kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

26 October 2010

Karakteristik kejang demam pada anak di rumah sakit umum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.Sekitar 2,2% hingga 5% anak mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin (Marlian L, 2005).
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam).
(Arif Manajer, 2000).
Penyakit yang disebabkan oleh gangguan saraf telah menyerang sedikitnya 1 miliyar orang diseluruh dunia. Penyakit yang telah menyerang jutaan orang di seluruh dunia ini, tidak mengenal umur, jenis kelamin, status pendidikan, maupun pendapatan. Dari 1 miliyar orang yang terkena ganguan saraf di seluruh dunia. Sebanyak 50 juta orang menderita epilepsi dan 24 juta orang menderita Alzheimer dan penyakit dimensia lainnya.
Menurut WHO diperkirakan 6,8 juta orang meninggal tiap tahun akibat ganguan syaraf (www.Dr.lion.com).
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi.
Mula-mula kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Millichap (1968) melaporkan dari 1190 anak menderita kejang demam, hanya 0,2% saja yang mengalami hemiparesis sesudah kejang lama.
Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang demam sederhana, tidak mengalami kelainan IQ, tetapi pada penderita kejang demam yang sebelumnya telah terdapat ganguan perkembangan atau neorologis akan di dapat IQ yang lebih rendah dibanding dengan saudaranya (Millchap, 1968). Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang demam, retradasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar (Nellson dan Ellenberg,1978).
Berdasarkan pengamatan penulis pada waktu mengadakan prasuprey pada tanggal 16 maret 2007 di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani di Ruang Rawat Inap terdapat 645 orang pengunjung pada tahun 2006. Diantaranya terdapat kejang demam dengan jumlah 41 balita terserang kejang demam. Dari 100% pengunjung ditemui 6,35% penderita kejang demam.
Dari data yang didapat kejang demam termasuk 4 besar yang terbanyak ditemui di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro Pada Tahun 2006.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis membuat rumusan masalah penelitan sebagai berikut : ”Bagaimana Karakteristik Kejang Demam pada Anak di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran tentang karekteristik Kejang Demam Pada Anak di Rumah Sakit Ahmad Yani Umum Metro.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik kejang demam ditinjau dari faktor usia.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik kejang demam diinjau dari faktor suhu.
c. Untuk mengetahui gambaran kqarakteristik kejang demam ditinjau dari faktor herediter.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro dalam mengenali karakteristik kejang demam pada anak sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan terhadap kasus kejang demam pada anak
2. Bagi Peneliti
Agar lebih paham, tentang karakteristik kejang demam pada anak dan dapat mengaplikasikan serta mempraktekkan untuk di terapkan masyarakat pada umumnya serta anak-anak pada khususnya.
3. Bagi Program Study Kebidanan
Sebagai dokumen dan sumbangan pemikiran kepada program study kebidanan metro dalam mengenali karakteritik kejang demam pada anak di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Dengan luasnya permasalahan tentang karakteristik kejang demam pada anak penulis membatasi ruang lingkup penelitian dengan variabel sebagai berikut :
1. Subjek penelitian : Anak berusia 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Objek penelitian : Karakteristik kejang demam pada anak
3. Lokasi penelitian : Ruang rawat inap anak Rumah Sakit Umum Metro.
4. Waktu penelitian : Setelah proposal disetujui.

BACA SELENGKAPNYA - Karakteristik kejang demam pada anak di rumah sakit umum

Dukungan Bidan Dalam Pemberian ASI

Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam menunjang pemberian ASI. Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI dengan baik dan mencegah masalah-masalah umum terjadi.

Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI adalah :



  1. Meyakinkan bahwa bayi memperoleh makanan yang mencukupi dari payudara ibunya.

  2. Membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya sendiri.


Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI, dengan :



  1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama.

  2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.

  3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.

  4. Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung).

  5. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.

  6. Memberikan kolustrum dan ASI saja.

  7. Menghindari susu botol dan “dot empeng”.


Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama.

Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut dengan inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan. Selain itu, dapat membangkitkan hubungan/ ikatan antara ibu dan bayi. Pemberian ASI seawal mungkin lebih baik, jika memungkinkan paling sedikit 30 menit setelah lahir.


Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.

Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar. Perawatan payudara dilakukan sedini mungkin, bahkan tidak menutup kemungkinan perawatan payudara sebelum hamil sudah mulai dilakukan. Sebelum menyentuh puting susu, pastikan tangan ibu selalu bersih dan cuci tangan sebelum menyusui. Kebersihan payudara paling tidak dilakukan minimal satu kali dalam sehari, dan tidak diperkenankan mengoleskan krim, minyak, alkohol ataupun sabun pada puting susunya.


Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.

Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting. Semakin sering bayi menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormon oksitosin yang bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI. Pemberian ASI tidak terlepas dengan teknik atau posisi ibu dalam menyusui.


Posisi menyusui dapat dilakukan dengan :



  1. Posisi berbaring miring

  2. Posisi duduk

  3. Posisi ibu tidur telentang


Posisi berbaring miring

Posisi ini baik dilakukan pada saat pertama kali atau ibu dalam keadaan lelah atau nyeri.


Posisi duduk

Pada saat pemberian ASI dengan posisi duduk dimaksudkan untuk memberikan topangan pada/ sandaran pada punggung ibu dalam posisi tegak lurus (90 derajat) terhadap pangkuannya. Posisi ini dapat dilakukan dengan bersila di atas tempat tidur atau lantai, ataupun duduk di kursi.


Tidur telentang

Seperti halnya pada saat dilakukan inisiasi menyusu dini, maka posisi ini juga dapat dilakukan oleh ibu. Posisi bayi berada di atas dada ibu diantara payudara ibu.


Tanda-tanda bayi bahwa telah berada pada posisi yang baik pada payudara antara lain: a) Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu; b) Mulut dan dagu bayi berdekatan dengan payudara; c) Areola tidak akan tampak jelas; d) Bayi akan melakukan hisapan lamban dan dalam, dan menelan ASInya; e) Bayi terlihat senang dan tenang; f) Ibu tidak akan merasa nyeri pada daerah payudaranya.


Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung).

Rawat gabung adalah merupakan salah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam ruangan selama 24 jam penuh. Manfaat rawat gabung dalam proses laktasi dapat dilihat dari aspek fisik, fisiologis, psikologis, edukatif, ekonomi maupun medis.


Aspek fisik

Kedekatan ibu dengan bayinya dapat mempermudah bayi menyusu setiap saat, tanpa terjadwal (nir-jadwal). Dengan demikian, semakin sering bayi menyusu maka ASI segera keluar.


Aspek fisiologis

Bila ibu selalu dekat dengan bayinya, maka bayi lebih sering disusui. Sehingga bayi mendapat nutrisi alami dan kecukupan ASI. Refleks oksitosin yang ditimbulkan dari proses menyusui akan membantu involusio uteri dan produksi ASI akan dipacu oleh refleks prolaktin. Selain itu, berbagai penelitian menyatakan bahwa dengan ASI eksklusif dapat menjarangkan kehamilan atau dapat digunakan sebagai KB alami.


Aspek psikologis

Rawat gabung dapat menjalin hubungan batin antara ibu dan bayi atau proses lekat (early infant mother bounding). Hal ini disebabkan oleh adanya sentuhan badaniah ibu dan bayi. Kehangatan tubuh ibu memberikan stimulasi mental yang diperlukan bayi, sehingga mempengaruhi kelanjutan perkembangan psikologis bayi. Ibu yang dapat memberikan ASI secara eksklusif, merupakan kepuasan tersendiri.


Aspek edukatif

Rawat gabung memberikan pengalaman bagi ibu dalam hal cara merawat bayi dan merawat dirinya sendiri pasca melahirkan. Pada saat inilah, dorongan suami dan keluarga sangat dibutuhkan oleh ibu.


Aspek ekonomi

Rawat gabung tidak hanya memberikan manfaat pada ibu maupun keluarga, tetapi juga untuk rumah sakit maupun pemerintah. Hal ini merupakan suatu penghematan dalam pembelian susu buatan dan peralatan lain yang dibutuhkan.


Aspek medis

Pelaksanaan rawat gabung dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Selain itu, ibu dapat melihat perubahan fisik atau perilaku bayinya yang menyimpang dengan cepat. Sehingga dapat segera menanyakan kepada petugas kesehatan sekiranya ada hal-hal yang dianggap tidak wajar.


Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.

Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi disusui sesuai dengan keinginannya (on demand). Bayi dapat menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong dalam 2 jam. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi berikutnya.

http://askep-askeb.cz.cc/

Memberikan kolustrum dan ASI saja.

ASI dan kolustrum merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Kandungan dan komposisi ASI sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada keadaan masing-masing. ASI dari ibu yang melahirkan prematur sesuai dengan kebutuhan prematur dan juga sebaliknya ASI dari ibu yang melahirkan bayi cukup bulan maka sesuai dengan kebutuhan bayi cukup bulan juga.


Menghindari susu botol dan “dot empeng”.

Pemberian susu dengan botol dan kempengan dapat membuat bayi bingung puting dan menolak menyusu atau hisapan bayi kurang baik. Hal ini disebabkan, mekanisme menghisap dari puting susu ibu dengan botol jauh berbeda.


Referensi

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 11-17)

http://parekita.wordpress.com/2008/10/17/managemen-menyusui/ diunduh 13 September 2009

Program Manajemen Laktasi, 2004. Buku Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta.(bab 8, hlm: 1-4)

Pusdiknakes, 2003. Buku 4: Asuhan Kebidanan Post Partum. (hlm: 18-21)

Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 10-15)

http://askep-askeb.cz.cc/
BACA SELENGKAPNYA - Dukungan Bidan Dalam Pemberian ASI

Manfaat ASI Bagi Ibu

Manfaat ASI bagi ibu dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu:

  1. Aspek kesehatan ibu.

  2. Aspek keluarga berencana.

  3. Aspek psikologis.


Aspek kesehatan ibu

Hisapan bayi akan merangsang terbentuknya oksitosin yang membantu involusi uteri dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, mengurangi prevalensi anemia dan mengurangi terjadinya karsinoma indung telur dan mammae, mengurangi angka kejadian osteoporosis dan patah tulang panggul setelah menopause, serta menurunkan kejadian obesitas karena kehamilan.


Gambar 1. Manfaat menyusui untuk mencegah kanker payudaraGambar 1. Manfaat menyusui untuk mencegah kanker payudara

http://askep-askeb.cz.cc/

Aspek keluarga berencana

Menyusui secara eksklusif dapat menjarangkan kehamilan. Hormon yang mempertahankan laktasi menekan ovulasi sehingga dapat menunda kesuburan. Menyusui secara eksklusif dapat digunakan sebagai kontrasepsi alamiah yang sering disebut metode amenorea laktasi (MAL).


Gambar 2. Manfaat menyusui untuk keluarga berencanaGambar 2. Manfaat menyusui untuk keluarga berencana


Aspek psikologis

Perasaan bangga dan dibutuhkan sehingga tercipta hubungan atau ikatan batin antara ibu dan bayi


Gambar 3. Manfaat menyusui untuk psikologis ibu dan bayiGambar 3. Manfaat menyusui untuk psikologis ibu dan bayi


Referensi

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 17-24)

http://parekita.wordpress.com/2008/10/17/managemen-menyusui/ Ardiyanto, T. 2008. Manajemen Menyusui. Diunduh 23 September 2009, 07:52 WIB.

http://www.geocities.com/bpniludhiana/bfeeding.htm Diunduh 23 September 2009, 08:02 WIB.

http://www.gizi.net/asi/download/KEUNGGULAN%20ASI%20DAN%20MANFAAT%20MENYUSUI.doc Diunduh 23 September 2009, 08:07 WIB.

http://www.indianwomenshealth.com/Healthy-Breast-Feeding-93.aspx Diunduh 23 September 2009, 07:58 WIB.

http://www.klikdokter.com/illness/detail/133 Masa Menyusui. Diunduh 23 September 2009, 07:05 WIB.

Program Manajemen Laktasi, 2004. Buku Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta. (bab 3, hlm : 3-10)

Pusdiknakes, 2003. Buku 4: Asuhan Kebidanan Post Partum. (hlm: 25)

Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: Pustaka Bunda. (hlm: 40-49)

Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika. (hlm: 31-34)

http://askep-askeb.cz.cc/

"
BACA SELENGKAPNYA - Manfaat ASI Bagi Ibu

Kala IV

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar, 2002).


Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002).

Kesimpulan : persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan.


Tahapan persalinan adalah :



  1. Kala I : Pembukaan Sevik – 10 cm (lengkap)

  2. Kala II : Pengeluaran janin

  3. Kala III : Pengeluaran & pelepasan plasenta

  4. Kala IV : dari lahirnya uri selama 1 – 2 jam


Yang dimaksud dengan kala IV adalah 1-2 jam setelah pengeluaran uri


Asuhan Kala IV



  1. Fisiologi Kala IV

  2. Evaluasi Uterus

  3. Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum

  4. Pemantauan Kala IV


Fisiologi Kala IV

Kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk memantau kondisi ibu.


Evaluasi Uterus


Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan.

Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan Kompresi Bimanual.


Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum


Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.


Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher.

Laserasi dapat dikategorikan dalam :



  1. Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.

  2. Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu dijahit).

  3. Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani.

  4. Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.


gambar 1 laserasi perineum


Prinsip Penjahitan Luka Episiotomi/ Laserasi Perineum

Indikasi Episiotomi



  1. Gawat janin

  2. Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan vakum ataupun forsep).

  3. Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kemajuan persalinan.


Tujuan Penjahitan



  1. Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka.

  2. Mencegah kehilangan darah.


Keuntungan Teknik Jelujur


Selain teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik penjahitan dengan model jelujur. Adapun keuntungannya adalah :



  • Mudah dipelajari.

  • Tidak nyeri.

  • Sedikit jahitan.


Hal Yang Perlu Diperhatikan

Dalam melakukan penjahitan perlu diperhatikan tentang :



  1. Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu dilakukan penjahitan.

  2. Menggunakan sedikit jahitan.

  3. Menggunakan selalu teknik aseptik.

  4. Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.


gambar 2 teknik anestesi


Penggunaan Anestesi Lokal



  • Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu).

  • Bidan lebih leluasa dalam penjahitan.

  • Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah).

  • Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi).

  • Cairan yang digunakan: Lidocain 1 %.


Tidak Dianjurkan Penggunaan

Lidocain 2 % (konsentrasinya terlalu tinggi dan menimbulkan nekrosis jaringan).

Lidocain dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan memperpanjang efek kerjanya).


Nasehat Untuk Ibu


Setelah dilakukan penjahitan, bidan hendaklah memberikan nasehat kepada ibu. Hal ini berguna agar ibu selalu menjaga dan merawat luka jahitannya. Adapun nasehat yang diberikan diantaranya :



  • Menjaga perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.

  • Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.

  • Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering mungkin.

  • Menyarankan ibu mengkonsumsi makanan dengan gizi yang tinggi.

  • Menganjurkan banyak minum.

  • Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu setelah melahirkan untuk memeriksa luka jahitan.


Pemantauan Kala IV


Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan.

Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :



  1. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.

  2. Evaluasi tinggi fundus uteri – Caranya : letakkan jari tangan Anda secara melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau dibawah pusat.

  3. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.

  4. Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau luka episiotomi).

  5. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.

  6. Pendokumentasian.


1


untitled2


Bentuk Tindakan Dalam Kala IV


Tindakan Baik: 1) Mengikat tali pusat; 2) Memeriksa tinggi fundus uteri; 3) Menganjurkan ibu untuk cukup nutrisi dan hidrasi; 4) Membersihkan ibu dari kotoran; 5) Memberikan cukup istirahat; 6) Menyusui segera; 7) Membantu ibu ke kamar mandi; 8 ) Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi.


Tindakan Yang Tidak Bermanfaat: 1) Tampon vagina – menyebabkan sumber infeksi. 2) Pemakaian gurita – menyulitkan memeriksa kontraksi. 3) Memisahkan ibu dan bayi. 4) Menduduki sesuatu yang panas – menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, menambah perdarahan dan menyebabkan dehidrasi.


Pemantauan Lanjut Kala IV

Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah :



  1. Vital sign – Tekanan darah normal < 140/90 mmHg; Bila TD < 90/ 60 mmHg, N > 100 x/ menit (terjadi masalah); Masalah yang timbul kemungkinan adalah demam atau perdarahan.

  2. Suhu – S > 380 C (identifikasi masalah); Kemungkinan terjadi dehidrasi ataupun infeksi.

  3. Nadi

  4. Pernafasan

  5. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri – Kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau dibawah pusat; Uterus lembek (lakukan massase uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin).

  6. Perdarahan – Perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir, kontraksi atau kandung kencing).

  7. Kandung kencing – Bila kandung kencing penuh, uterus berkontraksi tidak baik.


Tanda Bahaya Kala IV

Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang tanda bahaya :



  1. Demam.

  2. Perdarahan aktif.

  3. Bekuan darah banyak.

  4. Bau busuk dari vagina.

  5. Pusing.

  6. Lemas luar biasa.

  7. Kesulitan dalam menyusui.

  8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.


Referensi

Draft, Acuan Pelatihan Pelayanan Dasar Kebidanan.

Dep.Kes. RI, 2004, Asuhan Persalinan Normal, Jakarta.

http://blog.asuhankeperawatan.com/414askep/mekanisme-persalinan-normal/

http://www.mitrariset.com/2009/04/persalinan.html

Mochtar, R, 1998, Sinopsis Obstetri, Edisi 2 Jilid 1, EGC, Jakarta.

Pusdiknakes, 2003, Buku 3 Asuhan Intrapartum, Jakarta.

Sarwono, P, 2003, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, YBP SP, Jakarta.

Scoot, J, dkk, 2002, Dandorft Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi, Cetakan I, Widya Merdeka, Jakarta.

http://askep-askeb.cz.cc/
BACA SELENGKAPNYA - Kala IV

25 October 2010

Perubahan Fisiologis Menopause

A. Fisik
a. Ketidak teraturan Siklus Haid
Di usia pertengahan, ovarium yang menua berhenti merespon terhadap FSH dan LH, meskipun sekresi dari ini meningkat. Akibatnya lebih sedikit tolikel terbentuk dan lebih sedikit melepaskan telur, keluaran estrogen dan progesteron dari ovarium menurun, lapisan rahim berhenti menebal dan perdarahan menstruasi berganti pula dan pada akhirnya berhenti, rahim dan ovarium mulai mengerut (Hardjana. 2000). Menurut Jones (1997), wanita yang mendekati masa menopause mempunyai tiga pola haid yaitu :
(1) Haid tetap teratur dan kemudian tiba-tiba berhenti.
(2) Haid menjadi jarang, intervalnya menjadi lebih panjang sampai akhirnya berhenti.
(3) Haid menjadi tidak teratur. Haid kadang-kadang banyak, kadang¬kadang sedikit dan jarak waktu antara setiap periode haid tidak dapat diramalkan dengan baik. Wanita yang mempunyai pola haid seperti ini sebaiknya memeriksakan ke dokter. Dokter mungkin menganjurkan kuret untuk memastikan rahim normal agar perawatan bisa diberikan. Pada banyak wanita berhentinya menstruasi merupakan satu-satunya tanda menopause (Hardjana, 2000).

b. Rasa panas (Hot flash)
Perubahan sistem jantung dan pembuluh darah terjadi karena adanya perubahan metabolisme, menurunnya estrogen dan menurunnya pengeluaran hormon paratiroid. Hubungan emosi dengan sistem ini menimbulkan jantung mudah berdebar. Meningkatnya hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone) dan rendahnya estrogen dapat menimbulkan perubahan pembuluh darah. Melebarnya pembuluh darah pada wajah, leher dan tengkuk menimbulkan rasa panas yang disebut hot flash (Manuaba, 1999).

d. Kekeringan liang senggama (vagina)
Perubahan yang terjadi pada alat genitalia meliputi liang senggama terasa kering, lapisan sel liang senggama menipis yang menyebabkan mudah terjadi infeksi (infeksi kandung kencing, infeksi liang senggama). Daerah sensitif makin sulit untuk dirangsang. Saat hubungan seksual dapat terjadi nyeri (dispareunia), sulit mencapai orgasme. Lemahnya penyangga alat kelamin bagian dalam menyebabkan terasa kurang enak sekitar liang senggama, liang senggama terasa turun (menonjol) dalam bentuk tonjolan dinding bagian belakang (retrokel), dan mulut rahim terbuka. Kepuasan berkemih dan buang air besar semakin berkurang, seolah-olah masih terdapat sisa (Manuaba, 1999). Jika seorang wanita mengalami panas yang sangat parah sehingga menekannya, tersedia pengobatan. Biasanya, tablet hormon estrogen diberikan. Estrogen juga akan menyembuhkan wanita yang menderita vagina kering menyakitkan. Dalam kasus ini, biasanya dokter meresepkan krim vagina mengandung estrogen (Jones, 1997).

d. Perubahan Kulit
Seorang wanita pada masa menopause akan mengalami perubahan kulit. Lemak dibawah kulit berkurang sehingga kulit menjadi kendor. Kulit mudah terbakar sinar matahari menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam. Pada kulit timbul bintik hitam. Otot bawah kulit muka mengendor sehingga jatuh dan lembek. Kelenjar kulit kurang berfungsi, sehingga kulit menjadi kering dan keriput (Manuaba, 1999).
Langkah untuk menghambat proses penuaan kulit :
  • Jangan terlalu gemuk, sehingga hilangnya lemak bawah kulit tidak terlalu kentara.
  • Hindari sebanyak mungkin sinar matahari, karena ultraviolet dapat merusak kulit dan menimbulkan kanker kulit.
  • Kelancaran peredaran darah kulit dengan mengurangi kulit keriput melalui aktivitas fisik dan melakukan pengurutan (massage) diri sendiri atau ke salon kecantikan.
  • Memberikan pelembab kulit, sehingga kulit tampak terpelihara (Manuaba, 1999).
e. Pengeroposan Tulang (osteoporosis)
Perubahan pada tulang terjadi oleh karena kombinasi rendahnya hormon estrogen dan hormon paratiroid. Tulang mengalami diklasifikasi (pengapuran) artinya kalium menurun sehingga tulang keropos dan mudah terjadi patah tulang. Patah tulang terutama terjadi pada persendian paha (Manuaba,1999). Untuk mencegah terjadinya osteoporosis selain minum hormon estrogen dan progesteron selama 5 - 10 tahun pertama setelah menopause. Langkah berikut dapat membantu mengurangi terjadinya osteoporosis :
  1. Meningkatkan pemasukan kalsium ke dalam makanan atau tablet kalsium yang diminum setiap sore, untuk menghasilkan pemasukan total sekitar 1,5 gram kalsium setiap hari.
  2. Berhenti merokok.
  3. Latihan olah raga teratur, memilih bentuk olah raga yang disukai. Jalan cepat selama 1 jam 3 kali seminggu sama efektif dengan program olah raga yang lebih kompleks (Jones, 1997)
f. Sembelit (obstipasi)
Menurunnya estrogen dapat menimbulkan perubahan kerja usus menjadi lambat. Kemampuan mengabsorpsi sari makanan makin berkurang. Kerja usus halus dan usus besar yang lambat menimbulkan gangguan buang air besar berupa sembelit (obstipasi) (Manuaba, 1999).

g. Perubahan Saluran Kencing
Perubahan yang terjadi pada alat genitalia meliputi liang senggama terasa kering, lapisan sel liang senggama menipis yang menyebabkan mudah terjadi infeksi (infeksi kandung kencing, infeksi liang senggama). Daerah sensitif makin sulit untuk dirangsang. Saat hubungan seksual dapat terjadi nyeri (dispareunia), sulit mencapai orgasme. Lemahnya penyangga alat kelamin bagian dalam menyebabkan terasa kurang enak sekitar liang senggama, liang senggama terasa turun (menonjol) dalam bentuk tonjolan dinding bagian belakang (retrokel), dan mulut rahim terbuka. Kepuasan berkemih dan buang air besar semakin berkurang, seolah-olah masih terdapat sisa (Manuaba, 1999). Wanita yang telah melampaui masa menopause dapat memilih tablet estrogen untuk membantu mengurangi gangguan perkencingan (Jones, 1997).
Pada Vesica Urinaria (kandung kencing) tampak aktivitas kendali spincter dan detrusor hilang, sehingga sering kencing tanpa sadar (Goggle. Com, 2006).

h. Perubahan Payudara
Pada perubahan fisik seorang wanita mengalami perubahan kulit. Lemak bawah kulit berkurang sehingga kulit menjadi kendor (Manuaba, 1999). Diserapnya lemak subcutan, atrofi jaringan parenkim, lobulus menciut, stroma jaringan ikat fibrosa menebal. Puting susu mengecil kurang erektil, pigmentasi berkurang, sehingga payudara menjadi datar dan mengendor.

B. Psikis / Psikologi
a. Citra diri
Perubahan pada temperamen dan perilaku pada orang tua dapat diterima sebagai tak terelakkan. Tetapi sejauh mana sungguh-sungguh karena pemburukan neurologis dan mental, kerap sulit untuk dinilai karena perubahan-perubahan juga dapat disebabkan oleh situasi sosial, psikologis dan fisik wanita (Hardjana, 2000). Beberapa wanita menemukan perubahan gelombang hormon dan kebutuhan untuk menyesuaikan dengan perubahan membuat menopause menjadi masa-masa yang sulit. Sangat sulit bagi dokter untuk memutuskan apakah gejala depresi, keletihan dan insomnia disebabkan gangguan emosional yang dalam, karena wanita tersebut melihat sekelilingnya dan tidak seperti apa yang dia lihat. Anak-anaknya tumbuh, dan atau meninggalkan rumah keluarga. harapan masa muda dan keinginannya lenyap kedalam kehidupan rutin. Suaminya kelihatan menemukan minat baru, meninggalkannya sendirian. Teman-temannya pun mengalami masalah yang serupa dan terus mengeluh seperti dirinya. Dia melihat perubahan ini, seperti kehilangan sesuatu. Yang dibayangkannya tentang kehidupan dan dia harus menyesuaikan dengan gejala asing dari menopause yang asing baginya (Jones. 1997).

b. Penyakit Depresi
Penyakit ini merupakan penyakit mental tetapi menurunnya saraf organik berperan atas munculnya. Ciri-cirinya adalah perasaan sedih yang akut, tak mampu, kecemasan, acuh tak acuh, rasa bersalah dan takut. Penyakit itu dapat dipicu oleh faktor-faktor internal (seperti depresi endogen) atau oleh peristiwa-peristiwa eksternal seperti mengetahui penyakit yang tak dapat disembuhkan (depresi reaktif) (Hardjana, 2000). Banyaknya rasa depresi pada usia menjelang tua ini memang berkaitan dengan kepahitan dan kepedihan hati, karena wanita yang bersangkutan merasa kehilangan "dunia remaja" indah yang sudah lampau (Kartono Kartini, 1992).

c. Pikun
Pikun biasanya mulai diketahui antara usia 70 dan 80 tahun, dan mempengaruhi ingatan dan dapat berkembang sampai titik dimana penderita lupa dengan orang dan bahkan dengan namanya sendiri. Sifat lupa itu menyebabkan tak mampu mengurus dan mengatur orang dan diri semakin membutuhkan perhatian bersamaan berjalannya waktu. Kehilangan orientasi pada waktu dan tempat dapat terjadi. Emosi menumpul dan semakin berkurangnya perhatian pada orang lain. Biasanya tidak ada pengertian pada penderita mengenai fakta bahwa ia sakit, yang merupakan sebab mengapa kadang-kadang menolak bantuan (Hardjana, 2000).

d. Bingung Akut
Ini merupakan gangguan yang paling umum pada orang tua. Gangguan ini merupakan gangguan otak yang disebabkan oleh penyakit fisik ditempat lain pada tubuh yang juga dikenal sebagai "syndrom otak akut". Lingkungan asing dan faktor-faktor psikologi lain juga dapat ikut berperan. Gejala-gejalanya adalah bingung, delirium, dan kehilangan orientasi pada waktu dan tempat. Persepsi tumpul dan penderita merasa takut, kerap bereaksi dengan keras terhadap situasi yang salah paham. Percakapan terkadang melantur. Akibatnya tergantung kepada keadaan mental yang ada sebelumnya dan sebab awal penyakit, tetapi sembuh sama sekali jarang (Hardjana, 2000).
BACA SELENGKAPNYA - Perubahan Fisiologis Menopause

Kunjungan Ibu Nifas

Ibu nifas sebaiknya paling sedikit melakukan 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah – masalah yang terjadi. Dimana hal ini dilakukan untuk:
  • Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
  • Melaksanakan skirining yang komperhensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
  • Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
  • Memberikan pelayanan keluarga berencana. (Prawirohardjo,2002)
Namun dalampelaksanaan kunjungan masa nifas sangat jarang terwujud dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya yaituKeadaan ini disebabkan karena faktor fisik dan lingkungan ibu yang biasanya ibu mengalami keletihan setelah proses persalinan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beristirahat, sehingga mereka enggan untuk melakukan kunjungan nifas kecuali bila tenaga kesehatan dalam hal ini bidan yang melakukan pertolongan persalinan datang melakukan kunjungan ke rumah ibu. Dilihat dari faktor lingkungan dan keluarga juga berpengaruh dimana biasanya ibu setelah melahirkan tidak dianjurkan untuk berpergian sendiri tanpa ada yang menemani sehingga ibu memiliki kesulitan untuk menyesuaikan waktu dengan anggota keluarga yang bersedia untuk mengantar ibu melakukan kunjungan nifas .

Kesehatan Ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi karena seluruh komponen yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Apabila Ibu sehat maka akan menghasilkan bayi yang sehat yang akan menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan bahagia.
BACA SELENGKAPNYA - Kunjungan Ibu Nifas

24 October 2010

Keterampiloan pelaksanaan komunikasi terapeutik mahasiswi tingkat II program studi kebidanan…… di lahan praktek

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu dasar dan kunci seseorang dalam menjalankan tugasnya, komunikasi merupakan suatu proses dalam perawatan untuk menjalankan dan menciptakan hubungan dengan pasien, komunikasi tampaknya sederhana tetapi untuk menjadikan suatu komunikasi berguna dan efektif membutuhkan usaha dan keterampilan serta kemampuan dalam bidang itu (Arifin, 2002).
Tidak ada persoalan sosial manusia dihadapkan dengan masalah sosial yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih baik, Setiap hari semua orang melakukan proses komunikasi. Sering kali akibat komunikasi yang tidak tepat terjadi perbedaan pandangan atau salah paham. Oleh karena itu setiap orang perlu memahami konsep dan proses komunikasi untuk meningkatkan hubungan antar manusia dan mencegah kesalah pahaman yang mungkin terjadi, hubungan komunikasi terapeutik antara perawat atau bidan dengan pasien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Utami P, 1998).
Dasawarsa terakhir masalah komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien telah mendapatkan sorotan luas karena adanya beberapa laporan riset yang di kumpulkan Faulkner (1984), laporan tersebut mengungkapkan bahwa banyak pasien yang merasa tidak pernah menerima cukup informasi (Nancy, 1988).
Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam aktifitas dan bagian yang selalu ada dalam proses manajemen keperawatan atau kebidanan. Berdasarkan hasil penelitian Swansburg (1990), bahwa lebih dari 80% waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16% untuk membaca dan 9% untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kiat sukses bagi seorang bidan karena terlalu banyak waktu yang digunakan untuk komunikasi, mendengar, berbicara jadi jelas bahwa bidan harus mempunyai keterampilan interpersonal yang baik, karena praktek kebidanan berorientasi pada hubungan interpersonal dalam mencapai suatu tujuan organisasi, maka untuk menciptakan komitmen dan rasa kebersamaan perlu ditunjang keterampilan dalam berkomunikasi (Nursalam, 2002).
Berdasarkan kurikulum Program Studi Kebidanan Metro terprogram sebagai mata kuliah komunikasi kebidanan yang isinya tentang komunikasi terapeutik diajarkan pada semester III diharapkan mahasiswi bisa menerapkan komunikasi terapeutik secara efektif, hal ini yang melatar belakangi penulis ingin mengetahui bagaimana setelah mahasiswi mendapatkan mata kuliah komunikasi terapeutik keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik yang di lakukan mahasiswi Program Studi Kebidanan Metro Tingkat II sudah sesuai dengan teori yang di berikan atau tidak.

B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil rumusan masalah yaitu : “Bagaimanakah Gambaran keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh mahasiswi tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di Lahan Praktek ?”

C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan yaitu :
1. Tujuan Umum
Dalam penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik mahasiswi tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di Lahan Praktek.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase perkenalan mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.
b. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase orientasi mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.
c. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase kerja mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.
d. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase terminasi mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti sebagai berikut:
a. Subyek penelitian : Mahasiswi Program Studi Kebidanan Metro Tingkat II Semester IV.
b. Obyek penelitian : Keterampilan pelaksanaan tentang komunikasi terapeutik.
c. Lokasi penelitian : Di BPS Ch. Sudilah, BPS Sri Lestari, BPS Sukatmi, BPS Yusi M, BPS Marta, BPS Pujiati, BPS Isti Kayom, BPS H. Suwarni, RB Nur Anissa, RB Doa Ibu, RB Kasih Ibu, RB Putri Dewi.
d. Waktu penelitian : Tanggal 8-13 Mei 2006.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Pendidikan
Penambahan wawasan tentang komunikasi terapeutik secara efektif dan akan bermanfaat untuk dijadikan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
2. Bagi Mahasiswi Program Studi Kebidanan Metro Tingkat II
Bermanfaat sebagai bahan masukan sehingga dapat melatih diri dalam berkomunikasi secara efektif.
3. Bagi Lahan Praktek.
Meningkatkan pembelajaran dan bimbingan tentang komunikasi terapeutik.

BACA SELENGKAPNYA - Keterampiloan pelaksanaan komunikasi terapeutik mahasiswi tingkat II program studi kebidanan…… di lahan praktek

Hubungan kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A di poliklinik anak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa adalah tingginya angka harapan hidup penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai suatu negara berkembang, dengan perkembangannya yang cukup baik, makin tinggi usia harapan hidup pada waktu lahir orang Indonesia akan mencapai 70 tahun atau lebih pada tahun 2015-2020 (FKUI, 1999 : iv). Usia harapan hidup untuk pria 76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995:15). Di Lampung usia harapan hidup penduduknya pada tahun 2004 mencapai 67,6 tahun, sedangkan Lampung Timur adalah 69,3 tahun (Dinkes Propinsi, 2004).
Meningkatnya usia harapan hidup bagi masyarakat mempunyai beberapa konsekuensi yaitu antara lain akan timbulnya berbagai masalah kesehatan. Khususnya bagi wanita didalam daur hidupnya akan mengalami berbagai masalah kesehatan terutama pada masa menopause dan pasca menopause (Baziad, 2000:35). Salah satu masalah kesehatan yang bisa terjadi pada masa menopause adalah osteoporosis.
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang paling banyak menyerang wanita yang telah menopause (Irawati, 2002:47).Akibat yang biasa terjadi dari osteoporosis adalah ketika tulang punggung menjadi lemah, maka akan mudah jatuh dan retak, apalagi jika disertai dengan patah tulang (fraktur).
Waktu menopause produksi estrogen dalam tubuh wanita mengalami penurunan yang drastis. Diantara banyak fungsinya estrogen memainkan peranan utama dalam melestarikan kekuatan tulang melalui kalsifikasi atau pemberian kalsium yang terus menerus. Dengan turunnya kadar estrogen, hormon yang berperan dalam proses ini yaitu vitamin D dan PTH (Parathyroid Hormone) menurun sehingga proses pematangan sel tulang (osteoblast) terhambat. Apabila ini berlanjut terus, maka penyerapan tulang dalam tubuh akan lebih cepat daripada pembentukan dalam tulang sehingga tulang menjadi lebih lunak, lebih lemah dan lebih mudah patah (Rachman, 2000:13).
Osteoporosis dapat terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan kurangnya aktifitas yang dilakukan sehari-hari mulai anak-anak sampai dewasa, serta minimnya pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis terbukti dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata di Indonesia yang hanya 254 mg perhari dari 1000-1200 mg perhari menurut standar internasional. Hal ini ditambah kenyataan bahwa gejala osteoporosis sering kali tidak menimbulkan gejala (silent desease), namun seringkali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung akibat fraktur kompresi dari satu atau lebih vertebrata (www.@promokes.go.id, 2006).
Berdasarkan data terbaru dari IOF (International Osteoporosis Foundation) menyebutkan sampai tahun 2000 ini diperkirakan 200 juta wanita mengalami osteoporosis (Hartono, 2000:2). Wanita 2-3 kali lebih banyak menderita osteoporosis dibandingkan laki-laki dengan prevalensi lebih kurang 35% wanita pasca menopause menderita osteoporosis dan 50% ostopenia (Baziad, 2003:75). Berdasarkan analisa data Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada 14 propinsi menunjukkan masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7 %. (www.Depkes.go.id, 2005).
Menurut laporan SP2TP tahun 2004 di Propinsi Lampung osteoporosis yang merupakan salah satu penyakit tulang dan jaringan pengikat menempati urutan ke-5 dari 10 (sepuluh) besar penyakit pada tahun 2004 dengan jumlah kasus 126.304 (9,32%) (Dinkes Propinsi, 2004). Dari beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung, kasus penyakit osteoporosis lama dan baru yang ada di daerah Lampung Timur pada triwulan IV tahun 2005 menempati urutan ke-3 dari jumlah penyakit terbanyak yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur sebanyak 4059 kasus (8,25%) (LB1 Dinkes Lampung Timur). Untuk wilayah Puskesmas Purbolinggo, penyakit tulang menempati urutan ke-2 sebanyak 143 kasus (8,1%) dari penyakit terbanyak pada bulan Januari 2006. Sedangkan pada bulan Februari 2006 menempati urutan ke-3 sebanyak 109 kasus (7,1%) (Seksi Puskesmas Lampung Timur).
Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur terdapat jumlah wanita berdasarkan golongan umur 46-50 tahun yaitu 151 orang (7,6%) (data desa Taman Bogo tahun 2005). Dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap 10 orang wanita pramenopause, ternyata ada 6 orang (60%) tidak tahu tentang osteoporosis yang mungkin akan terjadi pada masa menopause. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis yang terjadi pada masa menopause di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur tahun 2006?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat tahu.
b) Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat paham.
c) Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat aplikasi.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Studi Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis.
3. Subyek penelitian : Wanita yang berusia 46-50 tahun di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
4. Lokasi penelitian : Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
5. Waktu Penelitian : Bulan April – Mei 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada wanita pramenopause tentang osteoporosis pada masa menopause.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan informasi untuk penelitian berikutnya.

BACA SELENGKAPNYA - Hubungan kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A di poliklinik anak

Hubungan faktor lingkungan, tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan narkotika psikotropika zat aditif lainnya (NAPZA) pada re

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diera komunikasi sekarang ini, perubahan – perubahan sosial yang terjadi kita rasakan begitu cepatnya. Dalam waktu yang relatif singkat telah terjadi perubahan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sesuai dengan cita – cita Bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang madani, ternyata perubahan – perubahan tersebut telah memberikan pengaruh baik positif maupun negatif. Di satu sisi kehidupan demokratis dapat dirasakan dan di sisi lain bahaya dan ancaman terhadap bangsa Indonesia juga semakin meningkat.
Salah satu permasalahan sosial yang tengah kita hadapi saat ini adalah berkembangnya penyalahgunaan narkoba, psykotropika zat adiktif lainnya (Napza). Masalah penyalahgunaan Napza ini telah terjadi permasalahan nasional, bahkan internasional, mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh adanya penyalahgunaan narkotika ini, maka sikap bangsa Indonesia secara sadar telah menentukan sikap untuk memeranginya, karena bahaya narkotika dapat menghancurkan peradaban manusia.
Ancaman bahaya penyalahgunaan narkotika serta peredaran gelap Narkotika dapat menjadi penghambat bagi pembangunan sumberdaya manusia, dan ini perlu untuk segera ditanggulangi secara bersama oleh seluruh bangsa Indonesia.Penyalahgunaan narkotika itu sendiri berhubungan dengan beberapa faktor yaitu : faktor individu, faktor obat, dan faktor lingkungan.
Ada banyak alasan orang menggunakan Napza, pada awalnya ada yang hanya coba – coba atau sekedar ingin tahu, lama kelamaan mengalami ketergantungan keluarga akan muncul berbagai masalah. Selain itu pengguna Napza banyak mengalami benturan masa depan serta dalam kehidupan sosial (Kusminarno, 2002).
Kebersihan pembangunan telah memperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan khususnya pembangunan di bidang kesehatan yang ditandai dengan semakin membaiknya status kesehatan masyarakat Indonesia, antara lain meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi dan balita. Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan ini telah membawa perubahan struktural dari usia anak ke usia remaja. “jumlah penduduk yang termasuk dalam kaum muda (young people) 10 – 24 tahun di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, adalah 31,2% dari jumlah penduduk.”
Jumlah penduduk remaja yang besar tersebut merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat berharga bila dapat dilakukan pembinaan dengan baik seperti yang tercantum dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1994 – 2004 bahwa pembinaan anak dan generasi muda dilaksanakan dengan mengembangkan iklim yang kondusif agar dapat mengaktualisasikan segala potensi, bakat dan minat dengan memberikan kesempatan dan kebebasan dan mengorganisasikan dirinya secara bebas dan merdeka sebagai wahana pendewasaan untuk menjadi pemimpin bangsa yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, patriotis, demokratis, mandiri dan tanggap terhadap aspirasi rakyat. Sebaliknya bila potensi yang besar tersebut tidak dilakukan pembinaan dengan baik akan menimbulkan permasalahan remaja seperti yang terjadi saat ini, antara lain penyalahgunaan narkotika, kenakalan remaja, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan permasalahan lainnya yang sangat berpengaruh terhadap kesiapan remaja menghadapi kehidupannya di masa depan. Selanjutnya dalam GBHN dinyatakan bahwa seluruh anak dan remaja harus dihindari dari bahaya destruktif terutama bahaya penyalahgunaan narkotika, obat – obatan terlarang, zat adiktif serta perilaku yang menyimpang (GBHN, 1999 – 2004) oleh karena itu keberlangsungan hidup anak, kesehatan dan perkembangan remaja, perempuan, laki – laki dan keluarga seharusnya dilihat secara menyeluruh.
Lingkungan, tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua merupakan faktor yang penting, dimana masa remaja masa ini merupakan masa peralihan dan pada masa ini secara psikologis sangat labil atau mudah terpengaruh oleh hal – hal yang kurang menguntungkan bahkan sangat membahayakan dirinya dan masa depannya, seperti narkotika ini sangat berbahaya bagi remaja yang telah terjerumus menggunakan narkotika. Dengan lingkungan yang tidak kondusif bagi remaja, ini dapat dengan mudah remaja terhasut oleh ajakan atau tawaran dari pengedar narkotika, sehingga remaja dengan pengetahuan yang kurang tentang narkotika dengan mudah mendapat tawaran untuk mengkonsumsi narkotika, karena yang mereka rasakan adalah nikmat sementara tanpa menghiraukan akibatnya.
Menurut Theodonus dkk (1998) penyalahgunaan obat terlarang berkaitan dengan riwayat pemakaian obat pada keluarga. Tergambar bahwa pengguna obat lebih banyak terjadi dikalangan remaja yang mempunyai kakak, ayah dan ibu yang menggunakan obat – obatan.
Studi pendahuluan yang dilakukan ditemukan bahwa dari mulai siswa sekolah menengah pertama sudah mulai menggunakan narkotika kata ini diambil pada tanggal 9 November 2003, penyalahgunaan narkotika sudah didapatkan dari bangku sekolah menengah pertama dan bahkan sampai dengan perguruan tinggi, keadaan ini sangat memprihatinkan bagi generasi muda. Berdasar uraian pada latar belakang ini penulis tergugah untuk melakukan penelitian tentang hubungan faktor lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan Narkotika pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan rancangan crossectional. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri Se Kota Metro. Objek penelitian adalah faktor lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua sebagai variabel bebas dan penyalahgunaan Napza sebagai variabel terikat. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Desember 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan Napza pada remaja dari SMA Negeri Se Kota Metro.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah diketahuinya :
a. Hubungan antara faktor tempat tinggal dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro.
b. Hubungan antara faktor teman sebaya dengan penyalahgunaan Napza di SMA Negeri Se Kota Metro.
c. Hubungan faktor orang tua dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai masukan dalam mengembangkan dan membina peserta didik agar terhindari dari ancaman bahaya narkotika.
2. Bagi Penulis
Memberikan pengalaman yang sangat bermakna dalam memerangi bahaya narkotika dan pengalaman di bidang penelititian.
3. Bagi Pengembangan Ilmu
Sebagai bahan masukan atau (referensi) untuk penelitian selanjutnya terutama penelitian yang serupa.

BACA SELENGKAPNYA - Hubungan faktor lingkungan, tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan narkotika psikotropika zat aditif lainnya (NAPZA) pada re

Hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup atau life style ini menarik sebagai suatu masalah kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor resiko dari berbagai macam Penyakit (Bustan, 2000). Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai zat berbahaya itu adalah : tar, karbon monoksida (CO) dan nikotin. Mungkin Masyarakat sudah mengerti bahayanya, kerena dalam setiap bungkus rokok ada peringatan merokok dapat menyebapkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin (Abadi,T, 2005). Dari peringatan tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa rokok memiliki pengaruh buruk bagi kehamilan dan janin dalam kandungan.
Kebiasaan merokok para calon ibu ternyata membawa akibat buruk pada anak yang akan dilahirkanya. Terdapat bukti kuat bahwa ibu hamil yang merokok dapat langsung mempengaruhi dan merusak perkembangan janin dalam rahim, yang paling sering terjadi adalah berat lahir yang rendah (Arlene, 1996). Berat badan bayi ibu perokok pada umumnya kurang dan mudah menjadi sakit. Berat badan bayi tersebut lebih rendah 40-400 gram dibandingkan dengan bayi yang lahir dari Ibu bukan perokok. Sekitar 7% dari ibu-ibu hamil yang merokok satu bungkus sehari mungkin akan melahirkan anak yang beratnya kurang dari 2500 gram, dan persentase ini meningkat menjadi 12% pada ibu-ibu hamil yang menghabiskan dua bungkus rokok seharinya (Aditama., 1997).
Jumlah berat badan lahir rendah masih cukup tinggi. Berdasarkan hasil estimasi dan survei demografi dan kesehatan Indonesia, angka BBLR secara nasional pada periode tahun 2002-2003 mencapai 7,6 % (Profil Kesehatan Indonesia, 2005). Sedangkan Di Propinsi Lampung, angka BBLR pada tahun 2005 mencapai 2210 orang (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005). Dan di Kota Metro angka kejadian BBLR pada tahun 2005 mencapai 68 orang (Profil Kesehatan Profinsi Lampung, 2005).
Berdasarkan penelitian, 1 dari 3 wanita yang merokok lebih dari 20 batang sehari melahirkan bayi dengan berat badan kurang (Syahbana,O., 2001)., namun hal tersebut tidak hanya terjadi pada ibu hamil yang merokok saja, ternyata ibu hamil yang tidak merokokpun bila sehari-hari selalu berada di tengah-tengah perokok dan selalu terpapar asap rokok (perokok pasif), bisa mengalami efek negatif yang hampir sama tingkatannya dengan perokok (Syahbana, 2001).
Sekarang ini makin banyak diketahui bahwa merokok tidak hanya berpengaruh terhadap orang yang menghisapnya, tetapi juga mempengaruhi semua orang yang berada di sekitarnya. Termasuk janin yang sedang berkembang dari ibu hamil yang kebetulan berada di dekatnya. Jadi, bila suami anda atau setiap orang yang tinggal di rumah anda atau bekerja di meja disamping anda merokok, tubuh bayi anda akan mendapat pengotoran oleh asap tembakau hampir sebanyak pengotoran yang ia dapat jika anda sendiri yang menghisapnya. Bahkan menurut Candra (2000), bahan kimia yang keluar dari asap bakaran ujung rokok kadarnya lebih tinggi dari pada yang dihisap perokoknya. Semakin dekat jarak perokok dengan perokok pasif, akan semakin besar bahayanya, karena itu penelitian banyak dilakukan pada istri si perokok. Belakangan ini para ahli juga menemukan hubungan antara penurunan berat bayi yang dilahirkan oleh isteri seorang perokok akibat gangguan perkembangan janin selama dalam kandungan (Aditama, 1997).
Berdasarkan data pra survei, di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo terdapat 9 bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram (data Puskesmas Karangrejo, 2006-2007). Setelah 5 orang suami yang memiliki bayi tersebut ditanyakan tentang kebiasaan merokok, 4 diantaranya menjawab ya dan menghabiskan lebih dari 10 batang rokok per hari dan 1 orang menjawab tidak.
Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat hubungan suami perokok dengan bayi berat lahir rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada hubungan antara suami perokok dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis Penelitian : Analitik
2. Subyek Penelitian : Suami yang memiliki bayi usia 0-1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas karangrejo
3. Objek Penelitian : Hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR)
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo
5. Waktu Penelitian : Tanggal 28 Mei – 16 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi pengelola program puskesmas dalam rangka meningkatkan kegiatan penyuluhan khususnya tentang hubungan suami perokok dengan bayi berat lahir rendah.
2. Peneliti
Dapat diketahui dengan jelas tingkat hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lebih rendah.
3. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan
4. Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

BACA SELENGKAPNYA - Hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di wilayah kerja puskesmas

FISIOLOGI DAN MEKANISME PERSALINAN NORMAL


A. BEBERAPA DEFINISI
  • Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
  • Partus immaturus kurang dari 28 minggu lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 1000-500 gram.
  • Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu-36 minggu.
  • Partus postmaturus atau serotinus adalah pertus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan.
  • Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil.
  • Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali.
  • Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Nulipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali. Multipara atau pleuripara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk beberapa kali.
  • Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin viable, berat janin dibawah 500 gram, atau tua kehamilan dibawah 20 minggu.
  • Inpartu adalah seorang wanita yang dalam keadaan persalinan. Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakan kepala memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. Partus luar biasa atau partus abnormal ialah bila bayi dilahirkan pervaginam dengan cunam, atau ekstraktor vakum, versi dan ekstraksi, dekapitasi, embriotomi dan sebagainya.
B. SEBAB-SEBAB MULAINYA PERSALINAN
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengeruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengeruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dan berlangsungnya artus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga a term meningkat, lebih-lebih sewaktu partus.
Seperti telah dikemukakan, “plasenta menjadi tua” dengan tuanya kehamilan. Villi koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun.
Keadaan uterus yang semakin membesar dan menjadi tegang mengakibatkan ikemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi. Teori berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh Hipocrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. Faktor lain yang dikemukakan ialah tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus dapat dibangkitkan. Uraian tersebut diatas adalah hanya sebagian dari banyak faktor-faktor kompleks sehingga his dapat dibangkitkan.
Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat pula dimulai (indiction of labor) misalnya 1) merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan beberapa gagang laminaria dalam kanalis servikalis, 2) pemecahan ketuban, 3) penyuntikkan oksitosin (sebaiknya dengan jalan infus intravena), pemakaia prostaglandin, dan sebagainya. Dalam hal mengadakan induksi persalinan perlu diperhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis servikalis terbuka untuk satu jari. Untuk menilai serviks dapat juga dipakai Skor Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.

C. BERLANGSUNGNYA PERSALINAN NORMAL
Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala itu diamati-amati, apakah tidak terjadi perdarahan postpartum.

1. KALA SATU PERSALINAN
BATASAN
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksiuterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.
Tanda dan gejala in partu termasuk :
  • Penipisan dan pembukaan serviks.
  • Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
  • Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina.

FASE-FASE DALAM KALA I PERSALINAN
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). kala I persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
Fase laten dalam kala I persalinan :
  • Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.
  • Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
  • Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

Fase aktif dalam kala I persalinan :
  • Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan terus meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).
  • Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (mulitpara).
  • Terjadi penurunan bagian terbawah janin
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK IBU BERSALIN
Anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama merupakan bagian dari asuhan sayang ibu yagn baik dan aman selema persalinan. Pertama, sapa ibu dan beritahukan apa yang akan anda lakukkan. Jelaskan pada ibu tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jawab dengan baik setiap pertanyaan yang diajukan ole ibu. Sambil melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, perhatikan adanya tanda-tanda penyulit atau kondisi gawat darurat dan segera lakukan tindakan yang sesuai apabila diperlukan.(lihat tabel 2-1 hal 44) Untuk memastikan proses persalinan akan berlangsung secara aman. Catatkan semua temuan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama dan lengkap. Jelaskan makna temuan dan kesimpulannya kepada ibu dan keluarganya.

ANAMNESIS
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan. Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk mementukan diagnosis dan yang mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai.
Tanyakan pada ibu :
  • Nama, umur dan alamat.
  • Gravida dan para.
  • Hari pertama haid terakhir.
  • Kapan bayi akan lahir (menurut taksiran ibu).
  • Riwayat alergi obat-obatan tertentu.
  • Riwayat kehamilan yang sekarang :
- Apakah bu pernah melakukan pemeriksaan antenatal? Jika ya, periksa kartu asuhan antenatalnya (jika mungkin).
- Pernahkan ibu mendapat masalah selama kehamilannya (misalnya ; perdarahan, hipertensi, dll)?
- Kapan mulai kontraksi?
- Apakah kontraksi teratur? Seberapa sering kontraksi terjadi?
- Apakah ibu masih merasakan gerakan bayi?
- Apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, apa warna cairan ketuban?
- Apakah kental atau encer? Kapan saat selaput ketuban pecah? (periksa perineum ibu untuk melihat air ketuban di pakaiannya).
- Apakah keluar cairan bercampur darah dari vagina ibu? Apakah berupa bercak atau darah segar per vaginam? (periksa perineum ibu untuk melihat darah segar atau lendir bercampur darah di pakaiannya).
- Kapan ibu terakhir kali makan atau minum?
- Apakah ibu mengalami kesulitan untuk berkemih?

Riwayat kehamilan sebelumnya :
- Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnyac(bedah sesar, persalinan dengan ekstraksi vakum atau forceps, induksi oksitosin, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, preeklampsia, perdarahan pascapersalinan)?
- Berapa berat badan bayi yang paling besar pernah ibu lahirkan?
- Apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada kehamilan/persalinan sebelumnya
  • Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih dll).
  • Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing atau nyeri epigastrium bagian atas). Jika ada, periksa tekanan darahnya dan protein dalam urin ibu.
  • Pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas atau berbagai bentuk kekhawatiran lainnya.
  • Dokumentasikan semua temuan. Setelah anamnesis lengkap, lakukan pemeriksaan fisik.
PEMERIKSAAN FISIK
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin. Informasi dari hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis diramu/diolah untuk membuat keputusan klinik, menegakkan diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau keparawatan yang paling sesuai dengan kondisi ibu.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang apa yang akan dilakukan selama pemariksaan dan apa alasannya. Anjurkan mereka untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan sehingga mereka memahami kepentingan pemeriksaan.
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik :
  • Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan fisik.
  • Tunjukkan sikap ramah dan sopan, tenteramkan hati dan bantu ibu agar merasa nyaman. Minta ibu menarik nafas perlahan dan dalam jika ia merasa tegang dan gelisah.
  • Minta ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya (jika perlu, periksa jumlah urin dan adanya protein dan aseton dalam urin).
  • Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, suasana hatinya, tingkat kesehatan atau nyeri kontraksi, warna konjungtiva, kebersihan, status gizi dan kecukupan cairan tubuh.
  • Nilai tanda-tanda vital ibu (tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan). Untuk akurasi penilaian tekanan darah dan nadi ibu, lakukan pemeriksaan itu diantara dua kontraksi.
  • Lakukan pemeriksaan abdomen.
  • Lakukan periksa dalam.
  • Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan abdomen digunakan untuk :
1. Menentukan tinggi fundus uteri.
2. Memantau konstruksi uterus.
3. Memantau denyut jantung janin.
4. Menentukan presentasi.
5. Menentukan penurunan bagian terbawah janin.

Sebelum melakukan pemeriksaan abdomen, pastikan dulu bahwa ibu sudah mengosongkan kandung kemihnya, kemudian minta ibu untuk berbaring. Tempatkan bantal dibawah kepala dan bahunya dan minta ibu untuk menekukkan lututnya. Jika ibu gugup, beri bantuan agar ia memperoleh nyaman dengan meminta ibu untuk menarik nafas dalam berulang kali. Jangan biarkan ibu dalam posisi terlentang dalam waktu lebih dari sepuluh menit.

1. Menentukan tinggi fundus.
Pastikan pengukuran dilakukan pada saat uterus tidak sedang berkontraksi. Ukur tinggi fundus denga menggunakan pita pengukur. Mulai dari tepi atas simfisis pubis kemudian rentangkan pita pengukur hingga ke puncak fundus mengikuti aksis atau linea medialis dinding abdomen(lihat gambar 2.1). lebar pita harus menempel pada dinding abdomen ibu. Jarak antara tepi atas simfisis pubis dan puncak fundus uteri adalah tinggi fundus.

2. Memantau konstruksi uterus.
Gunakan jarum detik yang ada pada jam dinding atau jam tangan untuk memantau kontraksi uterus. Secara hati-hati, letakkan tangan penolong diatas uterus dan palpasi jumlah kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit. Tentukan durasi danlama setiap kontraksi yang terjadi. Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10 menit dan lama kontraksi adalah 40 detik atau lebih. Diantara dua kontraksi akan terjadi relaksasi dinding uterus.

3. Memantau denyut jantung janin.
Gunakan fetoskop Pinnards atau Dopler untuk mendengar denyut jantung janin (DJJ) dalam rahim ibu dan untuk menghitung jumlah denyut jantung per menit, gunakan jarum detik pada jam dinding atau jam tangan. Tentukan titik tertentu pada dinding abdomen ibu dimana suara DJJ terdengar paling kuat.
Tips : jika DJJ sulit untuk ditemukan, lakukan palpasi abdomen ibu untuk menentukan lokasi punggung bayi. Biasanya rambatan suara DJJ lebih mudah didengar melalui dinding abdomen pada sisi yang sama dengan punggung bayi.
Nilai DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Mulai penilaian sebelum atau selama puncak kontraksi. Dengarkan DJJ selama minimal 60 detik, dengarkan sampai sedikitnya 30 detik setelah kontraksi berakhir. Lakukan penilaian DJJ tersebut pada lebih dari satu kontraksi. Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan dari DJJ yang kurang dari 120 atau lebih dari 160 kali per menit. Kegawatan janin ditunjukkan dari DJJ yang kurang dari 120 atau lebih dari 180 kali per menit. Bila demikian, baringkan ibu ke sisi kiri dan anjurkan ibu untuk relaksasi. Nilai kembali DJJ setelah 5 menit dari pemeriksaan sebelumnya, kemudian simpulkan perubahan yang terjadi. Jika DJJ tidak mengalami perbaikan maka siapkan ibu untuk segera dirujuk.

4. Menentukan presentasi.
Untuk menentukan presentasi bayi (apakah presentasi kepala atau bokong) :
  • Berdiri disamping dan menghadap ke arah kepala ibu (minta ibu mengangkat tungkai atas dan menekukkan lutut).
  • Dengan ibu jari dan jari tengah dari satu tangan (hati-hati dan mantap), pegang bagian terbawah janin yang mengisi bagian bawah abdomen (diatas simfisis pubis) ibu. Bagian yang berada diantara ibu jari dan jari tengah penolong adalah penunjuk presentasi bayi.
  • Jika bagian terbawah janin belum masuk ke rongga penggul maka bagian tersebut masih dapat digerakkan. Jika telah memasuki rongga panggul maka bagian terbawah janin sulit atau tidak dapat digerakkan lagi.
  • Untuk menentukan apakah presentasinya adalah kepala atau bokong maka perhatikan dan pertimbangkan bentuk, ukuran dan kepadatan bagian tersebut. Bagian berbentuk bulat, teraba keras, berbatas tegas dan mudah digerakkan (bila belum masuk rongga panggul) biasanya adalah kepala. Jika bentuknya kurang tegas, teraba kenyal, relatif lebih besar dan sulit dipegang secara mantap maka bagian tersebut biasanya adalah bokong. Istilah sungsang digunakan untuk menunjukkan bahwa bagian terbawah adalah kebalikan dari kepala atau diidentikkan sebagai bokong.
5. Menentukan penurunan bagian terbawah janin.
Pemeriksaan penurunan bagian terbawah janin ke dalam rongga panggul melalui pengukuran pada dinding abdomen akan memberikan tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi ibu jika dibandingkan dengan melakukan periksa dalam (vaginal toucher). Selain itu, cara penilaian diatas (bila dilakukan secara benar) dapat memberikan informasi yang sama baiknya dengan hasil periksa dalam tentang kemajuan persalinan (penurunan bagian terbawah janin) dan dapat mencegah periksa dalam yang tidak perlu atau berlebihan. Penilaian penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian terbawah janin yang masih berada diatas tep atas simfisis dan dapat diukur dengan lima jari tangan pemeriksa (per limaan). Bagian diatas simfisis adalah proporsi yang belum masuk pintu atas panggul dan sisanya (tidak teraba) menunjukkan sejauh mana bagian terbawah janin telah masuk kedalam rongga panggul.
Penurunan bagian terbawah dengan metode lima jari (perlimaan) adalah :
  • 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba diatas simfisis pubis.
  • 4/5 jika bagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki pintu atas panggul.
  • 3/5 jika bagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul.
  • 2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada diatas simfisis dan (3/5) bagian telah turun melalui bidang tengah rongga panggul (tidak dapat digerakkan).
  • 1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah janin yang berada diatas simfisis dab 4/5 bagian telah masuk kedalam rongga pangul.
  • 0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam rongga panggul.
Merujuk pada kasus primigravida, inpartu kala satu fase aktif dengan kepala janin masih 5/5 (tabel 2-1) dimana kondisi ini patut diwaspadai sebagai kondisi tak lazim. Alasanya adalah pada kala satu persalinan, kepala sudah masuk ke dalam rongga panggul. Bila ternyata kepala memang tidak dapat turun, maka bagian terbawah janin (kepala) terlalu besar dibandingkan dengan diameter pintu atas panggul. Mengingat bahwa hal ini patut diduga sebagai disproporsi kepala panggul (CPD) maka sebaiknya ibu dapat melahirkan di fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan untuk melakukan operasi seksio sesaria sebagai antisipasi apabila terjadi persalinan macet (disproporsi). Penyulit lain dari posisi kepala diatas pintu atas panggul adalah tali pusat menumbung yang disebabkan oleh pecahnya selaput ketuban yang disertai turunnya tali pusat.

PERIKSA DALAM
Sebelum melakukan periksa dalam, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian keringkan dengan handuk kering dan bersih. Minta ibu untuk berkemih dan mencuci area genitalia (jika ibu belum melakukannya) dengan sabun dan air. Jelaskan pada ibu setiap langkah yang akan dilakukan selama pemeriksaan. Tenteramkan hati dan anjurkan ibu untuk rileks. Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam termasuk :
  1. Tutupi badan ibu sebanyak mungkin dengan sarung dan selimut.
  2. Minta ibu berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan (mungkin akan membantu jika ibu menempelkan kedua telapak kakinya satu sama lain).
  3. Gunakan sarung tangan DTT atau steril saat melakukan pemeriksaan.
  4. Gunakan kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT/larutan antiseptik. Basuh labia secara hati-hati, seka dari bagian depan ke belakang untuk menghindarkan kontaminasi fses (tinja).
  5. Periksa genitalia eksterna, perhatikan apakah ada luka atau massa (benjolan) termasuk kondilomata, varikositas vulva atau rektum, atau luka parut di perineum.
  6. Nilai cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah, perdarahan per vaginam atau mekonium :
a. Jika ada perdarahan per vaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam.
b. Jika ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika terlihat pewarnaan mekonium, nilai apakah kental atau encer dan periksa DJJ:
i. Jika mekonium encer dan DJJ normal, teruskan memantau DJJ dengan seksama menurut petunjuk pada partograf. Jika ada tanda-tanda akan terjadi gawat janin, lakukan rujukan segera.
ii. Jika mekonium kental, nilai DJJ dan rujuk segera.
iii. Jika tercium bau busuk, mungkin telah terjadi infeksi

7. Dengan hati-hati pisahkan labium mayus dengan jari manis dan ibu jari (gunakan sarung tangan periksa). Masukkan (hati-hati) jari telunjuk yang diikuti oleh jari tengah. Jangan mengeluarkan kedua jari tersebut sampai pemeriksaan selesai dilakukan. Jika selaput ketuban belum pecah, jangan melakuka tindakan amniotomi (merobeknya).Alasannya : amniotomi sebelum waktunya dapat meningkatkan resiko infeksi terhadap ibu dan bayi serta gawat janin.

8. Nilai vagina. Luka parut di vagina mengidikasikan adanya riwayat robekan perineum atau tidakan episiotomi sebelumnya. Hal ini merupakan informasi penting untuk menentukan tindakan pada saat kelahiran bayi.

9. Nilai pembukaan dan penipisan serviks.
10. Pastikan tali pusat dan/atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba pada saat melakukan periksa dalam. Jika teraba maka ikuti langkah-langkah gawat darurat (lihat tabel 2-1) dan segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai.
11. Nilai penurunan bagian terbawah janin dan tentukan apakah bagian tersebut telah masuk ke dalam rongga panggul. Bandingkan tingkat penurunan kepala dari hasil periksa dalam dengan hasil pemeriksaan melalui dinding abdomen (perlimaan) untuk kemajuan persalinan.
12. Jika bagian terbawah adalah kepala, pastikan penunjuknya (ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar arau fontanela magne) dan celah (sutura) dagitalis untuk menilai derajat penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah ukuran kepala janin sesuai dengan ukuran jalan lahir.
13. Jika pemeriksaan terbawah sudah lengkap, keluarkan kedua jari pemeriksaan (hati-hati), celupkan sarung tangan ke dalam larutan untuk dekontaminasi, lepaskan kedua sarung tangan tadi secara terbalik dan rendam dalam larutan dekontaminan selama 10 menit.
14. Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk yang bersih dan kering.
15. Bantu ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman.
16. Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarganya.

MENCATAT DAN MENGKAJI HASIL ANAM NESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK.
Ketika anamnesis dan pemeriksaan telah lengkap :
  1. Catatkan semua hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik secara teliti dan lengkap.
  2. Gunakan informasi yang ada untuk menentukan apakah ibu sudah inpartu, tahapan dan fase persalinan. Jika pembukaan serviks kurang dari 4 cm, berarti ibu berada dalam fase laten kala satu persalinan dan perlu penilaian ulang 4 jam kemudian. Jika pembukaan telah mencapai atau lebih dari 4 cm maka ibu berada dalam fase aktif kala satu persalinan sehingga perlu dimulai pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf.
  3. Tentukan ada tidaknya masalah atau penyulit yang harus di tatalaksana secara khusus.
  4. Setiap kali selesai melakukan penilaian lakukan kajian data yang terkumpul, dan buat diagnosis berdasarkan informasi tersebut. Susun rencana penatalaksanaan dan asuhan ibu bersalin. Penatalaksanaan harus didasarkan pada kajian hasil temuan dan diagnosis.Contoh : jika kajian hasil temuan berujung pada diagnosis berupa ibu dengan kehamilan intrauteri, cukup bulan, kala satu persalinan fase aktif dengan DJJ dan tanda-tanda vital normal, maka rencana selanjutnya adalah terus memantau kondisi ibu serta janin menurut parameter-parameter pada partograf dam meberikan asuhan sayang ibu. Tetapi apabila diagnosis menunjukkan adanya abnormalitas kemajuan persalinan atau komplikasi, maka rencana selanjutnya adalah persiapan untuk segera merujuk ibu dan sementara menunggu dirujuk, dilakukan stabilisasi kondisi ibu dan bayi, memantau progresifitas komplikasi dan memberikan pertolongan secara memadai dan asuhan sayang ibu .
  5. Jelaskan temuan diagnosis dan rencana penatalaksanaan kepada ibu dan keluarganya sehingga mereka mengerti tentang tujuan asuhan yang akan diberikan.
PENGENALAN DIRI TERHADAP MASALAH DAN PENYULIT
Pada saat memberikan asuhan kepada ibu bersalin, penolong harus selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah atau penyulit. Ingat bahwa menunda pemberian asuhan kegawatdaruratan akan meningkatkan resiko kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir. Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik, tetap waspada terhadap indikasi-indikasi seperti yang tertera pada tabel 2-1 dan segera lakukan tindakan yang diperlukan. Langkah dan tindakan yang akan dipilih sebaiknya dapat memberi manfaat dan memastikan bahwa proses persalinan akan berlangsung aman dan lancar sehingga akan berdampak baik terhadap keselamatan ibu dan bayi yang akan dilahirkan

2. KALA DUA PERSALINAN
BATASAN
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi.

GEJALA DAN TANDA KALA DUA PERSALINAN
Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah :
  • Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
  • Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya.
  • Perineum menonjol.
  • Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
  • Meningkatkan pengeluaran lendir bercampur darah.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam (informasi objektif) yang hasilnya adalah:
• Pembukaan serviks telah lengkap, atau
• Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

PERSIAPAN PENOLONG PERSALINAN
Salah satu persiapan penting bagi penolong adalah memastikan penerapan fisik dan praktik pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan, termasuk mencuci tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelingdung bayi.

SARUNG TANGAN
Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus selalu dipakai selama melakukan periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomi, penjahitan laserasi dan asuhan segera bagi bayi bare lahir. Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus menjadi bagian dari perlengkapan untuk menolong persalinan (partus set) dan prosedur penjahitan (suturing atau heckting set). Sarung tangan harus diganti apabila terkontaminasi, robek atau bocor.

PERLENGKAPAN PELINDUNG PRIBADI
Pelindung pribadi merupakan penghalan atau barier antara penolong dengan bahan-bahan yang berpotensi untuk menularkan penyakit. Oleh sebab itu, penolong persalinan harus memakai celemek yang bersih dengan penutup kepala atau ikat rambut pada saat menolong persalinan. Juga gunakan masker penutup mulut dan pelindung mata (kacamata) yang bersih dan nyaman. Kenakan semua perlengkapan pelindung pribadi selama membantu kelahiran bayi dan plasenta serta saat melakukan penjahitan laserasi atau luka episiotomi.

PERSIAPAN TEMPAT PERSALINAN, PERALATAN DAN BAHAN
Penolongpersalinan harus menilai dimana ruangan oroses persalinan akan berlangsung. Ruangan tersebut harus memiliki pencahayaan/penerangan yang cukup (baik melalui jendela, lampu di langit-langit kamar ataupun sumber cahaya lainnya). Ibu dapat menjalani persalinan di tempat tidurdengan kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih, kain tebal dan kain pelapis anti bocor (plastik) apabila hanya beralaskan kayu atau kasur yang diletakkan diatas lantai (dilapisi dengan plastik dan kain bersih). Ruangan harus hangat (tetapi jangan panas) dan terhalang dari tiupan angin secara langsung. Selain itu, harus tersedia meja atau pemukaan yang bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan yang diperlukan.
Pastikan bahwa semua peralengkapan dan bahan-bahan tersedid dan berfungsi denganbai;btermasuk perlengkapan untuk menolong persalinan, menjahit laserasi atau luka episiotomi dan resusitasi bayi bare lahir. Semua perlengkapan dan bahan-bahan dalam set tersebut harus dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Daftar tilik lengkap intuk bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obat esensial yang dibutuhkan untuk persalinan, membantu kelahiran dan asuhan bayi baru lahir ada pada lampiran 6.

PENYIAPAN TEMPAT DAN LINGKUNGAN UNTUK KELAHIRAN BAYI
Persiapan untuk mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh yang berlebihan pada bayi bare lahir harus dimulai sebelum kelahiran bayi itu sendiri. Siapkan lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi atau bayi bare lahir dengan memastikan bahwa ruangan tersebut bersih, hangat (minimal 250C), pencahayaan cukup, dan bebas dari tiupan angin(matikan kipas angin atau pendingin udara bila sedang terpasang). Bila ibu bermukim di daerah pegunungan atau beriklim dingin, sebaiknya disediakan minimal 2 selimut, kain atau handuk yang kering dan bersih untuk mengeringkan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.

PERSIAPAN IBU DAN KELUARGA
Asuhan sayang ibu
  • Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan. Alasannya : hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (enkin, et al, 2000).
  • jurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti posisi, melakukan rangasangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara, dam memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
  • Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi kepada mereka.
  • Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani dua kala persalinan. Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan jika deperlukan.
  • Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran (lihat gambar 3-1 sampai 3-3 untuk contoh sebagai posisi meneran).
  • Setelah pembukaan lengakp, anjurkan ibu untuk meneran apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan napas. Anjurkan ibu untuk beristirahat saat berkontraksi. Alasan : meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan resiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Enkin, et al, 2000).
  • Anjurkan ibu untuk minum selama kala dua persalinan. Alasan : ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Cukupnya supan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut (Enkin, et al, 2000).
  • Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala dua persalinan. Berikan rasa aman dan semangat serta tenteramkan haitnya selama proses ersalinan berlangsung. Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setaip kali penolong akan melakukannya, jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya tekanan darah, denyut jantung janin, pemeriksaan dalam).
MEMBERSIHKAN PERINEUM IBU
Praktik terbaik pencegahan infeksi pada kala dua diantaranya adalah melakukan pembersihan vulva dan perineum menggunakan air matang (DTT). Gunakan gulungan kapas atau kasa yang bersih, bersihkan mulai dari bagian atas ke arah bawah (dari bagian anterior vulva ke arah rektum) untuk mencegah kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong saat ibu mulai meneran. Sediakan kain bersih cadangan didekatnya. Jika keluar tinja saat ibu meneran, jelaskan bahwa hal ibu biasa terjadi. Bersihkan tinja tersebut dengan kain alas bokong atas tangan yang sedang menggunakan sarung tangan. Ganti kain alas bokong dan sarung tangan DTT. Jika tidak ada cukup waktu untuk membersihkan tinja karena bayi akan segera lahir maka sisihkan dan tutupi tinja tersebut dengan kain bersih.

MENGOSONGKAN KANDUNG KEMIH
Anjurkan ibu dapat berkemih setaip 2 jam atau lebi sering jika kandung kemih selalu terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu untuk ke kamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi, bantu ibu agar dapat duduk dan berkemih di wadah penampung urin. Alasan : kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala bayi, selain itu juga menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan distosia bahu, menghalangi lahirnya plasenta dan perdarahan pasca persalinan. Jangan melakukan kateterasi kandung kemih secara rutin sebelum atau setelah kelahiran bayi dan/atau plasenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan bila terjadi retensi urin dan ibu tidak mampu berkemih sendiri. Alasan : selain menyakitkan, kateterisasi akan meningkatkan resiko infeksi dan trauma atau perlukaan pada saluran kemih ibu.

AMNIOTOMI
Apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka perlu diperlukan tindakan amniotomi. Perhatikan warna air ketuban yang keluarga saat dilakukan amniotomi. Jika terjadi pewarnaan mekonium pada air ketuban maka lakukan persiapan pertolongan bayi setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan adanya hipoksia dalam rahim atau selama proses persalinan (lihat lampiran I).

PENATALAKSANAAN FISIOLOGIS KALA DUA
Proses fisiologis kala duapersalinan diartikan sebagai serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi sepanjang periode tersebut dan diakhiri dengan lahirnya bayi secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri). Gejala dan tanda kala dua juga merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah di mulai. Setelah terjadinya pembukaan lengkap, beritahukan pada ibu bahwa dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ia untuk meneran dan kemudian beristirahat di antara kontraksi. Ibu dapat memilih posisi yagn nyaman, baik berdiri, berjongkok atau miring yang dapat mempersingkat kala dua. Beri keleluasaan untuk ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan kelahiran jika ibu menginginkannya atau dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang dialaminya.

Pada masa sebelum ini, sebagian besar penolong akan segera memimpin persalinan dengan menginstruksikan untuk “menarik napas panjang dan meneran” segera setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih (“meneran dengan tenggorokan terkatup” atau manuver Valsava), tiga sampai empat kali per kontraksi (Sagady, 1995). Hal ini ternyata akan mengurangi pasokan oksigen ke bayi yang ditandai dengan menurunnya denyut jantung janin (DJJ) dan nilai Apgar yang lebih rendah dari normal (Enkin, et al, 2000). Cara meneran seperti tersebut diatas, tidak termasuk dalam penatalaksanaan fisiologis kala dua. Pada penatalaksanaan fisiologis kala dua, ibu memegang kendali dan mengatur saat meneran. Penolong persalinan hanya memberikan bimbingan tentang cara meneran yang efeksi dan beneran. Harap diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi, dilahirkan oleh kontraksi uterus. Meneran hanya menambah daya kontraksi untuk mengeluarakn bayi.

MEMBIMBING IBU UNTUK MENERAN
Bila tanda pasti kala dua telah diperoleh, tunggu sampai ibu merasakan adanya dorongan spontan untuk meneran. Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi.
Mendiagnosa kala dua persalinan dan mulai meneran :
  • Cuci tangan (gunakan sabun bersih dan air bersih yang mengalir).
  • Pakai satu sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam.
  • Beritahu ibu sat prosedur dan tujuan periksa dalam.
  • Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan pembukaan sudah lengkap (10 cm), lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI (Lihat bab 2 : pedoman periksa dalam).
  • Jika pembukaan belum lengkap, tenteramkan bu dan bantu ibu mencari posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan di sekitar ruang bersalin. Ajarkan cara bernapas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayinya (lihat pedoman fase aktif persalinan) dan catat semua temuan pada partograf.
  • Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap, beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan ajarkan cara bernapas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu ibu untu memeperoleh posisi yang nyaman dan beritahukan untuk menahan diri untuk meneran hingga penolong memberitahukan saat yang tepat untuk itu.
  • Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan ilmiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan pada partograf. Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu daoat beristirahat di antara kontraksi.
  • Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untuk meneran. Ajarkan cara bernapas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi (lihat pedoman fase aktif persalinan) dan catatkan semua temuan pada partograf. Berikan cukup cairan dan anjurkan/perbolehkan ibu untuk berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit. Stimulasi putting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi. Jika ibu ingin meneran, lihat petunjuk pada butir tujuh diatas.
  • Jika ibu tetap ada dorongan untuk meneransetelah 60 menit pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran di setiap puncak kontraksi. Anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur, tawarkan air minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk memperkuat kontraksi.
  • Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut diatas atau jika kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera karena tidak turunnya kepala bayi mungkin disebabkan oleh disproporsi kepala-pinggul (CPD).
POSISI IBU SAAT MENERAN
Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala dua karena hal ini dapat membantu kemajuan persalainan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik. Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya.

3. KALA TIGA DAN EMPAT PERSALINAN
BATASAN
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.

FISIOLOGI PERSALINAN KALA TIGA
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (mionietriuni) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat pelekatan plasenta. Karena tempat pelekatan menjdi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke bawah vagina.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini :
  • Perunahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah kesisi kanan).
  • Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
  • Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacetal pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Ingat tiga tanda lepasnya plasenta :
1. Perubahan bentuk dan tinggi uterus.
2. Tali pusat memanjang.
3. Semburan darah mendadak dan singkat.


MANAJEMEN AKTIF KALA TIGA
Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah menghsailkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian disebabkan oleh atonia uteri dan rtensio plasenta yanng sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.
Penelitian Prevention of pospartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik manajemen aktif kala tiga (active Management of Third Stage of Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika di bandingkan dengan praktik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika menajemen aktif kala tiga tidak ingin hanya dilatihkan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga :
  • Persalinan kala tiga yang lebih singkat.
  • Mengurangi jumlah kehilangan darah.
  • Mengurangi kejadian retensio plasenta.
Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
  • Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit pertama setelah bayi lahir.
  • Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
  • Masase fundus uteri.

PEMBERIAN SUNTIKAN OKSITOSIN
1. Serahkan bayinyang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.
2. Letakkan kain bersih di atas oerut ibu.
Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yagn sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh arah pada perut ibu.
4. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain (Undiagnosed twin).
5. Beri tahu ibu bahwa ia akan disuntik.
6. Segera (dalam satu menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 menit 1M pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).

Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan aka mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah. Catatan : jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.

PENEGANGAN TALI PUSAT TERKENDALI
  1. Berdiri disamping ibu.
  2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pacta tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ek vulva akan mencegah avulsi.
  3. Letakkan tangan yang lain pacta abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pacta saat melakukan penegangan pacta tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arab lumbal dan kepala ibu (doso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
  4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
  5. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
  6. Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan lakukan penegangan tali pusat. a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta. b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
  7. Setelah plasenta terpisahanjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat denga arah sejajar lantai (mengikuti poros jala lahir). Alasan : segera lepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).
  8. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena sela[ut ketuban mudah robek ; pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembutputar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
  9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban. Alasan : melahirkan plasenta dan selapunya dengan hati-hati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
  10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dalam lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem ke dalam DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongka kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.
BACA SELENGKAPNYA - FISIOLOGI DAN MEKANISME PERSALINAN NORMAL
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI