kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

10 February 2011

Konsep Umum Nyeri

1. Pengertian
Nyeri merupakan sesasi tidak enak, nyeri merupakan tanda penting terhadap adanya gangguan fisiologis, nyeri secara umum didefinisikan sebagai suatu rasa tidak nyaman baik ringan maupun berat (Priharjo,1998:3).
Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis, nyeri akut biasanya berlangsung secara singkat, misalnya nyeri pada patah tulang atau pembedahan abdomen. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama. Nyeri juga dinyatakan sebagai nyeri somatogenik atau psikogenik, nyeri somatogenik merupakan nyeri secara fisik, sedangkan nyeri psikogenik merupakan nyeri psikis atau mental.
2. Teori
a. Teori kekhususan (Teori Specifity)
Ujung saraf spesifik berkorelasi dengan sensasi yang spesifik seperti sentuhan, hangat, dingin atau nyeri. Sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung saraf bebas oleh mekanikal, rangsangan nyeri.
b. Teori intensitas
Hasil dari rangsangan yang berlebihan pada reseptor setiap rangsagn sensasi punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika menggunakan intensitas yang cukup.
c. Teori Kontrol pintu (the gate control theory)
Serabut saraf tebal dan tipis membentuk sinar pada cornus sebagai pintu gerbang rangsangan yang mencapai otak.
3. Fisiologi
Suatu teori yang menjelaskan nyeri sebagai suatu mekanisme relatif sederhana yang menjelaskan bahwa respon nyeri timbul apabila suatu stimulus nyeri mengaktivasi reseptor nyeri (Priharjo, 1998:34).
Reseptor nyeri merupakan ujung-ujung saraf yang bebas tidak bermyelin dan neuron aferen. Informasi dari reseptor nyeri mencapai sistem saraf sentral melalui serabut saraf asandan, bila informasi telah sampai dithalamus maka seseorang akan merasakan adanya suatu sensasi serta mempelajari tentang lokasi dan kekuatan stimulus. Bila informasi telah sampai pada kortek serebri maka seseorang menjadi lebih terlibat dengan sensasi nyeri, mencoba menginterpretasikan arti nyeri dan mencari cara untuk menghindari sensasi lebih lanjut.
Serabut saraf yang menghantarkan nyeri :
a. Serabut saraf tipe delta
Mengirimkan sinyal relatif cepat 12-30 m/s, bermyelin halus 2,5 mm, membawa rangsangan nyeri menusuk, serabut berakhir dicornu dorsalis dilamina I.



b. Serabut tipe c
Membawa rangsang nyeri terbakar dan tumpul, relatif lebih lambat 0,5-2 m/s, tidak bermyelin 0,4-1,2 mm, serabut berakhir dilamina IV dan V.
4. Stimulus
Reseptor nyeri memberi respon terhadap stimulus yang membahayakan seperti stimulus kimia termal, listrik atau mekanis, maupun mikroorganisme baik yang berasal dari dalam maupun luar tubuh (Priharjo,1998:35).Stimulus kimia terhadap nyeri yaitu histamin, bradikinin, prostaglandin, bermacam-macam asam.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Ujung saraf spesifik berkorelasi dengan sensasi yang spesifik seperti sentuhan, hangat, dingin atau nyeri. Sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung saraf bebas oleh mekanikal, rangsangan nyeri.
a. Lingkungan
Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang berlebihan misalnya, kebisingan, cahaya yang sangat terang dan kesendirian.
b. Umur
Toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertumbuhan usia, misalnya semakin bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya.


c. Kelelahan
Kelelahan juga dapat meningkatkan nyeri dan usaha banyak orang merasa lebih nyaman setelah tidur.
d. Riwayat sebelumnya dan mekanisme pemecahan masalah
Riwayat sebelumnya dan mekanisme pemecahan masalah berpengaruh pula terhadap seseorang dalam mengatasi nyeri. Misalnya, ada beberapa kalangan yang menganggap nyeri sebagai kutukan.
e. Tersedianya orang-orang yang memberi dukungan
Tersedianya orang-orang yang memberi dukungan sangat berguna bagi seseorang dalam menghadapi nyeri, misalnya anak-anak akan merasa lebih nyaman bila dekat dengan orang tuanya.
6. Respon perilaku terhadap nyeri
Ekspresi wajah mengatupkan geraham, menggigit bibir, meringis, aphasia, bingung dan disorentasi.




BACA SELENGKAPNYA - Konsep Umum Nyeri

KATETERISASI URINE PADA PRIA

1. Pengertian
Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra dan kedalam kandung kemih
2. Tujuan
a. Menghilangkan distensi kandung kemih
b. Mendapatkan spesimen urine
c. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan
3. Persiapan
a. Persiapan pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
b. Persiapan alat
1) Bak instrumen berisi :
a) Poly kateter sesuai ukuran 1 buah
b) Urine bag steril 1 buah
c) Pinset anatomi 2 buah
d) Duk steril
e) Kassa steril yang diberi jelly
2) Sarung tangan steril
3) Kapas sublimat dalam kom tertutup
4) Perlak dan pengalasnya 1 buah
5) Sampiran
6) Cairan aquades atau Nacl
7) Plester
8) Gunting verband
9) Bengkok 1 buah
10) Korentang pada tempatnya
4. Prosedur
a. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke pasien
b. Pasang sampiran
c. Cuci tangan
d. Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien
e. Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien
f. Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
g. Bersihkan genitalia dengan cara : Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok
h. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan Cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih
i. Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
j. Fiksasi kateter
k. Lepaskan sarung
l. Pasien dirapihkan kembali
m. Alat dirapihkan kembali
n. Mencuci tangan
o. Melaksanakan dokumentasi :
1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien
2) Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien








http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - KATETERISASI URINE PADA PRIA

TUMOR ORBITA

A. Definisi
Tumor orbita mata adalah tumor yang menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak mata, seperti otot mata, syaraf mata dan kelenjar air mata.
Rongga orbital dibatasi sebelah medial oleh tulang yang membentuk dinding luar sinus ethmoid dan sfenoid. Sebelah superior oleh lantai fossa anterior, dan sebelah lateral oleh zigoma, tulang frontal dan sayap sfenoid besar. Sebelah inferior oleh atap sinus maksilari.

B. Patologi
Tumor bisa tumbuh dari struktur yang terletak didalam atau sekitar orbit:
 Kelenjar lakrimal:
Adenoma fleomorfik: biasanya jinak, tapi rekurensi terjadi bila tidak dilakukan eksisi lengkap.

Karsinoma
 Jaringan limfoid:
Limfoma: Tumbuh primer didalam orbit, atau sekunder atas kelainan menyeluruh pada tubuh.


Retina:
 Retinoblastoma: Tumor anak-anak yang sangat ganas.

Melanoma
 Tulang:
Osteoma: biasanya mengenai sinus frontal atau ethmoid, bisa menyebabkan mukosel frontal.
Sista dermoid
Sista epidermoid
 Sinus paranasal, nasofaring:
Karsinoma: Sering menginvasi dinding medial orbit pada tahap dini penyakit.
 Selubung saraf optik:
Meningioma: sering meluas keintrakranial melalui foramen optik.
 Saraf optik:
Glioma (astrositoma pilositik): Tumbuh sangat lambat.
Neurofibroma/neurinoma
 Jaringan ikat:
Rabdomiosarkoma: Tumor anak-anak ganas dengan pertumbuhan dan penyebaran lokal cepat.
 Metastasis melalui darah:
Dewasa: Karsinoma 'breast'
Karsinoma bronkhial
Anak-anak: Neuroblastoma
Sarkoma Ewing
Leukemia
Tumor testikuler
 Lesi orbital non-neoplastik:
Hemangioma/limfangioma kavernosa: Lesi jinak yang sering terjadi pada dewasa.
Pseudotumor
Eksoftalmos endokrin
Granulomatosis Wagener
Histiositosis X
Sarkoidosis
Fistula karotid-kavernosa tampil dengan eksoftalmos pulsatif.

C. Tanda dan Gejala Klinis
Nyeri orbital: jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga merupakan gambaran khas 'pseudotumor' jinak dan fistula karotid-kavernosa.
Proptosis: pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai, berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak) atau cepat (lesi ganas).
Pembengkakan kelopak: mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos endokrin atau fistula karotid-kavernosa.
Palpasi: bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata, terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.
Pulsasi: menunjukkan lesi vaskuler; fistula karotidkavernosa atau malformasi arteriovenosa, dengarkan adanya bruit.
erak mata: sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin akibat oftalmoplegia endokrin atau dari lesi saraf III, IV, dan VI pada fisura orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau sinus kavernosus.
Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf optik atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.

D. Pemeriksaan
Foto polos orbit: mungkin menunjukkan erosi lokal (keganasan), dilatasi foramen optik (meningioma, glioma saraf optik) dan terkadang kalsifikasi (retinoblastoma, tumor kelenjar lakrimal). Meningioma sering menyebabkan sklerosis lokal.
CT scan orbit: menunjukkan lokasi tepat patologi intraorbital dan memperlihatkan adanya setiap perluasan keintrakranial.
Venografi orbital: mungkin membantu.

E. Pengelolaan
Tumor jinak: memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan merupakan hasil yang tak dapat dihindarkan, dipikirkan pendekatan konservativ.
Tumor ganas: memerlukan biopsi dan radioterapi. Limfoma juga berreaksi baik dengan khemoterapi. Terkadang lesi terbatas (misal karsinoma kelenjar lakrimal) memerlukan reseksi radikal.
 Pendekatan operatif:
Orbital medial: untuk tumor anterior, terletak dimedial saraf optik.
Transkranial-frontal: untuk tumor dengan perluasan intrakranial atau terletak posterior dan medial dari saraf optik.
Lateral: untuk tumor yang terletak superior, lateral, atau inferior dari saraf optik.

F. PSEUDOTUMOR (GRANULOMA ORBITAL)
Nyeri orbital tiba-tiba dengan pembengkakan kelopak, proptosis dan khemosis akibat infiltrasi limfosit dan sel plasma pada berbagai struktur didalam orbit. Keadaan ini biasanya terjadi pada usia menengah dan jarang terjadi bilateral. CT scan memperlihatkan lesi orbital difus, walau mungkin lebih dominan pada satu struktur, misalnya saraf optik, otot ekstra-okuler atau kelenjar lakrimal. Bila diagnostik tetap meragukan, diperlukan biopsi. Kebanyakan pasien memperlihatkan respons yang dramatis terhadap steroid. Bila gejala menetap, lesinya akan berreaksi baik terhadap radioterapi.

G. EKSOFTALMOS ENDOKRIN
Pasien tirotoksik dengan eksoftalmos bilateral tidak sulit untuk didiagnosis, namun eksoftalmos endokrin, dengan edema kelopak yang jelas, retraksi kelopak, dan oftalmoplegia mungkin terjadi unilateral dan dengan tiroksin dan triiodotironin serum normal. Bila curiga, tes stimulasi TRH mungkin membantu menegakkan diagnosis. Pada beberapa pasien penyakitnya berlangsung terus dan menyebabkan ulserasi korneal, edema papil dan bahkan kebutaan. Pada keadaan ini dekompresi orbital sangat bermanfaat
































DAFTAR PUSTAKA


http://www.dexamedica.com, Tumor Orbita
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Orbita.html, Tumor Orbita
http://www.parentsguide.co.id, Mata Julig, gejala awal kanker mata
http://cyberwoman.cbn.net.id, Waspadai kanker mata
http://www.ahmadfaried.com, Tumor retina
http://www.pdpersi.co.id, Mata kian menonjol, waspadai kanker mata
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - TUMOR ORBITA

OTITIS MEDIA AKUT

A. Pengertian
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Yang paling sering terlihat ialah :
1. Otitis media viral akut
2. Otitis media bakterial akut
3. Otitis media nekrotik akut

B. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.

C. Patofisiologi
Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.

E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang muncul saat pengkajian:
a. Sakit telinga/nyeri
b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c. Tinitus
d. Perasaan penuh pada telinga
e. Suara bergema dari suara sendiri
f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i. Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
j. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
k. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
l. Reflek kejut
m. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
n. Tipe warna 2 jumlah cairan
o. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
p. Alergi
q. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
r. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi
2. Fokus Intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:
(a) Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
(b) Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.
(c) Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
(d) Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan
Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Intervensi:
(a) Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi perluasan lebih lanjut.
(b) Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
(c) Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.
(d) Kolaborasi pemberian antibiotik
Evaluasi: infeksi tidak terjadi
3) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori
Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan
Intervensi:
(a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak agar tidak jatuh
(b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.
(c) Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh
(d) Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka
Evaluasi : anak terhindar dari injury/perlukaan


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - OTITIS MEDIA AKUT

09 February 2011

Diet Rendah Protein Cegah Batu Ginjal

Diet Rendah Protein Cegah Batu Ginjal:

Pria yang mengidap penyakit batu ginjal seringkali direkomendasikan untuk membatasi asupan kalsium mereka. Namun demikian, riset terbaru di Italia mengindikasikan, memperketat jumlah asupan protein hewani dan garam merupakan cara yang lebih baik dalam mencegah penyakit ini dari kekambuhan.
Hasil riset yang dipublikasikan dalam The New England Journal of Medicine edisi 10 Januari menunjukkan bahwa diet yang dilakukan dengan cara menekan jumlah asupan protein hewani dan kadar garam, ternyata relatif lebih efektif dibanding diet yang hanya membatasi jumlah kalsium.

Dalam penelitian selama lima tahun tersebut, para ahli menemukan hanya 20 persen saja dari kelompok pria yang menjalani diet rendah protein dan garam kambuh penyakit batu ginjalnya. Sedangkan dari kelompok responden yang menjalani diet rendah kalsium diitemukan hingga 38 persen.
Menurut Dr. Loris Borghi dari Universitas Parma di Italia, hasil temuan ini dapat dikatakan sebagai pendekatan baru dalam mengatasi gangguan batu ginjal. Dengan mengurangi asupan kalsium saja, lanjutnya, tidak terbukti menurunkan risiko kambuhnya batu ginjal dalam jangka waktu lama. Bahkan hanya akan menyebabkan kekurangan kalsium yang bisa menimbulkan rapuhnya tulang.

'Pembatasan asupan protein hewani dan garam, dikombinasikan dengan asupan kalsium yang normal, akan menyediakan proteksi yang lebih baik dibanding diet tradisional rendah kalsium. Kami berspekulasi bahwa jenis diet ini akan lebih bernilai jika diterapkan pada awal ditemukannya gejala penyakit,' ungkap peneliti.
Dijelaskan peneliti, diet rendah protein hewani dan garam dapat menurunkan ekskresi oksalat dalam urin. Oksalat adalah salah satu zat yang jika dikombinasikan dengan kalsium dan bahan lainnya dapat membentuk deposit yang biasa dikenal sebagai batu ginjal. Sementara kadar rendah kalsium, hanya dapat menurunkan ekskresi kalsium. Akan tetapi, juga meningkatkan kadar oksalat dalam urin.

Batu ginjal sendiri dikenal dapat menimbulkan gangguan bahkan menimbulkan sakit ketika kencing. Penyakit ini setiap tahunnya menghabiskan biaya milyaran dollar AS dan menurunkan produktivitas. Di Amerika Serikat sendiri, prevalensi penyakit ini diperkirakan mencapai 10 persen dari total populasi. New York, Rabu(Rtr/IM)


BACA SELENGKAPNYA - Diet Rendah Protein Cegah Batu Ginjal

DELIRIUM PADA LANSIA

DELIRIUM PADA LANSIA:
Sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi & ilusi, khas adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Gangguan ini berlangsung pendek dan ber-jam hingga berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat halusinasi visual & gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk penyakit fisik, intoxikasi obat (zat). Diagnosis biasanya klinis, dengan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging) untuk menemukan penyebabnya. Terapinya ialah memperbaiki penyebabnya dan tindakan suportif.

Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut. Sedikitnya 10% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 15-50% mengalami delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering dijumpai pada panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda biasanya karena penggunaan obat atau penyakit yang berbahaya mengancam jiwanya.

Etiologi dan patofisiologi

Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh antikolinergika, psikotropika, dan opioida. Mekanisma tidak jelas, tetapi mungkin terkait dengan gangguan reversibilitas dan metabolisma oxidatif otak, abnormalitas neurotransmiter multipel, dan pembentukan sitokines (cytokines). Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf simpatikus sehingga mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan delirium. Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisma siaga (arousal mechanism)dari talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak jadi terganggu.

Terdapat faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, stroke. Penyakit parkinson, umur lanjut, gangguan sensorik, dan gangguan multipel. Faktor presipitasi termasuk penggunaan obat baru lebih dan 3 macam, infeksi, dehidrasi, imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga meningkatkan resiko delirium, terutama pada pembedahan yang lama. Demikian pula pasien lanjut usia yang dirawatdi bagian ICU beresiko lebih tinggi.

Tanda dan gejala
Delirium ditandai oleh kesulitan dalam:

* Konsentrasi dan memfokus
* Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian
* Kesadaran naik-turun
* Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
* Halusinasi biasanya visual, kemudian yang lain
* Bingung menghadapi tugas se-hari-hari
* Perubahan kepribadian dan afek
* Pikiran menjadi kacau
* Bicara ngawur
* Disartria dan bicara cepat
* Neologisma
* Inkoheren

Gejala termasuk:

* Perilaku yang inadekuat
* Rasa takut
* Curiga
* Mudah tersinggung
* Agitatif
* Hiperaktif
* Siaga tinggi (Hyperalert)

Atau sebaliknya bisa menjadi:

* Pendiam
* Menarik diri
* Mengantuk
* Banyak pasien yang berfluktuasi antara diam dan gelisah
* Pola tidur dan makan terganggu
* Gangguan kognitif, jadi daya mempertimbangkan dan tilik-diri terganggu

Diagnosis

Biasanya klinis. Semua pasien dengan tanda dan gejala gangguan fungsi kognitif perlu dilakukan pemeriksaan kondisi mental formal.

Kemampuan atensi bisa diperiksa dengan:

* Pengulangan sebutan 3 benda
* Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur)
* Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang (mundur)
* Confusion Assessment Method (CAM)
* Wawancarai anggota keluarga
* Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian mendadak.

Prognosis

Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan delirium dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit.

Beberapa penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor iatrogenik, toxisitas obat, gangguan keseimbangan elektrolit. Biasanya cepat membaik dengan pengobatan.

Beberapa pada lanjut usia susah untuk diobati dan bisa melanjut jadi kronik

Terapi
Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan menghilangkan faktor yang memberatkan seperti:


Menghentikan penggunaan obat
Obati infeksi
Suport pada pasien dan keluanga
Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien
Cukupi cairan dan nutrisi
Vitamin yang dibutuhkan
Segala alat pengekang boleh digunakan tapi harus segera dilepas bila sudah membaik, alat infuse sesederhana mungkin, lingkungan diatur agar nyaman.





BACA SELENGKAPNYA - DELIRIUM PADA LANSIA

TALASEMIA

I. DEFINISI
Talasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin.

II. KLASIFIKASI
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1. Talasemia ? (gangguan pembentukan rantai ?)
2. Talasemia ? (gangguan p[embentukan rantai ?)
3. Talasemia ?-? (gangguan pembentukan rantai ? dan ? yang letak gen nya diduga berdekatan).
4. Talasemia ? (gangguan pembentukan rantai ?)
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Talasemia Mayor (bentuk homozigot)
Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Talasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis.

III. PATOFISIOLOGI
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Hemoglobin postnatal(Hb A)

Rantai ? Rantai ?
Talasemia ? Defisiensi sintesis rantai ?
Sintesa rantai ?
Kerusakan pembentukan
Hemolisis
Anemia berat
Pembentukan eritrosit oleh
sum-sum tulang dan disuply dari transfusi
Fe meningkat
Hemosiderosis

Talasemia ?

Menstimulasi eritropoesis
Hiperplasia SS Tlg Sel darah merah rusak Hemapoesis eksra medular
Perubahan skeletal Hemolisis splenomegali/limfadenopati
Anemia Hemosiderosis Hemokromatosis
Maturasi seksual dan Kulit kecoklatan Fibrosis
Pertumbuhan terlambat
Jantung liver K.empedu Pankreas limfa
Gagal jantung sirosis kolelitiasis diabetes splenomegali

IV. ETIOLOGI
Factor genetic

V. MANIFESTASI KLINIS
? Letargi
? Pucat
? Kelemahan
? Anoreksia
? Sesak nafas
? Tebalnya tulang cranial
? Pembesaran limfe
? Menipsnya tulang kartilago
? Disritmia

VII. KOMPLIKASI
? Fraktur patologis
? Hepatosplenomegali
? Gangguan Tumbuh Kembang
? Disfungsi organ

VIII. PENATALAKSANAAN TERAPI
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen(transfusi).

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pengkajian Fisik
? Riwayat keperawatan
? Kaji adanya tanda-tanda anemia(pucat,lemah,sesak,nafas cepat,hipoksia kronik,nyeri tulang dan dada,menurunnya aktivitas,anoreksia),epistaksis berulang.
Pengkajian Psikososial
? Anak : Usia,tugas perkembangan psikososial,kemampuan beradaptasi dengan penyakit,mekanisme koping yang digunakan.
? Keluarga : respon emosional keluarga,koping yang digunakan keluarga,penyesuaian keluarga terhadap stress.

DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan Oksigen/zat nutrisi ke sel.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurangnya selera makan.
4. Koping keluarga tidak efektif b.d dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga.

RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSE KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL

1

2

3

4

Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/zat nutrisi

Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurangnya selera makan

Koping Keluarga tidak efektif b.d dampak penyaklit anak terhadap fungsi keluarga
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x 24 jam perfusi jaringan klien adekuat dengan criteria :
- Membran mukosa merah muda
- Conjunctiva tidak anemis
- Akral hangat
- TTV dalam batas normal

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien toleran terhadap aktivitas dengan criteria :
- Kebutuhan ADL terpenuhi tanpa rasa pusing,sesak

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi klien terpenuhi dengan criteria
- BB stabil/meningkat
- Nilai laboratorium Dbn
- Melaporkan nafsu makan meningkat
- Menghabiskan porsi makan yang disediakan.

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keluarga dapat mengatasi dan mengendalikan stress yang terjadi pada keluarga dengan criteria :
- Keluarga menerima kondisi anaknya
- Menunjukkan tingkah laku koping yang positip
- Monitor TTV,pengisian kapiler,warna kulit dan membaran mukosa

- Tinggikan posisi kepala tempat tidur

- Periksa adanya keluhan nyeri

- Catat keluhan rasa dingin
- Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
- Beri oksigen sesuai kebutuhan

- Kolaborasi dalam pemeiksaan lab : HB,HMT,SDM.

- Kaji kemampuan anak dalm melakukan aktivitas/memenuhi ADL
- Monitor TTV,respon fisiologis selama,setelah melakukan aktivitas

- Beri informasi pada anak/klg untuk berhenti melakukan aktivitas jika terjadi peningkatan TTV atau pusing
- Beri bantuan dalam beraktivitas/ambulasi ila perlu
- Perioritaskan jadwal askep untuk meningkatkan istirahat

- Kaji riwayat nutrisi dan makanan yg disukai
- Observasi dan catat masukan makanan

- Timbang Berat badan setiap hari

- Beri makanan sedikit tapi sering dan atau makan diantara waktu makan

- Konsul ahli gizi
- Beri obat/suplemen vitamin sesuai order

- Jelaskan kondisi anak sesuai realita dan beri dukungan pada keluarga
- Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang mejadi keluhan keluarga

- Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengembangkan harapan realistis thd anak
- Bantu keluarga untuk memahami betapa pentingnya mempertahankan fungsi psikososial
- Perubahan tanda vital,warna kulit dan membran mukosa menunjukkan tanda perfusi jaringan
- Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan seluler
- Iskemia seluler mempengaruhi jar.miokardial
- Vasokontriksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer

- Memaksimalkan transfer oksigen ke jaringan
- Memantau kadar oksigenasi

- Mempengaruhi pilihan intervensi

- Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jml oksigen adekuat ke jar.
- Rangsangan/stress kardiopulmonal berlebihan dpt menimbulkan dekompensasi/kegagalan
- Membantu dan memberi dukungan

- Memperthanan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada system jantung dan pernafasan.

- Mengidentifikasi defisiensi,merencanakan intervensi
- Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
- mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi
- Makan dpt menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster
- Membantu membuat rencana diet
- Menigkatkan masukan protein dan kalori

- Keluarga paham dengan kondisi anak dan dapat menerima sesuai keadaan
- Orang terdeklat memerlukan dukungan yg terus menerus dg berbagai masalah yg dihadapi akan meningkatkan dlm mengatasi penyakit untuk memudahkan proses adaptasi
- Dukungan keluarga thd anak dapat meningktkan harapan anak

- Tingkah laku yang terhalang,tuntutan perawatan tinggi dan seterusnya dapat menimbulkan klg menarik diri dri pergaulan social.



http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - TALASEMIA

PERAWATAN LUKA; DAHULU DAN SEKARANG

Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh. Kulit juga mempunyai peranan yang sangat penting yang dapat menjaga kita agar tetap sehat. Peranan kulit terpenting antara lain yaitu sebagai pengatur suhu tubuh dan bertindak sebagai pelindung. Kulit juga bertindak sebagai system alarm tubuh ketika menerima rangsang panas, dingin ataupun nyeri. Pada kondisi tubuh yang optimal, jaringan kulit dapat memulihkan luka secara efisien dengan membentuk jaringan kembali.

Banyak cara yang telah dikembangkan untuk membantu penyembuhan luka, seperti dengan menjahit luka, menggunakan antiseptic dosis tinggi, dan juga pembalutan dengan menggunakan bahan yang menyerap. Namun, ketika diteliti lebih lanjut, ternyata cara penyembuhan seperti ini sama sekali tidak membantu bahkan berisiko memperburuk luka.

Dalam kehidupan sehari-hari, biasanya kita akan menggunakan antiseptic pada luka dengan tujuan menjaga luka tersebut agar menjadi ‘steril’. Bahkan antiseptic seperti hydrogen peroxide, povidone iodine, acetic acid, dan chlorohexadine selalu tersedia di kotak obat. Sekarang perlu diketahui, bahwa antiseptik-antiseptik seperti itu dapat mengganggu proses penyembuhan dari tubuh kita sendiri.

Masalah utama yang timbul adalah antiseptic tersebut tidak hanya membunuh kuman-kuman yang ada, tapi juga membunuh leukosit yaitu sel darah yang dapat membunuh bakteri pathogen dan jaringan fibroblast yang membentuk jaringan kulit baru. Sehingga untuk membersihkan luka, cara yang terbaik adalah dengan membersihkannya dengan menggunakan cairan saline dan untuk luka yang sangat kotor dapat digunakan ‘water-presure’. Untuk perawatan di rumah, dapat menggunakan air yang mengalir atau menggunakan shower.

Demikian pula dengan penggunaan balutan. Zaman dahulu orang percaya bahwa membiarkan luka dalam kondisi bersih dan kering akan mempercepat proses penyembuhan. Sehingga, pada zaman dahulu luka dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tipis yang memungkinkan udara masuk dan membiarkan luka mengering hingga berbentuk ‘koreng’. Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, pertanyaan tersebut dibantah. Pengatahuan sekarang telah membuktikan bahwa luka dalam kondisi kering dapat memperlambat proses penyembuhan dan akan menimbulkan bekas luka.


Balutan dalam kondisi lembab atau sedikit basah merupakan cara yang paling efektif untuk menyembuhkan luka. Balutan tersebut tidak menghambat aliran oksigen, nitrogen dan zat-zat udara yang lain. Kondisi yang demikian merupakan lingkungan yang baik untuk sel-sel tubuh tetap hidup dan melakukan replikasi secara optimum, karena pada dasarnya sel dapat di lingkungan yang lembab atau basah. Kecuali sel kuku dan rambut, sel-sel tersebut merupakan sel mati.

Pengetahuan dahulu menyatakan bahwa ‘scab’ atau bekas luka yang mengering atau ‘koreng’ merupakan penghalang alami untuk mencegah hilangnya kelembaban. ‘scab’ juga mencegah sel-sel baru untuk berkolonisasi di area luka. Ketika ‘scab’ tersebut mulai berubah bentuk, sel epidermis harus masuk ke lapisan dermis yang paling dalam sebelum melakukan proliferasi, karena disanalah daerah yang lembab sehingga sel dapat hidup. Dan dari proses itu kita dapat mengetahui bahwa dalam lingkungan kering, luka akan memulih dari dalam ke luar. Sedangkan, bila kita dapat mengoptimalkan lingkungan yang lembab pada luka, proses penyembuhan akan berlangsung dari daerah pinggir/sekitar dan dari dalam secara serempak.

Namun, penyembuhan dengan menggunakan lingkungan yang lembab masih menjadi hal yang baru dan jarang diaplikasikan di masyarkat. Masyarakat kebanyakan berpendapat bahwa lingkungan yang lembab akan menjadi tempat berkembangbiaknya kuman penyakit. Akan tetapi pernyataan ini tidak disertai dengan kenyataan bahwa tubuh kita mempunyai system imun yang sangat efisien. Segala jenis luka dengan berbagai tingkat kesterilannya memang merupakan bentuk kolonisasi dari bakteri, tapi koloni bakteri tersebut selama masih dalam jumlah yang wajar tidak menimbulkan risiko infeksi. Masalah akan timbul jika bakteri tersebut mulai melipatgandakan koloninya. Jika tubuh kita dalam kondisi yang normal, maka antibody dalam tubuh akan dapat mencegah bakteri untuk tidak bermitosis.

Klien dengan luka biasanya akan lebih jarang mengeluhkan rasa nyeri atau sakit yang dirasakan ketika luka dibiarkan dalam lingkungan yang lembab yaitu dengan pembalutan yang lembab. Balutan tersebut akan menjaga saraf dari lingkungan luar dengan memberikan lingkungan yang lembab, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Jika dengan balutan yang kering, dikhawatirkan saraf akan mudah mengalami risiko kerusakan selama berproliferasi.



Cara-cara merawat luka:

Usahakan agar luka tetap bersih selama proses penyembuhan. Bersihkan luka dengan larutan saline sollution: larutkan dua sendok teh garam ke dalam air panas, lalu biarkan dingin.
Gunakan antiseptic yang alamiah. Dapat menggunakan Echinacea angustifolia, calendula, daun teh dan lavender.
Perbanyak intake protein dalam tubuh ketika sedang terluka. Terutama pasca operasi, kebutuhan kalori dan protein dalam tubuh akan meningkat 20-50 persen.
Perbanyak intake berbagai vitamin dan zat lainnya:
o Vitamin A untuk membantu pembentukan jaringan yang luka
o Vitamin B1 untuk mensintesis kolagen
o Vitamin B5 untuk mempercepat proses penyembuhan
o Vitamin C untuk mempercepat pembentukan kolagen dan elastin, juga untuk mempercepat pertumbuhan
o Vitamin E untuk membantu menghilangkan bekas luka
o Zn untuk menstimulasi proses penyembuhan luka
o Lemak essensial untuk memnyempurnakan proses penyembuhan luka
Gunakan madu untuk menyembuhkan luka. Madu mengandung enzim-enzim dan zat anti-viral, dapat mempercepat penyembuhan luka, dan menurunkan risiko infeksi lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan balutan sintetik semi-oklusif. Madu juga dapat mempercepat pertumbuhan sel-sel yang baru.


Selain beberapa pengobatan-pengobatan yang telah disebutkan diatas, ada juga metode penyembuhan luka yang juga dianjurkan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu terapi tekan. Terapi ini lebih dipergunakan untuk klien dengan luka pada kaki yang mana saraf pada kaki pun ikut terganggu. Terapi ini sangat efektif untuk membantu proses penyembuhan dan dapat mencegah risiko terjadinya luka ini kembali.

Metode terapi tekan ini biasanya menggunakan balutan non elastis, dua atau empat lapis balut tekan, dan pembalut yang pendek dan lentur. Balut tekan terdapat mermacam-macam cara, namun tetap dapat memberikan tekanan secara permanent atau terus-menerus. Hal ini disebabkan adanya perbedaan struktur dan kandungan dari serabut elastometric.

Balut tekan berguna untuk manajemen luka saraf. Balutan ini sangat mudah digunakan ketika kita ingin mengganti balutan yang lama. Balutan ini harus sering diganti, dengan tujuan untuk mengurangi pembengkakkan. Pembalut ini sangat elastis, sehingga dapat mengukur seberapa bengkak luka yang ada. Kekuatan tekanan yang dihasilkan merupakan interaksi dari beberapa prinsip, yaitu:

§ Struktur fisik dan ‘elastomeric properties’ pembalut tersebut.
§ Ukuran dan bentuk dari tubuh ketika balutan itu sedang digunakan.
§ Teknik dan keterampilan yang memasang balutan tersebut.
§ Aktivitas sehari-hari yang dilakukan klien.
Jika luka sudah membaik atau sembuh, disarankan agar balut tekan tetap digunakan dengan tujuan untuk mengontrol risiko pembengkakkan, memperbaiki system saraf dan mencegah risiko terjadinya luka ini kembali.

Sebelum kita melakukan intervensi terhadap luka, ada baiknya kita melakukan pengkajian terlebih dahulu. Melakukan pengkajian luka secara komprehensif pada klien yang tepat merupakan komponen penting dalam manajemen luka. Kemampuan untuk melakukan pengkajian luka tersebut membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang cukup. Perencanaan perawatan luka sangat dibutuhkan namun dalam perencanaan tersebut dibutuhkan juga keterangan-keterangan atau fakta dari hasil evaluasi rencana tersebut. Pedoman parameter untuk perawatan luka juga harus di masukkan dalam perencanaan tersebut, meliputi juga klasifikasi dari luka itu sendiri, penampilan luka, cairan yang keluar dari luka, rasa nyeri yang timbul dan kondisi kulit sekitar luka. Manajemen perawatan luka pada klien akan meningkat kualitasnya dengan komunikasi yang baik dan juga dengan dokumentasi yang efektif.







DAFTAR RUJUKAN

Burfeind, Daniel B. WOUND CARE UPDATE; Copyright Anthony J. Jannetti, Inc. Feb 2007. Dermatology Nursing. Pitman: Feb 2007. Vol. 19, Iss. 1; pg. 93, 1 pgs.

Benbow, Maureen. DIAGNOSING AND ASSESSING WOUND; Copyright PTM Publishers Limited Aug 2007. Journal of Community Nursing. Sutton, Surrey: Aug 2007. Vol. 21, Iss. 8; pg. 26, 5 pgs.


Thomas. Pat. HOW TO BE HEALTHY: WOUND HEALING; Copyright Ecosystems Limited Jul/Aug 2007. The Ecologist Sturminster Newton: Jul/Aug 2007. Vol. 37, Iss. 6; pg. 58, 2 pgs

Hoskin, Sue. WOUND CARE SOLUTIONS: COMPRESSION BANDAGES; Copyright Australian Nurses Federation Nov 2005. Australian Nursing Journal. North Fitzroy: Nov 2005. Vol. 13, Iss. 5; pg. 21, 1 pgs

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - PERAWATAN LUKA; DAHULU DAN SEKARANG

JAUNDICE

Pengertian
Kata jaundice berasal dari bahasa Perancis, dari kata jaune yang berarti kuning. Sakit kuning (jaundice) yang juga dikenal dengan ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah 1.


II. Etiologi

Pembuangan sel darah merah yang sudah tua atau rusak dari aliran darah dilakukan oleh empedu. Selama proses tersebut berlangsung, hemoglobin (bagian dari sel darah merah yang mengangkut oksigen) akan dipecah menjadi bilirubin. Bilirubin kemudian dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus sebagai bagian dari empedu. Gangguan dalam pembuangan mengakibatkan penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin akan menumpuk kalau produksinya dari heme melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan antara produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan perkursor bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibatproses fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun ekskresi metabolit ini 2.


Patofisiologis

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, pascahepatik masih relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier 1. Jaundice disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.

1. Fase Prahepatik

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut jaundice yang disebabkan oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah) 4

a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% datang dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.

b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

2. Fase Intrahepatik

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin 4

a. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkojugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein meningkat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.

b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak laurut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid. Reaksi konjugasi terjadi dalam retikulum endoplasmik hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukuronosil transferase dalam reaksi dua-tahap.



3. Fase Pascahepatik

Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu empedu atau tumor 4

a. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkojugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair.


Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala. Secara klinis hiperbilirubinemia terlihat sebagai gejala kuning atau ikterus, yaitu pigmentasi kuning pada kulit dan sklera. Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilrubin serum melebihi 34 hingga 43 µmol/L (2,0 hingga 2,5 mg/dL), atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal; namun demikian, gejala ini dapat terdeteksi dengan kadar bilirubin yang lebih rendah pada pasien yang kulitnya putih dan yang menderita anemia berat. Sebaliknya, gejala ikterus sering tidak terlihat jelas pada orang-orang yang kulitnya gelap atau yang menderita edema. Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap, yang terjadi akibat ekskresi bilirubin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukuronid. Pada ikterus yang mencolok, kulit dapat berwarna kehijauan karena oksidasi sebagian bilirubin yang beredar menjadi biliverdin. Efek ini sering terlihat pada kondisi dengan hiperbilirubinemia terkonjugasi berlangsung lama tau berat seperti sirosis. Gejala lain dapat muncul tergantung pada penyebabnya, misalnya:

1. peradangan hati (hepatitis) bisa menyebabkan hilangnya nafsu makan, mual muntah, dan demam 3

2. penyumbatan empedu bisa menyebabkan gejala kolestasis 3

Penilaian jaundice yang dilakukan pada bayi baru lahir, berbarengan dengan pemantauan tanda-tanda vital (detak jantung, pernapasan, suhu) bayi, minimal setiap 8-12 jam. Salah satu tanda jaundice adalah tidak segera kembalinya warna kulit setelah penekanan dengan jari. Cara menilai jaundice membutuhkan cahaya yang cukup, misalnya dengan kadar terang siang hari atau dengan cahaya fluorescent. Jika ditemukan tanda jaundice pada 24 jam pertama setelah lahir, pemeriksaan kadar bilirubin harus dilakukan. Pemeriksaan kadar bilirubin dapat dilakukan melalui kulit (TcB: Transcutaneus Bilirubin) , (TSB: Total Serum Bilirubin) dan penilaian faktor resiko. Kadar bilirubin yang diperoleh dari pemeriksaan ini dapat menggambarkan besar kecilnya risiko yang dihadapi si bayi.


Faktor risiko mayor 5

TSB atau TcB di high-risk zone
Jaundice dalam 24 jam pertama
Ketidakcocokan golongan darah atau rhesus
Penyakit hemolisis (penghancuran sel darah merah), misal: defisiensi G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk dapat berfungsi normal
Usia gestasi 35-36 minggu
Riwayat terapi cahaya pada saudara kandung
Memar yang cukup berat berhubungan dengan proses kelahiran, misal: pada kelahiran yang dibantu vakum
Pemberian ASI eksklusif yang tidak efektif sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi, ditandai dengan penurunan berat badan yang berlebihan
Ras Asia Timur, misal: Jepang, Korea, Cina

Faktor risiko minor 5

TSB atau TcB di high intermediate-risk zone
Usia gestasi 37-38 minggu
Jaundice tampak sebelum meninggalkan RS/RB
Riwayat jaundice pada saudara sekandung
Bayi besar dari ibu yang diabetik
Usia ibu ≥ 25 tahun
Bayi laki-laki

Pengobatan

Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer) dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin K1) mg/hari SK untuk 2-3hari 1.

Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase bilier paliatip dapet dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaranbatu telah menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengenluaran batu di saluran empedu.



Pencegahan

Cara-cara mencegah peningkatan kadar pigmen empedu (bilirubin) dalam darah / mengatasi hiperbilirubinemia :

1. Mempercepat proses konjugasi / meningkatkan kemampuan kinerja enzim yang terlibat dalam pengolahan pigmen empedu (bilirubin).

2. Mengupayakan perubahan pigmen empedu (bilirubin) tidak larut dalam air menjadi larut dalam air, agar memudahkan proses pengeluaran (ekskresi), dengan cara pengobatan sinar (foto terapi).

3. Membuang pigmen empedu (bilirubin) dengan cara transfusi tukar.

4. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi





Daftar Pustaka

[1]. Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu Penyakit Dalam : Jakarta, 2006, vol. I, hlm. 422-425

[2]. Kaplain, Lee M., Isselbacher, Kurt.J, “Harrison”, in Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, H.A,Ahmad, eds., EGC : Jakarta, 2000, vol.I, hlm. 263-269

[3]. Sakit Kuning (Jaundice), http://info-sehat.com/content.php?s_sid=1064, acces : 05 November 2007

[4]. Jaundice, http://en.wikipedia.org/wiki/Jaundice, last modified : 30 November 2007, acces : 05 Nopember 2007

[5]. dr. Itqiyah, Nurul, Jaundice / Kuning, http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=14, last modified : 15 Januari 2007, acces : 05 November 2007

[6] Quality improvement report: The “jaundice hotline” for the rapid assessment of patients with jaundice, doi:10.1136/bmj.325.7357.213 BMJ 2002;325;213-215 BMJ, volume 325, 27 July 2002, halaman 213



http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - JAUNDICE

08 February 2011

Koreksi Penggunaan Kata Perawatan

Koreksi Penggunaan Kata Perawatan:
Dalam Konteks Profesional

Hampir semua profesional mengetahui apa arti kata nursing. Berasal dari kata benda nurse yang bisa berarti: 1. Seorang perempuan yang merawat orang sakit, biasanya di rumah sakit; 2. seorang perempuan yang terlatih secara khusus untuk merawat bayi atau anak-anak (The York Contemporary English Dictionary, 1995). Dalam kamus yang sama, Nurse bisa juga berarti kata kerja (Verb) to nurse yang berarti: 1. menyusui bayi; 2. merawat orang sakit atau anak-anak; 3. memeluk dengan lembut; 4. memberikan perhatian khusus.

Awal tahun 2004 lalu, sekitar 25 lebih Perawat Indonesia yang bekerja di United Arab Emirates (UAE) mengajukan permohonan ke kantor Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Jakarta guna memperoleh surat bukti registrasi. Hasilnya, semuanya mendapatkan surat tersebut yang bisa dikatakan sebagai ⦣8364;˜SIM⦣8364;™.

Ada yang ⦣8364;˜ganjil⦣8364;™ dalam surat yang ditandatangani oleh President of Indonesian National Nurses Association tersebut. Padahal yang menandatangani tidak tanggung-tanggung. Gelarnya, buat kebanyakan perawat Indonesia, Strata 3, alias seorang doktor, tergolong langka. Kalau anda melihat komposisi pengurus yang duduk dalam PPNI juga rata-rata bergelar S2. Yang salah dalam surat ijin yang katanya hanya bersifat sementara tersebut adalah: Surat bukti registrasi tersebut tidak bernomor! Simple?

Bagi sebuah organisasi semacam PPNI yang bertaraf nasional, mengeluarkan sebuah surat untuk tujuan luar negeri, apalagi berbahasa Inggris dan akan dilihat oleh orang-orang dari negara lain, apa yang tercantum dalam surat ibaratnya adalah buah karya yang mencerminkan bagaimana sebuah organisasi tersebut dikelola. Sebuah kesalahan yang sebenarnya tidak harus terjadi untuk ukuran PPNI, simbol organisasi profesi keperawatan bergengsi di tingkat nasional, perlu dikoreksi.

Contoh diatas adalah salah satu gambaran bagaimana sebenarnya personal perawat kita bekerja. Tidak pandang dari mana mereka berasal atau dari sekolah mana yang membina, luar atau dalam negeri. Karena yang menjalankan tugas adalah orang kita, bangsa kita.
Kenyataan diatas, jika tertuang di atas kertas, bukan lagi bisa disebut sebagai kelalaian individual, namun institusional. Betapapun sifat sebuah surat, apakah itu tetap atau sementara, yang namanya Nomor Surat itu adalah suatu yang ⦣8364;˜a must⦣8364;™. Kesimpulannya, kalau PPNI yang berada di pusat Jakarta saja demikian gambaran organisasinya, bagaimana dengan pelaksanaannya di daerah?

Perawat Indonesia memang tergolong masih sangat muda usianya dibanding perawat-perawat dari UK atau USA. Namun perawat kita usianya juga hampir terpaut sama saja dengan India. Bahkan kita lebih tua dibanding Malaysia, Singapore atau mereka yang berada di negara-negara Arab. Tapi kenapa kita begitu ketinggalan jauh dengan mereka dalam persoalan profesional ini? Adakah ini dilandasi oleh keterbelakangan standarisasi pendidikan profesi kita? Padahal saat ini Universitas Indonesia, lewat Fakultas Keperawatan nya sudah membuka Program S2 meski jurusannya masih terbatas. Walaupun relatif baru, setidaknya sudah dimulai. Jadi tingkatan pendidikan nyatanya tidak dapat dijadikan sebagi kambing-hitamnya.

Kalau begitu dimana letak ketidak-profesionalan keperawatan kita?



Dikondisikan
Hampir semua profesional mengetahui apa arti kata nursing. Berasal dari kata benda nurse yang bisa berarti: 1. Seorang perempuan yang merawat orang sakit, biasanya di rumah sakit; 2. seorang perempuan yang terlatih secara khusus untuk merawat bayi atau anak-anak (The York Contemporary English Dictionary, 1995). Dalam kamus yang sama, Nurse bisa juga berarti kata kerja (Verb) to nurse yang berarti: 1. menyusui bayi; 2. merawat orang sakit atau anak-anak; 3. memeluk dengan lembut; 4. memberikan perhatian khusus.

Di negara kita, pertumbuhan Bahasa Indonesia begitu cepat, berasimilasi dengan bahasa-bahasa dari negara lain. Bahasa Inggris dalam bidang pengetahuan dan bahasa Arab dalam bidang Agama Islam, adalah dua contoh yang kita tidak bisa mengelak keterlibatannya yang kuat.

Dalam bidang ilmu pengetahuan pengaruh bahasa Inggris ini sedemikian erat, sehingga setuju atau tidak kita nyaris tidak bisa memisahkan diri dari peranan di dalamnya. Sebagai contoh kata biologi (biology), geologi (geology), geografi (geography), laboratorium (laboratory), psikologi (psychology), psikiatri (psychiatry), anatomi (anatomy), fisiologi (physiology) dan lain-lain.

Dalam disiplin ilmu tertentu, dengan tanpa pikir dua-tiga kali, karena barangkali tidak ada pilihan kata lain dalam bahasa Indonesia yang tepat, maka kita ⦣8364;˜telan⦣8364;™ begitu saja (baca: serap) kata-kata yang aslinya dalam Bahasa Inggris tersebut, sehingga seolah-olah menjadi Bahasa Indonesia. Misalnya kata biologi (cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan makhluk hidup ⦣8364;“The York Contemporary English Dictionary, 1995). Demikian pula kata-kata lainnya misalnya: teknik, teknologi, elektronik, mesin, komputer, analisa, medik, dll. Kata-kata ini bahkan sudah menjadi Bahasa Indonesia yang baku dalam kamus. Sementara, kata nursing, kita terjemahkan menjadi perawatan.



Apakah kata perawatan ini merupakan hasil terjemahan yang tepat untuk nursing?
Perawatan berasal dari kata dasar rawat, yang mendapatkan awalan per dan akhiran an (Wodjowasito, 1982). Merupakan kata sifat, artinya segala sesuatu yang menunjukkan sifat rawat. Awalan -pe- dalam Bahasa Indonesia menunjukkan pelaku. Orang yang merawat disebut perawat.

Berbeda dengan Bahasa Inggris, kata perawatan dalam bahasa Indonesia tidak hanya berorientasi kepada hubungan seorang perawat dengan pasien, hubungan ibu dengan anak, atau hubungan guru dengan murid-murid. Dalam Bahasa Indonesia, kata perawatan bisa saja digunakan dalam konteks lain, misalnya: perawatan suku cadang (parts maintainnance), perawatan pesawat (plane maintainance), rawat nginap (admission care), rawat jalan (out patient care), merawat perabot rumah (household maintainance), dsb.

Beberapa contoh diatas, meskipun menggunakan kata dasar yang sama ⦣8364;˜rawat⦣8364;™ namun tidak selalu ada kaitannya sama sekali dengan nursing. Nursing konteksnya akan beda sekali dan tidak digunakan untuk kata-kata tersebut diatas misalnya merawat kapal, merawat suku cadang atau merawat barang-barang rumah.

Dengan demikian, kata nursing berarti jauh lebih ⦣8364;˜unik⦣8364;™ dibanding kata perawatan atau keperawatan. Dalam sejarahnya, berapa kali pendidikan nursing kita mengalami perubahan hanya karena masalah rawat, perawatan, dan keperawatan ini. Simaklah Sekolah Pengatur Rawat (SPR), Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), Akademi Keperawatan (Akper). Sebaliknya, kata nursing dalam konteks school of nursing, college of nursing, atau faculty of nursing, tidak pernah mengalami perubahan.

Nursing bisa berarti: perawatan (Wodjowasito, 1982). Kata nurse bisa berarti kata benda: 1. Dayang, inang, pengasuh; 2. Juru rawat. Bisa pula berarti kata kerja: 1. Menyusui, memberi makan; 2. Merawat, memelihara, mengasuh; 3. Memanaskan badan (Wodjowasito, 1982).

Kata nursing lebih dipakai untuk sebuah profesi. Sebaliknya kata perawatan tidak mengacu kepada satu profesi saja, jika dikaitkan dengan beberapa pengertian diatas. Perawat bisa jadi bermacam-macam artinya. Tetapi nurse, hanya satu artinya, yakni orang yang memberikan pelayanan keperawatan, berpendidikan, dan secara hukum diakui (www.answer.com; www.thefreedictionary.com; www.medterm.com). Sementara perawat dalam Bahasa Indonesia, bisa saja setiap orang, terlepas dari latar belakang apakah itu pendidikan, kekuatan hukum atau kompetensi yang dimiliknya, yang memberikan perawatan baik di rumah, pos kesehatan, sekolah, rumah sakit, bahkan di panti asuhan.

Dari beberapa uraian diatas, nampaknya image nursing lebih diidentikkan dengan perempuan, karena secara tradisional perempuan lah yang membentuk sebagian besar profesi ini (Keenworthy, Snowley & Gilling, 2002). Menurut American Nurses Association (1980): nursing is the diagnoses and treatment of human responses to actual and potential health problem. Nursing adalah an art and a scince; earlier emphasis was on care of sick, now of the health is being stressed (Nettina, 1996, p. 3).

Kalau jurusan-jurusan pendidikan yang lain misalnya Jurusan Matematika, Biologi, Geologi, Geografi, Fisika, Histologi, dll. bisa mengadopsi istilah asing ⦣8364;˜hanya⦣8364;™ karena tidak mendapatkan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, kenapa keperawatan tidak layak mendapatkan perlakuan serua? Padahal, dari sudut pandang profesional sudah nampak jelas bahwa kata nursing jauh lebih tepat kita gunakan dan lebih profesional daripada kata keperawatan.



Profesional
Menurut Webster⦣8364;™s Ninth New Collegiate Dictionary (1991) yang disebut dengan profesional adalah: characterized by or conforming the technical ethical standards of a profession. Seseorang yang profesional memiliki ciri-ciri: memenuhi standard ketrampilan, pengetahuan dan etika. Standard itu bisa diperoleh pertama melalui pendidikan formal dalam waktu tertentu guna memenuhi tujuan profesi yang berkualitas. Kedua, profesi juga menghendaki adanya etika profesi. Ciri profesi yang ketiga adalah mendapat pengakuan hukum. Dan yang keempat: engaged in by persons receiving financial return. Ciri profesi yang terakhir ini menunjukkan bahwa seorang profesional harus mendapatkan imbalan yang layak. Ciri yang kelima: participating for gain or livelihood in an activity or field of endeavor. Dengan demikian, seorang profesional itu harus menekuni bidangnya sebagai sumber kehidupan.

Kesimpulannya, profesional nurse adalah mereka yang menempuh jenjang pendidikan nursing selama dalam kurun waktu tertentu, menerapkan kerjanya atas dasar evidence based dan etika, mendapatkan imbalan jasa yang layak, serta menekuni bidang kerjanya sebagai sumber penghasilan utamanya.

Sejarah perkembangan pendidikan nursing di negeri kita pada mulanya hanya setingkat SMU: Sekolah Pengatur Rawat, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK). Pada awal tahun 80-an mulai dikenal masyarakat jenjang pendidikan tinggi yang disebut sebagai Akademi Keperawatan, lulusan SMU ditambah 3 tahun. Baru pada akhir 80-an Universitas Indonesia (UI) mulai menyelenggarakan program jenjang S1. Saat ini UI sudah memperkenalkan jenjang pendidikan nursing S2.

Di Inggris Bachelor Science of Nursing (BSN) sudah mulai dikenal bahkan pada akhir abad ke 19 (Keenworthy, Snowley & Gilling, 2002). Pada awal abad ke 20 kode etik nursing sudah pula diperkenalkan ke parlemen Inggris (Keenworthy, Snowley & Gilling, 2002). Ini terjadi karena pengakuan pemerintah terhadap pendidikan nursing sudah mengacu kepada profesi yang implementasinya berdasarkan kepada research based practice.

Sementara itu, di negeri kita, selama puluhan tahun, profesi nursing masih didominasi oleh mereka yang lulusan pendidikannya setingkat SMU yang sebetulnya dikelompokkan sebagai Vocational Training. Demikian pula lulusan Program Diploma Keperawatan yang dicetak untuk memenuhi kebutuhan tenaga terampil, bukan tenaga ahli. Sedangkan jenjang pendidikan S1 yang tujuannya adalah mencetak calon-calon tenaga ahli dan manager menengah tahun-tahun terakhir ini mulai bermunculan.

Karena pendidikan S1 masih relatif baru diterapkan, jumlah lulusannya jangankan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di lapangan, untuk melengkapi kebutuhan tenaga pengajar atau pembimbing di lembaga-lembaga pendidikan nursing saja masih jauh dari cukup. Di sektor lembaga pendidikan negeri, masih banyak akademi-akademi di mana tenaga pengajarnya masih belum memenuhi syarat baik secara kuantitas maupun kualitas.

Menurut Albertus Setyono, staf pengajar sekaligus Kepala Bidang Kurikulum Program Diploma Keperawatan Lawang, dosen-dosen Akper masih banyak yang memanfaatkan lulusan S1 non-nursing, misalnya jurusan pendidikan. Akan tetapi yang terakhir ini tidak bisa disamakan dengan nursing karena perbedaan kompetensi yang ada. Salah satu perbedaan yang menyolok adalah, dalam S1 nursing diajarkan materi Research Metods in Nursing, namun dalam S1 Kependidikan, mata kuliah serupa tidak didapatkannya. Persoalannya kemudian adalah: bagaimana para dosen-dosen ini memberikan bimbingan pengenalan penelitian kepada mahasiswa nursing apabila mereka tidak pernah mendapatkannya?

Faktor inilah yang menjadi kendala utama perkembangan profesi nursing di Indonesia di tingkat dasar yang ketinggalan jauh bahkan dibelakang negara-negara tetangga kita anggota ASEAN, misalnya Singapore, Malaysia atau Filipina. Dampak dari proses pembelajaran yang kurang mendapatkan penanganan profesional semacam ini akan berakibat besar terhadap mutu lulusan. Bagaimana kita berharap bahwa lulusan pendidikan nursing di negeri ini apabila tidak ditangani oleh tenaga-tenaga pengajar dengan kompetensi yang proporsional?

Sebenarnya, tidak sedikit tenaga pembimbing nursing kita yang memperoleh training di luar negeri, misalnya dari Filipina, Thailand, Australia, Jepang, Amerika Serikat dan Canada. Beberapa diantaranya bahkan bergelar DSN (Doctor Science of Nursing). Sayangnya, keberadaan mereka ini tidak memberikan pengaruh yang significant terhadap proses pengambilan keputusan. Hasilnya, kurikulum pendidikan nursing yang ada di negeri kita masih jauh untuk dikatakan baku.

Contoh konkrit. Saat ini lebih dari 20 lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program S1, apakah itu PSIK, Fakultas Keperawatan atau STIKES. Menurut data dari Departemen Pendidikan Nasional (2006), sejauh ini terdaftar 19. Lima perguruan tinggi di antaranya yang diakui akreditasinya mendapat nilai B (Program studi memiliki mutu baik). Dua belas perguruan tinggi mendapat nilai C (memenuhi syarat minimal penyelenggaraan), dan satu perguruan tinggi mendapat D (tidak memenuhi syarat minimal). Sedangkan untuk jenjang pendidikan S2, Universitas Indonesia memperoleh predikat A (mutu baik sekali).

Saat ini terdapat 12 perguruan tinggi negeri yang menyelenggarakan program S1. Fakultas keperawatan yang ada di negeri kita umunya tidak sama dengan fakultas-fakultas lain di perguruan tinggi yang sama. Satu fakultas, biasanya memiliki beberapa jurusan. Ambil saja contoh Fakultas Sastra, bisa terdiri dari Sastra Inggris, Perancis, Arab, Jepang, dll. Demikian juga Fakultas Pendidikan, akan terdiri dari beberapa jurusan mulai dari Biologi, Kimia, Fisika, Inggris, Olahraga, dll. Sedangkan Fakultas Keperawatan, minim sekali jurusannya.

Melihat ciri-ciri profesional diatas, ⦣8364;˜barangkali⦣8364;™ kita bisa masuk didalamnya. Persoalannya memang sejauh ini kiblat nursing di Indonesia ini masih belum baku. Artinya, secara internasional kita belum memberlakukan sistem apakah itu seperti yang diterapkan oleh sistem pendidikan nursing di Amerika Serikat, Inggris atau Australia. Sebagai contoh masa pendidikan yang kita gunakan masih menggunakan sistem sendiri. S1 nursing berlangsung selama 4 tahun dengan gelar Sarjana Keperawatan (SKp) kemudian dilanjutkan dengan program Ners.

Istilah Ners ini, tanpa bermaksud merendahkan pengimplementasiannya, sebenarnya kurang praktis. Karena, di manapun dibelahan bumi ini, tidak pernah digunakan istilah selain post graduate studies pada pendidikan nursing, kecuali misalnya post graduate diploma in mental health, pediatric, ICU, dll.

Pendidikan nursing sendiri sudah dikatakan sebagai pendidikan profesional. Jadi tidak perlu lagi Ners, sebuah istilah yang boleh dikata ⦣8364;˜mengada-ada⦣8364;™. Bahasa Inggris tidak, Bahasa Indonesia tidak pula! Di Australia misalnya, lulusan nursing S1 tidak mengenal penggunaan istilah tersebut. Master of Nursing dikenal di seluruh dunia. Kalau kita menaruh Ners sebagai gelar, siapa yang bakal mengenal, kecuali di negeri sendiri? Sebuah pekerjaan rumah yang dilematik bagi profesi kita.



Kesimpulan
Merubah sebuah nama profesi tidak semudah mengganti gelar dengan sebutan yang baru, sebagaimana yang diterapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Diknas), misalnya dari Drs. menjadi Sarjana Pendidikan. Kedudukan Perawat tentu tidak sama dengan penggunaan gelar diatas. Apalagi kata ⦣8364;˜ perawatan⦣8364;™ sudah begitu mengakar, baik di publik maupun di kalangan profesi.

Akan tetapi sebagai sebuah anggota profesi, perawat dituntut untuk berpikir kritis. Perawat moderen dibesarkan dalam ruang lingkup Evidence-based practice , dimana segala sesuatunya bukan didasarkan pada sekedar mengikuti kebiasaan masa lalu, atau mencontoh profesi lain. Oleh sebab itu, sesuai dengan perkembangan jaman dan teknologi, mestinya perawat juga bersikap lebih terbuka, kritis dan inovatif, tidak terkecuali dalam penggunaan namanya sendiri.

Uraian di atas telah panjang lebar berusaha menganalisa bagaimana sebenarnya arti kata ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™ dibandingkan dengan kata ⦣8364;˜nursing⦣8364;™ dalam Bahasa Inggris.

Kalau kita bisa mengadopsi kata-kata: manajemen, produksi, matematika, geografi, geologi, ekonomi, politik, sains, dan sederetan istilah-istilah yang berasal dari Bahasa Inggris kemudian diindonesiakan; kenapa kita tidak lakukan perlakuan yang sama terhadap kata ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™ ini?

Berapa kali kita disibukkan oleh perubahan kata-kata yang berasal dari kata ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™ ini? Dilihat dari perkembangan sejarahnya, kata-kata ini rasanya tidak pernah ⦣8364;˜baku⦣8364;™. Kata-kata seperti Sekolah Pengatur Rawat, Sekolah Perawat Kesehatan, Akademi Keperawatan (atau Akademi Perawat?), SKp atau SKep? Merupakan sejumlah bukti bahwa penggunaan kata perawatan ini bersifat labil. Sebaliknya, kata ⦣8364;˜nursing⦣8364;™ selalu stabil.

Akhirnya, sebagai sebuah profesi, ada baiknya kita manfaatkan istilah internasional yang standard, yang kemanapun kita pergi, orang lain tidak akan bingung dibuatnya.

Kalau orang Malaysia yang bangga dengan Bahasa Melayu, tidak sungkan-sungkan menggunakan kata ⦣8364;˜nursing⦣8364;™ sebagai pengganti ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™, yang mengacu kepada profesionalisme, mengapa kita bangsa Indonesia masih harus berpikir dua-tiga kali hanya untuk menggantinya?

References:

Dikti, 2006, Daftar Program Studi Yang Telah Terakreditasi s/d 2006, [Online], Available from URL: http://www.dikti.org/, [Accessed 29 Mei 2007].
Kenworthy, N., Snowley, G., & Cynthia, G. 2002, ⦣8364;˜Nursing and the context of nursing practice⦣8364;™, Common Foundation Studies in Nursing, 3rd ed, Chrching Livingstone, pp. 3-76.
Nettina, S., ⦣8364;˜Nursing process and practice⦣8364;™, The Lippincott: Manual of Nursing Practice, 6th ed, Lippincott, Manila, pp. 1-10.


Presented By; Syaifoel Hardy


"
BACA SELENGKAPNYA - Koreksi Penggunaan Kata Perawatan

PRIA JUGA BISA MENOPAUSE

PRIA JUGA BISA MENOPAUSE:
Siapa bilang cuma wanita yang mengalami menopause? Pria juga bisa.Namanya Andropause.
Istilah andropause pada pria, ungkap dr. Tribowo Hasmoro, Sp.And.,memang memiliki banyak kemiripan dengan menopause yang dialami wanita. Hanya saja,masalah seputar andropause yang ramai dibicarakan 3 tahun belakangan ini, masih kontroversial. “Kapan terjadinya dan apa saja tanda/gejalanya, tidak sepasti menopause.”
Pada wanita,lanjut Tribowo, menopause berarti berhenti haid karena ovulasi tak terjadi lagi akibat habisnya persediaan sel telur. Nah, pada pria, andropause tak identik dengan berhentinya produksi sperma. Sebab, secara fisik, sampai usia tua pun, sperma masih akan tetap diproduksi.

GAMPANG MARAH
Istilah andropause sendiri, terang ahli andrologi yang berpraktek di RS Hermina, Jatinegara,digunakan untuk menggambarkan kondisi pria tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala dan keluhan mirip dengan menopause pada wanita. Meski tak identik dengan berhentinya produksi sperma, keluhan fisik dan psikis yang muncul memiliki banyak kesamaan. Misalnya, rambut rontok, kulit kering dan keriput hingga tampak tua, tekanan darah dan kadar kolesterol meningkat, organ-organ tubuh seperti ginjal dan hati mengalami pengecilan, muncul gangguan osteoporosis, serta melemahnya kemampuan imunitas atau daya tahan tubuh.
Akibatnya, yang bersangkutan biasanya jadi cepat letih dan lesu lantaran berkurangnya kekuatan tubuh. Belum lagi, kemampuan metabolisme tubuh pun mengalami penurunan hingga gampang terjadi penumpukan lemak dan rentan terhadap berbagai gangguan penyakit. Misalnya saja jadi gampang terkena serangan jantung, kanker, danpenyakit lain. “Kemampuan mental yang bersangkutan pun umumnya menurun. Jadi mudah marah, cepat lupa, kehilangan antusiasme/gairah hidup, kurang percaya diri,cemas berlebih hingga susah tidur, bahkan depresi.”
Ciri lain adalah perubahan tingkah laku, semisal cenderung ingin tampil muda. Atau malah cenderung ingin membuktikan dirinya tak mengalami gangguan seksual dengan mengobral cinta. Sementara mereka yang sejak semula memang senang bersolek dan bergaya trendy belum tentu terkena andropause. Tak heran bila mereka terdorong mengkonsumsi suplemen tertentu yang diyakini sebagai obat kuat untuk memulihkan vitalitas dan kejantanannya. “Padahal, vitalitas yang menurun karena memburuknya derajat kesehatan,tidak identik dengan andropause.”
Hanya saja, tutur Tribowo, kecenderungan-kecenderungan tersebut masih disangsikan, apakah sebagai ciri khas andropause atau memang sifat individu yang bersangkutan. Kehilangan kepercayaan diri, contohnya, belum tentu lantaran andropause. Sekalipun dulu ia terbiasa menjadi pengambil keputusan, misalnya, kini jadi peragu.Bisa saja sikap ragu-ragunya itu merupakan cermin sikapnya yang lebih bijaksana.Begitu juga dengan kepikunan, belum tentu karena andropause. “Kan, banyak faktor pemicunya. Semisal aliran darah ke otak yang berkurang karena adanya gangguan/penyakit pada pembuluh darah, seperti sklereosis atau antesklereosis.”
TANPA BATASAN USIA
Dari sekian banyak keluhan, ungkap Tribowo, yang kerap mendorong individu datang berobat adalah menurunnya gairah seksual. “Padahal, keluhan yang satu ini, kan, belum tentu akibat andropause.” Bisa saja karena menurunnya daya sensitivitas terhadap rangsangan atau beban psikis semisal konflik dengan istri atau ada masalah di tempat kerja. Toh, menurunnya gairah seksual juga tak berarti tak bisa melakukan hubungan intim.
Selain itu, tegas Tribowo, tak ada batasan yang pasti soal usia.Artinya, usia fisik seseorang memang tak bisa dijadikan patokan. Meski diperkirakan andropause terjadi antara usia 40-60 tahun, bisa saja datang lebih dini atau justru lebih lambat dari perkiraan umur tersebut. “Tak sedikit, kan, pria di atas 70 tahun tapimasih tinggi gairah seksualnya dan tetap berpeluang besar punya anak?”
Sebaliknya, ada pria yang masih berusia 40 tahun atau lebih muda, namun gairah seksualnya sudah sedemikian menurun. Padahal,kondisi fisiknya secara keseluruhan belum mengalami proses penuaan yang berarti. “Nah, yang seperti ini,bisa disejajarkan dengan menopause prekoks atau menopause dini.”
Turunnya gairah seks dan munculnya gejala-gejala seperti disebut di atas,belum tentu menjelaskanyang bersangkutan mengalami andropause. Yang menjadi penentu andropause, terang Tribowo, adalah tingkat penurunan kadar hormon-hormon tubuh, terutama testosteron. “Menurunnya kadar-kadar hormon ini bukan melulu pertanda datangnya andropause. Bisa saja karena proses penuaan. Jadi, memang agak sulit menentukan apakah andropause merupakan proses tersendiri atau akibat yang mengikuti proses penuaan tubuh.”
PROSES FISIOLOGIS
Proses penuaan itu sendiri, ungkapTribowo,bersifat multikompleks. Artinya, bertambahnya usia akan menurunkan fungsi sel-sel secara keseluruhan, juga jaringan maupun organ-organ tubuh. Memang, adafaktor-faktor tertentu yang diduga mempercepat proses penuaan tersebut seperti penyakit metabolik atau penyakit tertentu yang berkaitan dengan fungsi-fungsi hormon dalam metabolisme tubuh, seperti diabetes, hipertensi, dan kelainan hati. Begitu juga lingkungan polutif dan pola hidup yang penuh dengan stres merupakan faktor pemicu.
Sama halnya dengan menopause yang bukan merupakan akibat langsung dari penyakit tertentu, andropause punterjadi karena proses fisiologis itu sendiri. Jadi, tubuh tak lagi menghasilkan hormon yang cukup memadai bagi sel-sel normal untuk menjalankan fungsinya. Alhasil,organ-organ yang berkaitan dengan fungsi androgen,tak mampu menjalankan fungsi dengan semestinya.
Penyebab utamanya, kemungkinankarena ada kerusakan DNA dari sel-sel tubuh. Menurut Tribowo,DNA memiliki kemampuan untuk merusak maupun memperbaiki diri sendiri, yang berbeda pada tiap orang akibat adanya faktor genetis/keturunan. Itu juga sebabnya ada wanita yangmenopause di usia 45 tahun, tapi ada pula yang lebih tua bahkan lebih muda dari 45 tahun.
Yang jelas, lanjutnya,sejauh ini belum ada data pasti mengenai populasi penderita andropause di Indonesia maupun di mancanegara. Begitu juga dengan penelitian tentang faktor pemicu dan kelompok mana saja yang berpeluang besar mengalami andropause.
TERAPI HORMON
Kepada mereka yang datang dengan keluhan yang mengarah ke andropause, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium sebelum menentukan terapi.Dari pemeriksaan laboratorium akan diketahui, hormon apa saja yang mengalami penurunan. Apakah itu hormon gonadotropin, somatotropin, melantonin, insulin, hormon pertumbuhan atau testosteron. Akan dilihat pula berapa kadar penurunan hormon-hormon tersebut. Nah, dari situlah dokter bisa menilai, perlu-tidaknya terapi.
“Pemeriksaan ini amat perlu. Soalnya,ada pria yang range-hormonnya masih tergolong normal, yakni antara 300-1.700 nanogram, tapi sudah mengeluh macam-macam. Sebaliknya, ada pula yang kadar testosteronnya sudah drop, toh masih bisa menikmati kehidupan seksualnya dengan baik.” Tapi angka-angka tadi tak bisa dijadikan patokan apakah yang bersangkutan mengalami andropause atau tidak,mengingat sifatnya yang amat individual. Oleh sebab itu, pengobatan akan didahului dengan terapi psikologis. Apalagi bila ternyata hormon testosteron maupun hormon-hormon lain tak mengalami penurunan berarti. Untuk itu diperlukan koordinasi antara androlog yang menangani dengan psikolog atau psikiater.
Bila terbukti ada hormon tertentu yang mengalami penurunan, pasien diberi terapi hormon lewat tablet atau injeksi intramuskular. Tambahan hormon ini biasanya akan bertahan selama dua minggu. Setelah kurun waktu tersebut, konsentrasinya akan turun dan perlu injeksi baru. Begitu seterusnya. Selanjutnya, tiap bulan dokter akan mengecek apakah kadar hormon sudah atau belum mengalami peningkatan. Jika sudah, pemberian hormon dihentikan untuk jangka waktu tertentu, “Tergantung respons pasien. Ini penting karena hormon yang diberikan punya dampak yang tak bisa dianggap sepele.Yakni pembesaran prostat yang bisa mengarah ke kanker prostat.”
Terapi yang diberikan, lanjutnya, lebih ditujukan agar proses penuaan/kerusakan sel-sel tubuh tidak semakin memburuk. “Memperbaiki jelas tidak mungkin, dong. Siapa, sih,yang bisa menahan proses penuaan yang memang bersifat alami?”
Toh, sebetulnya andropausetak perlu kelewat dikhawatirkan lantaran tak menyebabkan gangguan apa pun yang spesifik. “Selama sperma masih diproduksi dan inividu yang bersangkutan tak mengalami gangguan ereksi, enggak masalah, kan?”



http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - PRIA JUGA BISA MENOPAUSE

FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA

FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA:

Sampai saat ini belum diketahui penyebab (etiologi) yang pasti yang menyebabkan seseorang Menderita skizofrenia, Beberapa factor yang diduga menjadi penyebab sikozofrenia antara lain :
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
4. Malnutrisi.

Genetik
Dari sebuah penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
(1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
(2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2%.

Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor.

Skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan :
(a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin;
(b) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
(c) Komplikasi kandungan; dan
(d) Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.

Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya.

Penyebab Umum Gangguan jiwa
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan fisik, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.

Perkiraan jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam satu tahun di Indonesia.
Psikosa fungsional 520.000
Sindroma otak organik akut 65.000
Sindroma otak organik menahun 130.000
Retradasi mental 2.600.000
Nerosa 6.500.000
Psikosomatik 6.500.000
Gangguan kepribadian 1.300.000
Ketergantungan obat 1.000

Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di fisik (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psikis (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan fisik ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan fisiknya mengalami penurunan sehingga mengalami penyakit fisik.

Sebaliknya seorang dengan penyakit fisik misalkan kanker yang melemahkan, maka secara psikologisnya juga akan menurun sehingga kemungkinan mengalami depresi. Penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa. Contoh lain adalah seorang anak yang mengalami gangguan otak (karena kelahiran, peradangan dan sebagainya) kemudian menjadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :

1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)

Neuroanatomi
Neurofisiologi
neurokimia
tingkat kematangan dan perkembangan organik
faktor-faktor pre dan peri - natal
2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :

Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)
Peranan ayah
Persaingan antara saudara kandung
inteligensi
hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak menentu
Keterampilan, bakat dan kreativitas
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)

Kestabilan keluarga
Pola mengasuh anak
Tingkat ekonomi
Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
Pengaruh rasial dan keagamaan
Nilai-nilai




http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA

RESPON CEMAS DAN GANGGUAN KECEMASAN

RESPON CEMAS DAN GANGGUAN KECEMASAN:
Cemas adalah sebuah emosi dan pengalaman subjektif dari seseorang
Cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan
Cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya

Tingkatan cemas (ansietas) menurut Peplau (1963)
Ansietas ringan b.d ketegangan dlm kehidupan sehari-hari, dpt memotivasi belajar/kreatifitas
Ansietas sedang : memusatkan pada hal yg penting & mengesampingkan yg lain

Ansietas berat : lapang persepsi mulai menyempit
Panik : b.d terperangah, ketakutan & teror

Rentang respon ansietas
Respon adaptif Respon maladaptif


Antisipasi ringan sedang berat panik

Faktor predisposisi
Psikoanalitik (Freud, 1969)
konflik emosional yg terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego
Interpersonal (Sullivan, 1953)
Perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan & penolakan interpersonal
Perilaku
Produk frustasi yg dpt mengganggu kemampuan sso utk mencapai tujuan yg diinginkan
Kajian keluarga
Hal yg biasa ditemui dalam suatu keluarga
Kajian biologis
Otak mengandung reseptor khusus utk benzodiazepin. Reseptor ini membantu mengatur ansietas.

Stressor pencetus
Ancaman terhadap
Integritas sso
ketidakmampuan fisiologis yg akan datang atau menurunnya kapasitas utk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
Sistem diri sso
membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial

Respon fisiologis terhadap ansietas
Sistem tubuh
Kardiovaskuler
palpitasi, jantung berdebar, TD , rasa mau pingsan, TD , nadi
Pernapasan
napas cepat, napas pendek, tekanan pd dada, napas dangkal, tercekik, terengah-engah
Traktus urinarius
tidak dapat menahan kencing, sering berkemih,
Neuromuskular
refleks , reaksi kejutan, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum
Gastrointestinal
nafsu makan <, mual, diare Kulit
wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa panas & dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh

Respon perilaku, kognitif & afektif
Sistem
Perilaku
gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, MD, lari dr masalah
Afektif
mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus, takut, gugup, gelisah
Kognitif
perhatian terganggu, pelupa, salah dlm memberikan penilaian, hambatan berpikir, lapang persepsi , kreativitas bingung, sgt waspada, takut kehilangan kontrol, takut pd gambaran visual, takut cidera atau kematian

Sumber koping
Antonovsky (1980)
seseorang tetap sehat dan memiliki koping yang adekuat terhadap stress karena mereka memiliki generelized resistance resources (GRRs)

Physical and biochemical
Artifactual and material
Cognitif
Emotional
Valuative and attitudinal
Interpersonal-relational
Macrosociocultural

Mekanisme koping
Ansietas tingkat ringan biasanya ditanggulangi tanpa pemikiran yg serius
Ansietas tingkat sedang dan berat ada dua jenis koping yaitu :
- reaksi yg berorientasi pada tugas
* perilaku menyerang
* menarik diri
* kompromi
-
Mekanisme pertahanan ego
Mekanisme koping
represi
lebih cenderung memperkuat mekanisme egonya
supresi
Menekan hal atau pikiran yg tidak menyenangkan. Bisa mengarah ke represi
disosiasi
pemisahan dari setiap kelompok mental dari seluruh kesadaran atau identitas
identifikasi
proses utk mencoba menjadi orang yg dikagumi
introyeksi
menyatukan nilai & opini org lain ke ego-nya sendiri
proyeksi
mengkaitkan pikiran atau impuls dirinya kepada org lain
mengingkari
menghindari realitas ketidaksetujuan dgn mengabaikan aatu menolak utk mengenalinya
fantasi
simbol kepuasan thd pikiran yg tdk rasional
Rasionalisasi
memberikan penjelasan yg rasional
Reaksi formasi
pembentukan sikap & perilaku berlawanan dgn yg dirasakan
Mengalihkan
mengalihkan emosi yg seharusnya diarahkan pd org atau benda ttt ke benda yg tdk membahayakan
Intelektualisasi
alasan atau logika yg berlebihan
Spliting
memandang org sbg “semuanya buruk atau semuanya baik”
sublimasi
penerimaan tujuan pengganti yg diterima secara sosial
undoing
meniadakan yg sudah terjadi

Kriteria serangan panik

Palpitasi
Berkeringat
Gemetar atau goyah
Sesak napas
Merasa tersedak
Nyeri dada
Mual dan distress abdomen
Pening
Derealisasi atau depersonalisasi
Ketakutan kehilangan kendali diri
Ketakutan mati
parestesia

Kriteria obsesif

Pikiran, impuls, atau bayangan berulang dan menetap dialami pada suatu waktu
Tidak sekedar khawatir yg berlebihan
Mengabaikan atau menekan pikiran-2
Individu mengenali bahwa pikiran obsesi, impuls, atau bayangan mrpk hasil dari pikirannya sendiri

Kriteria kompulsi

Perilaku berulang atau aksi mental shg individu merasa terdorong utk melakukan respon thd obsesi
Ditujukan pada pencegahan atau penurunan distres atau pencegahan beberapa peristiwa atau situasi yg berurutan




http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - RESPON CEMAS DAN GANGGUAN KECEMASAN

DEMENSIA

DEMENSIA:

Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Diagnosis dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis, laboratorlum dan pemeriksaan pencitraan (imaging), dimaksudkan untuk mencari penyebab yang bisa diobati. Pengobatan biasanya hanya suportif. Zat penghambat kolines terasa (Cholinesterase inhibitors) bisa memperbaiki fungsi kognitif untuk sementara, dan membuat beberapa obat antipsikotika lebih efektif daripada hanya dengan satu macam obat saja.

Demensia bisa terjadi pada setiap umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia (l.k 5% untuk rentang umur 65-74 tahun dan 40% bagi yang berumur >85 tahun). Kebanyakan mereka dirawat dalam panti dan menempati sejumlah 50% tempat tidur.
Etiologi dan klasifikasi

* Menurut Umur:

Demensia senilis (>65th)
Demensia prasenilis (<65th)
* Menurut perjalanan penyakit:

Reversibel
Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
* Menurut kerusakan struktur otak
Tipe Alzheimer
Tipe non-Alzheimer
Demensia vaskular
Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
Demensia Lobus frontal-temporal
Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
Morbus Parkinson
Morbus Huntington
Morbus Pick
Morbus Jakob-Creutzfeldt
Sindrom Gerstmann-Str?ussler-Scheinker
Prion disease
Palsi Supranuklear progresif
Multiple sklerosis
Neurosifilis
Tipe campuran
* Menurut sifat klinis:
o Demensia proprius
o Pseudo-demensia

Tanda dan gejala

* Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.
* Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
* Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings
* Defisit neurologik motor & fokal
* Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
* Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia
* Agnosia, apraxia, afasia
* ADL (Activities of Daily Living)susah
* Kesulitan mengatur penggunaan keuangan
* Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
* Lupa meletakkan barang penting
* Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting
* Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
* Mudah terjatuh, keseimbangan buruk
* Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi
* Tak dapat makan dan menelan
* Koma dan kematian

Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada 3 hal:

* Pembedaan antara delirium dan demensia
* Bagian otak yang terkena
* Penyebab yang potensial reversibel
* Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
* Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
* Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
* Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
* Pencitraan otak amat penting CT atau MRI

Terapi
Pertama perlu diperhatikan keselamatan pasien, lingkungan dibuat senyaman mungkin, dan bantuan pengasuh perlu.

* Koridor tempat jalan, tangga, meja kursi tempat barang keperkuannya
* Tidak diperbolehkan memindahkan mobil dsb.
* Diberi keperluan yang mudah dilihat, penerangan lampu terang, jam dinding besar, tanggalan yang angkanya besar

Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)
BPSD perlu dibahas di sini karena merupakan satu akibat yang merepotkan bagi pengasuh dan membuat payah bagi sang pasien karena ulahnya yang amat mengganggu:
Behavioural
Gangguan perilaku

* agitasi
* hiperaktif
* Keluyuran
o Perilaku yang tak adekuat
o Abulia kognitif
o Agresi
+ verbal, teriak
+ fisik
* Gangguan nafsu makan
o Gangguan ritme diurnal
+ Tidur/bangun
o Perilaku tak sopan (social)
+ Perilaku sexual tak sopan
+ Deviasi sexual
+ Piromania

Psychological

* Gangguan afektif
o Anxietas
o lritabilitas
o Gejala depresif.
o Depresi berat
* Labilitas emosional
o Apati
o Sindrom waham & salah-identifikasi
+ Orang menyembunyikan dan mencuri barangnya
+ paranoid, curiga
o Rumah lama dianggap bukan rumahnya
o Pasangan / pengasuh
+ Palsu
+ Tak setia
+ Menelantarkan pasien
+ Cemburu patologik
+ Keluarga/kenalan yang mati masih hidup
o Halusinasi
+ Visual
+ Auditorik
+ Olfaktoriik
+ Raba (haptik)



http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - DEMENSIA
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI