kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

12 February 2011

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA: "

Pengertian

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

1. Minor

SKG 13 – 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2. Sedang

SKG 9 – 12

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Berat

SKG 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Etiologi

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

Cedera akibat kekerasan.

Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

Manifestasi Klinis

Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

Kebungungan

Iritabel

Pucat

Mual dan muntah

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA

Secsio saesarae

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medik

1. Pengertian

Secsio saesarae adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau secsio sesarae adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam mulut rahim.

2. Istilah-istilah dalam Secsio Saesarea

- Seksio sesarae prime (efektif)

Dari semua telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (cv kecil dari 8 cm).

- Seksio sesarea sekunder

Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (pertus percobaan) bila tidak ada kemajuan persalinan atau pertus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea.

- Seksio sesarae ulang (repeat caesarea sectio)

Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea (previous caesarea section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.

- Seksio sesarae histerektomi (Caesarae Sectio Hystereetomy)

Suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan secsio sesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi .

- Operasi porro (porro operation)

Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dan kavum uteri (tentunya janin sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.

Seksio sesarea oleh ahli kebidanan disebut obstektrik panacea yaitu obat atau terapi ampuh dari semua masalah obstutri.

3. Indikasi

ü Placenta previa sentralis dan lateralis (posterior)

ü Panggul sempit

Holmor mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naforalis ialah : CV : 8 cm, panggul dengan CV : 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan secsio sesarea. CV antara 8 – 10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan seksio sesarea sekunder.

ü Disproporsi sefalo-pelvik : yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul.

ü Ruptura uteri mengancam

ü Partos lama (prolonged labor)

ü Partos tak maju (obstructed labor)

ü Distosia serviks

ü Pre-eklamsia dan hipertensi

ü Malpresentasi janin

¨ Letak lintang

Greenhil dan Gastman sama-sama sependapat :

- Bila ada kesempitan panggul, maka seksio sesarea adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa

- Semua primugravida yang letak lintang harus ditolong dengan seksio sesarea walau tidak ada perkiraan panggul sempit.

- Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain

¨ Letak bokong

Seksio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :

- Panggul sakit

- Primigravida

- Janin besar dan berharga

¨ Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara lain tidak berhasil

¨ Presentasi rangkap, bila resposisi tidak berhasil

¨ Gemelli, menurut Easman seksio sesarea dianjurkan :

- Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shousder preventation).

- Bila terjadi interlock (locking of twins)

- Dutosia oleh karena tumor

- Gawat janin dan sebagainya

Pada masa dulu seksio sesarea dilakukan atas indikasi yang terbtas pada panggul sempit dan plesenta previa, seperti yang telah diterangkan diatas, meningkatnya angka kejadian seksio sesarea pada waktu sekarang ini justru antara lain disebabkan karena berkembangnya indikasi dan makin kecilnya resiko dan mortalitas pada seksio sesarea karena kemajuan tehnik operasi dan anastesi serta ampuhnya antibiotic dan hematerapy.

Yang disebut dengan seksio posmortem adalah seksiao sesarea segera pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

4. Jenis – Jenis Operasi Seksio Sesarea

a. Abdomen (seksiosesarea abdommalis)

- Seksio sesarea transperitonealis :

¨ Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisimemanjang pada korpus uteri

¨ Seksio sesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim.

- Seksio sesarea ekstraperifinialis, yaitu tanpa membuka perifonium paraetalis, dengan demikian tidak membuka vakum abdommalis.

b. Vagina (seksio sesares vaginalis)

menurut arah sayatan pada rahim, sesio sesarea dapat di lakukan sebagai berikut :

1. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kroning

2. Sayatan melintang (transversal) menurut ferr

3. Sayatan huruf T (T-incision)

c. Seksio sesarea klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

- Mengeluarkan janin lebih cepat

- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

- Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :

- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik.

- Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura ueri spontan.

d. Seksio sesarea ismika (profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm,.

Kelebihan :

-Penjahitan luka lebih mudah

-Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

-Tumpang tindih dari peritonialflap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritonium

-Pendarahan kurang

-Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil.

Kekurangan :

- Luka dapat melebar kekiri, kanan dan bawah, sehingga dapat menyebabkan uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.

- Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.

5. Komplikasi

ü Infeksi purfural (nifas)

- Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

- Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung

- Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban ynga telah pecah terlalu lama.

ü Perdarahan, disebabkan karena :

- Banyak pembluh darah yang terputus dan terbuka

- Atonia uteri

- Perdarahan pada placental bed

ü Luka kandung kemih, emboni paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi

ü Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang

6. Prognosis

Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang, oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehknik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.

Angka kematian ibu pada rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.

Nasib janin yang ditolong secara seksip sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilingkungan operasi. Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatus yang sempurna angka kematian perinatal sekitar 4 - 7 %.

7. Nasehat Pasca Operasi

- Dianjurkan jangan hamil selama + 1 tahun, dengan memakai kontrasepsi.

- Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.

- Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit yang besar

- Apakah persalinan yang berikut harus dengan seksio sesarea tergantung dari indikasi seksip sesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya.

- Hampir diseluruh institut di indonesia tidak dianut diktum “once a cesarean always a cesarean”.

- Yang dianut adalah “once a cesarean not always cesarean” kecuali pada panggul sempit atau disproporsi sefalo-pelvik

DAFTAR PUSTAKA

- Straight. R. Keperawatan. Ibu Bayi Baru Lahir, Edisi 2.

EGC : Jakarta

- Doenges, dkk. 2001. Rencana Keperawatan Maternitas/Bayi. Edisi 2.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Secsio saesarae

11 February 2011

PEMFIGUS VULGARIS

A. PENGERTIAN PEMFIGUS VULGARIS
Pemfigus ialah kumpulan penyakit berbula kronik (lepuh) dengan berbagai ukuran (mis: 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membran mukosa (mis; mulut,vagina), berdinding kendur, terletak intra epidermal, dan dapat mengakibatkan fatal.
Pemfigus Vulgaris merupakan salah satu dari empat jenis pemfigus yang termasuk jenis kelainan dermatitis vesikobulosa kronik yang ditandai terutama oleh adanya vesikel dan bula.
Menurut letak celah pemfigus dibagi menjadi dua :
1). Disuperbasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans.
2). Di stratum granulosum ialah pemfigus foliaseus dan variannya pemfigus eritematosus.

B. EPIDEMIOLOGI
Pemfigus vulgaris (P.V) merupakan bentuk yang paling sering dijumpai (80 % semua kasus).penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. frekuensinya pada kedua jenis kelamin dama. umumnya mengenai umur pertengahan (decade ke-4 dan ke-5), tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk juga anak.


C. ETIOLOGI
Etiologi yang pasti semua penyakit pemfigus masih belum diketahui. Akhir-akhir ini D-penisilamin telah disebutkan sebagai faktor etiologi yang dapat menginduksikan pemfigus pada penderita yang mendapatkan obat ini. Penemuan auto-antibody didalam serum penderita pemfigus telah membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan autoimunitas. Juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit autoimun lainnya, misalnya lupus eritematosus sistemik, pemfigoid bulosa, miastenia gravis, timoma, dan anemia pernisiosa. penderita pemfigus vulgaris memperlihatkan peningkatan insidens fenotif H.L.A. –A 10 dan H.L.A. –Bw 13.

D. PATOGENESIS
Semua bentuk Pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu :
1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akan tolisis)
2. adanya antibody igG terhadap antibody determinan yang ada pada permukaan keratonosit yang sedang berdiferensiasi.
Mekanisme sebenarnya pembentukan autoantibody ini masih belum jelas, penyelidikan mutakhir telah memberikan petunjuk adanya hubungan sebab akibat antara antibody Pemfigus dan proses akantosisi, pada kultur sel efidermis manusia.

E. GEJALA KLINIS
Keadaan umum penderita biasanya buruk. penyakit dapat mulai sebagai lesi dikulit kepala yang berambut atau rongga mulut kira-kira pada 60 % kasusu, berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosa sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitia dengan infeksi skunder. lesi di tempat tersebut bisa berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.
Semua penyakit tesebut memberi gejala yang khas, yaitu ;
1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah pecah.
2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda nikolsky positif)
3. Akantolisis selalu positif.
4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat diefidermis
Semua selaput lendir dengan epitel skuama dapat diserang, yakni selaput lender konjungtiva, hidung, farings, larings, esofaring

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering pada Pemfigus Vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kostikosteroid dan terapi imunosupresif. Pasien sangat rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Bakteri kulit relative mudah mencapai bula karma bula mengalami perembesen cairan, pecah, dan meningggalkan daerah yang terkelupas terbuka terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan serta protein ketika bula mengenai rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses penyakitnya mencakup daerah kulit tubuh dan membran mukosa yang luas.

G. EVALUASI DIAGNOSTIK
Spesimen dari bula dari kulit sekitarnya akan memperlihatkan akantolisis (pemisahan sel-sel epidermis satu dengan yang lainnya karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel). Antibodi yang beredar (antibody pemfigus) dapat dideteksi lewat imunosupresan terhadap serum pasien.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah mengendalikan secepat mungkin, mencegah hilangnya serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan epitel kulit (pembaruan jaringan epitel).
Kortikosteroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga agar kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus terapi ini, harus dipoertahankan seumur hidup penderitanya.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan taua segera setekah makan, dan dapat disertai dengan pemberian antacid sebagai pemberian profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan tyerapetik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah, dan keseimbvangan cairan setiap hari.
Preparat Immunosupresif (azatriopi, siklofosfomid) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid. Plasma feresis (pertukaran plasma) secara temporer akan menurunkan kdar anti bodi serum.





I. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Data demografi
1) Usia , penting karena perubahan system integument berkaitan dengan perubahan usia (aging proses)
2) Suku bangsa, penting beberapa variasi penampilan kulit dimanifestasikan sesuai dengan suku dan bangsa dan bisa abnormal untuk suku dan bangsa yang lain dan normal bagi suku bangsa itu sendiri.
3) Pekerjaan, hobi dapat memberikan informasi tentang paparan sinar matahari atau zat kimia, iritasi, zat / substansi yang abrasive, dan lingkunan yang menjadi masalah bagi kulit.
b. Identitas Penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan :
a. keluhan utama : keluhan yang paling dirasakan oleh klien
1) Gatal
2). Adakah lesi
3). Nyeri
4). Adakah bercak
5). dan panas
b. Riwayat kesehatan sekarang : dikembangkan dengan PQRST
1) Kapan klien pertama kali mendapatkan masalah kulit ?
2) Bagian tubuh mana yang pertama kali kena
3) Apakah masalah menjadi lebih baik atau buruk
4) Apakah sebelumnya mempunyai kondisi yang sama ? jika ya, dapatkah klien menggambarkan penyebabnya yang spesifik dan bagaimana menggambarkan penatalaksanaannya.
5) Apakah masalah yang dialami disertai masalah lain misalnya : panas, gatal, rasa terbakar, muntak, nyeri tenggorokan, dingin dan kaku.
c. Riwayat kesehatan masa lalu :
1) Apakah klien mempunyai masalah medis baik saat ini maupun sebelumnya ?
2) Apakah klien alergi sistemik atau mendapatkan pengobatan topical, jika ya, dapatkah klien menggambarkan reaksinya ?
3) Obata apa yang diberikan saat itu, berapa dosisnya, frekwensinya, dan kapan terakhir minum obat ?
4) Apakah klien ada alergi terhadap kosmetik ?
5) Apakah klien mempunyai alergi makanan ? jika ya, sebutkan jenis makanannya !
d. Riwayat kesehatan keluarga :
1) Apakah ada keluarga yang mempunyai riwayat alergi ?
2) Apakah ada anggota keluarga yang saat ini mempunyai masalah kulit ? jika ada kapan mulai terserang ? sudah berobat atau belum ?
e. Genogram
1) Perlu untuk mengetahui apakah dikeluarga ada yang mempunyai penyakit keturunan ?
2) Untuk mengetahui apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit kulit yang menular ?
3. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik pada pengkajian system integument teknik yang digunakan yaitu : inspeksi dan palpasi, yaitu untuk memperoleh informasi : warna kulit, skin temperature, sensasi, kelembaban, tekstur, turgor, skin integritas, kebersihan serta kuantitas dan kualitas.
a. Warna kulit
Teknik yang digunakan adalah inspeksi bagaimana warna kulitnya ? kecoklatan, kebiruan, kemerahan, kekuning-kuningan atau pucat. kulit yang normal bahan dasarnya : melanin, keratin, HB. Jika ditemukan kulit yang pucat disebabkan oleh :
1) Anoreksia berat sehingga meningkatkan Heart rate
2) Anoreksia berat disertai menurunnya Heart rate
3) Sianosis mungkin karena kekurangan O2
4) Joundice mungkin adanya peningkatan kadar bilirubin.
Ispeksi mengenai vaskularisasi dan perdarahan atau luka pada kulit, jika ada lesi maka identifikasi mengenai :
1) Warna
2) Tipe dari gangguan : macula , papula, vesikula, borok / tukak, ukuran.
3) Konfigurasi / gronjang
Inspeksi untuk warna dan pigmentasi : ras harus diperhatikan.Pucat :Anemia sehubungan dengan menurunnya aliran darah pada area tersebut yang diakibatkan oleh perdarahan. Dapat dilihat dari :conjungtoiva, membran mukosa, kuku, telapak tangan,. jika ada kemerahan mungkin ada peningkatan aliran darah pada daerah tersebut karena ada peradangan
b. Skin temperature
Untuk mengkaji temperature kulit maka yang dapat kita lakukan adalah dengan cara palpasi.Dengan mengkaji temperature kulit kita dapat mengetahui :
1) Indikasi yang menunjukan keadaan sirkulasi darah dan suhu tubuh .
2) Menurunnya temperature dapat diakibatkan oleh menurunnya aliran darah yang disebabkan oleh aterosklerosis oleh karena thrombus.
3) Meningkatnya temperatur oleh factor internal
c. Sensasi
Salah satu fungsi kulit adalah sebagai perasa, maka kita harus mengkaji sensasi tersebut apakah kilit klien peka terhadap nyeri, sentuhan dan rasa gatal. Tekhnik yang digunakan adalah dengan memeberikam rangsangan pada kulit klien, rangsangan yang diberikan bisa halus atau kasar.
d. Kelembaban
Untuk melihat kelembaban kita menggunakan teknik inspeksi dan palpasi,Apakah kulitnya basah tau berminyak? Bagaimana keadaanya didaerah telapak tangan, kaki dan muka. Kelembaban kulit tregantung pada : aktifits, temperature, status emosi, usia, latihan, demam, lingkungan, kecemasan,. Kulit berminyak memudahkan timbulnya jerawat, seborrhea. Kulit yang pecah-pecah timbul karena kulit kering.
e. Tekstur kulit
Kelembutan dan kekasaran kulit dapat dilihat melalui inspeksi, palpasi. Kekasaran dan ketebalan kulit dapat terjadi karena tekanan, friksi dan iritasi.Adanya perubahan tekstur dan ketebalan kulit menunjukan adanya penyakit, misalnya ; kulit kering dan kasar karena hipotyroidism dan kulit lembut serta halus karena hyperthyroidism.

f. Turgor kulit
Dapat dikaji dengan cara observasi dan palpasi, apabila turgor kulit dinilai jelek makamenunjukan adanya :
1) Kurang cairan dan menurunnya jaringan lemak subkutan.
2) Berat badannya menurun dan aging menyebabkan kuliut tidak elastis, untuk mengetahui turgor kulit dilakukan dengan cara kita mencubit kulit tersebut ( pada area tertentu ).
 Normal : Jika segera kembali.
 Abnormal : Lambat, tidak kembali menunjukan
adanya dehidrasi
 Edema : Dipalpasi terdapat lekukan.
Sedangkan jika terjadi suatu edema pada kulit klien, jika dipalpasi maka kita dapat mengklasifikasikan tingkatan oedema sebagai berikut :
1) Barlry Detektable (1+).
2) Identasion of les than 5 mm (2+) kurang dari 5 mm.
3) Identasion of 5 than 10 mm (3+) diantara 5 sampai 10 mm
4) identason of more than 1 cm (4+) lebih dari 4 cm.
Bila ada edema maka kulit akan terlihat mengkilat dan tegang
g. Integritas kulit
Untuk mengkaji atau melihat integritas kulit(keutuhan kulit) dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi yang dikaji adalah apakah lesi atau tidak jika ada bagaimana lokasi, warna, ukuran konfigurasi, morfologi dan perubahan lainnya.
h. Rambut
Untuk mengkaji kebersihan rambut, kita menggunakan teknik inspeksi dan palpasi. warna rambut , kebersihan rambut merupakan reaksi dari konsep diri, kebudayaan dan kebisaan.
Apakah terdapat pedikulus atau tidak? berketombe/tidak? kaji mengenai tekstur dan kualitas rambut, apakah tekstur rambut berubah, bila berubah menandakan adanya penyakit, misalnya; kulit kering dan kasar karena hipotyroidism dan kulit lembut serta halus karena hyperthyroidism. Dan rambut mudah dicabut adanya malnutrisi. Kuantitas dan warna rambut menandakan status gizi seseorang.
i. Kuku
Area yang dikaji pada kuku adalah: warna, contour, konsistensi, kelekatan, palpasi untuk mengetahui CRT (Capillary Refilling Time) pada daerah kuku, normalnya kembali < 3 detik. Kaji ketebalan kuku, karena ketebalan kuku dapat dipengaruhi oleh trauma, inspeksi dan nutrisi.

4. Pola aktivitas sehari-hari
1). Kaji tentang kebiasaan makan klien sebelum sakit, mengenai jenis makanan yang sering dimakan,dan minuman yang sering diminum.
2). Tanyakan apakah ada makanan yang menimbulkan alergi.
3). Kaji apakah klien pernah melakukan diet ketat
4). Tanyakan pada klien tentang kebiasaan mandi, penggunaan air dan jenis sabun yang biasa digunakan
5). Kaji kebiasaan klien apakah suka olahraga. jika ya, tanyakan jenis olahraganya
6). Berapa kali klien keramas dalam seminggu
7). Apakah klien suka rutin menggunting kuku
8). Berapa kali klien ganti baju

5. Riwayat Psikososial
1). Apa pekerjaan klien?
2). Bagaimana kegiatan rekreasinya?
3). Dimana klien tinggal, bagaimana lingkungan rumahnya?
4). Kaji tentang gaya hidup, suka merokok atau minum alcohol?

6. Data Penunjang
Dermatologi merupakan keahlian yang orientasinya visual, disamping mendapatkan pasien, pemeriksa juga dapat melakukan pemeriksaan terhadap lesi primer dan sekunder, dan konfigurasi dan kontribusi lesi. prosedur diagnostic tertentu dapat pula digunakan untuk mengenali kelainan kulit, prosedur yang biasanya digunakan yaitu :


1) Biopsy
a). Punch Biopsy
Prosedur sederhana untuk mendapatkan jaringan guna pemeriksaan histopatologis. dipilah lesi yang dewasa tumbuh sempurna, pilih lesi paling awal, dan atap usahakan utuh.
b). Shave Biopsy
Mengambil bagian kulit yang menonjol atau meninggi bermanfaat untuk biopsy berbagai tumor epidermis.
c). Biopsy eksisi cirurgis
Untuk mendapatkan jaringan yang meliputi tebalnya kulit misalnya eritema , nodusum.
2) Kuret
Cara sederhana untuk pengambilan lesi kulit yang benigna seperti kutil.
3) Usapan sitologi
Bermanfaat dalam diagnosa penyakit bulosa, erupsi virus yang solid maupun yang vesikuler.
4) Kerokan dan biakan jamur
Konfirmasi segera terhadap adanya infeksi jamur dengan penemuan organisme secara mikroskopis pada lesi berskuama, dari kulit kepala, sudut mulut, aksila, pantat, dan lain-lain.
5) Pemeriksaan dengan sinar wood
Untuk menemukan infeksi jamur :
a). Mengontrol dan menemukan jamur kulit kepala
mikrosporum audovini dan mikrosporum canis akan berfluorsensi hijau kebiruan cerah.
b). Penemuan infeksi jamur lain
Tinea vesikolor dapat berfluorsensi kuning emas. perubahan pigemn yang menyertai dapt terlihat jelas.
c). Penemuan infeksi jamur
d). Penentuan kelainan pigmen
Sinar ulsi akan berfluorsensi putih kebiruan, digunakan dalam pemeriksaan penderita vertiligo, albilisme, lepra, dan hiperpigmentasi lainnya
e). Penentuan obat
6) Patch testing
Digunakan untuk membuktikan dan menegakkan diagnosa sensitifitas alergi.
Hasil yang dinilai adalah sebagai berikut :
1 + : Hanya eritema
2 + : Ertema dan papula
3 + : Eritem dan papula, vesikula kecil
4 + : Semua diatas dan vesikulor besar, bulae dan ulserasi


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - PEMFIGUS VULGARIS

ABLASIO RETINA

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya. Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya.

Jika kedua lapisan tersebut terpisah, maka retina tidak dapat berfungsi dan jika tidak kembali disatukan bisa terjadi kerusakan permanen.

Ablasio bisa bermula di suatu daerah yang kecil, tetapi jika tidak diobati, seluruh retina bisa terlepas. Pada salah satu bentuk ablasio, retina betul-betul mengalami robekan. Bentuk ablasio ini biasanya terjadi pada penderita miopia atau penderita yang telah menjalani operasi katark atau penderita cedera mata.

Pada ablasio lainnya, retina tidak robek tetapi terpisah dari jaringan di bawahnya.Pemisahan ini terjadi jika gerakan cairan di dalam bola mata menarik retina atau jika cairan yang terkumpul diantara retina dan jaringan di bawahnya mendorong retina.

B. Etiologi

Retina merupakan selaput transparan di bagian belakang mata yang mengolah bayangan yang difokuskan di retina oleh kornea dan lensa.

Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.

Hal tersebut bisa terjadi akibat:

# Trauma

# Proses penuaan

# Diabetes berat

# Penyakit peradangan.

Tetapi ablasio retina sering kali terjadi secara spontan. Pada bayi prematur, ablasio retina bisa terjadi akibat retinopati akibat prematuritas. Selama proses terlepasnya retina, perdarahan dari pembuluh darah retina yang kecil bisa menyebabkan kekeruhan pada bagian dalam mata yang dalam keadaan normal terisi oleh humor vitreus. Jika terjadi pelepasan makula, akan terjadi gangguan penglihatan pusat lapang pandang.

Faktor resiko terjadinya ablasio retina adalah:

- Rabun dekat

- Riwayat keluarga dengan ablasio retina

- Diabetes yang tidak terkontrol

- Trauma.

C. Manifestasi Klinik

Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

Hilangnya fungsi penglihatan awalnya hanya terjadi pada salah satu bagian dari lapang pandang, tetapi kemudian menyebar sejalan dengan perkembangan ablasio. Jika makula terlepas, akan segera terjadi gangguan penglihatan dan penglihatan menjadi kabur.

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina :

# Oftalmoskopi direk dan indirek

# Ketajaman penglihatan

# Tes refraksi

# Respon refleks pupil

# Gangguan pengenalan warna

# Pemeriksaan slit lamp

# Tekanan intraokuler,/I>

# USG mata

# Angiografi fluoresensi

# Elektroretinogram.

E. Penatalaksanaan

Pembedahan laser bisa digunakan untuk menutup lubang atau robekan pada retina yang biasanya ditemukan sebelum terjadinya ablasio. Dengan kriopeksi (pemberian dingin dengan jarum es) akan terbentuk jaringan parut yang melekatkan retina pada jaringan di bawahnya.Teknik ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di belakang retina.

Penempelan kembali retina melalui pembedahan terdiri dari pembuatan lekukan pada sklera (bagian putih mata) untuk mengurangi tekanan pada retina sehingga retina kembali menempel.

D. Pencegahan

Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata. Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama. Jika anda memiliki resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya. Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya.

Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.

Hal tersebut bisa terjadi akibat:

# Trauma

# Proses penuaan

# Diabetes berat

# Penyakit peradangan,

B. Kritik dan Saran

Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit Ablasio Retina. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

- Apotik online dan media informasi obat - penyakit :: m e d i c a s t o r e . c o m

- Kapita selekta I Hal 64.

- Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Prof. Dr. Sidarta Ilyas

- Oftalmologi Umum. Daniael Vaughan Tailos Absury. Jakarta : Widya Medika. 1996 Hal 205

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - ABLASIO RETINA

Askep Hipertropi Prostat

Pengertian Hipertropi Prostat

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Etiologi

Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

Teori Di Hidro Testosteron (DHT)
Testosteron adalah hormon pria yang dihasilkan oleh sel leyding. Testosteron sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya pembesaran prostat memerlukan adanya testis yang normal. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon (SBH). Sekitar 2 % testosteron berada dalam keadaan bebas. Hormon yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Testosteron bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT – reseptor komplek yang akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA) yang dapat menyebabkan terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel (MC Connel 1990). Perubahan keseimbangan testosteron 50 tahun ke atas.
±dan estrogen dapat terjadi dengan bertambahnya usia

Anatomi Dan Fisiologi

Spincter externa mengelilingi urethra di bawah vesica urinaria pada wanita, tetapi pada laki-laki terdapat kelenjar prostat yang berada dibelakang spincter penutup urethra. Prostat mengekskresikan cairannya ke dalam urethra pada saat ejakulasi, cairan prostat ini memberi makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki urethra pars prostatika dari vas deferens.
Prostat dilewati oleh :

a. Ductus ejakulatorius, terdiri dari 2 buah berasal dari vesica seminalis bermuara ke urethra.
b. Urethra itu sendiri, yang panjangnya 17 – 23 cm.
Secara otomatis besarnya prostat adalah sebagai berikut :
a. Transversal : 1,5 inchi
b. Vertical : 1,25 inchi
c. Anterior Posterior : 0,75 inchi
Prostat terdiri dari 5 lobus yaitu :
a. Dua lobus lateralis
b. Satu lobus posterior
c. Satu lobus anterior
d. Satu lobus medial
Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari besar, letaknya di bawah kandung kemih.
Normal beratnya prostat pada orang dewasa diperkirakan 20 gram.

Patofisiologi

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Adanya obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi melemah, dan rasa belum puas selesai miksi. Gejala iritasi disebabkan oleh hipersentivitas otot detrusor, berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh. Keadaan ini membuat sistem scoring untuk menentukan beratnya keluhan klinik penderita hipertropi prostat.
Apabila vesica menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menahan urine, sehingga tekanan vesika terus meningakat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spincter dan obstruksi, akan terjadi Inkotinensia Paradoks Retensi kronik menyebabkan refluks vesicoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila ada infeksi.
Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pyelonefritis.
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu (a) rectal grading (b) clinical grading dan (c) intra urethra grading.

Rectal grading
Recthal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai berikut :
0 - 1 cm……….: Grade 0
1 – 2 cm……….: Grade 1
2 - 3 cm……….: Grade 2
3 – 4 cm……….: Grade 3
Lebih 4 cm…….: Grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.

Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kemih sampai selesai, kemudian dimasukkan catheter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc……………….…… Normal
Sisa urine 0 – 50 cc…………….… Grade 1
Sisa urine 50 – 150 cc……………. Grade 2
Sisa urine >150 cc………………… Grade 3
Sama sekali tidak bisa kemih…… Grade 4
Intra urethra grading
Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urology yang spesifik.
Efek yang dapat terjadi akibat hypertropi prostat:

Terhadap urethra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra pars prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut.
Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kemih dibelakang medial lobe.
Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu di kandung kemih.
Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan urethra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
Terhadap sex organ
Mula-mula libido meningkat, teatapi akhirnya libido menurun.

Gejala Klinik

Terbagi 4 grade yaitu :
Pada grade 1 (congestic)

1.)Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kemih dan mulai mengedan.
2.)Kalau miksi merasa puas.
3.)Urine keluar menetes dan pancaran lemah.
4.)Nocturia
5.)Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6.)Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7.)Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)

Pada grade 2 (residual)
8.)Bila miksi terasa panas.
9.)Dysuri nocturi bertambah berat.
10.)Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
11.)Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
12.)Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
13.)Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).

Pada grade 3 (retensi urine)
14.)Ischuria paradosal.
15.)Incontinensia paradosal.

Pada grade 4
16.)Kandung kemih penuh.
17.)Penderita merasa kesakitan.
18.)Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
19.)Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
20.)Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40 – 410 C.
21.)Selanjutnya penderita bisa koma.

Diagnostik test

Diagnosa klinik pembesaran prostat dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Anamnese yang baik
b. Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat jinak akan teraba adanya massa pada dining depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari, sedang apabila batas atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60 gr.
c. Pemeriksaan sisa kemih
d. Pemeriksaan ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dari supra pubic atau transrectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat, sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
e. Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
f. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pyelografi intra vena yang sering disebut IVP (Intra Venous Pyelografi) dan BNO (Buich Nier Oversich). Pada pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail/pancing (fisa hook appearance).
g. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
h. Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
i. Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.

Diagnosa banding

Oleh karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang merupakan faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik) misalnya : Lesi medulla spinalis, penggunaan obat penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di urethra atau striktur urethra.

Pengobatan

Setiap kesulitan miksi yang diakibatkan dari salah satu faktor seperti berkurangnya kekuatan kontraksi detrusor atau menurunya elastisitas leher vesica, maka tindakan pengobatan ditujukan untuk mengurangi volume prostat, mengurangi tonus leher vesica atau membuka urethra pars prostatica dan menambah kekuatan kontraksi detrusor agar proses miksi menjadi mudah.

Pengobatan untuk hipertropy prostat ada 2 macam :
a.Konsevatif
b.Operatif

Dalam pengobatan ini dilakukan berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1 – 4.
a.Derajat I
Dilakukan pengobatan koservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan terazoin (untuk relaksasi otot polos).
b.Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui urethra.
c.Derajat III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau perianal.
d.Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang catheter, untuk pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.

Konservatif.

Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau adanya kontra indikasi untuk operasi.

Tindakan terapi konservatif yaitu :
a.Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena adanya infeksi sekunder dengan pemberian antibiotika.
b.Bila retensi urine dilakukan catheterisasi.

Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna (BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan soft tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu (a) transurethral (b) suprapubic (c) retropubic dan (d) perineal.

Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus listrik lalu di masukkan ke dalam urethra.Kandung kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan.Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri pelumas di tempatkan pada bawah paha.Kepingan jaringan yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di tutup dengan cauter.
Setelah TURP di pasang catheter Foley tiga saluran yang di lengkapi balon 30 ml.Setelah balon catheter di kembangkan, catheter di tarik ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat.Ukuran catheter yang besar di pasang untuk memperlancar pengeluaran gumpalan darah dari kandung kemih.
Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur dengan garam fisiologisatau larutan lain yang di pakai oleh ahli bedah.Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung kemih dari ekuan darah yang menyumbat aliran kemih.Irigasi kandung kemih yang konstan di hentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan dari kandung kemih.Kemudian catheter bisa dibilas biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter di angkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi.Setelah catheter di angkat pasien harus mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih.

Suprapubic Prostatectomy.
Metode operasi terbuka, reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari urethra lewat kandung kemih.

Retropubic Prostatectomy
Pada prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi kandung kemih tidak dibuka.

Perianal prostatectomy.
Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan rectum.

Komplikasi

a.Perdarahan
b.Inkotinensia
c.Batu kandung kemih
d.Retensi urine
e.Impotensi
f.Epididimitis
g.Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h.Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i.Hydronefrosis

Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit adalah ;
latihan berat, mengangkat berat dan sexual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah dirumah.
Tidak boleh membawa kendaraan.
Mengedan pada saat defekasi harus dihindari, faeces harus lembek kalau perlu pemberian obat untuk melembekkan faeces.
Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi dan membuat faeces lembek.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pasien dengan hipertropi prostat melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

Pengkajian Keperawatan
Pengumpulan data
Data dasar yang berhubungan dengan post operasi hipertropi prostat. Mengelompokkan data merupakan langkah yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data yang diperoleh sebagai berikut :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Pusing.
Perubahan frekuensi berkemih.
Urgensi.
Dysuria
Flatus negatif.
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Retensi, kandung kemih penuh.
Inkontinensia
Bibir kering.
Puasa.
Bising usus negatif.
Ekspresi wajah meringis.
Pemasangan catheter tetap.
Gelisah.
Informasi kurang.
Urine berwarna kemerahan.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien post operasi hipertropi prostat, adalah sebagai berikut :
Perubahan eliminasi urine berhubungan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi catheter/balon.
Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat selama pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah.
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / tekanan dari balon kandung kemih.
Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital).
Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Perencanaan Keperawatan

Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi catheter/balon, ditandai dengan :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Perubahan frekuensi berkemih.
Urgensi.
Dysuria.
Pemasangan catheter tetap.
Adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Klien mengatakan tidak ada keluhan, dengan kriteria :
Catheter tetap paten pada tempatntya.
Tidak ada sumbatan aliran darah melalui catheter.
Berkemih tanpa aliran berlebihan.
Tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Intervensi :
Kaji haluaran urine dan sistem catheter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
Rasional :
Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
Rasional :
Catheter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.
Rasional :
Berkemih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
Ukur volume residu bila ada catheter supra pubic.
Rasional :
Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas catheter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.
Rasional :
Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi catheter/aliran urine.

Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan, ditandai dengan :
Pusing.
Flatus negatif.
Bibir kering.
Puasa.
Bising usus negatif.
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan kriteria :
Tanda-tanda vital normal.
Nadi perifer teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa baik.
Haluaran urine tepat.
Intervensi :
Benamkan catheter, hindari manipulasi berlenihan.

Rasional :
Penarikan/gerakan catheter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :
Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
Evaluasi warna, komsistensi urine.
Rasional :
Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
Awasi tanda-tanda vital
Rasional :
Dehidrasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi, mual/muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah)
Rasional :
Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah, ditandai dengan :
Nyeri daerah tindakan operasi.
Dysuria.
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Pemasangan catheter tetap.
Tujuan : Menunjukkan tidak tampak tanda-tanda infeksi, dengan kriteria :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
Inkontinensia tidak terjadi.
Luka tindakan bedah cepat kering.
Intervensi :
Berikan perawatan catheter tetap secara steril.
Rasional :
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/cross infeksi.
Ambulasi kantung drainase dependen.
Rasional :
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
Awasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Klien yang mengalami TUR beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan instrumentasi.
Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Rasional :
Balutan basah dapat menyebabkan iritasi, dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.
Kolaborasi medis untuk pemberian golongan obat antibiotika.
Rasional :
Dapat membunuh kuman patogen penyebab infeksi.

Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dari balon kandung kemih, ditandai dengan :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Luka tindakan operasi.
Ekspresi wajah meringis.
Retensi urine, sehingga kandung kemih penuh.
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri.
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam memberikan tindakan.
Pertahankan posisi catheter dan sistem drainase.
Rasional :
Mempertahankan fungsi catheter dan sistem drainase, menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih.
Ajarkan tekhnik relaksasi.
Rasional :
Merileksasikan otot-otot sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/adekuat, sehingga nyeri berkurang.
Berikan rendam duduk bila diindikasikan.
Rasional :
Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema dan meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi medis untuk pemberian anti spasmodic dan analgetika.
Rasional :
Golongan obat anti spasmodic dapat merilekskan otot polos, untuk memberikan/menurunkan spasme dan nyeri.
Golongan obat analgetik dapat menghambat reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.

Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital) ditandai dengan :
Tindakan pembedahan kelenjar prostat.
Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan, kriteria :
Pasien dapat mendiskusikan perasaannya tentang seksualitas dengan orang terdekat.
Intervensi :
Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
Rasional :
Impotensi fisiologis : terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal ; pada pendekatan lain, aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 – 8 minggu.
Diskusikan dasar anatomi.
Rasional :
Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak terjadi.
Instruksikan latihan perineal.
Rasional :
Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi seksual.
Kolaborasi ke penasehat seksualitas/seksologi sesuai indikasi.
Rasional :
Untuk memerlukan intervensi professional selanjutnya.

Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan :
Gelisah.
Informasi kurang
Tujuan : Klien mengungkapkan anxietas teratasi, dengan kriteria :
Klien tidak gelisah.
Tampak rileks
Intervensi :
Kaji tingkat anxietas.
Rasional :
Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan tindakan selanjutnya.
Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas yang dialami klien.
Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Rasional :
Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan yang diberikan.
Berikan support melalui pendekatan spiritual.
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan, yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (perencanaan tindakan keperawatan).

Evaluasi Keperawatan.
Asuhan keperawatan dalam bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi prostat adalah sebagai berikut :
Pola eliminasi urine dapat normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan prilaku untuk mengendalikan refleks kandung kemih.
Pengosongan kandung kemih tanpa adanya penekanan/distensi kandung kemih/retensi urine.
Terpenuhinya kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital normal
Nadi perifer baik/teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa lembab.
Haluaran urine tepat.
Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil :
Tercapainya penyembuhan dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
Menunjukkan keterampilan penggunaan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi dan situasi individu.
Tampak rileks.
Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman situasi individual
Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
Klien mengerti/memahami tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku yang perlu.
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.

Sumber:

1.Basuki B Purnomo, 2000, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD), Jakarta.
2.Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan – Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Yasmin Asih, Edisi : Ketiga, EGC ; Jakarta,.
3.Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Editor, Irawati. S, Edisi : 9, EGC ; Jakarta.
4.Kumpulan Kuliah, 2001, Modul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Makassar.

5.Long, Barbara C, 1996, Keperawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi I, Volume 3, Yayasan IAPK Padjajaran, Bandung.
6.Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC ; Jakarta.
7.Jong, Wim de, dan Syamsuhidayat R, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.

BACA SELENGKAPNYA - Askep Hipertropi Prostat

Hernia Nukleus Pulposus

Pengertian

Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)

Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)

Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa anjalan.

Manifestasi Klinis
Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya.
Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).

Pemeriksaan Diagnostik
1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang
2. M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.
3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I
4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan.
2. Immobilisasi
Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.
3. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.
4. Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.

Pengkajian
1. Anamnesa
Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian terhadap masalah pasien terdiri dari awitan, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia, keterbatasan gerak dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas atas. Pengkajian pada daerah spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk mengkaji tonus otot dan kekakuannya.
3. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot
2.
Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan.

Intervensi
1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot
a. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10
b. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang
c. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
d. Bantu pemasangan brace / korset
e. Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
f. Ajarkan teknik relaksasi
g. Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
a. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
c. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
d. Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi
e. Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.
f. Kolaborasi : analgetik

3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
a. Kaji tingkat ansietas pasien
b. Berikan informasi yang akurat
c. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.
d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
e. Libatkan keluarga

4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis
a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan
b. Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong
c. Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
d. Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
e. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama
f. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
2.
Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.
3. Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.
4. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
5. Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.
6. Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan N

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Hernia Nukleus Pulposus

Demam Berdarah

A. Pengertian

Demam Berdarah (DB) atau demam berdarah Dengue (DBD) atau penyakit febril akut ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dati tempat sero tipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksilang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperen demisitas) dapat terjadi.

Demam berdarah disebabkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes Aegypti.

B. Tanda dan Gejala

Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan atfhralgia) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, pecekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk.

Kondisi waspada ini perlu disikapi dengan pengetahuan yang luas oleh penderita maupunkeluarga yang harus segera konsultasi ke dokter apabila pasuien/penderita mengalami demam tinggi selama 3 hari barturut-turut. Banyak penderita atau keluarga penderita mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan gejala-gejala tersebut.

Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis, jumlah platelet akan jatuh sehingga pasien dianggap afebril. Sesudah masa tuna/inkubasi selama 3 – 15 hari orang yang tertular dapat mengalami/menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini.

1. Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.

2. dengan klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 – 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan dibawah kulit.

3. Demam Berdarah Dengue (DBD), gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (Epistaksis/mimisan), mulut, dubur dan sebagainya.

4. Dengue syok sindrom, gejalnya sama dengan DBD ditambah dengan syok/presyok. Bentuk ini berujung pada kematian.

Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi. Oleh karena itu setiap penderita yang diduga menderita penyakit demam berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawah ke dokter atau rumah sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok/kematian.

Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, satu perdarahan (trombositopenia) dan hemokonsentrasi sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.

C. Pengobatan Demam Berdarah

Bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Sang pasien disarankan untuk menjaga penyerap makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan penambahan dengan dengan (cairan intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemonkonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis.

Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan (cairan intravena). Meskipun demikian kombinasi antara manajemen yang dilakukan secara medik dan alternatif harus tetap dipertimbangkan.

D. Pencegahan

Tidak ada vaksin yang tersedia karena komersial untuk penyakit demam berdarah. Pencegahan utama DB terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Inisiatif untuk menghapus kolam-kolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu sekali dan membuang hal-hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti.

E. Penanganan Pemerintah Masalah Demam Berdarah

Dinas kesehatan mengaku telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 3,3 milyar untuk kegiatan keluarga miskin (gakin) yang didalamnya termasuk penanganan dan pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD). Dana itu seudah diusulkan dalam APBD 2004 yang selanjutnya tinggal persetujuan legislatif.

Dana yang dialokasikan itu digunakan untuk membantu biaya pengobatan gratis bagi pasien demam berdarah terutama untuk kelas III. Kebijakan itu merupakan bagian dari kebijakan Gebernur yang meminta Dinkes menangani masalah DBD secara tekhnis termasuk pelayanan bagi pasien Demam berdarah.

Selanjutnya Dinkes telah mengambil sikap dan mempersiapkan anggaran yang diperlukan. Dana sebesar Rp. 3,3 milyar bukan seluruhnya dialokasikan untuk penanganan DBD, banyak penanganan kesehatan bagi Gakin yang perlu disubsidi melalui keluarga tidak mampu. Karena bila dilihat dari presentase alokasi dana DBD dengan dana yang tersedia cukup kecil.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam berdarah adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis yang mirip dengan malaria. Demam berdarah oleh nyamuk Aedes Aegypti yang ditandai dengan munculnya demam secara tiba-tiba disertai dengan sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan atfhralgia) dan ruam. Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, satu perdarahan (trombositopenia) dan nemokonsentrasi sejumlah kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.

Pengobatannya adalah terapi suportif dan alternatif lain seperti meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik. Dengan penderita yang banyak, dinas kesehatan mengaku telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 3,3 milyar untuk keluarga miskin.

B. Saran

Sebaiknya pemerintahh lebih memperhatikan kebersihan lingkungan agar tidak menimbulkan beberapa penyakit dan penyakit yang cepat terjangkit pada diri manusia apabila tidak menjaga lingkungan dengan baik yaitu penyakit demam berdarah.

Pada zaman sekarang ini seseorang sangat mudah terkena penyakit, maka dari itu diperlukan perhatian yang ketat untuk masalah lingkungan bersih oleh pemerintah. Kami harapkan agar pembaca memperhatikan lingkungan yang ada disekitarnya.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Demam Berdarah
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI