien mendapatkan terapi hormone
h. Kehamilan lama
i. Obesitas
j. Pasien mendapatkan Selective Estregen Receptor Modulator therapy (SERM)
k. Syndrome hyperviskositas
l. Nipas
m. Nepritik sindrom
n. Defisiensi antitrombin III
o. Defisiensi protein C dan S
p. Antikoagulan lupus

Perawatan PE
Sejak didiagnosa PE maka pasein harus mendapatkan antikoagulan. Heparin dengan berat molekul ringan harus diberikan sebagai prioritas. Walfarin diberikan dalam 2 hari.
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pulmonary Embolism (Emboli Paru)

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Chronic Obstructive Pulmonal Disease (COPD)

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Chronic Obstructive Pulmonal Disease (COPD):

"COPD merupakan penyakit yang ditandai dengan obstuksi aliran napas yang tidak penuh bisa sembuh kembali. Keterbatasan aliran udara biasanya meningkat dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru sebagai respon terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Berat ringan COPD dapat digolongkan menjadi 4 yaitu:

Tahap 0 – Resiko

  1. batuk kronis dan sputum produktif
  2. fungsi paru normal

Tahap 1 – COPD Ringan

  1. Forced Expiratory Volume dalam 1 detik (FEV1) ≥80%
  2. Keterbatasan aliran udara ringan
  3. Batuk kronis dan sputum produktif

Tahap 2 – COPD Moderat

  1. FEV1 <80%
  2. Ketebatasan aliran udara tambah buruk
  3. Gejala bertambah
  4. Napas pendek

Tahap 3 – COPD Berat

  1. FEV1 <30%
  2. Keterbatasan aliran udara berat
  3. Gagal napas
  4. Tanda klinis gagal jantung kanan
  5. Qualitas hidup menurun
  6. Jika berulang mengancam kehidupan

Tanda dan Gejala

Pasien dengan exaserbasi COPD ditemukan gejala sebagai berikut:

  1. napas pendek meningkat
  2. wheezing
  3. peningkatan produksi sputum dan batuk
  4. pyreksia
  5. malaise dan kelemahan
  6. bingung
  7. penurunan toleransi aktivitas

Tanda Ancaman Terhadap Kehidupan

  1. tidak ada perbaikan kondisi/tidak ada respon terhadap pengobatan
  2. bingung
  3. letargi
  4. coma
  5. hyposemia memburuk

Pengkajian

Airway

  1. kaji dan pertahankan jalan napas
  2. lakukan head tilt, chin lift jika perlu
  3. gunakan bantuan jalan napas jika perlu
  4. pertimbangkan untuk segera merujuk ke ahli anaestesi

Breathing

  1. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter
  2. lakukan pemeriksaan arterial gas darah untuk mengkaji pH, PaCO2 and PaO2
  3. jika pH arteri <7.2, pasien lebih menguntungkan menggunakan non-invasive ventilation (NIV) dan rujukan harus dibuat sesuai dengan kebijakan setempat
  4. kontrol terapi oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%
  5. monitoring secara ketat PaCO2
  6. berikan nebuliser salbutamol 5 mg dan ipratropium 500 mcg melalui oksigen
  7. berikan prednisolone 30 mg per oral atau hydrocortisone 100 mg IV setiap 6 jam.
  8. Catat temperature
  9. Lakukan pemeriksaan untuk mencari tanda:
    1. Sianosis
    2. Clubbing
    3. pursed lip breathing
    4. kesimetrisan pergerakan
    5. retraksi interkosta
    6. deviasi trachea
  10. Dengarkan adanya:
    1. Wheezing
    2. Crackles
    3. Penurunan aliran udara
    4. Silent chest
  11. Lakukan pemeriksaan torak untuk melihat
    1. Pneumothorak
    2. Konsolidasi
    3. Tanda gagal jantung
  12. Jika ada bukti infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri pathogen diantaranya:
    1. streptococcus pneumoniae
    2. haemophilus influenzae
    3. moraxella catarrhalis

Circulation

  1. kaji heart rate dan ritme
  2. catat tekanan darah
  3. periksa EKG
  4. lakukan intake output, dan pemeriksaan darah lengkap
  5. lakukan pemasangan IV akses
  6. jika potassium rendah maka berika cairan potassium
  7. lakukan pembatasan cairan
  8. pertimbangkan pemberian heparin subkutan

Disability

  1. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
  2. penurunan kesadaran menunjukan pasien membutuhkan pertolongan medis dengan segera dan dikirim ke ICU

Exposure

  1. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Chronic Obstructive Pulmonal Disease (COPD)

Keperawatan Gawat Darurat Pada Asthma

Keperawatan Gawat Darurat Pada Asthma:

"Asthma merupakan inflamasi kronis pada saluran pernapasan.

Asthma mengancam kehidupan jika:

  1. Peak Expiratory Flow (PEF) <33% prediksi yang paling baik
  2. SpO2 <92%
  3. PaO2 <8 kPa
  4. normal PaCO2
  5. silent chest
  6. sianosis
  7. feeble respiratory effort
  8. bradycardia
  9. dysrhythmia
  10. hypotension
  11. kelelahan
  12. bingung
  13. coma

Asthma akut berat

  1. EF 33–50%
  2. respiratory rate ≥25 per menit
  3. heart rate ≥110 denyut per menit
  4. tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dalam satu helaan napas

Exasebasi Asthma Moderat

  1. gejala meningkat
  2. PEF >50–75%
  3. Tidak ada tanda asthma akut berat

Pengkajian

Airway

  1. kaji dan pertahankan jalan napas
  2. lakukan head tilt, chin lift jika perlu
  3. gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan napas jika perlu
  4. pertimbangkan untuk di rujuk ke anesthetist untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu untuk menjaga jalan napas atau pasien dalam kondisi terancam kehidupannya atau pada asthma akut berat
  5. jika pasien menunjukan gejala yang mengancam kehidupan, yakinkan mendapat pertolongan medis secepatnya.

Breathing

  1. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92%
  2. berikan aliran oksigen tinggi melalui non re-breath mask
  3. pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask-ventilation
  4. ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood gases untuk menkaji PaO2 dan PaCO2
  5. kaji respiratory rate
  6. jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow dan dokumentasikan
  7. periksa system pernapasan – cari tanda:
    1. cyanosis
    2. deviasi trachea
    3. kesimetrisan pergerakan dada
    4. retraksi dinding dada
  8. dengarkan adanya:
    1. wheezing
    2. pengurangan aliran udara masuk
    3. silent chest
  9. berikan nebuliser bronchodilator melalui oksigen – salbutamol 5 mg dan ipratropium 500mcg
  10. berikan prednisolon 40 mg per oral atau hydrocortisone 100 mg IV setiap 6 jam
  11. lakukan thorak photo untuk mengetahui adanya pneumothorak

Circulation/Sirkulasi

a. kaji denyut jantung dan rhytme

b. catat tekanan darah

c. Lakukan EKG

d. Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian magnesium sulphat 2 gram dalam 20 menit

e. Kaji intake output

f. Jika potassium rendah makan berikan potassium

Disability

  1. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
  2. penurunan tingkat kesadran merupakan tanda ekstrim pertama dan pasien membutuhkan pertolongan di ruang Intesnsive

Exposure

  1. pada saat pasien stabil dapat di tanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Keperawatan Gawat Darurat Pada Asthma

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Sepsis dan Shock Sepsis

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Sepsis dan Shock Sepsis: "
Sepsis dan shock septis mengancam kehidupan. Mortalitas kasus ini sekitar 25% sampai dengan 90%.

Definisi
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus dan
pseudomonas sp.

Tanda dan Gejala
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum adalah:
a. demam
b. berkeringat
c. sakit kepala
d. nyeri otot

Cari tahu sumber infeksi utama. Pertimbangkan sumber infeksi berikut:
a. infeksi saluran kencing
b. infeksi saluran pernapasan
c. infeksi kulit
d. meningitis
e. endokarditis
f. infeksi intra abdomen
g. osteomyelitis
h. penyakit inflamasi pelvis
i. penyakit menular seksual

Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan:
a. perubahan sirkulasi
b. penurunan perfusi perifer
c. tachycardia
d. tachypnea
e. pyresia atau temperature <36oC
f. hypotensi

Pengkajian Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

Airway
a. yakinkan kepatenan jalan napas
b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU

Breathing
a. kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
b. kaji saturasi oksigen
c. periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
d. berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
e. auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
f. periksa foto thorak

Circulation
a. kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
b. monitoring tekanan darah, tekanan darah < 90 mmHg merupakan prognosis jelek
c. periksa waktu pengisian kapiler
d. pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
e. berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
f. pasang kateter
g. lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. siapkan untuk pemeriksaan kultur
i. catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC
j. siapkan pemeriksaan urin dan sputum
k. berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik).
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.

Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
a. penurunan fungsi ginjal
b. penurunan fungsi jantung
c. hyposia
d. asidosis
e. gangguan pembekuan
f. acute respiratory distress syndrome (ARDS) – tanda cardinal oedema pulmonal.
Shock septic didefinisikan sebagai sepsis yang berat dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg.
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Sepsis dan Shock Sepsis
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI