kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

04 April 2011

Askep Eritroderma

Askep Eritroderma: "

ASKEP ERITRODERMA



A. DEFINISI


Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 ).


Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang terdapat hampir atau di seluruh tubuh ( www. medicastore . com ).


Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai dengan eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh ( Marwali Harahap , 2000 : 28 )


Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang kurang lebih menyeluruh ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 ).


B. ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :



  1. Eritrodarma eksfoliativa primer


Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5–0 % ).



  1. Eritroderma eksfoliativa sekunder

    1. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.

    2. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.

    3. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.

      ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan 2005 : 239 )




C. ANATOMI FISIOLOGI KULIT


Kulit mepunyai tiga lapisan utama : Epidermis , Dermis dan Jaringan sub kutis. Epidermis ( lapisan luar ) tersusun dari beberapa lapisan tipis yang mengalami tahap diferensiasi pematangan.


Kulit ini melapisi dan melindungi organ di bawahnya terhadap kehilangan air , cedera mekanik atau kimia dan mencegah masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Lapisan paling dalam epidermis membentuk sel – sel baru yang bermigrasi kearah permukaan luar kulit. Epidermis terdalam juga menutup luka dan mengembalikan integritas kulit sel – sel khusus yang disebut melanosit dapat ditemukan dalam epidermis. Mereka memproduksi melanin , pigmen gelap kulit. Orang berkulit lebih gelap mempunyai lebih banyak melanosit aktif.

Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu :



  1. Stratum Korneum

    Selnya sudah mati , tidak mempunyai intisel , intiselnya sudah mati dan mengandung zat keratin.

  2. Stratum lusidum

    Selnya pipih , bedanya dengan stratum granulosum ialah sel – sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir – butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.

  3. Stratum Granulosum

    Stratum ini terdiri dari sel – sel pipih. Dalam sitoplasma terdapat butir–butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin.

  4. Stratum Spinosum / Stratum Akantosum

    Lapisan yang paling tebal.

  5. Stratum Basal / Germinativum

    Stratum germinativum menggantikan sel – sel yang diatasnya dan merupakan sel- sel induk.


Dermis terdiri dari 2 lapisan :

a. Bagian atas , papilaris ( stratum papilaris )

b. Bagian bawah , retikularis ( stratum retikularis )


Kedua jaringan tersebut terdiri dari jaringan ikat lonngar yang tersusun dari serabut – serabut kolagen , serabut elastis dan serabut retikulus


Serabut kolagen untuk memberikan kekuatan pada kulit. Serabut elastis memberikan kelenturan pada kulit.


Retikulus terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan pada alat tersebut.


Subkutis

Terdiri dari kumpulan – kumpulan sel – sel lemak dan diantara gerombolan ini berjalan serabut – serabut jaringan ikat dermis.


Fungsi kulit adalah



  • Proteksi – Pengatur suhu

  • Absorbsi – Pembentukan pigmen

  • Eksresi – Keratinisasi

  • Sensasi – Pembentukan vit D


( Syaifuddin , 1997 : 141 – 142 )


D. PATOFISIOLOGI


Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas , sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.


Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kult sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel – sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus.


Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik (alergik) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanismee imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.


( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )


E. MANIFESTASSI KLINIS


v Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh , sedangkan skuama baru muncul saat penyembuhan.


v Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis dan dermatitis seboroik pada bayi ( Penyakit Leiner ).


– Eritroderma karena psoriasis


Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi daripada sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.


– Penyakit leiner ( eritroderma deskuamativum )


Usia pasien antara 4 -20 minggu keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama kasar.


– Eritroderma akibat penyakit sistemik , termasuk keganasan. Dapat ditemukan adanya penyakit pada alat dalam , infeksi dalam dan infeksi fokal.


( Arif Masjoor , 2000 : 121 )


F. KOMPLIKASI

Komplikasi eritroderma eksfoliativa sekunder :

- Abses


- Limfadenopati

- Furunkulosis


- Hepatomegali

- Konjungtivitis


- Rinitis

- Stomatitis


- Kolitis

- Bronkitis

( Ruseppo Hasan , 2005 : 239 : Marwali Harhap , 2000 , 28 )


H. PENGKAJIAN FOKUS


Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi infeksi. Kulit yang mengalami disrupsi , eritamatosus serta basah amat rentan terhadap infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi mikroorganisme pathogen yang akan memperberat inflamasi antibiotik , yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.


BIODATA



  1. Jenis Kelamin


Biasnya laki – lak 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.



  1. Riwayat Kesehatan

    – Riwayat penyakit dahulu ( RPM )


Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien planus , psoriasis , pitiasis rubra pilaris , pemfigus foliaseus , dermatitis. Seboroik dan dermatosiss atopik , limfoblastoma.


– Riwayat Penyakit Sekarang


Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama kulit.



  1. Pola Fungsi Gordon

    1. Pola Nutrisi dan metabolisme




Terjadinya kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien (dehidrasi ).



  1. Pola persepsi dan konsep diri


– Konsep diri


Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan / lembaran zat tanduk yang besar – besar seperti keras selafon , pembentukan skuama sehingga mengganggu harga diri.



  1. Pemeriksaan fisik


a) KU : lemah


b) TTV : suhu naik atau turun.


c) Kepala

Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.


d) Mulut

Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.


e) Abdomen

Adanya limfadenopati dan hepatomegali.


f) Ekstremitas

Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.


g) Kulit

Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.

( Marwali Harahap , 2000 : 28 – 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 , Brunner & Suddarth , 2002 : 1878 ).


DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI



  1. 1. Gangguan integritas kulit bd lesi dan respon peradangan


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan integritas kuit kembali seperti semula (normal)


Kriteria hasil :


- menunjukkan peningkatan integritas kulit

- menghindari cidera kulit

Intervensi :

a. kaji keadaaan kulit secara umum

b. anjurkan pasien untuk tidak mencubit atau menggaruk daerah kulit

c. pertahankan kelembaban kulit

d. kurangi pembentukan sisik dengan pemberian bath oil

e. motivasi pasien untuk memakan nutrisi TKTP



  1. Gangguan rasa nyaman : gatal bd adanya bakteri / virus di kulit

    Tujuan : Setelah dilakuakn asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi luka pada kulit karena gatal

    Kriteria hasil :


- tidak terjadi lecet di kulit

- pasien berkurang gatalnya

Intervensi

a. beritahu pasien untuk tidak meggaruk saat gatal

b. mandikan seluruh badan pasien ddengan Nacl

c. oleskan badan pasien dengan minyak dan salep setelah pakai Nacl

d. jaga kebersihan kulit pasien

e. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pengurang rasa gatal



  1. 3. Resiko tinggi infeksi bd hipoproteinemia

    Tujuan : Setalah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi

    Kriteria hasil :


- tidak ada tanda


- tanda infeksi( rubor , kalor , dolor , fungsio laesa )

- tidak timbul luka baru

Intervensi

a. monitor TTV

b. kaji tanda – tanda infeksi

c. motivasi pasien untuk meningkatkan nutrisi TKTP

d. jaga kebersihan luka

e. kolaborasi pemberian antibiotik


DAFTAR PUSTAKA


Brunner 7 Suddarth vol 3 , 2002. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Jakarta : EGG

Doenges M E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC

Harahap Marwali 2000 , Ilmu Penyakit Kulit , Jakarta : Hipokrates

Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI

Mansjoer , Arief , 2000 , Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta : EGC

Syaifudin , 1997 , anatomi Fisiologi , Jakarta : EGC

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Eritroderma

Askep Gasteroenteritis

Askep Gasteroenteritis: "

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTEROENTERITIS



PENGERTIAN.

Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).

Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).

Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).

Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).

Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gstroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.


PATOFISIOLOGI.

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis biasanya melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.


GEJALA KLINIS.

a.Diare.

b.Muntah.

c.Demam.

d.Nyeri Abdomen

e.Membran mukosa mulut dan bibir kering

f.Fontanel Cekung

g.Kehilangan berat badan

h.Tidak nafsu makan

i.Lemah


KOMPLIKASI

a.Dehidrasi

b.Renjatan hipovolemik

c.Kejang

d.Bakterimia

e.Mal nutrisi

f.Hipoglikemia

g.Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.


Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a.Dehidrasi ringan

Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.

b.Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.

c.Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 – 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.


PENATALAKSANAAN MEDIS

a.Pemberian cairan.

b.Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :

1.Memberikan asi.

2.Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.

c.Obat-obatan.


Keterangan :

a. Pemberian cairan,pada klien Diare dengasn memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.

1.cairan per oral.

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

2.Cairan parenteral.

Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

2.1.Dehidrasi ringan.

2.1.1. 1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari

2.1.2. Kemudian 125 ml / Kg BB / oral

2.2. Dehidrasi sedang.

2.2.1. 1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral

2.2.2. kemudian 125 ml / kg BB / hari.

2.3. Dehidrasi berat.

2.3.1. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg

• 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.

• 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).

• 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.

2.3.2. Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.

1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit (§ infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).

7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau§ minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.

2.3.3. Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.

1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).§

16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.§

2.4. Diatetik ( pemberian makanan ).

Terafi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada penderita dengan tujuan meringankan,menyembuhkan serta menjaga kesehatan penderita.

Hal – hal yang perlu diperhatikan :

2.4.1. Memberikan Asi.

2.4.2. Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin,makanan harus bersih.

2.5. Obat-obatan.

2.5.1. Obat anti sekresi.

2.5.2. Obat anti spasmolitik.

2.5.3. Obat antibiotik.


PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium.

1.1. Pemeriksaan tinja.

1.2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.

1.3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.

2. pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.



TUMBUH KEMBANG ANAK

Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang pengertian dari pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam besar, jumlah, ukuran atau dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan perkembangan adalah menitik beratkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan emosional.

Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan orang dewasa kecil, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara ekonomi.

Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat bagi anak, baik secara fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan konteks keluarga dan masyarakat.

Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan.

d. Motorik halus.

1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar.

2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya

3. Memasukkan benda kedalam mulutnya.

4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya.

5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan.

e. Motorik kasar.

1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan.

2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri.

3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang.

f. Kognitif.

1. Berusaha memperluas lapangan.

2. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.

3. Mulai mencari benda-benda yang hilang.

g. Bahasa.

Mengeluarkan suara ma, pa, ba walaupun kita berasumsi ia sudah dapat memanggil kita, tetapi sebenarnya ia sama sekali belum mengerti.



DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK.

a. Separation ansiety

b. Tergantung pada orang tua

c. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti

d. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main,

menarik diri, sedih, kesepian dan apatis

e. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan

dengan orang lain dan menyukai lingkungan



PENGKAJIAN.

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi,psikal assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :

1. Identitas klien.

2. Riwayat keperawatan.

2.1. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.

2.2. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu.

Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.

4. Riwayat psikososial keluarga.

Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.

5. Kebutuhan dasar.

5.1. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.

5.2. Pola nutrisi : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.

5.3. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

5.4. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.

5.5. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.

6. Pemerikasaan fisik.

6.1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.

6.2. Pemeriksaan sistematik :

6.2.1. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.

6.2.2. Perkusi : adanya distensi abdomen.

6.2.3. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis

6.2.4. Auskultasi : terdengarnya bising usus.

6.3. Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.

Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.

6.4. Pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.


DIAGNOSA KEPERWATAN.

1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.

6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.




INTERVENSI


Diagnosa 1.

Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

Tujuan .

Devisit cairan dan elektrolit teratasi

Kriteria hasil

Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.



Diagnosa 2.

Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.

Tujuan

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi

Kriteria hasil

Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah tidak ada.

Intervensi

Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.



Diagnosa 3.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.

Tujuan :

Gangguan integritas kulit teratasi

Kriteria hasil :

Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada

Intervensi :

Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.



Diagnosa 4.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

Tujuan :

Nyeri dapat teratasi

Kriteria hasil :

Nyeri dapat berkurang / hiilang, ekspresi wajah tenang

Intervensi :

Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdoment. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.



Diagnosa 5.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.

Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil :

Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.

Intervensi :

Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.



Diagnosa 6.

Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.

Tujuan :

Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan

Intervensi :

Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga unrtuk selalu mendampingi klien.



EVALUASI.

1.Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.

2.Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh.

3.Integritas kulit kembali noprmal.

4.Rasa nyaman terpenuhi.

5.Pengetahuan kelurga meningkat.

6.Cemas pada klien teratasi.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Gasteroenteritis

Askep Penyakit Kusta

Askep Penyakit Kusta: "

ASKEP PENYAKIT KUSTA



  1. Pengertian


Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.


Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis


Reaksi : Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.



  1. Etiologi


M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.



  1. Patogenesis


Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.


Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.


M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.


Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.


Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.



  1. Klasifikasi Kusta


Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi :



  1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( – ) dan uji lepramin ( + ) kuat.

  2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + )

  3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi ”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.


Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( – ).



  1. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( – ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( – ).

  2. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( – ).


WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :



  1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT

  2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL



  1. Gambaran Klinis


Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling



  1. Tipe Tuberkoloid ( TT )



  • Mengenai kulit dan saraf.

  • Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).

  • Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.

  • Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.



  1. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )



  • Hampir sama dengan tipe tuberkoloid

  • Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.

  • Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.

  • Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.



  1. Tipe Mid Borderline ( BB )



  • Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.

  • Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.

  • Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris.

  • Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.

  • Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe ini.



  1. Tipe Borderline Lepromatus ( BL )


Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.



  1. Tipe Lepromatosa ( LL )



  • Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.

  • Distribusi lesi khas :

    • Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.

    • Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.



  • Stadium lanjutan :

    • Penebalan kulit progresif

    • Cuping telinga menebal

    • Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis.



  • Lebih lanjut

    • Deformitas hidung

    • Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis

    • Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.

    • Penyakit progresif, makula dan popul baru.

    • Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.



  • Stadium lanjut


Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.



  1. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)



  • Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.

  • Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.

  • Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.

  • Sebagian sembuh spontan.


Gambaran klinis organ lain



  • Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan

  • Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana

  • Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis

  • Lidah : ulkus, nodus

  • Larings : suara parau

  • Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi

  • Kelenjar limfe : limfadenitis

  • Rambut : alopesia, madarosis

  • Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.



  1. Diagnosa Keperawatan

    1. Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping indifidu

    2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d proses reaksi

    3. Gangguan aktivitas b/d post amputasi

    4. Resti injuri b/d invasif bakteri



  2. Intervensi


Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan inefektif koping indifidu


Tujuan :


Klien dapat memnerima perubahan dirinya setelah diberi penjelasan dengan kriteria hasil :



  • Klien dapat menerima perubahan dirinya

  • Klien tidak merasa kotor (selalu menjaga kebersihan)

  • Klien tidak merasa malu


Intervensi :



  • Bantu klien agar realistis, dapat menerima keadaanya dengan menjelaskan bahwa perubahan fisiknya tidak akan kembali normal.

  • Ajarkan pada klien agar dapat selalu menjaga kebersihan tubuhnya dan latihan otot tangan dan kaki untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.

  • Anjurkan klien agar lebih mendekatkan pada Tuhan YME.


Gangguan rasa nyaman : nyeriberhubungan dengan luka amputasi


Tujuan :


Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan, dengan kriteria hasil :



  • Klien merasakan nyeri berkurang di daerah operasi

  • Klien tenang

  • Pola istirahat-tidur normal, 7-8 jam sehari


Intervensi :



  1. Kaji skala nyeri klien

  2. Alihkan perhatian klien terhadap nyeri

  3. Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital

  4. Awasi keadaan luka operasi

  5. Ajarkan cara nafas dalam & massage untuk mengurangi nyeri

  6. Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik dan analgetik.


Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan post amputasi


Tujuan :


Klien dapat beraktivitas mandiri sesuai keadaan sekarang setelah dilakukan tindakan keperaatan dengan kriteria hasil :



  • Klien dapat beraktivitas mandiri

  • Klien tidak diam di tempat tidur terus


Intervensi :



  1. Motivasi klien untuk bisa beraktivitas sendiri

  2. mengajarkan Range of Motion : terapi latihan post amputasi

  3. Motivasi klien untuk dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.


DAFTAR PUSTAKA


Sjamsoe – Daili, Emmi S. 2003. Kusta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.


Stadar asuhan keperawatan RSUD Tugurejo Semarang. 2002. Ruang Kusta. Propinsi Jawa Tangah


Sjamsuhidajat. R dan Jong, Wimde. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC : Jakarta.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Penyakit Kusta

03 April 2011

Askep Sindrom Stevens Jhonsen

Askep Sindrom Stevens Jhonsen: "

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM STEVENS JHONSEN



TINJAUAN TEORI


A. Pengertian


Sindrom Stevens Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di oritisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura.


B. Etilogi


Penyebab yang pasti belum diketahui, ada angapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan disebut eritema multifome mayor. Salah satu penyebabnya ialah alergi obat secara sistemik. Obat-obatan yang disangka sebagai penyebabnya antara lain : penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik, (misal : derivate salisil / pirazolon, metamizol, metapiron, dan parasetamol) klorpromasin, karbamasepin, kinin antipirin, tegretol, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan infeksi (bakteri,virus, jamur, parasit) neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi dan makanan.


C. Patofisiologi


Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibody yang membentuk mikro presitipasi sehingga terjadi aktivasi neutrofil yang kemudian melepaskan lysozim dan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ sasaran (target organ). Reaksi tipe IV terjadi akibat lysozim T yang tersensitisasi berkontrak kembali dengan antigen yang sama kemudian lysozim dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.



D. Tanda dan Gejala


Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat berespons sampai koma. Mulainya dari penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.


Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :



  • Kelainan kulit

  • Kelainan selaput lendir di orifisium

  • Kelainan mata


1. Kelainan Kulit


Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.


2. Kelainan Selaput lender di orifisium


Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan.


Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal.


Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.


3. Kelainan Mata


Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.


E. Pemeriksaan Penunjang



  • Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.

  • Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

  • Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.



F. Kompikasi


Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, kehilangan cairan / darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimal.


G. Penatalaksanaan


Pada sindrom Stevens Johnson pengangannya harus tepat dan cepat. Penggunaan obat kostikosteroid merupakan tindakan life-saving. Biasanya digunakan Deksamethason secara intravena, dengan dosis permulaan 4-6 X 5 mg sehari. Pada umumnya masa kritis dapat diatasi dalam beberapa hari dengan perubahan keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi.


Dampak dari terapi kortikosteroid dosis tinggi adalah berkurangnya imunitas, karena itu bila perlu diberikan antibiotic untuk mengatasi infeksi. Pilihan antibiotic hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspekrum luas dan bersifat bakterisidal. Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam dan tinggi protein.


Hal lain yang perlu diperhatikan ialah mengatur kseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi. Bila perlu dapat diberikan infuse berupa Dekstrose 5% dan larutan Darrow.


Tetapi topical tidak sepenting terapi sistemik untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit pada tempat yang erosif dapat diberikan sofratul atau betadin.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian


a. Data Subyktif



  • Klien mengeluh demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan / sulit menelan.


b. Data Obyektif



  • Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura.

  • Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan pseudomembran di faring

  • Konjungtiva, perdarahan sembefalon ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.


c. Data Penunjang



  • Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia

  • Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

  • Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.


B. Diagnosa Keperawatan



  1. Gangguan rasa nyaman, demam, nyeri kepala, tenggorokan s.d adaya bula

  2. Gangguan pemenuhan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh s.d sulit menelan

  3. Gangguan integritas kulit s.d bula yang mudah pecah

  4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit s.d kurang informasi

  5. Potensial terjadi infeksi sekunder s.d efek samping terpasangnya infus dan terapis steroid


C. Rencana













































No


Diagnosa

Keperawatan


Perencanaan Keperawatan



Tujuan dan Kriteria Hasil



Rencana Tindakan


1.Gangguan rasa nyaman, demam, nyeri kepala, tenggorokan s.d adaya bulaTujuan :

Klien merasa nyaman dalam waktu 2 x 24 jam


Kriteria hasil :


Nyeri berkurang / hilang


Ekpresi muka rileks



  • Berikan kompres dingin

  • Berikan pakaian yang tipis dari bahan yang menyerap

  • Hindarkan lesi kulit dari manipulasi dan tekanan

  • Usahakan pasien bias istirahat 7-8 jam sehari.

  • Monitor balance cairan

  • Monitor suhu dan nadi tiap 2 jam


2.Gangguan pemenuhan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh s.d sulit menelanTujuan :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi selama perawatan


Kriteria hasil :


Tidak ada tanda-tanda dehidrasi


Diet yang disediakan habis


Hasil elektrolit serum dalam batas normal



  • Kaji kemampuan klien untuk menelan

  • Berikan diet cair

  • Jelaskan pada klien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi bagi kesembuhan klien

  • Monitoring balance cairan

  • Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi dan gangguan elekrolit

  • K/P kolaborasi untuk pemasangan NGT


3.Gangguan integritas kulit s.d bula yang mudah pecahTujuan :

Kerusakan integritas kulit menunjukan perbaikan dalam waktu 7-10 hari


Kriteria hasil :


Tidak ada lesi baru


Lesi lama mengalami involusi


Tidak ada lesi yang infekted



  • Kaji tingkat lesi

  • Hindarkan lesi dari manipulasi dan tekanan

  • Berikan diet TKTP

  • Jaga linen dan pakaian tetap kering dan bersih

  • Berikan terapi topical sesuai dengan program


4.Kurang pengetahuan tentang proses penyakit s.d kurang informasiTujuan :

Pengetahuan klien/keluarga akan meningkat setelah diberikan penyuluhan kesehatan


Kriteria hasil :


Klien/keluarga mengerti tentang penyakitnya


Klien/keluarga kooperatif dalam perawatan /pengobatan



  • Kaji tingkat pengetahuan klien/ keluarga tentang penyakitnya

  • Jeslakan proses penyakit dengan bahasa yang sederhana

  • Jelaskan tentang prosedur perawatan dan pengobatan

  • Berikan catatan obat-obat yang harus dihindari oleh klien


5.Potensial terjadi infeksi sekunder s.d efek samping terpasangnya infus dan terapis steroidTujuan :

Tidak terjadi infeksi sekunder selama dalam perawatan


Kriteria hasi :


Tidak ada tanda infeksi



  • Hindari lesi kulit dari kontaminasi

  • Dresing infus dan lesi tiap hari

  • Kaji tanda –tanda infeksi lokal maupun sistemik

  • Ganti infus set dan abocatin tiap 3 hari

  • Kolaborasi untuk pemeriksaan Ro thorax dan labortorium


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Sindrom Stevens Jhonsen

Askep Lepra

Askep Lepra: "

ASUHAN KEPERAWATAN LEPRA



TINJAUAN TEORI


A. Pengertian


Lepra adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman tahan asam “Mycobacterium Leprae”.


B. Etiologi


Mycobacterium Leprae yang berbentuk batang, berukuran 2-8 um dan diameter 0,3 um, bersifat tahan asam dan merupakan parasit obligat intraseluler.


C. Patofisiologi


Mycobacterium Leprae berprediksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin. Sebenarnya M.Leprae mempunyai pathogenesis dan daya inuasif yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman yang lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang mengugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat kambuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit lepra dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selulernya daripada intensitas infeksinya.



D. Tanda dan Gejala



  • Timbul bercak atau benjolan dengan rasa tebal/matirasa, kadang ada keluhan nyeri pada lengan dan tungkai, sendi-sendi, demam, pilek dan mata procos

  • Lesi kulit yang khas (bercak/plak hipopigmentasi/eritematosa, papul atau nodul)

  • Annesthesia pada kesi

  • Pembesaran saraf tepi


E. Klasifikasi


Klasifikasi Lepra berdasarkan “Respon Imunologis pnderita” di bagi menjadi :


1. Tipe Indeterminate (1)


Kelainan kulitnya berupa makula hipopigmentasi 1-2 buah, batas kurang tegas kadang dijumpai hipoestesi


2. Tipe Tuberculoid (TT)


Lesi kulit berupa macula/plak eritematosa atau hipopigmentasi dengan batas tegas, jumlah 1-4 buah, permukaan lesi kering, bersisik dan rambut pada lesi berkurang atau tidak ada sama sekali. Nyeri , hipoestesi atau anaestnesi dan penebalan syaraf. BTA negative, tes lepromin positif sangat kuat.


3. Tipe Bordeline Tuberculoid (BT)


Lesi kulit menyerupai tipe TT. Jumlah lesi lebih banyak (2-8 buah) berupa macula/plak hipopigmentasi. Beberapa syaraf mungkin menebal dan menimbulkan gangguan sensoris dan motoris, anestesi tampak nyata. BTA negatif atau positif satu (+1), test lepromin positif lemah.


4. Tipe Mid Borderline (BB)


Lesi kulit condong simestris, berupa macula, plak atau papul dan dapat kombinasi ketiganya, warna lesi eritematosa atau kecoklatan. Lesi punched merupakan tanda karakteristik berupa infiltrat dengan central clear area. BTA positif satu atau dua (+2/+3). Test lepromin negative atau positif lemah.


5. Tipe Borderline (BL)


Lesi dimulai dengan macula kemudian menyebar secara simetris. Lesi punched-out lebih multiformis, banyak dan tersebar. Permukaan lesi halus, mengkilat dengan batas tegas. Anestesi pada tangan dan kaki simetris. BTA positif empat atau lima (+4/+5). Test lapromin negatif.


6. Tipe Lapromatous (LL)


Lesi dimulai dengan makula yang menyebar dan terdistribusi secara bilateral sinutris. Lesi terbatas tidak tegas, hipopigmentasi, atau sedikit eritematosa. Pada fase lanjut terdapat pembesaran saraf dengan glove anda stocking anaesthesia. Gejala yang lain adalah pelebaran hidung, penebalan, lobules telinga dan edema kaki. BTA positif lima atau enam (+5/+6). Test lepromin negative.


F. Pemeriksaan Penunjang



  • Test lepromin

  • Bakteriologis : sediaan apas dari irisan kulit dan usapan mukosa hidung dengan pewarnaan Zeihl-Nielsen.

  • Scrologis pengukuran antibody anti M.Leprae

  • PA : Biopsi lesi kulit dan atau saraf

  • ENMG


G. Komplikasi



  • Imunologi : reaksi lepra tipe I (reversal) dari reaksi lepra tipe II (eritema nodosum leprosum/ENL)

  • Neurologis : ulkus, law hand, drop hand, drop foot, kontraktur, multilasi dan resorbsi.


H. Penatalaksanaan



  • Semua penderita lepra diobati dengan MDT yang terdiri dari Dapson, Lampren, dan Rifampisin

  • Reaksi tipe I dan tipe II ringan diberikan aspirin atu kloroquin

  • Reaksi tipe II berat dapat diberikan kortikosteroid dengan penurunan dosis secara bertahap

  • Bila ada neuritis perlu dilakukan imobilisasi

  • Perawatan ulkus



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian



  1. Data Subyetif



  • Timbul bercak atau benjolan dengan rasa tebal/mati rasa, kadang mengeluh nyeri pada lengan / tungkai, sendi-sendi, demam, pilek, dan mata procos.



  1. Data Obyektif



  • Bercak/plak hipopigmentasi/ eritematosa, papul atau nodul

  • Anestesi pada lesi

  • Pembesaran saraf tepi



  1. Data Penunjang



  • BTA pada sediaan apus irisan kulit positif

  • Test lepronim positif atau negatif


B. Diagnosa Keperawatan



  1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d pembesaran saraf tepi.

  2. Potensial cedera s.d hipo/anaestesia

  3. Kurang pengetahuan s.d kurang informasi

  4. Gangguan Integritas kulit s.d adanya ulkus



C. Rencana Keperawatan






































NoDiagnosa

Keperawatan


Perencanaan Keperawatan


Tujuan dan Kriteria HasilRencana Tindakan
1.Gangguan rasa nyaman nyeri s.d pembesaran saraf tepi.

Ditandai dengan :


DS : nyeri pada lengan / tungkai


DO : klien tampak kesakitan, pembesaran saraf tepi

Tujuan :

Klien merasa nyaman


Kriteria hasil :


Klien tampak tenang


Nyeri berkurang atau hilang



  • Kaji karakteristik nyeri

  • Kaji repon klien terhadap nyeri

  • Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

  • Ciptakan lingkungan yang teraupeutik

  • Kelola pemberian analgetik sesuai program


2.Potensial cedera s.d hipo/anaestesia

Ditandai dengan :


DS : mati rasa


DO : pembesaran saraf tepi

Tujuan :

Tidak terdapat cedera selama perawatan


Kriteria hasil :


DS mengetahui hal-hal yang harus dihindari untuk mencegah cedera



  • Kaji tingkat kemampuan aktivitas klien

  • K/P Bedrest

  • Mobilisasi bertahap

  • Hindari hal-hal yang memungkinkan terjadinya cedera

  • Jelaskan proses terjadinya hilang rasa dan cara mengatasinya


3.Kurang pengetahuan s.d kurang informasi

Ditandai dengan :


DS : klien belum tahu tentang penyakitnya.

Tujuan :

Pengetahuan kilen/keluarga tentang penyakit lepra dan perawatannya menigkat


Kriteria hasil :


Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan kpd klien/ keluarganya maka mengetahui tentang :


- Penyakit lepra


- Perawatan & pengobatan


- Efek samping pengobatan



  • Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga

  • Jelaskan dengan bahasa yang sederhana tentang :


- Penyakit lepra dan kemungkinan komplikasi


- Pengobatan dan efek sampingnya


- Hal-hal yang harus dihindari untuk mencegah cedera



  • Berikan brosur tentang penyakit lepra

  • Berikan kesempatan kepada klien/keluarga untuk bertanya lebih lanjut.


4.Gangguan Integritas kulit s.d adanya ulkus Ditandai dengan :

DS : -


DO : ulkus


Tujuan :

Integritas kulit kembali utuh


Kriteria hasil :


Setelah 7 hari perawatan ulkus membaik, bersih, tidak berbau, granulasi (+)



  • Kaji karakteristik ulkus

  • Perawatan ulkus 2×1 hari

  • Berikan diet tinggi protein

  • Kelola pemberian antibiotic sesuai dengan program



http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Lepra

Askep Dermatitis Eksfoliatifa

Askep Dermatitis Eksfoliatifa: "

ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS EKSFOLIATIFA



TINJAUAN TEORI


A. Pengertian


Dermatitis eksfoliatifa disebut juga eritroderma yaitu merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan eritema seluruh tubuh disertai skuama.


B. Etiologi


Belum diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya keadaan reaktif tersebut. Penyakit yang sering mendasarinya adalah :



  1. Penyakit kulit yang mengawali :

    1. Psoriasis

    2. Dermatitis atopic

    3. Dermatitis Seboroik

    4. Dermatitis Rubra Pilaris

    5. Pityriasis rubra pilaris

    6. Dermatitis ikhtiosiformis

    7. Pemfigus folenceus

    8. Likhen planus



  2. Dermatitis kontak

  3. Erupsi obat

  4. Limfoma, leukemia, keganasan internal

  5. Idiopatik


C. Patofisiologi


Terjadi proses keratinisasi lebih cepat dari waktu normal (28 hari) karena penyakit yang mendahuluinya sebagai factor pencetus terjadinya dermatitis eksfoliatifa dan mekanisme terjadinya belum diketaui.


D. Tanda dan Gejala


Erupsi dermatitis eksfoliatifa umumnya diawali dengan demam dan mengigil dan gejala ini akan selalu berulang setiap kali penyakit menghebat. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh psoriasis didapati eritema yang tidak merata yaitu berupa lekukan miliar, tetapi tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomosis untuk psoriasis. Pada kasus yang disebabkan oleh limfoma sering disertai malaise dan berbagai gejala konstitusional. Kulit akan teraba hangat dan kaku yang disertai kerontokan rambut dan distrofi kuku yang akan menebal karena adanya keratosis sub ungula sehingga ujung kuku akan meninggi (elevated nail). Pada orang-orang kulit berwarna umumnya akan segera terjadi hiperpigmentasi paska inflamasi.



E. Pemeriksaan Penunjang



  1. Laboratorium

    1. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin

    2. Urin : pemerikasaan histopatologi



  2. Penunjang : pemeriksaan histopatologi



F. Komplikasi



  1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

  2. Infeksi sekunder



G. Penatalaksanaan



  1. Umum

    1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

    2. Mengatasi hipotermia

    3. Perbaikan kesadaran umum

    4. Emolient untuk mengurangi kulit yang kaku



  2. Khusus pengobatan spesifik tergantung kausa. Umumnya dengan kortikosteroid dengan dosis awal 40-60 mg prednison/hari. Antibiotika diberikan terutama untuk kasus-kasus yang eksofoliasinya dalam keadaan lembab untuk menghindari infeksi.

  3. Perawatan inap di isolasi

  4. Konsultasi : Penyakit dalam, mata, ICU



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian



  1. Data Subyektif



  • Mengeluh demam, badan menggigil

  • Merasa lemah

  • Kulit teraba tebal dan kaku

  • Mengeluh nyeri hebat



  1. Data Obyektif



  • Kulit seluruh tubuh eritema dan eksfoliasi

  • Edema

  • Skuama halus / kasar

  • Rambut rontok

  • Elevated nail

  • Hiperpigmentasi paska inflamasi



  1. Data Penunjang



  • Pemerikasaan histopatologi


B. Diagnosa Keperawatan



  1. Ganguan integritas kulit s.d luas / eksfoliasi

  2. Potensial terjadinya infeksi s.d adanya luka terbuka akibat gangguan integritas

  3. Gangguan konsep diri body image s.d skuama yang mengelupas di seluruh tubuh (seperti sisik)


C. Rencana Keperawatan

































No



Diagnosa


Keperawatan



Rencana Keperawatan



Tujuan dan Kriteria hasil



Rencana Tindakan


1Ganguan integritas kulit s.d luas / eksfoliasi, ditandai dengan :

DS : -


DO : Pada seluruh tubuh terdapat pateh erythermatas dengan skuama tebal, berwarna putih dan mengelupas.

Tujuan :

Integritas kulit pasien kembali utuh


Kriteria hasil :


Kulit utuh, eritema dan skuama hilang


Krusta menghilang


Daerah axilla dari inguinal tidak mengalami maserasi



  • Lakukan inspeksi lesi setiap hari

  • Pantau adanya tanda-tanda infeksi

  • Ubah posisi pasien tiap 2-4 jam

  • Bantu mobilitas pasien sesuai kebutuhan

  • Pergunakan sarung tangan jika merawat lesi

  • Jaga agar alat tenun selau dalam keadaan bersih dan kering

  • Libatkan keluarga dalam memberikan bantuan pada pasien


2Potensial terjadinya infeksi s.d adanya luka terbuka akibat gangguan integritas, ditandai dengan :

DS : -


DO : Seluruh tubuh berwarna kemerahan dengan skuama berwarna putih diatasnya dan mengelupas

Tujuan :

Tidak terjadi infeksi


Kriteria hasil :


Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.


- RR :16-20 x/menit


- N : 70-82 x/menit


- T : 37,5 C


- TD : 120/85 mmHg


Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor, infusiolesa)


Hasil pemeriksaan laborat dalam batas normal Leuksosit darah : 5000-10.000/mm3



  • Lakukan tekni aseptic dan antiseptic dalam melakukan tindakan pada pasien

  • Ukur tanda vital tiap 4-6 jam

  • Observasi adanya tanda-tanda infeksi

  • Batasi jumlah pengunjung

  • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet TKTP

  • Libatkan peran serta keluarga dalam memberikan bantuan pada klien


3Gangguan konsep diri body image s.d skuama yang mengelupas di seluruh tubuh (seperti sisik), ditandai dengan :

DS : Pasien menyatakan “mengapa saya kelihatan aneh seperti ini?”


DO : Pasien sering menutupi tubuhnya dengan selimut dan menyendiri

Tujuan :

Pasien tidak mengalami gangguan konsep diri body image


Kriteria hasil :


Pasien tidak menarik diri dari kontak social


Pasien mau berpartisipasi dalam perawatan dirinya


Ekspresi wajah pasien tidak menunjukkan tanda berduka



  • Berikan support pada pasien untuk menerima keadaannya

  • Kaji persepsi pasien tentang gambaran dirinya

  • Jaga komunikasi yang baik dengan pasien dan bantu pasien untuk berkomunikasi dengan orang lain

  • Catat adanya tingkah laku non-verbal atau tingkah laku negative

  • Libatkan keluarga untuk meningkatkan konsep diri pasien

  • Evaluasi sikap dan mekanisme koping pasien


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Dermatitis Eksfoliatifa

Askep herpes Zoster

Askep herpes Zoster: "

ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER



TINJAUAN TEORI


A. Pengertian


Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.


B. Etiologi


Reaktivasi virus varisela zoster



C. Patofisiologi


Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kranalis kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persyarafan ganglion tersebut. Kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranalis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.


D. Tanda dan Gejala


Daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama. Sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.


Sebelum timbul gejala kulit terhadap gejala prodromal baik sistemik seperti demam, pusing, malaise maupun lokal seperti nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan sebagainya. Setelah timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pastala dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah yang disebut herpes zoster haemoragik dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.


Massa tunasnya 7-12 hari. Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar geth bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persyarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus atas nervus fasialis dan otikus.


Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang-cabang pertana nervus trigeminus. Sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasalis dan otikus sehingga menyebabkan pengelihatan ganda paralisis otot muka (Paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsnug dalam waktu yang singkat dan kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema. Pada Herpes Zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisa berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi. Nauralgia pasca laterpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Hal ini cenderung dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun.



E. Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak


F. Komplikasi


Pada usia lanjut lebih dari 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetik.


G. Penatalaksanaan


Terapi sistemik umumnya bersifat simtonatik, untuk nyerinya diberikan analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.


Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.


Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. Terapi seirng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion.


Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian



  1. Data Subyektif



  • Demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan pegal, hipenestesi.



  1. Data Obyektif



  • Eritema, vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah, dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan aleus dengan penyembuhan berupa sikatrik.

  • Dapat pula dijumpai pembesaran kelenjar lympe regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermafonal sesuai dengan tempat persyarafan.

  • Paralitas otot muka



  1. Data Penunjang



  • Pemeriksaan percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.


B. Diagnosa Keperawatan



  1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus

  2. Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah

  3. Cemas s.d adanya lesi pada wajah

  4. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus


C. Rencana






































No


Diagnosa


Keperawatan



Perencanaan Keperawatan


Tujuan dan Kriteria HasilRencana Keperawatan
1.Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus, ditandai dengan :

DS : pusing, nyeri otot, tulang, pegal


DO: erupsi kulit berupa papul eritema, vseikel, pustula, krusta

Tujuan :

Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan


Kriteria hsil :


Rasa nyeri berkurang/hilang


Klien bias istirahat dengan cukup


Ekspresi wajah tenang



  • Kaji kualitas & kuantitas nyeri

  • Kaji respon klien terhadap nyeri

  • Jelaskan tentang proses penyakitnya

  • Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

  • Hindari rangsangan nyeri

  • Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang teraupeutik

  • Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program


2.Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah, ditandai dengan :

DS : -


DO: kulit eritem vesikel, krusta pustula

Tujuan :

Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari


Kriteria hasil :


Tidak ada lesi baru


Lesi lama mengalami involusi



  • Kaji tingkat kerusakan kulit

  • Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi

  • Kelola tx topical sesuai program

  • Berikan diet TKTP


3.Cemas s.d adanya lesi pada wajah, ditandai dengan :

DS : klien menyatakan takut wajahnya cacat


DO : tampak khawatir lesi pada wajah

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas akan hilang/berkurang


Kriteria hasil :


Pasien merasa yakin penyakitnya akan sembuh sempurna


Lesi tidak ada infeksi sekunder



  • Kaji tingkat kecemasan klien

  • Jalaskan tentang penyakitnya dan prosedur perawatan

  • Tingkatkan hubungan teraupeutik

  • Libatkan keluarga untuk member dukungan


4.Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virusTujuan :

Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit



  • Isolasikan klien

  • Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya

  • Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung

  • Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya



http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep herpes Zoster

Askep Osteomielitis

Askep Osteomielitis: "

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOMIELITIS



A. TINJAUAN TEORI


Pengertian


Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulitdi sembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.


Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).


Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).


Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.


Etiologi



  • Staphylococcus aureus 70% – 80 %

  • Proteus

  • Pseudomonas

  • Escerehia Coli


Dilakukan kultur


Awitan Osteomielitis :


ü Setelah pembedahan ortopedi terjadi 3 bulan pertama (Akut Fulminan-Stadium 1)


ü Antara 4-24 bulan setelah pembedahan (Awitan Lambat-Stadium 2)


ü Penyebaran hematogen lebih dari 2 tahun setelah pembedahan (Awitan Lama-Stadium 3)


Patofisiologi


Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.


Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.


Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.


Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis.


Klasifikasi


Osteomielitis dapat diklasifikasikan dua macam yaitu:



  • Osteomielitis Primer


Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.



  • Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)


Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya.


Tanda dan Gejala


Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan.


Manifstasi Klinis


Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.


Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.


Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.


Evaluasi Diagnostik


Pada Osteomielitis akut ; pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.


Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.


Pemeriksaan penunjang



  1. Pemeriksaan darah

    Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.

  2. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus

    Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.

  3. Pemeriksaan feses

    Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.

  4. Pemeriksaan Biopsi tulang.

  5. Pemeriksaan ultra sound

    Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.

  6. Pemeriksaan radiologis

    Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.


Prinsip penatalaksanaan


Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.


Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.


Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.


Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.


Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.


Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.


Rongga yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.


Pencegahan


Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.


Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis.


B. ASUHAN KEPERAWATAN


1) Pengkajian



  1. Riwayat keperawatan


v Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam atau keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.


v Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.


v Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.



  1. Pemeriksaan fisik


Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.



  1. Riwayat psikososial


Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.



  1. Pemeriksaan diagnostik


Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.


2) Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan osteomielitis adalah :


1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.


2) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.


3) Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.


4) Kurang pengetahuan tentang program pengobatan.


3) Perencanaan dan Implemantasi


Sasaran pasien meliputi peradaan nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam batas-batas terapeutik, kontrol dan eradikasi infeksi dan pemahaman mengenai program pengobatan.


4) Intervensi Keperawatan


Peradaan Nyeri : Bagian yang terkena harus diimobilisasi dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang terasa nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan.


Peninggian dapat mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya Status neurovaskuler ektremitas yang terkena harus terpantau. Teknik untuk mengurangi persepsi nyeri dan analgesic yang diresepkan cukup berguna.


Perbaikan Mobilitas Fisik : Program pengobatan membatasi aktivitas. Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi dan harus dilindungi dengan alat imobilisasi dan penghindaran stress pada tulang. Pasien harus memahami rasional pembatasan aktivitas. Tetapi partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum.


Mengontrol Proses Infeksi : Perawat memantau respons pasien terhadap terapi antibiotika dan melakukan observasi tempat pemasangan infus adanya bukti flebitis atau infiltrasi.


Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk menyakinkan adanya peredaran darah yang memadai (penghisapan luka untuk mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliaran balik vena, menghindari tekanan pada daerah yang di-grafit), untuk mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk memenuhi pembatasan beban berat badan.


Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau. Diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangasang penyembuhan.


Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah : Penanganan osteomielitis, termasuk perawatan luka dan terapi antibiotika intravena, dapat dilakukan di rumah. Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan telah termotivasi serta keluarga mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap promosi kesehatan dan sesuai dengan program pengobatan terapeutik.


Pasien dan keluarganya harus memahami benar protokol antibiotika. Selain itu, penggantian balutan secara stesil dan teknik kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan pasien sebelum pemulangan dari rumah sakit dan supervise serta dukungan yang memadai dari perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah.


Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta untuk melakukan obsevasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluar pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.


5) Evaluasi


Hasil yang diharapkan :



  1. Mengalami Peredaan Nyeri



  • Melaporkan berkurangnya nyeri

  • Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi\

  • Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak



  1. Peningkatan mobilitas fisik



  • Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri

  • Mempertahankan fungsi penuh ektremitas yang sehat

  • Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman



  1. Tidak adanya infeksi



  • Memakai antibiotika sesuai resep

  • Suhu badan normal

  • Tidak ada pembengkakan

  • Tidak ada pus

  • Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal

  • Biarkan darah negatif



  1. Mamatuhi rencana terapeutik



  • Memakai antibiotika sesuai resep

  • Melindungi tulang yang lemah

  • Memperlihatkan perawatan luka yang benar

  • Melaporkan bila ada masalah segera

  • Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D

  • Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut

  • Melaporkan peningkatan kekuatan

  • Tidak melaporkan penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri, pembengkakan, atau gejala lain di tempat tersebut.


DAFTAR PUSTAKA


Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3,


EGC : Jakarta


Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa


Keperawatan, EGC ; Jakarta.


http://harnawatiaj.wordpress.com

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Osteomielitis
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI