kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

20 August 2010

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di poli anak RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh seluruh negara didunia saat ini. Penyakit tuberkulosis dapat menyerang pada siapa saja tidak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemis yang dapat mengenai hampir semua organ tubuh (Depkes RI, 2005).
Di Indonesia penyakit tuberkulosis paru (TB paru) masih menjadi masalah kesehatan dimasyarakat. Lokasi infeksi primer dari penyakit ini adalah diparu. Tuberkulosis primer biasanya mulai secara perlahan, sehingga sukar menentukan saat timbulnya gejala pertama. Bakteri tuberkulosis akan menyebabkan terjadinya kerusakan permanen pada paru yang dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius, antara lain pleura effusion (pengumpulan cairan diantara paru-paru dan dinding rongga dada) atau pneumothorax (terdapat udara diantara paru-paru dan dinding rongga dada) (Aditama, 2001).
Penyakit aktif yang tidak diobati juga akan menyebabkan terjadinya penyebaran kebagian tubuh lain. Keadaan akan dapat menjadi fatal kalau kerusakan paru-paru sudah luas. Tuberkulosis ada kalanya dapat menjalar ke organ tubuh lain melalui aliran darah. Terkadang pula infeksi primer tidak terjadi pada paru-paru, tetapi pada sendi atau tulang, ginjal, usus rahim dan getah bening (leher), dampak yang terberat dapat menyebabkan kematian (Aditama, 2001).
Tuberkulosa (TB) yang merupakan suatu infeksi berbahaya yang menyerang paru-paru, telah membunuh hampir 2 juta orang diseluruh dunia tiap tahunnya. Pakar organisasi kesehatan dunia (WHO) meramalkan jumlah kasus ini akan terus meningkat pada dekade yang akan datang. Hampir 2 milyar orang atau sepertiga dari jumlah penduduk saat ini terinfeksi tuberkulosis, dan diikuti oleh suatu infeksi baru yang terjadi setiap detik (Aditama, 2001).
Data dari WHO pada tahun 2004 tercatat 1,3 juta anak didunia terinfeksi tuberkulosis, dari jumlah tersebut, tiap tahunnya 450.000 diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia tuberkulosis menduduki peringkat pertama untuk masalah infeksi. Kasus Tuberkulosis anak di Indonesia pada tahun 2007 tercatat sebanyak 3990 kasus, padahal tahun 2006 jumlahnya hanya 397 kasus (Koalisi untuk Indonesia sehat, 2007). Di propinsi Lampung pada tahun 2007 ditemukan jumlah penderita Tuberkulosis sebanyak 1200 kasus (www.beritaindonesia.co.id). Penderita tuberkulosis di Kota Metro berdasarkan laporan tahunan pada tahun 2007 ditemukan sebanyak 28 kasus yang berasal dari seluruh wilayah puskesmas yang ada di Metro (Dinkes Lampung, 2007). Jumlah penderita tuberkulosis di RSUD A. Yani Metro berdasarkan laporan tahunan pada tahun 2007 sebanyak 145 orang (Medical Record RSUD A. Yani Metro, 2007).
Data hasil prasurvei yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 14 Mei 2008 di RSUD A. Yani Metro, diketahui jumlah penderita Tuberkulosis paru di Poli Anak RSUD A. Yani berdasarkan laporan tiga bulanan yaitu pada bulan Januari-April tahun 2008 terdapat 72 penderita (Medical Record RSUD A. Yani Metro, 2008).
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak menurut Saad (2006) adalah asupan gizi yang kurang, adanya kontak personal dengan penderita tuberkulosis paru yang lain dan faktor ekonomi. Saleh (2008) mengatakan bahwa keterpaparan dengan asap rokok dapat menjadi faktor yang ikut mempengaruhi. Pemberian Vitamin A juga dapat mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru (Akbar, 2001).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu “Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di Poli Anak RSUD A. Yani Metro Tahun 2008”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Jenis Penelitian : Deskriptif
b. Objek Penelitian : Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak
c. Subjek Penelitian : Anak yang menderita tuberkulosis paru di Poli Anak RSUD A. Yani Metro
d. Lokasi Penelitian : Poliklinik Anak RSUD A. Yani Metro
e. Waktu Penelitian : 3 Juni s.d. 16 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di Poli Anak RSUD A. Yani Metro Tahun 2008.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini untuk :
a) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari asupan gizi.
b) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari kontak personal dengan penderita tuberkulosis paru yang lain.
c) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari keterpaparan dengan asap rokok.
d) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari faktor ekonomi.
e) Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak ditinjau dari pemberian vitamin A.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat memberi manfaat bagi :
1. Tenaga Kesehatan di Poli Anak RSUD A. Yani Metro
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi tenaga kesehatan, sebagai bahan masukan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan tersebut berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak.
2. Institusi Pendidikan Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memperluas wawasan mahasiswa tentang tuberkulosis paru pada anak.
3. Peneliti selanjutnya
Hasil peneliti ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya .

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di poli anak RSUD
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak di poli anak RSUD

Gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paradigma pembangunan kesehatan baru merupakan paradigma sehat yang berupaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Paradigma tersebut merupakan model pembangunan kesehatan jangka panjang, yang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif (Dep.Kes.RI, 1993).
Tujuan pembangunan dibidang kesehatan yaitu mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif, untuk mencapai tujuan tersebut titik berat perhatian pemerintah dalam membangun manusia Indonesia terletak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peranan pangan dan gizi dalam hal ini menjadi sangat penting, karena merupakan faktor mendasar yang secara langsung sangat menentukan kualitas sumber daya manusia dan tingkat kehidupan masyarakat pada umumnya (Dep.Kes.RI, 1995).
Pembangunan sumber daya manusia belum menunjukkan hasil menggembirakan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) Indonesia menempati urutan ke 111 dari 177 negara (UNDP, 2004). Peringkat ini lebih rendah dibandingkan peringkat IPM negara-negara tetangga. Rendahnya IPM ini tak luput dari faktor rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia (www.republika.co.id, 2006).
Gizi merupakah salah satu penentu kualitas SDM, kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas kerja dan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih didalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Dep.Kes RI, 2003).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKB) di Indonesia masih tinggi yaitu AKI sebesar 307/100.000 kelahiran hidup, AKB sebesar 35/1.000 kelahiran hidup (UNDP, 2001) sedangkan Propinsi Lampung AKI sebesar 307/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 55/1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004). Tingginya AKI di Indonesia menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklamsi, hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis. Keadaan ibu sejak pra hamil juga dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Penyebab tak langsung kematian ibu antara lain anemia, Kurang Energi Kronis (KEK) dan “4 terlalu” (terlalu muda/tua, sering dan banyak) (Saifuddin, 2002).
Di Indonesia masih ditemui masalah gizi yang terjadi pada ibu hamil antara lain ibu hamil yang menderita KEK (Lingkar Lengan Atas < 23,5 cm) masih tinggi yaitu 35% dari hasil survei yang dilakukan terhadap ibu hamil pasca sensus tahun 1994 dan 24% dari hasil survei kesehatan tahun 1995 (Dep.Kes.RI, 1995). Masalah gizi ini tidak hanya menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, tingkat penghasilan keluarga dan sebagainya. Oleh sebab itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan kepada gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga kearah bidang-bidang yang lain misalnya pemberian makanan tambahan, perbaikan ekonomi keluarga, peningkatan pengetahuan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan data pra survei yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai laporan Ibu Hamil Gizi Buruk (KEK) pada bulan Januari – Maret tahun 2006 diseluruh Puskesmas Kota Metro adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Laporan Triwulan Ibu Hamil Gizi Buruk (KEK) di Seluruh Puskesmas Kota Metro
Puskesmas Jumlah Bumil Bulan Total %
Januari Februari Maret
Metro 501 3 3 3 9 20
Yosomulyo 586 1 1 1 3 6,67
Banjarsari 500 9 3 8 20 44,44
Iringmulyo 696 - - - - -
Bantul 289 - - 3 3 6,67
Ganjar Agung 473 - 6 4 10 22,22
Jumlah 3045 13 13 19 45 100
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Metro, 2006
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa angka kejadian ibu hamil dengan KEK paling tinggi sebesar 44,44% di Puskesmas Banjarsari.
Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai resiko kesakitan lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kematian saat persalinan, perdarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan (Dep.Kes.RI, 1996).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Ibu Hamil dengan Kekurangan Energi Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Ibu Hamil dengan Kekurangan Energi Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006” .

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang Gambaran Ibu Hamil dengan Kekurangan Energi Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Diperolehnya gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis berdasarkan tingkat pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006.
b. Diperolehnya gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis berdasarkan pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006.
c. Diperolehnya gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis berdasarkan tingkat penghasilan keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif.
2. Subyek Penelitian : Ibu hamil dengan Kekurangan Energi Kronis
3. Objek Penelitian : Gambaran ibu hamil : tingkat pendidikan, pengetahuan dan tingkat penghasilan keluarga.
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara
5. Waktu Penelitian : Bulan April – Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya sebagai bahan referensi dan dokumen di Perpustakaan Prodi Kebidanan Metro.

2. Bagi Puskesmas Banjar Sari
Diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang ada.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis di wilayah kerja puskesmas
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran ibu hamil dengan kekurangan energi kronis di wilayah kerja puskesmas

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan masalah di Indonesia. Infeksi saluran pernafasan akut terutama pneumonia merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita (Dewa, 2001). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus biasa disebut bronkopneumonia (Depkes RI, 2001).
Pneumonia merupakan infeksi yang menyebabkan paru - paru meradang, kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan, sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bekerja, selain itu dapat terjadi penyebaran keseluruh tubuh (www.infeksi.com, 2008). Pneumonia juga dapat menyebabkan kerusakan total pada jaringan paru-paru (Evi, 2005).
Pneumonia yang tidak diobati dalam waktu lama akan menjadi pneumonia yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti abses paru, gagal nafas, pneumotorak dan sepsis (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Pada stadium lanjut akan menimbulkan timbunan cairan pada selaput paru-paru yang dikenal dengan “plurel effusion” (Evi, 2005).
Di seluruh dunia menurut Mardjanis, setiap tahun diperkirakan terjadi lebih dari 2 juta kematian balita karena pneumonia. WHO memperkirakan kejadian pneumonia di negara dengan angka kematian bayi diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15 % - 20 % pertahun pada golongan usia balita (Menkes, 2002).
Indonesia merupakan negara ke enam di dunia dengan jumlah kasus baru penumonia anak terbanyak, yakni 5,8 juta penderita (www.infobunda.com, 2007). Pneumonia juga merupakan penyebab kematian normor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkolosis (www.infeksi.com, 2008). Kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita pertahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit (Survai Kesehatan Rumah Tangga, 2001).
Di Propinsi Lampung ditemukan jumlah penderita pneumonia sebanyak 2746 (Dinkes Provinsi Lampung, 2006). Berdasarkan laporan bulanan program P2 (Pencegahan Penyakit) ISPA Kabupaten Lampung Timur Tahun 2007 bahwa terdapat 1059 (1,14%) balita dari 92.842 penduduk usia balita yang menderita pneumonia (Dinkes Kabupaten Lampung Timur, 2007).
Berdasarkan data dari Puskesmas Batanghari Tahun 2007 bahwa terdapat 110 (1,82%) balita dari 6026 penduduk usia balita yang menderita pneumonia (Laporan P2 ISPA Puskesmas Batanghari, 2007). Pada bulan Januari sampai April 2008 ISPA menjadi penyakit tertinggi yaitu mencapai 312 kasus, sebanyak 36 kasus pnemonia (11,53 %) terjadi pada balita (Laporan Bulanan P2 ISPA Puskesmas Batanghari 2008).
Morbiditas pneumonia pada balita disebabkan oleh berbagai faktor resiko yang menyebabkan meningkatkan morbiditas pneumonia pada balita diantaranya, berat badan lahir rendah (BBLR), keterpaparan dengan asap rokok, pemberian vitamin A dan ventilasi rumah yang tidak memadai (Depkes RI, 2000).
Berdasarkan uraian masalah diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di Puskesmas Batanghari Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di Puskesmas Batanghari Lampung Timur Bulan Januari – April 2008 ?”.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Seluruh balita yang menderita Pneumonia di Puskesmas Batanghari Lampung Timur Bulan Januari – April 2008
3. Objek Penelitian : Faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita
4. Lokasi penelitian : Puskesmas Batanghari Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : Tanggal 19 Mei – 30 Juni 2008
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian adalah untuk memperoleh gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di Puskesmas Batanghari Lampung Timur.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini untuk :
a. Diketahui berat badan saat lahir sebagai gambaran faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita.
b. Diketahui keterpaparan balita terhadap asap rokok sebagai gambaran faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita.
c. Diketahui ventilasi rumah yang kurang sebagai gambaran faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita.
d. Diketahui pemberian vitamin A sebagai gambaran faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Batanghari
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan perencanaan kesehatan khususnya pada pneumonia pada balita.

2. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini dapat menambah konstribusi yang positif dan bermanfaat bagi mahasiswa poltekes khususnya Prodi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan perbandingan dan pemasukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita atau penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap dengan metode penelitian yang berbeda.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di puskesmas
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita di puskesmas

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa program studi kebidanan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menstruasi merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan tubuh wanita setiap bulanya untuk kehamilan (Keikos, 2007). Menstruasi menurut Prawirohardjo (1999) adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai dengan pelepasan (deskuamasi) endometrium. Walaupun menstruasi datang setiap bulan pada usia reproduksi, banyak wanita yang mengalami ketidaknyamanan fisik atau merasa tersiksa saat menjelang atau selama haid berlangsung (Blogdokter, 2007). Salah satu ketidaknyamanan fisik saat menstruasi yaitu dismenore.
Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi (Imcw, 2007). Dismenore dapat disertai dengan rasa mual, muntah, diare dan kram, sakit seperti kolik diperut. Beberapa wanita bahkan pingsan dan mabok, keadaan ini muncul cukup hebat sehingga menyebabkan penderita mengalami “kelumpuhan” aktivitas untuk sementara (Youngson, 2002). Kelainan yang selalu timbul tidak mungkin menyebabkan kematian seseorang, tetapi hal ini akan sangat menggangu syarafnya, kadang-kadang sampai mengalami penderitaan yang menahun dan kronis (Hartati, 1990).
Penyebab dismenore bermacam-macam yaitu karena suatu proses penyakit (misalnya radang panggul), endometriosis, tumor, atau kelainan letak uterus, selaput dara atau vagina tidak berlubang, dan stres atau kecemasan yang belebihan, tetapi penyebab yang tersering diduga karena terjadinya ketidakseimbangan hormonal dan tidak ada hubungan dengan organ reproduksi.
Dismenore banyak dialami oleh para wanita. Di Amerika Serikat diperkirakan hampir 90% wanita mengalami dismenore, dan 10-15% diantaranya mengalami dismenore berat, yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun (Jurnal Occupation And Environmental Medicine, 2008). Telah diperkirakan bahwa lebih dari 140 juta jam kerja yang hilang setiap tahunnya di Amerika Serikat karena dismenore primer (Schwarz, 1989).
Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64.25 % yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36 % dismenore sekunder (Info sehat, 2008). Di Surabaya di dapatkan 1,07 %-1,31 % dari jumlah penderita dismenore datang kebagian kebidanan (Harunriyanto, 2008).
Di asrama, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Mei 2008 pada mahasiswa Program Studi Kebidanan Metro didapatkan 121 orang (61,4 %) yang mengalami dismenore dari 197 mahasiswa yang terdiri dari 57 mahasiswa tingkat 1 (28,93%), 13 mahasiswa tingkat II A (6,60%) dan 51 mahasiswa tingkat III (25,89%).
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas penulis ingin melakukan penelitian tentang ”Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa di Program Studi Kebidanan Metro”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa di Program Studi Kebidanan Metro ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Penelitian Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Mahasiswa yang mengalami dismenore di Program Studi Kebidanan Metro
3. Objek Penelitian : Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore
4. Lokasi Penelitian : Program Studi Kebidanan Metro
5. Waktu Penelitan : 14-18 Juni 2008.

D. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa di Program Studi Kebidanan Metro.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini untuk :
a. Mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore ditinjau dari faktor stres.
b. Mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore ditinjau dari faktor status gizi.
c. Mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore ditinjau dari faktor alergi.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa di Program Studi Kebidanan Metro tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore.
2. Penelitian Selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian yang serupa dan dapat lebih disempurnakan.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa program studi kebidanan
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswa program studi kebidanan

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian interaksi dari pembangunan nasional yang secara keseluruhan perlu digalakkan pula. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk atau individu agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan sejahtera (Depkes RI, 2003).
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya, melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui kegiatan kesehatan ibu dan anak. Pembinaan kesehatan anak usia dini, sejak masih dalam kandungan hingga usia balita ditujukan untuk melindungi anak dari ancaman kematian dan kesakitan yang dapat membawa cacat serta untuk membina, membekali dan memperbesar potensinya untuk menjadi manusia tangguh (Depkes RI, 1999).
Pemantauan pertumbuhan (growth monitoring) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus (berkesinambungan) dan teratur. Dengan pemantauan pertumbuhan, setiap ada gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak akan dapat diketahui secara dini melalui perubahan pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini maka tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah (Dinkes Propinsi Lampung, 2004).
Upaya penggerakan masyarakat dalam keterpaduan ini digunakan pendekatan melalui Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), yang pelaksanaannya secara operasional dibentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pos Pelayanan Terpadu merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan angka kelahiran (Depkes RI, 2003).
Kegiatan bulanan di Posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), memberikan konseling gizi dan memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar. Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita dilakukan penimbangan balita setiap bulan (Dinkes Lampung, 2004).
Semua informasi yang diperlukan untuk pemantauan pertumbuhan balita bersumber dari data berat badan hasil penimbangan balita. Bulan yang diisikan kedalam KMS untuk dinilai naik (N) atau tidak naik (T) pertumbuhan balita.
Ibu yang tidak menimbang balitanya ke Posyandu dapat menyebabkan tidak terpantaunya pertumbuhan dan perkembangan balita. Balita yang tidak ditimbang berturut-turut beresiko keadaan gizinya memburuk sehingga mengalami gangguan pertumbuhan (Depkes RI, 2006).
Angka kematian bayi dan balita pada tahun 1997 mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup dan 58 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2006 angka kematian bayi dan balita mencapai 26 per 1000 kelahiran hidup dan 46 per 1000 kelahiran hidup, hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi dan balita di Indonesia berhasil di turunkan, namun pencapaian penurunan masih jauh dari yang di harapkan (Depkes, 2003). Depkes menargetkan pada tahun 2009 AKB menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2006).
Berdasarkan hasil perhitungan data Sensus Nasional 2006, jumlah balita di Lampung sebanyak 165.347. Balita yang mempunyai gizi baik sebanyak 165.160 balita sedangkan yang menderita gizi buruk sebanyak 187 target pencapaian balita gizi buruk yang mendapat perawatan 100% jadi target yang belum dicapai 0,11% (Dinkes Propinsi Lampung, 2006). Menurut profil kesehatan Propinsi Lampung 2006 gizi kurang dapat berdampak meningkatnya angka kematian balita (0 – 5 tahun per 1000 kelahiran hidup). AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita.
Indikator yang digunakan untuk memantau pertumbuhan balita adalah D/S dan N/D. Pada tahun 2002 cakupan penimbangan balita (D/S) pada bayi 44,75% dan balita 30,10%, tahun 2003 terjadi peningkatan D/S : 47,98% dan N/D 79,26%, tahun 2004 D/S : 46,57% dan N/D : 78,37%, tahun 2005 D/S : 57,96% dan N/D : 82.76% dan cakupan tahun 2006 sebesar 59,67%, cakupan ini belum mencapai target. Untuk meningkatkan cakupan perlu terus dilakukan gerakan penimbangan balita melalui penyuluhan, penggerakan masyarakat, revitalisasi posyandu dan lain-lain (Profil Propinsi Lampung, 2006).
Data Kecamatan Metro Barat Puskesmas Mulyojati pada tahun 2007 cakupan penimbangan balita yaitu yang ditimbang dibagi jumlah sasaran (D/S) mencapai 58,46 %, untuk cakupan balita yang mengalami kenaikan berat badan bagi jumlah sasaran (N/D) yaitu pada balita mencapai 27,91 % (Dinkes Metro, 2007).
Data cakupan penimbangan balita Puskesmas Mulyojati tahun 2007, cakupan penimbangan balita dengan rata-rata penimbangan pada triwulan I mencapai 60,75 %, pada triwulan II mencapai 58,45 %, pada triwulan III mencapai 67,46 %, sedangkan pada triwulan IV mencapai 60 % (Dinkes Metro, 2007).
Puskesmas Mulyojati terdapat tujuh posyandu yaitu posyandu : Banowati, Sembodro, Dewi Kunti, Arimbi, Dewi Sri, Larasati dan Dewi Sinta. Berdasarkan survey di lokasi diperoleh data cakupan penimbangan balita yang ditimbang bagi jumlah sasaran (D/S) dan dari ketujuh posyandu, ternyata cakupan penimbangan balita yang paling rendah terdapat pada Posyandu Dewi Sinta sebesar 40%.
Kota Metro menargetkan cakupan penimbangan balita di posyandu mencapai 80% (Indikator SPM, 2008-2010).
Penyebab yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya ke posyandu adalah umur balita, tenaga penolong persalinan, kemampuan membaca, paritas, status pekerjaan ibu, ketersediaan waktu ibu untuk merawat anak (Depkes RI, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang apakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut apakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro.

C. Ruang Lingkup
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai balita tetapi tidak ditimbang selama 2 bulan berturut-turut di Posyandu Dewi Sinta Wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat
3. Objek penelitian : Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat
4. Lokasi penelitian : Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat
5. Waktu penelitian : Setelah proposal disetujui

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran ibu tidak menimbang balitanya di posyandu di tinjau dari faktor umur balita.
b. Untuk mengetahui gambaran ibu tidak menimbang balitanya di posyandu di tinjau dari faktor paritas.
c. Untuk mengetahui gambaran ibu tidak menimbang balitanya di posyandu di tinjau dari faktor pendidikan ibu.
d. Untuk mengetahui gambaran ibu tidak menimbang balitanya di posyandu di tinjau dari faktor pekerjaan ibu.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Posyandu Dewi Sinta
Sebagai masukan tentang cakupan kunjungan Posyandu balita, partisipasi masyarakat terhadap kunjungan ke Posyandu dan sebagai masukan untuk perencanaan kegiatan dimasa mendatang.
2. Bagi Puskesmas Mulyojati
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan program pelayanan penimbangan balita.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi perpustakaan di Instansi Pendidikan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai informasi, perbandingan, serta referensi bagi peneliti selanjutnya.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya keikutsertaan suami menjadi akseptor keluarga berencana (KB) di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program keluarga berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan pelayanan meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB (BKKBN 2001).
Salah satu usaha dari program KB adalah penjarangan kehamilan dengan menggunakan alat kontrsepsi yaitu suatu alat yang digunakan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan, pada umumnya metode kontrasepsi terdiri dari metode sedarhana, metode efektif dan metode kontrasepsi mantap. Metode sederhana antara lain terdiri dari senggama terputus, pantang berkala, kondom, diafragma, cream atau jelly, dan cairan berbusa, metode efektif cotohnya yaitu pil KB, Intra Uterine Device (IUD), Suntik dan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) sedangkan metode kontrasepsi mantap yaitu dengan cara operasi yang terdiri dari metode operasi pria dan metode operasi pada wanita yaitu tubektomi untuk wanita, vasektomi untuk pria (DepKes, 1996).
Pengembangan program KB yang secara resmi dimulai sejak tahun 1970 telah memberikan dampak terhadap penurunan tingkat fertilitas total (TFR) yang cukup menggembirakan, namun partisipasi pria dalam ber KB masih sangat rendah yaitu sekitar 1,3 persen (SDKI 2002-2003). Angka tersebut bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya seperti pakistan 5,2% pada tahun 1999, Banglades 13,9% pada tahun 1997, Malaysia 16,8% pada tahun1998 adalah yang terendah (BKKBN, 2001). Hal ini selain disebabkan oleh keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi pria, juga oleh keterbatasan pengetahuan suami akan hak-hak dan kesehatan reproduksi serta kesehatan dan keadilan gender.
Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat memberikan dampak negatif bagi kaum wanita karena dalam kesehatan reproduksi tidak hanya kaum wanita saja yang selalu berperan aktif, sehingga emansipasi wanita yang telah dipelopori oleh ibu Kartini yang menuntut kesamaan hak antara wanita dan pria menjadi suatu kenyataan dan wanita tidak hanya dijadikan sebagai alat “Pembuat anak dan budak untuk mengurus anak serta seluruh keluarga”. Karena itu perlu sekali kesetaraan dalam kesehatan Reproduksi, kaum pria tidak hanya menjadi “penonton” dan harus ikut andil, belum lagi wanita yang hamil dan melahirkan akan dihadapkan pada bahaya kehamilan dan persalinan (Entjang, 1982).
Berdasarkan data dari BKKBN propinsi Lampung tahun 2005, di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terdapat 232,113 pasangan usia subur (PUS) dengan jumlah peserta KB aktif yang menggunakan alat kontrasepsi kondom 367 (0,23%) dan vasektami (MOP) 2.369 (1,47%) untuk kecamatan natar dengan jumlah PUS 26.972 yang menggunakan alat kontrasepsi kondom sejumlah 54 (0,29%). Dari hasil prasurvey langsung di dapatkan jumlah PUS yang menggunakan vasektomi hanya 7 (0,03%) PUS sedangkan di Desa Haduyang dengan jumlah akseptor KB 857 PUS di dapatkan yang menggunakan alat kontrasepsi kondom hanya 12 PUS dan tidak ada yang menggunakan alat kontraspesi berupa vasektomi.
Pengembangan metode kontrasepsi pria masih jauh tertinggal karena adanya hambatan-hambatan yang ditemukan antara lain kesulitan dalam memperoleh informasi tentang alat kontrasepsi, hambatan medis yang berupa ketersediaan alat maupun ketersediaan tenaga kesehatan, selain itu juga adanya rumor yang beredar di masyarakat mengenai alat kontrasepsi sehingga hal ini menjadi faktor penghambat dalam pengembangan metode kontrasepsi (BKKBN, 2001).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya keikutsertaan suami menjadi akseptor keluarga berencana (KB) di Desa Haduyang Kecamatan Natar Lampung Selatan pada tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan dalam penelitian ini adalah "faktor-faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya keikutsertaan suami menjadi akseptor keluarga berencana di Desa Haduyang Kecamatan Natar Lampung Selatan?".


BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya keikutsertaan suami menjadi akseptor keluarga berencana (KB) di desa

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya mastitis pada ibu postpartum di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kegunan kita tentang cinta Tuhan kepada umat-Nya dapat kita rasakan ketika ibu mulai menyusui bayinya dengan ASI (Air Susu Ibu). Proses ini merupakan mukjizat yang harus disyukuri dan dimanfaatkan seoptimal mungkin. Hal ini dapat kita pahami dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada makanan di dunia ini yang sesempurna ASI. ASI adalah salah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual (Hubertin, 2003).
Menyusui merupakan suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sehingga pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan, menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia (Roesli, 2000).
Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat dari teknik menyusui yang buruk, merupakan penyebab penting terjadinya mastitis, tetapi dalam benak banyak petugas kesehatan, mastitis masih dianggap sama dengan infeksi payudara. Mereka sering tidak mampu membantu wanita penderita mastitis untuk terus menyusui, dan mereka bahkan mungkin menyarankan wanita tersebut untuk berhenti menyusui, yang sebenarnya tidak perlu. Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi, dengan atau tanpa kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi dan sedikit sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya dibawah 10% (WHO, 2003).
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting susu lecet/nyeri sekitar 57% dari ibu-ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada putingnya, payudara bengkak. Payudara bengkak sering terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus dan mastitis serta abses payudara yang merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis yang disebabkan karena meluasnya peradangan payudara.Sehingga dapat menyebabkan tidak terlaksananya ASI ekslusif (Soetjiningsih, 1997).
Berdasarkan pra survey yang diperoleh di BPS Dwi Yuliani Seputih Banyak pada Januari -Mei 2007, diperoleh kunjungan ibu yang mengalami mastitis yang menunjukkan adanya gangguan atau masalah dalam menyusui 11 orang (16,17%) dari total ibu postpartum sebanyak 68 orang.
Dari uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya mastitis pada ibu postpartum pada bulan Januari-Mei 2007 di BPS Dwi Yuliani Seputih Banyak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian yaitu “Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya mastitis pada ibu postpartum di BPS Dwi Yuliani Seputih Banyak pada bulan Januari-Mei 2007 ?”.


BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya mastitis pada ibu postpartum di BPS

Faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya akseptor KB kondom di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dunia Internasional menghadapi masalah pertumbuhan penduduk pada akhir dekade 60-an, selain mempengaruhi strategi dan praktek pembangunan ekonomi kiranya ikut mempengaruhi kebijaksanaan terhadap masalah kependudukan. Problem pertumbuhan penduduk dengan demikian telah menjadi focus persoalan, bahkan mengurangi angka pertumbuhan penduduk dilihat sebagai salah satu kunci dalam menyelesaikan persoalan yang lebih luas,yaitu kemiskinan dan keterbelakangan ialah karena meledaknya penduduk di seluruh dunia telah bertambah lebih dua kali lipat dalam masa satu abad (Juliantoro, 1984 :9)
Sebagai salah satu Negara berkembang, Indonesia tidak luput dari masalah kependudukan , Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah kualitas sumberdaya manusia dengan kelahiran 5.000.000 pertahun.Untuk dapat mengangkat derajat kehidupan bangsa telah di laksanankan secara bersamaan pembangunan ekonomi yang merupakan sisi masing-masing mata uang.Bila Gerakan Keluarga Berencana (KB) tidak di lakukan bersamaan dengan pembangunan ekonomi,di khawatirkan hasil pembangunan tidak akan berati (Manuaba,1996 : 437 ). Sejak Pelita V program KB Nasional berubah menjadi Gerakan KB Nasional.Gerakan KB Nasional adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan NKKBS dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya Indonesi (Wiknjosastro, 1999 : 902)
Adapun tujuan gerakan KB Nasional menurut Wiknjosastro (1999:902) adalah mewujudkan keluaga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia. Sasaran Gerakan KB Nasional ialah (1) Pasangan Usia Subur, dengan proritas PUS muda dengan prioritas rendah (2) Generasi muda dan purna PUS (3) Pelaksana dan pengelola KB dan (4) Sasaran wilayah adalah wilayah dengan laju prtumbuhan penduduk tinggi dan wilayah khusus seperti sentra industri, pemukiman padat, daerah kumuh dan daerah pantai serta terpencil.
Pada umumnya pemerintah di Negara-negara sedang berkembang paling banyak menggunakan metode kontrasepsi yang pemakainya perempuan.Distribusinya adalah pemakai pil 17,1 %,injeksi 15,2 %,IUD 10,3 %,nonplant 4,6 %, tubektomi 3,1 %,vasektomi 0,7 %,dan kondom 0,9 % ( Juliantoro ,1999 : 29 ). Dari begitu beragamnya alat-alat kontrasepsi bagi perempuan menyebabkan banyak anggota masyarakat menganggap bahwa pembatasan kelahiran memang menjadi urusan kaum perempuan,padahal semua kita tahu meskipun kehamilan hanya di alami oleh perempuan akan tetapi kehmilan tidak akn terjadi tanpa adanya sperma laki-laki
(www.yakita.or.id/alat kontrasepsi2.htm). Untuk itulah, pada masa kini,kondom yang merupakan metode kontrasepsi pria yang telah lam di kenal, kembali mendapatkan perhatian baru, baik dalam bidang keluarga berencana maupun dalam bidang lain (Hartanto, 2002 :60).Perkembangan partisipasi pria dalam KB, khususnya kondom, selama kurun waktu 12 tahun terakhir belum memperlihatkan kenaikan bahkan tidak mengalami kenaikan sama sekali.Hal ini dapat dilihat dalam angka-angka pencapaian kondom tahun 1991 sebesar 0,8 % (SDKI 1991).tahun 1994 sebesar 0,9 % tahun 1997 sebesar 0,7 % (SDKI 1997) dan tahun 2003 sebesar 0,9 % (SDKI 2002-2003).
Metode kontrasepsi kondom merupakan metode sederhana yang salah satunya menjadi pilihan untuk menjarangkan kehamilan dengan periode usia akseptor 20-30/35 tahun, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun (Wiknjosastro, 1999: 903), dengan memilki kelebihan mudah di pakai, dapat mencegah penularan penyakit kelamin,efek samping hampir tidak ada, relative, murah, kontrasepsi yang tidak mengandung hormon,sederhana,ringan,mudah di dapat, disposable, tidak memerlukan pemeriksaan medis,dan saat ini kondom telah di buat modern, sehingga tidak mengurangi kenikmatan seks (Hartanto, 2002:60). Keuntungan-keuntungan kondom tersebut akan di peroleh kalau kondom di pakai secara benar dan konsisten pada setiap senggama, karena umumnya angka kegagalan yang timbul akibat di sebabkan pemakaian yang tidak benar, tidak konsisten, tidak teratur atau tidak hati-hati ( Hartanto , 2002 : 60 ). Sedangkan pembuatan kondom sendiri padea masa sekarang sudah sangat baik karena harus memenuhi standar tertentu sehingga kualitasnya tidak perlu di ragukan lagi (Llewellyn, 2005 : 110).
Dalam hal memanfaatkan kontrasepsi modern pada masyarakat luas, Jepang merupakan kasus yang menarik, sudah sejak lama cara kontrasepsi yang paling banyak di gunakan di Jepang adalah kondom sebanyak 75,8 % PUS, salah satu alasan dari pemerintah Jepang karena akibat samping terhadap kesehatan akseptor memakai alat kontrasepsi lainnya (Juliantoro, 2000 : 26), sedangkan di Indonesia pemakai alat kontrasepsi adalah perempuan, sedangkan laki-laki jarang.Kini presentase konsumen yang menggunakan kondon tidak sampai 5 %. Penggeseran ini menjadi semakin mendesak terutama bila mengingat pandemic AIDS (Juliantoro, 2000 : 150)
Pada tahun 2003, di Indonesia akseptor KB kondom mencapai 0,46 % (BPS,Statistik Kesejahteraan Rakyat,2003), sedangkan pada tahun 2005 di propinsi Lampung, akseptor KB kondom mencapai 3.260 PUS (0,34 %) dari jumlah PUS 1.380.636.Pada Kota Metro sendiri tahun 2006 jumlah akseptor KB kondom mencapai 106 PUS dari jumlah PUS 24.331. Di Kecamatan Metro Utara terdapat 4 akseptor KB kondom dari jumlah PUS 4.756.( BKKBN Propinsi Lampung : 2005/2006). Berdasarkan prasurvey yang di lakukan oleh penulis pada tanggal 20-22 Maret 2007 di Puskesmas Banjar Sari Kelurahan Banjar Sari di peroleh data dari januari sampai desember 2006 berjumlah 1.877 PUS, peserta KB aktif 1.467 orang dan akseptor KB kondom 2 orang.

BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya akseptor KB kondom di puskesmas

Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak teraturnya siklus menstruasi pada mahasiswa tingkat ……. program studi kebidanan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus haid normal yang terjadi secara siklik. Ia akan merasa terganggu bila hidupnya mengalami perubahan, terutama bila haid menjadi lebih lama dan atau banyak, tidak teratur, lebih sering atau tidak haid sama sekali (amenore). Penyebab gangguan haid dapat karena kelainan biologik (organik atau disfungsional) atau dapat pula karena psikologik seperti keadaan-keadaan stres dan gangguan emosi atau gabungan biologik dan psikologik (Biran Affandi, 1990: 17). Siklus menstruasi mempunyai hubungan tertentu terhadap keadaan fisik dan psikologis wanita (Sri Hartanti, 1990: 129).
Salah satu penyebab infertilitas wanita antara lain dilihat dari riwayat menstruasinya, apakah siklus menstruasinya teratur. Kelainan fase luteal siklus menstruasi merupakan penyebab infertilitas yang penting (Sylvia Verralis, 2003). Disfungsi ovulasi berjumlah 10-25% dari kasus infertilitas wanita. Gangguan nutrisi yang berat (misalnya kelaparan, anoreksia nervosa), penurunan BB (misalnya: penyakit medis atau psikiatrik) dan aktivitas yang berat (misalnya : pelari maraton, penari balet) adalah berhubungan dengan gangguan ovulasi. Obesitas juga disertai dengan siklus anovulatorik karena peningkatan tonik kadar estrogen. Stress berat menyebabkan anovulasi dan amenore (Decherney, dkk, 1998: 4).
Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang khas ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tatapi juga pada wanita yang sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusnya tidak terlalu sama. Rata-rata panjang siklus menstruasi pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari. Lama menstruasi biasanya antara 3-8 hari, pada setiap wanita biasanya lama menstruasi itu tetap (Sarwono, 2002: 103).
Telah dilakukan penyelidikan terhadap 4000 wanita, ternyata hanya 3% diantaranya yang mempunyai siklus menstruasi yang teratur. Hampir semua wanita mengalami siklus menstruasi yang kurang teratur dari bulan yang satu ke bulan yang lain, pasti ada perubahan sedikit (Sheldon, 1990: 47)
Sebanyak dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat dirumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di Rumah Sakit. Perdarahan ovulator merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea) (Sarwono, 2002).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret 2007 terhadap Mahasiswa Tingkat IIB Program Studi Kebidanan Metro yang berjumlah 39 Mahasiswa, penulis temukan berjumlah 22 Mahasiswa mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak teraturnya siklus menstruasi pada Mahasiswa Tingkat IIB Program Studi Kebidanan Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut, “Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tidak teraturnya siklus menstruasi pada Mahasiswa Tingkat IIB Program Studi Kebidanan Metro?”


BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak teraturnya siklus menstruasi pada mahasiswa tingkat ……. program studi kebidanan

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pre menstrual syndrom (PMS) pada wanita usia 25-35 tahun di kampung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pre Menstrual Syndrom (PMS) adalah sekumpulan gejala berupa gangguan fisik dan mental, dialami 7 – 10 hari menjelang menstruasi dan menghilang beberapa hari setelah menstruasi. (Agustin,2004). Penderita Pre Menstrual Syndrom kadang merasa pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. (Karyadi,1999).
Pre Menstrual Syndrom merupakan suatu gejala yang sering dialami oleh wanita menjelang menstruasi dangan dampak yang dialami bisa menjadi lebih ringan seperti bingung, pelupa, timbul jerawat ataupun lebih berat seperti diare, konstipasi, insomnia, depresi, bahkan kadang muncul rasa ingin bunuh diri. Sedangkan gangguan mental dapat berupa mudah tersinggung dan sensitif,sedangkan gangguan fisik berupa acne, nyeri perut, pusing, sakit punggung, nyeri payudara. Pre menstrual syndrom bisa membuat penderitanya merasa sangat sengsara.(Agustini,2004)
Survei di Amerika Serikat tahun 1982 menunjukkan bahwa 50% wanita mengalami Pre Menstrual Syndrom (Karyadi, 2007), sedangkan di Indonesia kurang lebih 85% gejala Pre Menstrual Syndrom dialami oleh wanita usia produktif antara usia 25-35 tahun. (Agustini,2007).
Di Kabupaten Lampung Tengah,tepatnya kampung Tanggul Angin diperoleh data jumlah penduduk wanita usia 25 – 35 tahun ada 178 orang. Berdasarkan hasil pra survei yang dilakukan oleh peneliti terhadap 27 orang wanita usia 25-35 tahun, ditemukan 24 orang yang mengalami gejala Pre Menstrual Syndrom dan 3 orang yang tidak mengalami keluhan apapun saat menjelang menstruasi. Menghadapi gejala tersebut mereka merasa resah, cemas, was-was,dan terganggu,mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Pre Menstrual Syndrom belum jelas penyebabnya. Beberapa teori menyebutkan karena faktor hormonal yaitu ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron, stres dan kekurangan gizi serta jumlah kegiatan fisik yang tidak memadai. (Tan, 1996). Faktor-faktor yang turut memperberat Pre Menstrual Syndrom menurut Agustini,(2004) ialah faktor paritas, dan faktor usia. Sedangkan menurut Karyadi (1999) faktor-faktor yang turut memperberat Pre Menstrual Syndrom ialah faktor paritas, usia, diet, kekurangan zat gizi, dan kegiatan fisik.
Uraian di atas melatar belakangi penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Pre Menstrual Syndrom pada wanita usia 25-35 tahun di Kampung Tanggul Angin wilayah Puskesmas Punggur tahun 2007.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian yaitu “Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terjadinya Pre Menstrual Syndrom pada wanita usia 25-35 tahun di Kampung Tanggul Angin wilayah Puskesmas Punggur?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menetapkan ruang lingkup penelitian sebagai berikut:


BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pre menstrual syndrom (PMS) pada wanita usia 25-35 tahun di kampung

19 August 2010

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (Prawirohardjo, 2005).
Angka Kematian Ibu (AKI) yang merupakan salah satu indikator terhadap kesehatan sebuah negara saat ini masih tinggi di Indonesia. Indonesia menduduki posisi tertinggi di ASEAN. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik adalah sebesar 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Perdarahan menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Penyebab kedua adalah eklampsi lalu infeksi (Zoelkifly, 2007).
Selain tingginya Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi Baru Lahir di Indonesia juga tergolong tinggi yaitu mencapai 35/1000 kelahiran hidup atau 2 kali lebih besar dari target WHO (Depkes RI, 2007). Sedangkan Angka Kematian Bayi di Provinsi Lampung pada tahun 2003 adalah sebesar 55/1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2006). Kematian bayi baru lahir dapat diartikan jumlah anak yang tidak menunjukkan tanda-tanda hidup waktu dilahirkan ditambah dengan jumlah anak yang meninggal dalam minggu pertama dalam kehidupannya, untuk 1000 kelahiran. Penyebab kematian perinatal adalah prematuritas, kelainan kongenital, asfiksia neonatorum, insufisiensi plasenta, dan perlukaan kelahiran (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan cukup bulan berlangsung selama 37-42 minggu. Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu (Saifuddin, 2006). Frekuensi kejadian kehamilan lewat waktu berkisar 5-12% dengan dugaan bahwa sekitar 3-5% disertai dengan janin besar (Manuaba, 2007). Angka kematian perinatal dalam kehamilan lewat waktu 2-3 kali lebih besar bila dibandingkan dengan kehamilan cukup bulan (Sastrawinata, 2004).
Penyebab kehamilan lewat waktu dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi ibu seperti paritas, riwayat kehamilan lewat waktu sebelumnya, status sosial ekonomi dan umur (Suheimi, 2007). Penyebab lain dari kehamilan lewat waktu adalah stres yang merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan lewat waktu dapat mengakibatkan terjadinya sindrom postmatur pada bayi baru lahir. Pada bayi dengan sindrom postmatur dapat terjadi hambatan pertumbuhan yang berat. Beberapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak. Pada kehamilan lewat waktu juga dapat mengakibatkan disfungsi plasenta sehingga dapat terjadi penurunan oksigenasi janin. Terjadinya gawat janin merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion (Cunningham, 2005).
Peningkatan resiko terkait dengan kehamilan lewat bulan diperkirakan berhubungan dengan insufisiensi uteroplasental, yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin. Perlu diketahui bahwa volume cairan amnion menurun drastis pada beberapa minggu terakhir kehamilan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kasus cairan bercampur mekonium kental (karena lebih sedikit cairan untuk melarutkan mekonium yang dikeluarkan), yang pada neonatus menimbulkan masalah pneumonia akibat aspirasi mekonium. Terjadi penurunan banyak lemak subkutan pada beberapa janin lewat bulan dan kemungkinan bayi mengalami makrosomia atau bayi besar (Varney, 2006). Kelahiran janin makrosomia pervaginam akan menimbulkan komplikasi maternal berupa trauma langsung persalinan pada jalan lahir, infeksi karena terbukanya jalan lahir secara luas sehingga mudah terjadi kontaminasi bakterial, serta perdarahan karena atonia uteri dan retensio plasenta (Manuaba, 2007).
Pra survey penulis di RSUD A. Yani Metro pada tanggal 20 Maret 2008 menunjukkan bahwa frekuensi kejadian kehamilan lewat waktu pada tahun 2007 mencapai 6,9% yaitu sebanyak 63 kasus dari keseluruhan jumlah persalinan sebanyak 916 persalinan. Di Rumah Bersalin Asih Metro pada tahun 2006 terdapat 672 persalinan dan 47 diantaranya adalah kehamilan lewat waktu atau sekitar 7%. Sedangkan pada tahun 2007 terdapat 723 persalinan dan 54 diantaranya adalah kehamilan lewat waktu atau sekitar 7,5%. Adapun gambaran keadaan bayi yang lahir dari ibu dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro dapat dilihat pada tabel berikut :



Tabel 1. Keadaan Bayi Baru Lahir Dari Ibu Dengan Kehamilan Lewat Waktu di Rumah Bersalin Asih Metro Tahun 2006 dan 2007

No Keadaan Bayi Tahun 2006 Tahun 2007
Jumlah % Jumlah %
1. Normal 27 55,1 26 48,1
2. Asfiksia 21 42,9 26 48,1
3. BBLR 4 8,2 1 1,9
4. Meninggal 1 2,04 2 3,7
Jumlah bayi 49 54

Mengingat bahwa kehamilan lewat waktu dapat menimbulkan dampak baik bagi ibu maupun bayi, bahkan dapat meningkatkan angka kematian bayi baru lahir hingga 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal, maka penulis ingin meneliti tentang gambaran karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro pada tahun 2007?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian yang dilaksanakan meliputi :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu atau pasien bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro
3. Obyek penelitian : Karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu
4. Lokasi penelitian : Rumah Bersalin Asih Metro
5. Waktu penelitian : Juni-Agustus 2008
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya umur ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
b. Diketahuinya paritas ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
c. Diketahuinya pendidikan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
d. Diketahuinya gambaran ekonomi/pekerjaan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
e. Diketahuinya cara penanganan persalinan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman tentang karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu serta sebagai penerapan ilmu yang telah di dapat pada Program Studi Kebidanan Metro khususnya dalam bidang metodologi penelitian.
2. Lokasi Penelitian
Sebagai bahan masukan mengenai karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
3. Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai bahan bacaan bagi perpustakaan di Program Studi Kebidanan Metro.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

BACA SELENGKAPNYA - Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

Gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penderita anemi di Indonesia sangat besar, sehingga anemia merupakan penyebab utama angka kematian ibu di Indonesia. Upaya mencegahnya dapat dilakukan dengan mengetahui sejak dini apakah seseorang tersebut anemia atau tidak. Menurut World Health Organization (WHO) kejadian anemia pada ibu hamil berkisar antara 20%-89% dengan menetapkan hemoglobin (Hb) 11 gr % sebagai dasarnya. (Manuaba,1998).
Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yang berkisar 20 %-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemi pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Pemerintah telah berusaha melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan tablet tambah darah (tablet Fe) pada ibu hamil yang dibagikan pada waktu mereka memeriksaan kehamilan, akan tetapi prevalensi anemi pada kehamilan masih juga tinggi.Pemeriksaan kadar hemoglobin yang dianjurkan dilakukan pada trimester pertama dan ketiga kehamilan sering kali hanya dapat dilaksanakan pada trimester ketiga saja karena kebanyakan ibu hamil baru memeriksakan kehamilannya pada trimeser kedua kehamilan, sehingga penanganan anemia pada kehamilan menjadi terlambat dengan akibat berbagai komplikasi yang mungkin terjadi karena anemia. Kriteria anemia yang digunakan sesuai dengan kriteria WHO yaitu 11 gr%. (hptt/:www.anemia.net.id)
Berdasarkan data survei kesehatan nasional 2001, angka anemia pada ibu hamil sebesar 40,1 % kondisi ini menunjukkan bahwa anemia cukup tinggi di Indonesia. Bila diperkirakan pada 2003-2010 prevalensi anemi masih tetap di atas 40 %, maka akan terjadi kematian ibu sebanyak 18 ribu pertahun yang disebabkan perdarahan setelah melahirkan. Ini kondisi dengan estimasi 3-7 % itu meninggal karena menderita anemia berat dan sebesar 20-40 % ibu meninggal karena penyebab tak langsung anemia. Dari kadar hemoglobin dapat digolongkan anemia ringan, anemia sedang dan anemia berat. (hptt/:www.anemi.net.id).
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Lampung Timur (2005), kematian ibu terdapat 18 orang yang terdiri dari 9 orang disebabkan karena perdarahan, 4 orang yang eklamsi, 2 orang karena emboli air ketuban, 1 orang karena solusio plasenta, 2 orang dengan dekompensasi kordis serta 1 orang terkena infeksi akibat ditolong oleh dukun. Laporan yang didapat dari puskesmas-puskesmas yang terdapat di Lampung Timur sasaran ibu hamil tahun 2005 berjumlah 24039 orang. Banyaknya ibu hamil pada Kunjungan pertama sebanyak 21298 orang sedang Kunjungan ke-4 sebanyak 20661 orang. Dari jumlah keseluruhan, 19231 ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan Hb, dan di dapat 40 % ibu hamil yang ditemukan anemi. Kebijakan pemerintah setempat yang diberikan bagi ibu hamil baik yang beresiko maupun yang tidak beresiko selain pemeriksaan Hb dua kali selama kehamilan untuk mendeteksi adanya anemi, tenaga kesehatan terutama bidan harus dapat juga memberikan penyuluhan tentang anemi diposyandu, pemberian Fe, pemberian suplement makanan tambahan pada ibu hamil yang beresiko yang diberikan oleh petugas gizi, dan memberikan susu ibu hamil dan dasabion.
Berdasarkan data jumlah ibu hamil dari laporan Puskesmas Pekalongan dari bulan Januari sampai Desember 2005 terdapat ibu hamil yang menderita anemi salama kehamilan .. ibu hamil, dan jumlah bumil sejak bulan Januari sampai Maret 2006 di Desa Adirejo kecamatan Pekalongan terdapat … ibu hamil. Dari data tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Kadar Hb ibu hamil di desa Adirejo kecamatan Pekalongan”.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran kadar hemoglobin Ibu hamil di Desa Adirejo kecamatan Pekalongan Lampung Timur ?”

C. Ruang Lingkup
1. Sifat Penelitian : Penelitian Diskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu Hamil yang terdapat di Desa Adirejo Kecamatan Pekalongan
3. Objek penelitian : Gambaran Kadar Hemoglobin Ibu Hamil
4. Lokasi penelitian : Desa Adirejo Kecamatan Pekalongan Lampung Timur
5. Waktu penelitian : April – Mei 2006

D. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di Desa Adirejo Kecamatan Pekalongan Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya sebagai bahan refrensi dan dokumentasi diperpustakaan Program Studi Kebidanan Metro.
2. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi bidan di Desa Adirejo Kecamatan Pekalongan agar dapat melaksanakan pemeriksaan Hb terhadap ibu hamil dan dapat meningkatkan pelaksanaan dalam pemeriksaan Hb secara optimal sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.

DOWNLOAD KLIK DISINI:

Gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di puskesmas
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di puskesmas

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap wanita menginginkan persalinan berjalan lancar dan melahirkan bayi yang sempurna (Kasdu, 2003 : iii). Hal ini sesuai dengan Rencana Strategis Nasional yang terdapat dalam pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu : setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat (Koesno, 2004 : 3 ). Namun, tidak jarang proses persalinan mengalami hambatan dan memerlukan penanganan dengan ekstraksi vakum.
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (Saifuddin, 2002 : 494). Tindakan ini dilakukan untuk semua keadaan yang mengancam ibu dan janin yang memiliki indikasi untuk menjalani pelahiran pervaginam dengan bantuan alat (Hartanto, 2005 : 536). Indikasi dan syarat dari tindakan ini antara lain : pada palpasi abdomen kepala tidak teraba (0/5) atau teraba (1/5) sedangkan pembukaan sudah lengkap, keterlambatan pada kala II yaitu lebih dari 60 menit pada primigravida dan 30 menit pada multigravida, dan Ibu yang menderita kelainan atau penyakit yang melarangnya untuk mengeran (mengedan), misalnya pada penyakit jantung, hipertensi, asma, atau tuberkulosis berat (Depkes RI, 1995 : 6).
Angka kejadian pertolongan persalinan dengan ekstraksi vakum di RSU Dr. Soedono Madiun tahun 1998 sebanyak 522 (22%) diantara 2362 persalinan dan angka kejadian bedah caesar sebanyak 419 (17%) (Kalbefarma). Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota Metro didapatkan data pada tahun 2006 terdapat 7,99% (37) kasus persalinan dengan ekstraksi vakum dari 463 persalinan normal (Medical Record, 2006). Ini berarti tindakan ekstraksi vakum masih sering dilakukan.
Penanganan persalinan dengan ekstraksi vakum mempunyai dampak terhadap ibu dan bayi. Pada ibu dapat terjadi robekan pada serviks uteri, robekan pada dinding vagina dan perenium. Ini dapat terjadi apabila pada pembukaan belum lengkap dilakukan ekstraksi. Sedangkan pada bayi dapat terjadi perdarahan dalam otak dan kaput suksedaneum artifisialis yang akan hilang sendiri setelah 24-48 jam. Untuk mengatasi hal itu maka tindakan ekstraksi vakum sebaiknya dilakukan oleh tenaga yang terampil dan berpengalaman (Depkes RI, 1995 : 10). Apabila tindakan ini dianggap tidak aman atau ekstraksi ini gagal dapat dilakukan seksio sesaria (Hartanto, 2005 : 551).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ekstraksi Vakum di Rumah Sakit Umum Daerah Jendral Ahmad Yani Metro pada Tahun 2006”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2006 ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian : deskriptif.
2. Subyek penelitian : ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral
Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
3. Obyek penelitian : karakteristik ibu-ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro yang meliputi: riwayat penyakit ibu, usia, paritas, dan lama persalinan kala II.
4. Lokasi penelitian : ruang kebidanan di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota
Metro tahun 2006.
5. Waktu penelitian : bulan Mei tahun 2007.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan riwayat penyakit ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan usia ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan paritas ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan lamanya persalinan pada kala II di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Sebagai bahan informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang ekstraksi vakum dan karakteristik ekstraksi vakum dan karakteristiknya baik bagi ibu maupun bagi Prodi Kebidanan Metro.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan Antenatal Care (ANC) khususya deteksi dini kehamilan dengan resiko tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan Dinas Kesehatan Kota Metro pada khususnya serta tenaga kesehatan pada umumnya.
3. Mengembangkan pengetahuan penulis tentang ekstraksi vakum dan metode penelitian diskriptif tentang karakteristik resiko terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum.
4. Bagi peneliti lainnya, sebagai pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang ekstraksi vakum dengan jenis penelitian lain dan penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap, dan metode penelitian yang berbeda.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi walaupun di sisi lain sudah terjadi penurunan dari 307/100.000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002/2003) menjadi 262/100.000 kelahiran hidup (laporan BPS 2005). Penyebab kematian ibu, sesuai penelitian beberapa pihak, paling banyak akibat perdarahan dan penyebab tidak langsung lainnya seperti terlambat mengenali tanda bahaya karena tidak mengetahui kehamilannya dalam risiko yang cukup tinggi, terlambat mencapai fasilitas untuk persalinan dan terlambat untuk mendapatkan pelayanan. Selain itu, terlalu muda punya anak, terlalu banyak melahirkan, terlalu rapat jarak melahirkan dan terlalu tua punya anak (Sri, 2003).
Keluarga berencana adalah suatu program pemerintah atas dasar sukarela untuk mencapai keluarga sejahtera dalam rangka pembangunan yang lebih luas. Peserta KB yang berdampak terhadap penurunan kelahiran adalah peserta KB yang menggunakan alat atau cara kontrasepsi dengan tingkat kelangsungan pemakaian yang tinggi baik untuk tujuan penundaan kelahiran anak pertama, penjarangan atau mengakhiri kehamilan (Irianto, 2004).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Prawirohardjo, 2005). Salah satu sasaran dari pelayanan obstetri adalah memperbaiki karakteristik wanita hamil sehingga dapat menurunkan golongan risiko tinggi. Usaha keluarga berencana (penggunaan kontrasepsi) dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini, misalnya mengurangi primi muda, grande multi atau mengatur jarak antara dua kehamilan (Irianto, 2004).
Penggunaan IUD merupakan salah satu usaha manusia untuk menekan kesuburan sejak berabad-abad yang lampau (Prawirohardjo, 2005). Kontrasepsi yang kerap disebut spiral ini awet hingga pemakaian lima tahun, dan mampu meninggikan getaran sel telur. Efek getaran spiral menimbulkan reaksi jaringan yang menyebabkan terhambatnya proses pembuahan (Handoko, 2001).
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan masalah gizi utama dan terus diperbaiki secara berkelanjutan. Data terakhir menunjukkan prevalensi anemia gizi besi masih tinggi, ibu hamil (63,5%), balita (55,5%), anak usia sekolah (20-40%), wanita dewasa (30-40%), pekerja berpenghasilan rendah (30-40%), dan pria dewasa (20-30%) (Harli, 1999).
Wanita yang menggunakan KB IUD pun tak lepas dari anemia. Sebuah penelitian menyebutkan 10 persen wanita pada masa reproduksinya mengalami defisiensi zat besi dan 2-5 persen diantaranya mengalami anemia. Berdasarkan data The Population Council, New Drug Application pada Oktober 1990 sampai dengan Agustus 1991 bahwa angka kejadian perdarahan dari pemakaian IUD adalah 36,0 per 100 pemakai IUD. Meningkatnya perdarahan pada masa haid yang sering disertai dengan rasa sakit pada perut bagian bawah yang berdampak timbulnya anemia (hemoglobin kurang dari 9 g/dl atau hematokrit kurang dari 30% merupakan penyebab utama pencabutan IUD (JNPKKS, 2000).
Berdasarkan data dari BKKBN Propinsi Lampung tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 125.360 (10,28%) dari 1.219. 188 peserta KB (Dinkes, 2006a). Berdasarkan data BKKCS-KB Kota Metro tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 2.983 (13,44%) dari 22.191 peserta KB (Dinkes, 2006b).
Dampak dari perdarahan secara rutin atau terus menerus adalah anemia. Sebelum terjadi anemia, tubuh melakukan adaptasi agar tidak terjadi penurunan daya tahan tubuh. Saat tubuh tidak mampu lagi melakukan adaptasi, daya tahan tubuh akan mengalami penurunan sehingga dapat terjadi anemia. Salah satu kemungkinan terjadinya dari anemia adalah penurunan kadar Hb. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan tanggal 21 Mei 2008 bahwa jumlah peserta KB di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan berjumlah 657 (76,93%) dari 854 PUS. Jumlah akseptor IUD sebanyak 86 (13,09%) dari 657 peserta KB, ditemukan 9 akseptor mengalami perdarahan bercak (spotting) atau haid lama, 7 akseptor (77,78%) memiliki kadar Hb normal, sedangkan 2 akseptor (22,22%) memiliki kadar Hb dibawah normal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor Intra Uterine Devices (IUD) di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008 ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Obyek penelitian : Kadar Hb
3. Subyek penelitian : Akseptor IUD
4. Lokasi penelitian : Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan
5. Waktu penelitian : 5 Juni s.d 20 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari jenis IUD yang digunakan di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
b. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama pemakaian IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
c. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama haid setelah pemasangan IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Sumbersari Bantul Metro Selatan
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi khususnya bagi tenaga kesehatan tentang keluarga berencana terutama alat kontrasepsi IUD.
2. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro
Diharapkan dapat menjadi dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi mahasiswa Program Studi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lainnya
Diharapkan menjadi sumber informasi/bacaan acuan bagi peneliti lain di masa mendatang.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Defisiensi zat besi merupakan penyebab anemia gizi yang paling lazim. Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problem kesehatan yang dialami oleh wanita di seluruh dunia terutama di negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% (Riswan M., 2003). Anemia defisiensi besi dapat dicegah dengan pemberian suplemen tambah darah mengandung 200 mg sulfas Ferosus (setara dengan 60 mg besi) dan 0,25 mg asam folat (tablet Fe) apabila kadar Hb meningkat 0,1 gr/dl sehari, dimulai dari hari keempat selama bulan pertama, pengobatan diartikan berhasil atau mendapat respon positif dari pengobatan (E.M.DeMaeyer, 1995).
Cakupan pemberian tablet Fe1 (Pertama kali ibu mendapatkan tablet Fe sebanyak 30 tablet) di Indonesia sebesar 69,14%. Propinsi dengan cakupan Fe1 tertinggi adalah di Propinsi Kalimantan Selatan (101,99%) dan yang terendah di Propinsi Jambi (21,31%). Cakupan pemberian tablet Fe3 (Pemberian tablet Fe berikutnya sebanyak 90 tablet) di Indonesia sebesar 59,62%. Propinsi dengan cakupan Fe3 tertinggi adalah Propinsi Kalimantan Selatan (88,10%) dan yang terendah adalah Propinsi Lampung (19,23%) (Dep.Kes.RI, 2003).
Berdasarkan data tahun 2005 dari Dinas Kesehatan Propinsi Lampung pemberian tablet Fe pada ibu hamil yang dianjurkan minimal 90 butir selama kehamilan dan pemberian ini biasanya diberikan secara bertahap serta paling baik diberikan pada trimester tiga. Di Propinsi Lampung prosentase ibu hamil yang minum tablet Fe sesuai anjuran ternyata relatif kecil yaitu 18,8% (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Di Kota Metro cakupan kualitas sering mengalami penurunan. Cakupan tablet Fe untuk ibu hamil di Kota Metro dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1
Cakupan tablet Fe untuk ibu hamil di kota metro tahun 2006
Puskesmas Sasaran Fe1 Fe3
Cakupan % Cakupan %
Yasomulyo 587 598 100,3% 585 99,65%
Metro 502 514 102,3% 481 91,81%
Iringmulyo 694 633 91,21% 569 81,98%
Banjar sari 500 484 86,8% 447 89,4%
Sumber sari bantul 288 235 81,59% 213 79,95%
G. agung 473 426 90,06% 302 63,84%
Jumlah 3044 2881 94,64% 2597 85,31%
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Metro, 2006
Tabel diatas menjelaskan bahwa cakupan Fe1 tertinggi di Puskesmas Metro (102,3%) dan cakupan Fe3 tertinggi di Puskesmas Iringmulyo (99,65%) sedangkan cakupan Fe1 terendah di Puskesmas Sumber Sari Bantul (81,59%) dan cakupan Fe3 terendah di Puskesmas Ganjar Agung (63,84%). Prosentase tertinggi punurunan cakupan Fe1 ke cakupan Fe3 di Puskesmas Ganjar Agung (26,22%).
Tablet Fe sangat dibutuhkan pada saat hamil karena ibu hamil sangat memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Di Kota Metro khususnya Puskesmas Ganjar Agung cakupan tablet Fe masih terbilang rendah.
Rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 1) Efek dari pemakaian tablet Fe. Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di Propinsi Lampung pada Tahun 2004 didapatkan bahwa penyebab tertinggi ibu tidak mengkonsumsi tablet Fe dikarenakan efek dari pamakaian tablet Fe dapat mengakibatkan mual dan muntah sebesar 26,15% dari 2203 responden (Islamiyati, 2005), 2) Kurangnya pengetahuan ibu tentang tablet Fe. Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu terhadap tablet Fe pada Tahun 2004 di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah Bandar Lampung didapatkan hasil hanya 55% dari 20 respnden yang cukup mengetahui tentang tablet Fe (Fitri, 2004). Pengetahuan ibu yang kurang terhadap tablet Fe dapat mempengaruhi ibu untuk mengkonsumsi tablet Fe, 3) Kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi tablet Fe. Kepatuhan terhadap pemakaian tablet Fe dapat dipengaruhi oleh efek dari pemakaian tablet Fe yang berupa gangguan perut dan ternyata rata-rata hanya 15 tablet yang dipakai oleh wanita hamil (Saifuddin, 2002). Sebab utama kegagalan pengobatan dengan tablet Fe adalah ketidaktaatan penderita mengkonsumsi tablet Fe (E.M.DeMaeyer,1995).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ganjar Agung tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”faktor-faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil?”


BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya keikutsertaan suami menjadi akseptor keluarga berencana (KB) di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program keluarga berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan pelayanan meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB (BKKBN 2001).
Salah satu usaha dari program KB adalah penjarangan kehamilan dengan menggunakan alat kontrsepsi yaitu suatu alat yang digunakan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan, pada umumnya metode kontrasepsi terdiri dari metode sedarhana, metode efektif dan metode kontrasepsi mantap. Metode sederhana antara lain terdiri dari senggama terputus, pantang berkala, kondom, diafragma, cream atau jelly, dan cairan berbusa, metode efektif cotohnya yaitu pil KB, Intra Uterine Device (IUD), Suntik dan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) sedangkan metode kontrasepsi mantap yaitu dengan cara operasi yang terdiri dari metode operasi pria dan metode operasi pada wanita yaitu tubektomi untuk wanita, vasektomi untuk pria (DepKes, 1996).
Pengembangan program KB yang secara resmi dimulai sejak tahun 1970 telah memberikan dampak terhadap penurunan tingkat fertilitas total (TFR) yang cukup menggembirakan, namun partisipasi pria dalam ber KB masih sangat rendah yaitu sekitar 1,3 persen (SDKI 2002-2003). Angka tersebut bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya seperti pakistan 5,2% pada tahun 1999, Banglades 13,9% pada tahun 1997, Malaysia 16,8% pada tahun1998 adalah yang terendah (BKKBN, 2001). Hal ini selain disebabkan oleh keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi pria, juga oleh keterbatasan pengetahuan suami akan hak-hak dan kesehatan reproduksi serta kesehatan dan keadilan gender.
Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat memberikan dampak negatif bagi kaum wanita karena dalam kesehatan reproduksi tidak hanya kaum wanita saja yang selalu berperan aktif, sehingga emansipasi wanita yang telah dipelopori oleh ibu Kartini yang menuntut kesamaan hak antara wanita dan pria menjadi suatu kenyataan dan wanita tidak hanya dijadikan sebagai alat “Pembuat anak dan budak untuk mengurus anak serta seluruh keluarga”. Karena itu perlu sekali kesetaraan dalam kesehatan Reproduksi, kaum pria tidak hanya menjadi “penonton” dan harus ikut andil, belum lagi wanita yang hamil dan melahirkan akan dihadapkan pada bahaya kehamilan dan persalinan (Entjang, 1982).
Berdasarkan data dari BKKBN propinsi Lampung tahun 2005, di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terdapat 232,113 pasangan usia subur (PUS) dengan jumlah peserta KB aktif yang menggunakan alat kontrasepsi kondom 367 (0,23%) dan vasektami (MOP) 2.369 (1,47%) untuk kecamatan natar dengan jumlah PUS 26.972 yang menggunakan alat kontrasepsi kondom sejumlah 54 (0,29%). Dari hasil prasurvey langsung di dapatkan jumlah PUS yang menggunakan vasektomi hanya 7 (0,03%) PUS sedangkan di Desa Haduyang dengan jumlah akseptor KB 857 PUS di dapatkan yang menggunakan alat kontrasepsi kondom hanya 12 PUS dan tidak ada yang menggunakan alat kontraspesi berupa vasektomi.
Pengembangan metode kontrasepsi pria masih jauh tertinggal karena adanya hambatan-hambatan yang ditemukan antara lain kesulitan dalam memperoleh informasi tentang alat kontrasepsi, hambatan medis yang berupa ketersediaan alat maupun ketersediaan tenaga kesehatan, selain itu juga adanya rumor yang beredar di masyarakat mengenai alat kontrasepsi sehingga hal ini menjadi faktor penghambat dalam pengembangan metode kontrasepsi (BKKBN, 2001).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya keikutsertaan suami menjadi akseptor keluarga berencana (KB) di Desa Haduyang Kecamatan Natar Lampung Selatan pada tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan dalam penelitian ini adalah "faktor-faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya keikutsertaan suami menjadi akseptor keluarga berencana di Desa Haduyang Kecamatan Natar Lampung Selatan?".


BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya keikutsertaan suami menjadi akseptor keluarga berencana (KB) di desa

18 August 2010

Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang makin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya pada kelompok resiko seperti bayi, balita, ibu hamil dan ibu besalin.
Upaya untuk menurunkan Angka Kematia Ibu serta peningkatan derajat kesehatan ibu menjadi perioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, yaitu pada tahun 2002-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Angka kematian maternal Propinsi Lampung tahun 2005 sebanyak 145 kasus. (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005) Sedangkan di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006 sebanyak 16 orang. (Laporan Kesga Lampung Timur, 2006).
Ini disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi juga disebabkan keadaan kesehatan dan gizi ibu yang rendah selama hamil serta rendahnya derajat kesehatan gizi wanita pada umumnya. Sedangkan di Kabupaten Lampung Timur penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 10 orang, eklamsi 1 orang, inpeksi 1 orang, lain-lain 3 orang. (Laporan Kesga Lampung Timur, 2006).
Salah satu penyebab kematian ibu menurut WHO adalah anemia, hal ini dikarenakan wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah, sehingga apabila mengalami perdarahan baik itu antepartum atau postpartum akan berakibat fatal. (Ridwan Amiruddin, 2004. Dikutip dari med.unhas.online).
Pendapat tersebut didukung oleh fakta dan hasil penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu adalah 70% untuk ibu-ibu anemia dan 19,7% untuk mereka yang bukan anemia.
Di Indonesia, prevalensi anemia dari seluruh ibu hamil tahun 1970-an adalah 46,5-70 %. Pada tahun 1999 didapatkan data anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%. (Ridwan Amiruddin, 2004. Dikutip dari med.unhas.online).
Data dari Propinsi Lampung menunjukkan bahwa prevalensia anemia pada ibu hamil 69,7 % pada tahun 2004 sedangkan di Kabupaten Lampung Timur prevalensi anemia pada ibu hamil 72,5 % pada tahun 2004. (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti : gangguan dan hambatan pada masa pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak, kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa / ditransfer ke sel tubuh maupun sel otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan.
Berbagai penyakit yang dapat timbul akibat anemia antara lain : abortus (keguguran), partus prematur, inertia uteri, infeksi baik intra partum maupun post partum, anemia yang sangat hebat dengan hb kurang dari 4 gr/dl dapat menyebabkan dekompensasi kordis, afibrinogenemia dan hipofibrinogenemia. (Mochtar, 1998).
Hal tersebut didukung oleh hasil studi di Kuala Lumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat hemoglobinnya dibawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa resiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 1,4gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan resiko tinggi. (Ridwan Amiruddin, 2004. Dikutip dari med.unhas.online).
Hasil konsepsi pada kehamilan dengan anemia memberi pengaruh kurang baik, seperti : kematian mudigah, kematian perinatal, prematuritas, dapat terjadi cacat bawaan, cadangan besi kurang, kematian janin dalam kandungan, kematian janin waktu lahir (stillbirth). (Mochtar, 1998).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan menurut sistem pencatatan dan pelaporan KIA Puskesmas Way Jepara pada bulan Maret tahun 2007 menunjukan bahwa dari jumlah kunjungan ibu hamil 78 orang, 22 orang (28,20%) diantaranya menderita anemia.
Dari sejumlah ibu hamil yang mengalami anemia, semua memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan di puskesmas. Dan sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah Kabupaten Lampung Timur (Puskesmas Way Jepara).
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran Penatalaksanaan Anemia Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja PKM Way Jepara Kecamatan Way Jepara Lampung Timur Tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Gambaran Penatalaksanaan Anemia Pada Ibu hamil Di Wilayah PKM Way Jepara Kecamatan Way Jepara Lampung Timur Tahun 2007 ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penulisan ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Tenaga kesehatan yang melakukan penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di PKM Way Jepara
3. Objek Penelitian : Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil
4. Lokasi Penelitian : PKM Way Jepara Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : 14 Mei 2007 s/d 20 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Way Jepara tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pemberian teblet Fe pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
b. Diketahuinya gambaran penyuluhan gizi pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
c. Diketahuinya gambaran pemeriksaan kadar Hb pada kunjungan pertama dan awal trisemester III pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
d. Diketahuinya gambaran penyuluhan minuman yang menghambat absorbsi Fe pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
e. Diketahuinya gambaran penyuluhan obat-obatan yang menghambat absorbsi pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
f. Diketahuinya gambaran pelaksanaan rujukan kesehatan untuk pemeriksaan infeksi parasit / cacing pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
g. Diketahuinya gambaran penyuluhan tentang konsumsi tablet Fe sekama 4-6 bulan postpartum pada kehamilan di PKM Way Jepara.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Peneliti, dapat mengetahui gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil.
2. Tempat Penelitian, sebagai masukan dalam upaya peningkatan pelayanan terhadap ibu hamil (terutama dengan anemia).
3. Pengembangan Program KIA di wilayah PKM Way Jepara Kecamatan Way Jepara Lampung Timur.
4. Pengembangan ilmu kebidanan terutama dalam studi penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada ibu hamil.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas

Gambaran penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal oleh bidan di ruang kebidanan RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai kendala dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya dalam bidang kesehatan. Hal itu tampak antara lain dari masih tingginya kelahiran dan kematian neonatal. Setiap tahun diperkirakan terdapat sejumlah 4.608.000 bayi dilahirkan dan 100.454 bayi diantaranya ternyata meninggal dunia pada neonatal atau sebelum menginjak usia sebulan, dengan kata lain setiap 5 menit satu bayi meninggal oleh berbagai sebab (Depkes RI, 2003).
Pelayanan kesehatan terutama untuk neonatal oleh tenaga kesehatan masih rendah sehingga keterampilan tenaga kesehatan perlu selalu ditingkatkan, salah satunya adalah menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, serta menilai hasil yang dicapai dalam menyusun rencana tindakan selanjutnya (Saifuddin, 2002)
Pada dasarnya kurang baiknya penanganan 6 jam pertama pada bayi baru lahir menyebabkan kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya sebagai akibat hipotermi pada bayi baru lahir dapat terjadi cold stress yang selanjutnya dapat menyebabkan hipoksia dan mengakibatkan kerusakan otak. Akibat selanjutnya adalah perdarahan otak, syok dan beberapa bagian tubuh mengeras dan keterlambatan tumbuh kembang, contoh lain misalnya kurang baiknya pembersihan jalan nafas waktu lahir dapat menyebabkan masuknya cairan lambung kedalam paru-paru yang mengakibatkan kesulitan bernapas, kekurangan zat asam dan apabila hal ini berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak, dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang (Saifuddin, 2002).
Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia, kematian bayi khususnya neonatal sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi baru lahir masih sangat tinggi (Manuaba, 1998).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, Angka Kematian Bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada kisaran 20 per 1000 kelahiran hidup. Pelaksanaan ”Making Pregnancy Safer (MPS)”, target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian bayi baru lahir menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2004).
Sebagai indikator derajat kesehatan masyarakat, kematian neonatal pada umur 0-28 hari yang seharusnya 45 per 1.000 kelahiran, tahun 2006 ditemukan 861 kasus. Penyebab kematian bayi di Lampung, disebabkan karena kasus asfiksia dengan jumlah 199 kasus (31%), berat badan lahir rendah sebanyak 226 kasus (36%), tetanus neonatorum sebanyak 2 kasus dan penyebab lain 210 kasus (33%) (Wiwiek.depkes.go.id, 2004).
Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan terhadap infeksi, mempertahankan suhu tubuh, membebaskan jalan nafas, serta pemberian ASI terutama kolostrum merupakan usaha dalam menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB). Neonatus pada minggu-minggu pertama sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada waktu hamil dan melahirkan (Saifuddin, 2002).
Hasil pra survei yang dilakukan pada bulan Maret 2008, dari catatan Medical Record di RSUD Ahmad Yani Metro, didapatkan data bayi lahir hidup pada tahun 2007 sejumlah 776 bayi. Berdasarkan data tersebut terdapat bayi yang mengalami asfiksia sebesar 43 kasus (5,54%) sedangkan bayi yang mengalami hipotermia sebesar 37 kasus (4,77%) dan dari hasil pengamatan 15 bidan terdapat 6 bidan yang tidak melakukan cuci tangan sebelum tindakan pertolongan persalinan.
Ditemukan bayi baru lahir mengalami asfiksia dan hipotermia diatas, kemungkinan merupakan akibat bila salah satu penatalaksanaan 6 jam pertama pada bayi baru lahir tidak dilakukan, sehingga diantaranya dapat menimbulkan asfiksia dan hipotermia yaitu dikarenakan kurang baiknya pembersihan jalan nafas, pencegahan infeksi yang tidak terlaksana dan suhu tubuh yang tidak terjaga. Asfiksia dan hipotermia pada bayi dapat dicegah salah satunya dapat dilakukan penatalaksanaan bayi baru lahir normal dengan baik. Atas dasar itulah penulis ingin melakukan penelitian tentang penatalaksanaan 6 jam pertama pada bayi baru lahir normal. Menurut masalah yang terjadi, penulis berminat melakukan penelitian di Ruang Kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro tentang bagaimana penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal oleh Bidan di Ruang Kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2008.”


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini “Bagaimanakah penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal oleh Bidan di Ruang Kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2008.”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Bidan yang bertugas di Ruang Kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro
3. Obyek penelitian : Penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal
4. Lokasi penelitian : Ruang Kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro
5. Waktu penelitian : 4-18 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini yaitu mengetahui gambaran penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal oleh Bidan di Ruang Kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini meliputi :
a. Diketahuinya pencegahan infeksi merupakan langkah penatalaksanaan 6 jam pertama pada bayi baru lahir normal.
b. Diketahuinya pencegahan kehilangan panas merupakan langkah penatalaksanaan 6 jam pertama pada bayi baru lahir normal.
c. Diketahuinya pembersihan jalan nafas merupakan langkah penatalaksanaan 6 jam pertama pada bayi baru lahir normal.
d. Diketahuinya pemberian ASI segera setelah bayi baru lahir merupakan langkah penatalaksanaan 6 jam pertama pada bayi baru lahir normal.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat pada penelitian ini yaitu :
1. Bagi Peneliti
Mengetahui dengan jelas mengenai penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal, menambah wawasan dan bahan penerapan ilmu yang telah didapat.
2. Bagi Bidan di Ruang Kebidanan
Sebagai bahan masukan mengenai penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

3. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Menambah referensi tentang penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal bagi mahasiswa Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Prodi Kebidanan Metro.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi atau bacaan bagi peneliti lain dikemudian hari terutama untuk meneliti hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian ini.

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal oleh bidan di ruang kebidanan RSUD
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran penatalaksanaan 6 jam pertama bayi baru lahir normal oleh bidan di ruang kebidanan RSUD
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI