kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

06 May 2011

Askep Decomp. Cordis

Decompensasi Cordis

A. Pengertian
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998; Price, 1995).

B. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomiyopati.

Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil (Price. Sylvia A, 1995).

C. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,gagal jantung kanan,dan gagal jantung kongestif.

Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort,fatigue,ortopnea,dispnea nocturnal paroksismal,batuk,pembesaran jantung,irama derap,ventricular heaving,bunyi derap S3 dan S4,pernapasan cheyne stokes,takikardi,pulsusu alternans,ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.

Pada gagal jantung kanan timbul edema,liver engorgement,anoreksia,dan kembung.Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan,heaving ventrikel kanan,irama derap atrium kanan,murmur,tanda tanda penyakit paru kronik,tekanan vena jugularis meningkat,bunyi P2 mengeras,asites,hidrothoraks,peningkatan tekanan vena,hepatomegali,dan pitting edema.

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
  1. Kelas 1;Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
  2. Kelas 2;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
  3. Kelas 3;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
  4. Kelas 4;Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah baring.

D. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup,dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung,ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat :
  • Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik,
  • Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan
  • Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Meurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :
  1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,
  2. Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus,
  3. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I,
  4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
  5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
  6. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.

E. Tanda dan gejala
Dampakdari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem pulmonal antara lain :
  • Lelah
  • Angina
  • Cemas
  • Oliguri. Penurunan aktifitas GI
  • Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara lain :
  • Dyppnea
  • Batuk
  • Orthopea
  • Reles paru
  • Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
  • Edema perifer
  • Distensi vena leher
  • Hari membesar
  • Peningkatan central venous pressure (CPV)

F. Pemeriksaan penunjang
  1. Foto polos dada
    • Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.
    • Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium
      kiri dan pembesaran ventrikel kanan.

  2. EKG
    Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
  3. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
    Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.



Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Decompensasi Cordis


A. Pengkajian
  1. Aktivitas dan Istirahat
    • Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
      Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
    • Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.

  2. Sirkulasi
    • Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
    • Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.

  3. Integritas Ego
    • Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna, kepribadian neurotik.

  4. Makanan / Cairan
    • Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
    • Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.

  5. Neurosensoris
    • Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
    • Tanda: Kelemahan

  6. Pernafasan
    • Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
    • Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.

  7. Keamanan
    • Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
    • Tanda: Kelemahan tubuh

  8. Penyuluhan / pembelajaran
    • Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
    • Tanda: Menunjukan kurang informasi.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin muncul
  1. Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil.
  2. Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan atrium dan kongesti vena.

C. Inetrvensi
  1. Diagnosa Keperawatan 1. :
    Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil

    Tujuan :
    Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat, PH darah normal, PO2 80-100 mmHg, PCO2 35-45 mm Hg, HCO3 –3 – 1,2

    Tindakan
    • Kaji kerja pernafasan (frekwensi, irama , bunyi dan dalamnya)
    • Berikan tambahan O2 6 lt/mnt
    • Pantau saturasi (oksimetri) PH, BE, HCO3 (dengan BGA)
    • Koreksi kesimbangan asam basa

    • Beri posisi yang memudahkan klien meningkatkan ekpansi paru.(semi fowler)
    • Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam
    • Lakukan balance cairan
    • Batasi intake cairan
    • Eavluasi kongesti paru lewat radiografi
    • Kolaborasi :
      • RL 500 cc/24 jam
      • Digoxin 1-0-0
      • Furosemid 2-1-0

    Rasional
    • Untuk mengetahui tingkat efektivitas fungsi pertukaran gas.
    • Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
    • Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas.
    • Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan.
    • Meningkatkan ekpansi paru
    • Kongesti yang berat akan memperburuk proses perukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
    • Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat meguranngi timbulnya odem sehingga dapat mecegah ganggun pertukaran gas.
    • Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.


  2. Diagnosa Keperwatan 2. :
    Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan atrium dan kongesti vena.

    Tujuan :
    Stabilitas hemodinamik dapat dipertahanakan dengan kriteria : (TD > 90 /60), Frekwensi jantung normal.

    Tindakan
    • Pertahankan pasien untuk tirah baring
    • Ukur parameter hemodinamik
    • Pantau EKG terutama frekwensi dan irama.
    • Pantau bunyi jantung S-3 dan S-4
    • Periksa BGA dan saO2
    • Pertahankan akses IV
    • Batasi Natrium dan air
    • Kolaborasi :
      • ISDN 3 X1 tab
      • Spironelaton 50 –0-0

    Rasional
    • Mengurangi beban jantung
    • Untuk mengetahui perfusi darah di organ vital dan untuk mengetahui PCWP, CVP sebagai indikator peningkatan beban kerja jantung.
    • Untuk mengetahui jika terjadi penurunan kontraktilitas yang dapat mempengaruhi curah jantung.
    • Untuk mengetahui tingkat gangguan pengisisna sistole ataupun diastole.
    • Untuk mengetahui perfusi jaringan di perifer.
    • Untuk maintenance jika sewaktu terjadi kegawatan vaskuler.
    • Mencegah peningkatan beban jantung
    • Meningkatkan perfisu ke jaringan
    • Kalium sebagai salah satu komponen terjadinya konduksi yang dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot jantung.




Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Decomp. Cordis
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Decomp. Cordis
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Decomp. Cordis
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Decomp. Cordis
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Decomp. Cordis
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Decomp. Cordis
BACA SELENGKAPNYA - Askep Decomp. Cordis

Askep Stroke Non Hemoragik (SNH)

Stroke Non Hemoragik

A. Pengertian

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002 dalam ekspresiku-blogspot 2008).

Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono, 1996).

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular.

B. Etiologi

Penyebab-penyebabnya antara lain:

1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak).(Smeltzer C. Suzanne, 2002).


C. Faktor resiko pada stroke

1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
9. Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).


D. Manifestasi Klinis

Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.
Gejala-gejala itu antara lain bersifat::

1. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
2. Sementara,namun lebih dari 24 jam, Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND).
3. Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
4. Sudah menetap/permanen (Harsono,1996, hal 67).


E. Pemeriksaan Penunjang

1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3. Pungsi Lumbal
* Menunjukan adanya tekanan normal.
* Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).


G. Penatalaksanaan

1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).


DOWNLOAD ASKEP STROKE NON HEMORAGIC Klik Di Sini



Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stok Non Hemoragic (SNH)


A. Pengkajian

1. Pengkajian Primer
* Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
* Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
* Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

2.
Pengkajian Sekunder
* Aktivitas dan istirahat.
Data Subyektif:
o kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
o Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
o Perubahan tingkat kesadaran.
o Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.
o Gangguan penglihatan.

* Sirkulasi
Data Subyektif:
o Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
o Hipertensi arterial
o Disritmia, perubahan EKG
o Pulsasi : kemungkinan bervariasi
o Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

* Integritas ego
Data Subyektif:
o Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif:
o Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
o Kesulitan berekspresi diri.

* Eliminasi
Data Subyektif:
o Inkontinensia, anuria
o Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)

* Makan/ minum
Data Subyektif:
o Nafsu makan hilang.
o Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
o Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
o Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:
o Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
o Obesitas (faktor resiko).

* Sensori Neural
Data Subyektif:
o Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
o Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
o Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
o Penglihatan berkurang.
o Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
o Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Data obyektif:
o Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
o Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
o Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
o Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
o Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
o Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
o Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.

* Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
o Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Data obyektif:
o Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.

* Respirasi
Data Subyektif:
o Perokok (factor resiko).

* Keamanan
Data obyektif:
o Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
o Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
o Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
o Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
o Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.

*
Interaksi social
Data obyektif:
o Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).


B. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.


C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Kriteria Hasil :
* Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor.
* Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK.
* Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan.
Intervensi :
Independen
* Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK.
* Monitor dan catat status neurologist secara teratur.
* Monitor tanda tanda vital.
* Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya).
* Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang.
* Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi.
* Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
* Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi.
* Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi.
* Berikan medikasi sesuai indikasi :
o Antifibrolitik, misal aminocaproic acid (amicar).
o Antihipertensi.
o Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
o Manitol.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir.
Kriteria Hasil:
* Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas.
* Ekspansi dada simetris.
* Bunyi napas bersih saat auskultasi.
* Tidak terdapat tanda distress pernapasan.
* GDA dan tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
* Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi.
* Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal.
* Penghisapan sekresi.
* Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam.
* Berikan oksigenasi sesuai advis.
* Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
* Pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil:
* RR 18-20 x permenit
* Ekspansi dada normal.
Intervensi :
* Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
* Auskultasi bunyi nafas.
* Pantau penurunan bunyi nafas.
* Pastikan kepatenan O2 binasal.
* Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
* Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
* Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan.


DAFTAR PUSTAKA

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.

Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993.

Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC, 2002.

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000.

Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996.




Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Stroke Non Hemoragik (SNH)
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Stroke Non Hemoragik (SNH)
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Stroke Non Hemoragik (SNH)
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Stroke Non Hemoragik (SNH)
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Stroke Non Hemoragik (SNH)
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Stroke Non Hemoragik (SNH)
BACA SELENGKAPNYA - Askep Stroke Non Hemoragik (SNH)

Teknik Amputasi

Pengertian Amputasi

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.

Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.



Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi

Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :

1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.

2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.

4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

6. Deformitas organ.

Jenis Amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1. amputasi terbuka
2. amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

Manajemen Keperawatan

Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.

Pengkajian Riwayat Kesehatan

Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH
KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi
Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari
Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit
Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis
Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal
Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini.
Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.
Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul antara lain :
  1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan.
- Menyatakan kurang pemahaman.
- Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
INTERVENSI
RASIONAL
Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral.

Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.

Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien.
Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya.

Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien.

Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat.

  1. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
- Takut kecacatan.
- Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria evaluasi :
- mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yangbaru.
INTERVENSI
RASIONAL
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup.

Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi.

Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah.

Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi.
Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.

Membantu klien mengapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi.

Meningkatkan dukungan mental.






Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.

Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif antara lain :
þ Mengatasi nyeri
- Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
- Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
- Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese.
þ Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
- Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah kontraktur.
- Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang sehat ), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
- Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
þ Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
- Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
- Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu ( karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka ).
- Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
- Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.

b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif.
Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi.

c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain adalah :
  1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan nyeri.
- Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI
RASIONAL
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari luka insisi. Bila terjadi nyeri panthom limb



Beri analgesik ( kolaboratif ).

Ajarkan klien memberikan tekanan lembut dengan menempatkan puntung pada handuk dan menarik handuk dengan berlahan.
Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh daripada nyeri akibat insisi.
Klien sering bingung membedakan nyeri insisi dengan nyeri panthom limb.

Untuk menghilangkan nyeri

Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom limb

  1. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
- Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
- Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
- Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
INTERVENSI
RASIONAL
Validasi masalah yang dialami klien.

Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan putung :
- Perawatan luka.
- Mandi.
- Menggunakan pakaian.

Berikan dukungan moral.

Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Meninjau perkembangan klien.

Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.





Meningkatkan status mental klien.

Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.

  1. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
- Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
INTERVENSI
RASIONAL

Infeksi

Lakukan perawatan luka adekuat.

Mencegah terjadinya infeksi.

Perdarahan

Pantau :
-Masukan dan pengeluaran cairan.

- Tanda-tanda vital tiap 4 jam.

- Kondisi balutan tiap 4-8 jam.
-

Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi.

Sebagai monitor status hemodinamik


Indikator adanya perdaraham masif

Emboli lemak

Monitor pernafasan.


Persiapkan oksigen



Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu

Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin


Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.

Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.

Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
þ Melakukan perawatan luka postoperasi
- Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
- Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).
þ Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
- Memberi dukungan psikologis.
- Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
þ Mencegah kontraktur
- Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
- Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya kontraktur.
þ Aktivitas perawatan diri
- Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
- Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
- Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
- Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
- Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.

Kesimpulan

Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.(anas)


REFERENSI
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia, EGC, Jakarta.
Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing Practice, 4th edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia.
Kozier, erb; Oliveri ( 1991 ), Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice, Addison-Wesley Co. California.
Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
BACA SELENGKAPNYA - Teknik Amputasi

Askep Vertigo

VERTIGO

A. Pengertian

Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing. Dari (http://www.kalbefarma.com).


B. Etiologi

Menurut (Burton, 1990 : 170) yaitu :
  1. Lesi vestibular :
    • Fisiologik
    • Labirinitis
    • Menière
    • Obat ; misalnya quinine, salisilat.
    • Otitis media
    • “Motion sickness”
    • “Benign post-traumatic positional vertigo”
  2. Lesi saraf vestibularis
    • Neuroma akustik
    • Obat ; misalnya streptomycin
    • Neuronitis
    • vestibular
  3. Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal
    • Infark atau perdarahan pons
    • Insufisiensi vertebro-basilar
    • Migraine arteri basilaris
    • Sklerosi diseminata
    • Tumor
    • Siringobulbia
    • Epilepsy lobus temporal
Menurut (http://www.kalbefarma.com)
  1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :
    • Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
    • Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
    • Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
    • Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
    • Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.
  2. Penyakit SSP :
    • Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
    • Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
    • Trauma kepala/ labirin.
    • Tumor.
    • Migren.
    • Epilepsi.
  3. Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause.
  4. Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
  5. Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
  6. Intoksikasi.

C. Patofisiologi

Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya (http://www.kalbefarma.com).


D. Klasifikasi Vertigo

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok :
  1. Vertigo paroksismal
    Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
    • Yang disertai keluhan telinga :
      Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
    • Yang tanpa disertai keluhan telinga :
      Termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
    • Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi :
      Termasuk di sini adalah : Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
  2. Vertigo kronis
    Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi:
    • Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
    • Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin.
    • Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
  3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan menjadi :
    • Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
    • Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.
Ada pula yang membagi vertigo menjadi :
  1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
  2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.

D. Manifestasi klinik

Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.


E. Pemerikasaan Penunjang
  1. Pemeriksaan fisik :
    • Pemeriksaan mata
    • Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
    • Pemeriksaan neurologik
    • Pemeriksaan otologik
    • Pemeriksaan fisik umum.
  2. Pemeriksaan khusus :
    • ENG
    • Audiometri dan BAEP
    • Psikiatrik
  3. Pemeriksaan tambahan :
    • Laboratorium
    • Radiologik dan Imaging
    • EEG, EMG, dan EKG.

F. Penatalaksanaan Medis

Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) :
Terdiri dari :
  1. Terapi kausal
  2. Terapi simtomatik
  3. Terapi rehabilitatif.

Download Askep Vertigo
click here



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN VERTIGO


A. Pengkajian
  1. Aktivitas / Istirahat
    • Letih, lemah, malaise
    • Keterbatasan gerak
    • Ketegangan mata, kesulitan membaca
    • Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
    • Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
  2. Sirkulasi
    • Riwayat hypertensi
    • Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
    • Pucat, wajah tampak kemerahan.
  3. Integritas Ego
    • Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
    • Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
    • Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
    • Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).
  4. Makanan dan cairan
    • Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
    • Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
    • Penurunan berat badan
  5. Neurosensoris
    • Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
    • Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
    • Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
    • Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
    • Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
    • Perubahan pada pola bicara/pola pikir
    • Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
    • Penurunan refleks tendon dalam
    • Papiledema.
  6. Nyeri/ kenyamanan
    • Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
    • Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
    • Fokus menyempit
    • Fokus pada diri sendiri
    • Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
    • Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
  7. Keamanan
    • Riwayat alergi atau reaksi alergi
    • Demam (sakit kepala)
    • Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
    • Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).
  8. Interaksi sosial
    • Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit.
  9. Penyuluhan / pembelajaran
    • Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
    • Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone, menopause.

B. Diagnosa Keperawatan (Doengoes, 1999:2021)
  1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospressor, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
  2. Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
  3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
  • Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
  • Tanda-tanda vital normal
  • pasien tampak tenang dan rileks.
Intervensi :
  • Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri.
    Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
  • Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
    Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
  • Atur posisi pasien senyaman mungkin
    Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
  • Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
    Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
  • Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
    Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat
Kriteria Hasil :
  • Mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
  • Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di miliki.
  • Mengkaji situasi saat ini yang akurat
  • Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi yang tepat.
Intervensi :
  • Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
    Rasional : Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
  • Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
    Rasional : klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih tenang.
  • Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang diharapkan.
    Rasional : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat untuk pulih.
  • Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.
    Rasional : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
  • Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
  • Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi :
  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
    Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
  • Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
    Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
  • Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
    Rasional : untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang penyakitnya.
  • Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
    Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
  • Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal
    Rasional : agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
  • Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan.
    Rasional : dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.

C. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Carpenito, 1999:28)
Tujuan Pemulangan pada vertigo adalah :
  1. Nyeri dapat dihilangkan atau diatasi.
  2. Perubahan gaya hidup atau perilaku untuk mengontrol atau mencegah kekambuhan.
  3. Memahami kebutuhan atau kondisi proses penyakit dan kebutuhan terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC, Jakarta, 1999.
Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14415 Terapi Akupunktur untuk Vertigo.pdf/144_15TerapiAkupunkturuntukVertigo.html
Kang L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia Kedokteran No. 144, Jakarta, 2004.




Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Vertigo
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vertigo
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vertigo
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vertigo
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vertigo
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vertigo
BACA SELENGKAPNYA - Askep Vertigo

05 May 2011

Askep Hipertensi

HIPERTENSI
  1. Pengertian
  2. Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
    Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
    Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997)


  3. Etiologi
  4. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
    Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
    • Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na.
    • Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat.
    • Stress Lingkungan.
    • Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah.

    Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
    1. Hipertensi Esensial (Primer)
      Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
    2. Hipertensi SekunderDapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.
      Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

  5. Patofisiologi Hipertensi (Pathway Hipertensi)
    Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke seljugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.


  6. Manifestasi Klinis
    Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
    • Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
    • Sakit kepala
    • Epistaksis
    • Pusing / migrain
    • Rasa berat ditengkuk
    • Sukar tidur
    • Mata berkunang kunang
    • Lemah dan lelah
    • Muka pucat
    • Suhu tubuh rendah

  7. Pemeriksaan Penunjang
    • Pemeriksaan Laborat
      • Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
      • BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
      • Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
      • Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
    • CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
    • EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
    • IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.
    • Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.

  8. Penatalaksanaan
    • Penatalaksanaan Non Farmakologis
      1. DietPembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
      2. Aktivitas
        Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.
    • Penatalaksanaan Farmakologis
      Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
      1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
      2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
      3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
      4. Tidak menimbulakn intoleransi.
      5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
      6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
      Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipertensi


  1. Pengkajian
    • Aktivitas/ Istirahat
      • Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
      • Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
    • Sirkulasi
      • Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
      • Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
    • Integritas Ego
      • Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
      • Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
    • Eliminasi
      • Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
    • Makanan/cairan
      • Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
      • Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
    • Neurosensori
      • Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
      • Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
    • Nyeri/ ketidaknyaman
      • Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
    • Pernafasan
      • Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
      • Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
    • Keamanan
      • Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

  2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
    • Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
    • Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
    • Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
    • Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

  3. Intervensi
    Diagnosa Keperawatan 1. :
    Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
    Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
    Kriteria Hasil : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapatditerima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentangnormal pasien.
    Intervensi :
    • Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
    • Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
    • Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
    • Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
    • Catat edema umum.
    • Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
    • Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
    • Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
    • Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
    • Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
    • Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
    • Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
    • Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.

    Diagnosa Keperawatan 2. :
    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
    Tujuan : Aktivitas pasien terpenuhi.
    Kriteria Hasil :Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
    Intervensi :
    • Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatanTD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasienterhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja/ jantung).
    • Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian padaaktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
    • Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsioksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja jantung).
    • Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).
    • Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).

    Diagnosa Keperawatan 3. :
    Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
    Tujuan :
    Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
    Kriteria Hasil :Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.
    Intervensi :
    • Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
    • Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
    • Batasi aktivitas.
    • Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
    • Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
    • Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.

    Diagnosa keperawatan 4. :
    Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
    Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
    Kriteria Hasil :Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
    Intervensi :
    • Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.
    • Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia.
    • Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.
    • Amati adanya hipotensi mendadak.
    • Ukur masukan dan pengeluaran.
    • Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.
    • Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit Hipokrates, 1999
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit Arcan, 1996
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi , Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998




Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Hipertensi
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Hipertensi
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Hipertensi
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Hipertensi
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Hipertensi
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Hipertensi
BACA SELENGKAPNYA - Askep Hipertensi
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI