kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

16 May 2011

Askep Gagal Ginjal

GAGAL GINJAL (KIDNEY FAILURE)

  • Pengertian

    Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.


  • Etiologi

    Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas.
    Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik :

    • Infeksi : Pielonefritis kronik
    • Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
    • Penyakit vascular hipertensi : Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
    • Gangguan jaringan penyambung : Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
    • Gangguan kongerital dan hereditas : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.
    • Penyakit metabolic : Diabetes militus, gout, hiperpara tiroidisme, amiloidosis.
    • Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesik, nefropati timbale
    • Nefropati obstruktif : Saluran kemih bagian atas kalkuli , neoplasma, fibrosisretroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostate, struktur urea, anomaly kongetal pada leher kandung kemih dan uretra.

  • Tanda dan gejala

    Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifestasi klinik mengenai dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti:

    • Gangguan pada Gastrointestinal
      Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
    • Kulit
      Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
    • Hematologi
      Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
    • Sistem Saraf Otot
      Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
    • Sistem Kardiovaskuler
      Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
    • Sistem Endokrin
      Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.
    • Gangguan lain
      Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia.


  • Pemerikasaan Penunjang
    Urine
    Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar (anuria)
    Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, HB, mioglobin.
    Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat).
    Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1
    Klirens keratin : Mungkin agak menurun
    Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
    Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
    Darah
    BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
    Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari 78 g/dL
    SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
    GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .
    Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal (menunjukan status dilusi hipernatremia).
    Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
    Magnesium/Fosfat : Meningkat
    Kalsium : Menurun
    Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
    Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
    KUB fota : Menunujukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi (batu)
    Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
    Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa.
    Sistouretrogram Berkemih : Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, terensi.
    Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
    Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histoligis.
    Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
    EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
    Foto Kaki, Tengkorak, Kolmna Spiral dan Tangan : Dapat menunjukan demineralisasi.
    (Rencana Askep, Marilyn E Doenges dkk)


  • Pencegahan

    Pemeliharaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi. Sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan).


  • Pengobatan / Penatalaksanaan

    Tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut :

    • Diet tinggi kalori dan rendah protein
      Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
    • Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
      Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic 100p (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
    • Kontrol hipertensi
      Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.
    • Kontrol ketidaksemibangan elektrolit
      Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
      Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
    • Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
      Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.
    • Deteksi dini dan terapi infeksi
      Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.
    • Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
      Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.
    • Deteksi dan terapi komplikasi
      Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
    • Persiapan dialysis dan program transplantasi
      Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
  • ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL
    1.
    Pengkajian
    • Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
      Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
    • Aktifitas / istirahat :
      Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
      Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
      Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
    • Sirkulasi
      Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
      Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
      Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
      Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
      Kecenderungan perdarahan
    • Integritas Ego :
      Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
      Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
    • Eliminasi :
      Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
      Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
      Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
    • Makanan / cairan :
      Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
      Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
      Penggunaan diuretik
      Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
      Perubahan turgor kulit/kelembaban.
      Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
    • Neurosensori
      Sakit kepala, penglihatan kabur.
      Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
      Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
      Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
      Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
    • Nyeri / kenyamanan
      Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
      Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
    • Pernapasan
      Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
      Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
      Batuk dengan sputum encer (edema paru).
    • Keamanan
      Kulit gatal
      Ada / berulangnya infeksi
      Pruritis
      Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
      Ptekie, area ekimosis pada kulit
      Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
    • Seksualitas
      Penurunan libido, amenorea, infertilitas
    • Interaksi sosial
      Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
    • Penyuluhan / Pembelajaran
      Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
      Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
      Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.

    2.
    Diagnosa Keperawatan
    Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :
    • Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
    • Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
    • Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
    • Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan rencana tindakan.

    3.
    Intervensi

    Diagnosa I
    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan serta natrium.
    Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
    Kriteria hasil :
    • Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang
    • Turgor kulit baik
    • Membran mukosa lembab
    • Berat badan dan tanda vital stabil
    • Elektrolit dalam batas normal

    Intervensi

    1. Kaji status cairan :
      • Timbang berat badan harian
      • Keseimbangan masukan dan haluaran
      • Turgor kulit dan adanya oedema
      • Distensi vena leher
      • Tekanan darah, denyut dan irama nadi
      Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
      Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
    2. Batasi masukan cairan :
      Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
      Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
    3. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
      Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
    4. Pantau kreatinin dan BUN serum
      Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, Barbara Ensram, hal 156).

    Diagnosa II

    Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet perubahan membran mukosa mulut.
    Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
    Kriteria hasil :
    • Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
    • Bebas oedema

    Intervensi

    1. Kaji / catat pemasukan diet
      Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
    2. Kaji pola diet nutrisi pasien
      • Riwayat diet
      • Makanan kesukaan
      • Hitung kalori
      Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
    3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
      • Anoreksia, mual dan muntah
      • Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
      • Depresi
      • Kurang memahami pembatasan diet
      Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
    4. Berikan makan sedikit tapi sering
      Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
    5. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
      Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
    6. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
      Mendorong peningkatan masukan diet
    7. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging.
      Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
    8. Timbang berat badan harian.
      Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

    Diagnosa III

    Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi produk sampah
    Tujuan : Berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
    Kriteria hasil :
    • Berkurangnya keluhan lelah
    • Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
    • Laporan perasaan lebih berenergi
    • Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal setelah penghentian aktifitas.

    Intervensi
    1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
      • Anemia
      • Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
      • Retensi produk sampah
      • Depresi
      Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
      (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
    2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
      Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
    3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
      Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
    4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
      Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).

    Diagnosa IV
    Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondis, pemeriksaan diagnostic, rencana tindakan dan prognosis.
    Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang penykit dan pengobatan.
    Kriteria hasil :
    • Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan.
    • Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.

    Intervensi
    1. Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
      Indiviodu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
    2. Berikan informasi tentang :
      • Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal.
      • Pemeriksaan diagnostic termasuk :
        • Tujuan
        • Diskripsi singkat
        • Persiapan yang diperlukan sebelum tes
        • Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.
        Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan selamanya bila ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian maksimum. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
      • Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk membicarakan tentang masalah dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk memiliki terapi.
        Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 160).
      • Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
        Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
      • Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
        Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.

    4. Implementasi
    Asuhan Keperawatan pada klien dengan kegagalan ginjal kronis.
    • Membantu Meraih Tujuan Terapi
      1. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah dipesankan.
      2. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.
      3. Tenekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.
      4. Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
      5. Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.
      6. Melindungi pasien dari infeksi.
      7. Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang seksama.
      8. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.

    • Mengusahakan Kenyamanan
      1. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut kebutuhan.
      2. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki bawah.
      3. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
      4. Mengusahakan istirahat bila kecapaian.
      5. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana.

    • Konsultasi dan Penyuluhan
      1. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai perasaan tentang kronisitas dari penyakit.
      2. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi.
      3. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.
      4. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long).

    5. Evaluasi
    Pertanyaan-pertanyaan yang umum yang harus diajukan pada evaluasi orang dengan kegagalan ginjal kronis terdiri dari yang berikut.
    • Apakah terdapat gejala-gejala bertambahnya retensi cairan?
    • Apakah orang menekuni pesan diet dan cairan yang diperlukan?
    • Apakah terdapat gejala-gejala terlalu kecapaian?
    • Apakah orang tidur nyenyak pada malam hari?
    • Apakah orang dapat menguraikan tentang sifat CRF, rasional dan terapi, peraturan obat-obatan dan gejala-gejalayang harus dilaporkan?





    Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Gagal Ginjal
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Gagal Ginjal
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Gagal Ginjal
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Gagal Ginjal
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Gagal Ginjal
    BACA SELENGKAPNYA - Askep Gagal Ginjal

    TB Paru

    Pengertian

    TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). TB Paru adalah penyakit infeksi pada Paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam (Suriadi, 2001). TB Paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004).

    Etiologi

    Menurut Suriadi (2001) penyebab dari TB Paru adalah : 1) Mycobacterium tuberculosis. 2) Mycobacterium bovis

    Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis : a) Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik. b) Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan. c) Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi. d) Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat. e) Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik) f) Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi. g) Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah. h) Nutrisi ; status nutrisi kurang i) Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis. j) Tidak mematuhi aturan pengobatan.

    Patofisiologi

    Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan hidup di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lain (Dep.Kes, 2003).

    Riwayat terjadinya TB paru dibedakan menjadi 2 (Dep.Kes, 2003) : 1) Infeksi Primer, Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, sehingga dapat melewati mukosilier bronkus, dan terus berjalan hingga sampai di alveolus, menurut dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB Paru berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut komplek primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB Paru. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB Paru. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. 2) Infeksi pasca primer (Post Primary TB), TB Paru pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari TB Paru pasca primer adalah kerusakan Paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tanpa pengobatan setelah 5 tahun, 50 % dari penderita TB Paru akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular.

    Manifestasi Klinik Menurut Dep.Kes( 2003),

    manifestasi klinik TB Paru dibagi :

    1. Gejala Umum: Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Pada TB Paru anak terdapat pembesaran kelenjar limfe superfisialis. 2. Gejala lain yang sering dijumpai: a) Dahak bercampur darah. b) Batuk darah c) Sesak nafas dan rasa nyeri dada d) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit Paru selain TB Paru. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagi seorang “suspek TB Paru” atau tersangka penderita TB Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

    Penemuan Penderita TB Paru

    Menurut Dep.Kes (2003), penemuan penderita TB Paru dibedakan menjadi 2: 1. Pada orang dewasa: Penemuan TB Paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila sedikitnya dua dari tiga spesimen BTA hasilnya positif. 2. Pada anak-anak: Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TB dari bahan yang diambil dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, dan biopsi. Sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Seorang anak harus dicurigai menderita TB Paru kalau mempunyai sejarah kontak erat/serumah dengan penderita TB Paru BTA positif, terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari) dan terdapat gejala umum TB paru yaitu batuk lebih dari 2 minggu.

    Klasifikasi TB Paru Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas : 1) Berdasarkan organ yang terinvasi: a) TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi dalam Tuberkulosis Paru BTA positif dan BTA negatif. b) TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu : TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal; dan TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin. 2) Berdasarkan tipe penderita: Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita : a) Kasus baru : penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan. b) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif. c) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah. d) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.

    Komplikasi Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium lanjut: 1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3) Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4) Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 6) Insufisiensi Kardio Pulmoner

    Penatalaksanaan

    Menurut Dep.Kes (2003) tujuan pengobatan TB Paru adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Salah satu komponen dalam DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung dan untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pemberian paduan OAT didasarkan pada klasifikasi TB Paru. Prinsip pengobatan TB Paru adalah obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin, Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadi kekambuhan. Pada anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB Paru BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan. Bila anak mempunyai gejala seperti TB Paru maka dilakukan pemeriksaan seperti alur TB Paru anak dan bila tidak ada gejala, sebagai pencegahan diberikan Izoniasid 5 mg per kg berat badan perhari selama enam bulan. Pada keadaan khusus (adanya penyakit penyerta, kehamilan, menyusui) pemberian pengobatan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi khusus tersebut (Dep.Kes, 2003) misalnya : 1) Wanita hamil: Pinsip pengobatan pada wanita hamil tidak berbeda dengan orang dewasa. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil kecuali Streptomycin, karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang dilahirkan. 2) Ibu menyusui: Pada prinsipnya pengobatan TB Paru tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi sesuai dengan berat badannya. 3) Wanita pengguna kontrasepsi: Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Penderita TB Paru seyogyanya menggunakan kontrasepsi non hormonal. 4) Penderita TB Paru dengan kelainan hati kronik: Sebelum pengobatan TB, penderita dianjurkan untuk pemeriksaan faal hati. Apabila SGOT dan SGPT meningkat 3 kali, OAT harus dihentikan. Apabila peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita kelainan hati, Pirazinamid tidak boleh diberikan. 5) Penderita TB Paru dengan Hepatitis Akut: Pemberian OAT ditunda sampai Hepatitis Akut mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB Paru sangat diperlukan, dapat diberikan Streptomycin dan Ethambutol maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampicin dan Isoniasid selama 6 bulan. 6) Penderita TB Paru dengan gangguan ginjal: Dosis yang paling aman adalah 2 RHZ/6HR. apabila sangat diperlukan, Etambutol dan Streptomicin tetap dapat diberikan dengan pengawasan fungsi ginjal. 7) Penderita TB paru dengan Diabetes Mellitus: Dalam keadaan ini, diabetesnya harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Penggunaan Etambutol pada penderita Diabetes harus diperhatikan karena mempunyai komplikasi terhadap mata.

    Penggunaan OAT mempunyai beberapa efek samping diantaranya a. Rifampicin : tidak nafsu makan, mual, sakit perut, warna kemerahan pada air seni, purpura dan syok (Dep.Kes, 2003), sindrom flu, hepatotoksik (Soeparman, 1990) b. Pirasinamid : nyeri sendi, hiperurisemia, (Soeparman, 1990) c. INH : kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki (Dep.Kes, 2003), neuropati perifer, hepatotoksik (Soeparman, 1990). d. Streptomisin : tuli, gangguan keseimbangan (Dep.Kes, 2003), nefrotoksik dan gangguan Nervus VIII (Soeparman, 1990) e. Ethambutol : gangguan penglihatan, nefrotoksik, skinrash/dermatitis (Soeparman, 1990). f. Etionamid : hepatotoksik, gangguan pencernaan (Soeparman, 1990)

    Hampir semua OAT memberikan efek samping gatal dan kemerahan, ikhterus tanpa penyebab lain, bingung dan muntah-muntah (Dep.Kes, 2003), serta bersifat hepatotoksik atau meracuni hati (Soeparman, 1990) Menurut Suriadi (2001) penatalaksanaan terapeutik TB Paru meliputi nutrisi adekuat, kemoterapi, pembedahan dan pencegahan. Menurut Soeparman (1990), indikasi terapi bedah saat ini adalah penderita sputum BTA tetap positif (persisten) setelah pengobatan diulangi dan penderita batuk darah masif atau berulang.

    BACA SELENGKAPNYA - TB Paru

    Tinjauan Teoritis: Vesikolithiasis

    Vesikolithiasis

    A.Pengertian
    Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal (Long, 1996:322).

    Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).

    Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).

    Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).

    Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi (Smeltzer, 2002:1442). Long, (1996:318) menyatakan sumbatan saluran kemih yang bisa terjadi dimana saja pada bagian saluran dari mulai kaliks renal sampai meatus uretra. Hidronefrosis adalah pelebaran/dilatasi pelvis ginjal dan kaliks, disertai dengan atrofi parenkim ginjal, disebabkan oleh hambatan aliran kemih. Hambatan ini dapat berlangsung mendadak atau perlahan-lahan, dan dapat terjadi di semua aras (level) saluran kemih dari uretra sampai pelvis renalis (Wijaya dan Miranti, 2001:61).

    Vesikolithotomi adalah alternatif untuk membuka dan mengambil batu yang ada di kandung kemih, sehingga pasien tersebut tidak mengalami ganguan pada aliran perkemihannya Franzoni D.F dan Decter R.M (http://www.medscape.com, 8 Juli 2006)Email ThisClose .



    B.Etiologi

    Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).

    Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
    1. Hiperkalsiuria
      Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
    2. Hipositraturia
      Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
    3. Hiperurikosuria
      Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
    4. Penurunan jumlah air kemih
      Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
    5. Jenis cairan yang diminum
      Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
    6. Hiperoksalouria
      Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
    7. Ginjal Spongiosa Medula
      Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
      8.Batu Asan Urat
      Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
    8. Batu Struvit
      Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease.
      Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
      1.75 % kalsium.
      2.15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
      3.6 % batu asam urat.
      4.1-2 % sistin (cystine).


    C.Pathofisiologi
    Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi, pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2001:997).
    Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori (Soeparman, 2001:388):
    1. Teori Supersaturasi
      Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan kemudian menjadi batu.
    2. Teori Matriks
      Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5 hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
    3. Teori Kurangnya Inhibitor
      Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
    4. Teori Epistaxy
      Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
    5. Teori Kombinasi
      Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.


    D.Manifestasi Klinis
    Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).
    Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan.

    Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
    Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal (http://www.medicastore.com, 26 Juni 2006) adalah:
    1.Hematuri.
    2.Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
    3.Demam.
    4.Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.
    5.Mual.
    6.Muntah.
    7.Nyeri abdomen.
    8.Disuria.
    9.Menggigil.



    E. Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
    1. Urine
      • apH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
      • Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
      • Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
      • Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi.

    2. Darah
      • Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
      • Lekosit terjadi karena infeksi.
      • Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
      • Kalsium, fosfat dan asam urat.

    3. Radiologis
      • Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.
      • Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.

    4. USG (Ultra Sono Grafi)
      Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
    5. Riwayat Keluarga
      Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita batu saluran kemih, jika ada untuk mengetahui pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara mengambilan batu, dan analisa jenis batu.


    F.Komplikasi

    Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842) adalah sebagai berikut:
    1. Sistem Pernafasan
      Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal.
    2. Sistem Sirkulasi
      Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.
    3. Sistem Gastrointestinal
      Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.
    4. Sistem Genitourinaria
      Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya tonus otot.
    5. Sistem Integumen
      Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).
    6. Sistem Saraf
      Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.
    BACA SELENGKAPNYA - Tinjauan Teoritis: Vesikolithiasis

    Askep Benigna Prostat Hipertropi / BPH

    Askep Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
    ASKEP BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI / BPH
    1. Pengertian
    Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).

    BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).


    1. Etiologi
    Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :

    1). Dihydrotestosteron
    Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
    2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
    Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
    3). Interaksi stroma - epitel
    Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
    4). Berkurangnya sel yang mati
    Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
    5). Teori sel stem
    Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).


    4. Gejala Benigne Prostat Hyperplasia
    Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

    1. Gejala Obstruktif yaitu :
    a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
    b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
    c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
    d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
    e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.


    2. Gejala Iritasi yaitu :
    a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
    b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
    c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.



    2. Diagnosis
    Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain
    1). Anamnesa
    Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.

    2) Pemeriksaan Fisik

    1. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
    2. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
    3. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
    4. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
    5. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
    a). Derajat I = beratnya lebih kurang 20 gram.
    b). Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
    c). Derajat III = beratnya > 40 gram.


    3) Pemeriksaan Laboratorium

    • Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
    • Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
    • PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.


    4) Pemeriksaan Uroflowmetri
    Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
    a). Flow rate maksimal  15 ml / dtk = non obstruktif.
    b). Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
    c). Flow rate maksimal  10 ml / dtk = obstruktif.
    5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
    a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
    b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
    c). IVP (Pyelografi Intravena)
    Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
    d) Pemeriksaan Panendoskop
    Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.


    3. Penatalaksanaan
    Modalitas terapi BPH adalah :
    1). Observasi
    Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
    2). Medikamentosa
    Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
    3). Pembedahan
    Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
    a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
    b). Klien dengan residual urin  100 ml.
    c). Klien dengan penyulit.
    d). Terapi medikamentosa tidak berhasil.
    e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
    Pembedahan dapat dilakukan dengan :
    a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat  90 - 95 % )
    b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
    c). Perianal Prostatectomy
    d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy


    4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .

    B. Diagnosa keperawatan.
    Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
    Pre Operasi :
    1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.
    2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
    3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..
    4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah
    5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
    Post Operasi :
    1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
    2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
    3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
    4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
    5) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
    6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan



    B. Perencanaan
    1. Sebelum Operasi

    a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
    1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi
    3) Kriteria hasil :
    Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih

    4) Rencana tindakan dan rasional
    1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
    R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
    2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina
    R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
    3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
    R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
    4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
    R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
    5. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)
    R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan


    b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
    1). Tujuan
    Nyeri hilang / terkontrol.
    2). Kriteria hasil
    Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.

    3). Rencana tindakan dan rasional
    a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ).
    R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ).
    b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
    R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli.
    c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
    R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
    d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
    R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
    f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.
    R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ).
    f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik
    R / Menghilangkan spasme

    c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
    1). Tujuan
    Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.

    2). Kriteria hasil
    Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.

    3). Rencana tindakan dan rasional
    a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
    R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.
    b). Pantau masukan dan haluaran cairan.
    R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
    c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,
    R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
    d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
    R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
    g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:
    Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi
    R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah,


    d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
    1). Tujuan
    Pasien tampak rileks.

    2). Kriteria hasil
    Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.

    3). Rencana tindakan dan rasional
    a). Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya
    R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
    b). Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
    R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
    c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
    R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah


    e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
    1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.


    2). Kriteria hasil
    Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan.


    3). Rencana tindakan dan rasional
    a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
    R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
    b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
    R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.


    II. Sesudah operasi

    1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
    Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
    Kriteria hasil :
    - Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
    - Ekspresi wajah klien tenang.
    - Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
    - Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
    - Tanda – tanda vital dalam batas normal.


    Rencana tindakan :
    1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
    R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
    2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
    R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan
    3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
    R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
    4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
    R/ Mengurang kemungkinan spasmus.
    5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
    R / Mengurangi tekanan pada luka insisi
    6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
    R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
    7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
    R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
    8. Observasi tanda – tanda vital
    R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
    9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik )
    R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.


    2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
    Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
    Kriteria hasil:
    - Klien tidak mengalami infeksi.
    - Dapat mencapai waktu penyembuhan.
    - Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.
    Rencana tindakan:
    1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
    R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
    2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
    R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
    3. Pertahankan posisi urobag dibawah.
    R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
    4. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
    R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
    5. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
    R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
    6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
    R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan


    3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .
    Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
    Kriteria hasil:
    - Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
    - Tanda – tanda vital dalam batas normal .
    - Urine lancar lewat kateter .
    Rencana tindakan:
    1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .
    R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan
    2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
    R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
    3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi .
    R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .
    4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
    R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
    5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
    R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
    6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine
    R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen .



    4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
    Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
    Kriteria hasil:
    - Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
    - Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
    - Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
    - Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.


    Rencana tindakan :
    1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
    R/ Untuk mengetahui masalah klien .
    2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
    R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual
    3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
    R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
    4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
    R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.


    5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
    Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

    Kriteria hasil:
    - Klien akan melakukan perubahan perilaku.
    - Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
    - Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
    Rencana tindakan:
    1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
    R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
    2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
    R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
    3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
    R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
    4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
    R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
    5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
    R/ Untuk membantu proses penyembuhan .


    6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
    Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
    Kriteria hasil:
    - Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
    - Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
    - Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
    Rencana tindakan:
    1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
    R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
    2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
    R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat
    3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
    R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
    4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
    R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .



    DAFTAR PUSTAKA

    Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.


    http://askep-askeb-kita.blogspot.com/


    Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

    Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
    BACA SELENGKAPNYA - Askep Benigna Prostat Hipertropi / BPH

    Askep Vesikolithiasis

    Vesikolithiasis


    A.Pengertian
    Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal (Long, 1996:322).

    Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).

    Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).

    Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).

    Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi (Smeltzer, 2002:1442). Long, (1996:318) menyatakan sumbatan saluran kemih yang bisa terjadi dimana saja pada bagian saluran dari mulai kaliks renal sampai meatus uretra. Hidronefrosis adalah pelebaran/dilatasi pelvis ginjal dan kaliks, disertai dengan atrofi parenkim ginjal, disebabkan oleh hambatan aliran kemih. Hambatan ini dapat berlangsung mendadak atau perlahan-lahan, dan dapat terjadi di semua aras (level) saluran kemih dari uretra sampai pelvis renalis (Wijaya dan Miranti, 2001:61).

    Vesikolithotomi adalah alternatif untuk membuka dan mengambil batu yang ada di kandung kemih, sehingga pasien tersebut tidak mengalami ganguan pada aliran perkemihannya Franzoni D.F dan Decter R.M (http://www.medscape.com, 8 Juli 2006)Email ThisClose .



    B.Etiologi

    Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).

    Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
    1. Hiperkalsiuria
      Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
    2. Hipositraturia
      Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
    3. Hiperurikosuria
      Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
    4. Penurunan jumlah air kemih
      Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
    5. Jenis cairan yang diminum
      Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
    6. Hiperoksalouria
      Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
    7. Ginjal Spongiosa Medula
      Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
      8.Batu Asan Urat
      Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
    8. Batu Struvit
      Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease.
      Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
      1.75 % kalsium.
      2.15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
      3.6 % batu asam urat.
      4.1-2 % sistin (cystine).


    C.Pathofisiologi
    Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi, pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2001:997).
    Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori (Soeparman, 2001:388):
    1. Teori Supersaturasi
      Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan kemudian menjadi batu.
    2. Teori Matriks
      Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5 hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
    3. Teori Kurangnya Inhibitor
      Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
    4. Teori Epistaxy
      Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
    5. Teori Kombinasi
      Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.


    D.Manifestasi Klinis
    Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).
    Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan.

    Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
    Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal (http://www.medicastore.com, 26 Juni 2006) adalah:
    1.Hematuri.
    2.Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
    3.Demam.
    4.Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.
    5.Mual.
    6.Muntah.
    7.Nyeri abdomen.
    8.Disuria.
    9.Menggigil.



    E. Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
    1. Urine
      • apH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
      • Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
      • Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
      • Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi.

    2. Darah
      • Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
      • Lekosit terjadi karena infeksi.
      • Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
      • Kalsium, fosfat dan asam urat.

    3. Radiologis
      • Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.
      • Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.

    4. USG (Ultra Sono Grafi)
      Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
    5. Riwayat Keluarga
      Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita batu saluran kemih, jika ada untuk mengetahui pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara mengambilan batu, dan analisa jenis batu.


    F.Komplikasi

    Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842) adalah sebagai berikut:
    1. Sistem Pernafasan
      Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal.
    2. Sistem Sirkulasi
      Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.
    3. Sistem Gastrointestinal
      Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.
    4. Sistem Genitourinaria
      Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya tonus otot.
    5. Sistem Integumen
      Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).
    6. Sistem Saraf
      Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.



    Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Vesikolithiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vesikolithiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vesikolithiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vesikolithiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vesikolithiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Vesikolithiasis
    BACA SELENGKAPNYA - Askep Vesikolithiasis

    Askep Urolitiasis

    Asuhan Keperawatan Pasien dengan Batu Saluran Kemih (Urolitiasis)



    A. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu ginjal dan spasme otot polos (Engram, 1998).

    Intervensi

    Tujuan :
    Mendemonstrasikan rasa nyeri hilang

    Kriteria hasil :
    Tidak ada nyeri, ekspresi wajah rileks, tak ada mengerang dan perilaku melindungi bagian yang nyeri, frekwensi nadi 60-100 kali/menit, frekwensi nafas 12-24 kali/menit

    Intervensi
    • Kaji dan catat lokasi, intensitas (skala 0-10) dan penyebarannya. Perhatikan tanda-tanda verbal : tekanan darah, nadi, gelisah, merintih.
    • Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri.
    • Berikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan seperti pijatan punggung, lingkungan nyaman, istirahat.
    • Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi dan aktifitas terapeutik.
    • Dorong/bantu dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 l/hari dalam toleransi jantung.
    • Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi :
      • narkotik
      • antispasmmodik
      • kortikosteroid
    • Berikan kompres hangat pada punggung.

    B. Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi mekanik, inflamasi (Doenges, 1999)

    Intervensi

    Tujuan :
    Klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa atau tidak ada gangguan.

    Kriteria hasil :
    Jumlah urine 1500 ml/24 jam dan pola biasa, tidak ada distensi kandung kemih dan oedema.

    Rencana tindakan
    • Monitor pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
    • Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi.
    • Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan.
    • Periksa semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa.
    • Selidiki keluhan kandung kemih penuh : palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urine, adanya edema periorbital/tergantung.
    • Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.
    • Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN kreatinin.
    • Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas.
    • Berikan obat sesuai indikasi, contoh :
      • asetazolamid, alupurinol
      • HCT, klortaridon
      • amonium klorida : kalium fosfat/natrium fosfat
      • agen antigout
      • antibiotik
      • natrium bikarbonat
      • asam askorbat
    • Perhatikan patensi kateter tak menetap, bila menggunakan.
    • Irigasi dengan asam atau larutan alkali sesuai indikasi




    Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Urolitiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Urolitiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Urolitiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Urolitiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Urolitiasis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Urolitiasis
    BACA SELENGKAPNYA - Askep Urolitiasis

    15 May 2011

    Askep Anak dengan Gagal Ginjal Kronik

    Gagal Ginjal Kronik / GGK
    A. PENGERTIAN
    Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal (Betz Sowden, )

    Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan yang progresif pada nefron yang mengarah pada timbulnya uremia yang secara perlahan-lahan meningkat ( Rosa M. Sacharin, 1996)
    .
    Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah keadaan klinis dengan Laju Filtrasi Glomerolus < 50 ml/menit yang ditandai oleh gangguan pertumbuhan dan kelainan metabolic serta biasanya diikuti oleh penurunan faal ginjal yang progresif. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1997)


    B. ETIOLOGI

    1. Glomerulonefritis
    2. Pielonefritis
    3. Nefrosklerosis
    4. Sindroma Nefrotik
    5. Tumor Ginjal


    C. PATOFISIOLOGI

    Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi kehilangan nefron yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik. Jika angka filtrasi glomerolus menurun menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal ini menimbulkan berbagai masalah biokimia berhubungan dengan bahan utama yang ditangani ginjal.

    Ketidakseimbangan natrium dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin. Hiperkalemia terjadi akibat penurunan sekresi kalium. Asidosis metabolik terjadi karena kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi ammonia. Demineralisasi tulang dan gangguan pertumbuhan terjadi akibat sekresi hormon paratiroid, peningkatan fosfat plasma (penurunan kalsium serum, asidosis) menyebabkan pelepasan kalsium dan fosfor ke dalam aliran darah dan gangguan penyerapan kalsium usus. Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah merah, penurunan rentang hidup sel darah merah, peningkatan kecenderungan perdarahan (akibat kerusakan fungsi trombosit). Perubahan pertumbuhan berhubungan dengan perubahan nutrisi dan berbagai proses biokimia.


    D. MANIFESTASI KLINIK
    1. Edema. Oliguria, hipertensi, gagal jantung kongestif
    2. Poliuria, dehidrasi
    3. Hiperkalemia
    4. Hipernatremia
    5. Anemia
    6. Gangguan fungsi trombosit
    7. Apatis, letargi
    8. Anoreksia
    9. Asidosis
    10. gatal-gatal
    11. Kejang, koma
    12. Disfungsi pertumbuhan



    E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
    1. Tes darah
    a. BUN dan kreatinin serum meningkat
    b. Kalium serum meningkat
    c. Natrium serum meningkat
    d. Kalsium serum menurun, fosfor serum menurun, PH serum dan HCO3 menurun
    e. Hb, Ht, trombosit menurun
    f. Asam urat meningkat, kultur darah positif


    2. Tes urin
    a. Urinalisis
    b. Elektrolit urin, osmolalitas dan berat jenis
    c. Urin 24 jam


    3. EKG
    4. Rontgen dada
    5. Biopsi Ginjal


    F. PENATALAKSANAAN
    1. Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit
    2. Dukung fungsi kardiovaskuler
    3. Cegah infeksi
    4. Tingkatkan status nutrisi
    5. Kendalikan perdarahan dan anemia
    6. Lakukan dialisis
    7. Transplantasi ginjal


    DAFTAR PUSTAKA

    1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
    2. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
    3. Hartantyo I, dkk. (1997). Pedoman Pelayanan Medik Anak. Edisi Kedua. Semarang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Undip, SMF Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi.
    4. Riwanto I, S. Neni, Purwoko Y. (2000). Tunjangan Nutrisi Klinik. Semarang : Badan Penerbit Undip.
    5. Price Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty. (1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC.
    6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
    7. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
    8. www. Indomedia.com/intisari/2001/juni/Terapi_601.htm. Disiplin Ketat Penderita Gagal Ginjal.
    9. www.interna fk ui ac.id/artikel/current 2001/cdt01_19htm. Penatalaksanaan Anemia pada Gagal Ginjal Kronik.
    10. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

    BACA SELENGKAPNYA - Askep Anak dengan Gagal Ginjal Kronik

    USUS BUNTU - APENDIKS (HEALTH TODAY November 2009)


    USUS BUNTU - APENDIKS (HEALTH TODAY November 2009)

    Usus buntu atau appendix adalah organ yang letaknya disisi posteromedial dari sekum (bagian dari usus besar), kurang lebih 2,5 cm dibawah katup ileosekum. Panjangnya bervariasi, rata-rata 5-10 cm. Karena posisi-nya yang bervariasi, jika usus buntu mengalami peradangan (selanjutnya disebut apendisitis) sering mengakibatkan keluhan yang berbeda-beda. Dan karena posisinya berdekatan dengan banyak organ, jika terjadi apendisitis sering menampakkan gejala yang mirip dengan peradangan pada organ sekitarnya. Infeksi saluran kencing, batu pada saluran kencing, radang pada organ reproduksi wanita adalah salah satu dari kasus yang gejalanya hampir mirip dengan apendisitis. Pemeriksaan fisik yang baik dan atau disertai dengan pemeriksaan penunjang dapat menetapkan diagnosa apendisitis dengan baik.

    Radang usus buntu terpicu karena adanya sumbatan pada usus buntu. Sumbatan mengakibatkan pembengkakan usus buntu dan lama-lama tekanan intra-lumen apendiks meningkat, mengakibatkan dinding usus buntu rapuh dan perforasi / pecah. Awal serangan biasanya nyeri disekitar pusar bahkan pada banyak kasus menyerupai nyeri pada ulu hati / lambung. Lama-lama nyeri muncul pada daerah perut kanan bawah. Kualitas nyeri bervariasi tergantung dari banyak hal, antara lain apakah pernah mengkonsumsi obat antibiotik sebelumnya, apakah pernah mengkonsumsi obat penghilang rasa nyeri sebelumnya, letak usus buntu yang meradang dan seberapa parah kondisi usus buntu yang meradang.

    Pada awal serangan, peradangan masih terlokalisir di apendiks , dampaknya tidak sehebat jika peradangan sudah berlanjut. Gejala awal seperti menyerupai sakit maag yaitu nyeri uluhati, mual, muntah atau kembung dan dapat juga disertai diare terus menerus. Jika peradangan sudah berlanjut, infeksi biasanya sudah menyebar ke seluruh rongga perut akibatnya terjadi perluasan infeksi pada organ yang lain. Pasien dapat jatuh dalam kedaaan infeksi berat dan dapat menimbulkan kematian
    Penatalaksanaan sebagian besar harus dioperasi, dengan metode konvensional atau dilakukan dengan laparoskopi . Pada apendisitis infiltrat yang berupa massa biasanya dirawat selama beberapa hari untuk kemudian akan dioperasi setelah beberapa bulan kemudian.
    Mortalitas meningkat terjadi pada anak-anak, usia tua, kasus dengan keterlambatan diagnosa serta kasus apendisitis dengan perforasi (kondisi usus buntu yang sudah pecah)

    Hal-hal penting diketahui seputar apendisitis

    1. Waspada jika sering mengalami keluhan nyeri pada ulu hati / lambung atau mengalami gejala-gejala yang mirip dengan sakit maag, atau mengalami diare terus menerus yang juga tidak kunjung reda meskipun telah diberikan obat-obatan, atau mengalami rasa mulas yang berkepanjangan disertai dengan sulit BAB dan atau BAB hanya berupa lendir atau cairan dan juga tidak membaik meskipun telah diberikan pengobatan. Segera konsultasi pada dokter bedah terdekat.

    2. Diagnosa apendisitis tidak selalu disertai dengan jumlah sel darah putih / leukosit yang meningkat dalam darah

    3. Untuk meminimalkan komplikasi setelah operasi, operasi dapat dilakukan dengan laparoskopi, selain menghasilkan komplikasi yang minimal, lama rawat juga menjadi lebih singkat
    4. Perjalanan apendisitis sangat bervariasi, hal ini menimbulkan banyak perbedaan antara satu pasien dengan pasien lainnya. Perbedaan dalam hal operasi, ada yang sayatan dilakukan di kanan bawah, ada yang dilakukan di tengah perut atau ada yang dilakukan dengan laparoskopik. Ada yang harus disertai dengan pemasangan drain / selang di perut. Ada yang harus disertai dengan puasa 1-2 hari, setelah operasi selesai.
    Hasil akhir operasipun berbeda tergantung dari tingkat keparahan. Komplikasi setelah operasi, a.l perdarahan, infeksi juga banyak tergantung oleh banyak hal. Semakin ringan tingkat keparahan apendisitis maka kesembuhan dan lama rawat menjadi lebih singkat.

    5. Jangan takut untuk menghadapi operasi karena pengobatan apendisitis satu-satunya adalah dengan operasi. Sebelum operasi, dokter bedah akan mempersiapkan kondisi pasien sampai layak untuk menjalani operasi, selain itu dokter juga akan memilih tehnik operasi yang sesuai dengan kondisi apendisitis yang diderita. Operasi pada tahap awal apendisitis dapat menurunkan kejadian komplikasi.

    6. Apendisitis tidak ada hubungan langsung dengan kebiasaan makan jambu biji atau cabai.
    Blog ini khusus buat mereka-mereka yang dalam waktu dekat ini berurusan dengan dokter bedah, akan menjalani pembedahan, mempunyai kerabat/saudara yang mau menjalani pembedahan atau buat mereka yang pengen tauk soal bedah .... juga buat pemerhati Ilmu Bedah ... mangkanya ditunggu dong komentarnya ....
    "
    BACA SELENGKAPNYA - USUS BUNTU - APENDIKS (HEALTH TODAY November 2009)
    INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
    setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI