kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

13 March 2011

Perdarahan Post Partum

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul PERDARAHAN POSTPARTUM.
Selama proses penyusunan proposal ini, penulis tidak terlepas dari peran dan dukungan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Bapak Muharnas, SKM, MQIH selaku direktur Poltekkes Padang.
2. Ibu Hj. Ulvi Mariati, S. Kp, M. Kes selaku ketua jurusan kebidanan Poltekkes Padang.
3. Ibu Fatmi Arma, SKM selaku ketua prodi D III Kebidanan Poltekkes Padang.
4. Ibu Dra. Hj. Mohanis, M. Kes, Ibu Yuliva, S. SiT, M. Kes, dan Bapak H. Muslim, SKM selaku pembimbing dalam penulisan makalah ini.
5. Staf dosen jurusan kebidanan Poltekkes Padang yang telah memberikan berbagai ilmu selama masa pendidikan untuk bekal penulis.
6. Teristimewa kepada ayah, ibu, kakak serta adik-adik penulis tercinta yang tak henti-hentinya memberikan doa, dukungan moril dan kasih sayang kepada penulis.
7. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak terdapat kesalahan baik dari segi materi maupun penyusunannya. Oleh sebab itu, penulis kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan proposal ini untuk masa yang akan datang.
Padang, Januari 2009
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia belum memiliki data statistik vital yang langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah melahirkan. Meskipun hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati mengingat keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.
Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik.
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan dan kebanyakan terjadi pada wanita dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun serta wanita dengan jarak persalinan yang dekat yaitu kurang dari 2 tahun. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian mengalami perdarahan postpartum dan terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. (Yayan Akhyar)
1.2 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah perdarahan postpartum.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang perdarahan postpartum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya definisi perdarahan postpartum
2. Diketahuinya epidemiologi dari perdarahan postpartum
3. Diketahuinya etiologi dari perdarahan postpartum
4. Diketahui klasifikasi dari perdarahan postpartum
5. Diketahui diagnosa dari perdarahan postpartum
6. Diketahui penanganan dari perdarahan postpartum
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk menambah wawasan bagi penulis dan mahasiswa akademi lainnya, khususnya dalam masalah perdarahan postpartum.
1.4.2 Masukkan pada pihak-pihak terkait dalam bidang obstetri dan ginekologi terutama bidan tentang perdarahan postpartum.
BAB II
PERDARAHAN POSTPARTUM
2.1 Definisi
§ Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung. (Manuaba, 1998)
§ Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. (Rustam Mochtar, 1998)
§ Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard, dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.
§ Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang berjumlah lebih dari 500 ml dan terjadi dalam batas waktu 24 jam pertama setelah anak lahir.
2.2 Epidemiologi
Perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah setelah anak lahir meningkat insidennya pada kehamilan dengan pembesaran rahim yang berlebihan seperti pada kehamilan ganda, hidramnion, anak terlalu besar ataupun pada rahim yang melemah daya kontraksinya seperti pada grandemultipara, interval kehamilan yang pendek, atau pada kehamilan usia lanjut, induksi partus dengan oksitosin, his yang terlalu kuat sehingga anak dilahirkan terlalu cepat dan sebagainya.
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih. (yayanakhyar.com, 2008)
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama.
2.3.2 Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membrane.
2.4 Etiologi
2.4.1 Atonia uteri
Atonia uteri adalah keadaan dimana uterus tidak berkontraksi dan perut terasa lembek. Perdarahan akan terjadi bila uterus atonik dan tidak mampu berkontraksi dengan baik. Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:
  1. Umur yang terlalu muda / tua
  2. Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun
c. Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grandemutipara
Ibu yang sudah bekali-kali melahirkan anak. Keadaan uterusnya akan mengalami perubahan dalam hal keelastisitasan. Semakin elastis dan besar ukuran uterus tersebut maka kontraksi tersebut akan semakin lambat sehingga perdarahan pun terjadi.
d. Partus lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam bagi multigravida.
e. Partus terlantar
Partus terlantar merupakan kelanjutan dari partus lama dimana ibu yang sudah mengalami partus lama dan tidak mendapatkan penanganan lebih lanjut sehingga terjadilah partus terlantar.
f. Distensi uterus berlebih
Keadaan distensi uterus ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, kehamilan dengan hidramnion, dan janin yang besar. Sama halnya dengan multiparitas, ukuran uterus pada kehamilan ini akan lebih besar dan bisa menyebabkan lemahnya kontraksi.
  1. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta
  2. Persalinan yang dilakukan dengan tindakan: pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa, persalinan dengan narkosa.
i. Keadaan umum ibu yang lemah karena anemia
Ibu yang mengalami anemia akan mengalami kekurangan O2 yang mengakibatkan sirkulasi darah yang mengalir ke tubuh berkurang sehingga tenaga ibu pun berkurang dan selanjutnya kontraksi uterus pun menjadi lemah. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya perdarahan.
2.4.2 Laserasi jalan lahir
Robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim, dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai krtika terjadi perdarahan yang berlangsung lama, yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
2.4.3 Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat di sepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami
2.4.4 Retensio plasenta
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir. Sebab-sebabnya adalah:
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, yang menurut perlekatannya dibagi menjadi:
1) Plasenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam
2) Plasenta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium
3) Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus serosa
4) Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim
b. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahanyang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
2.4.5 Kelainan proses pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibronogenemia atau hipofibronogenemia yang sering dijumpai pada:
a. Perdarahan yang banyak
b. Solusio plasenta
c. Kematian janin yang lama dalam kandungan
d. Pre-eklampsia dan eklampsia
e. Infeksi, hepatitis dan septic syok
2.5 Diagnosis
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. Perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
Secara ringkas, diagnosis dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
b. Memriksa plasenta dan ketuban: apakah lengkap atau tidak
c. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari:
1) Sisa plasenta dan ketuban
2) Robekan rahim
3) Plasenta suksenturiata
d. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah
e. Pemeriksaan laboratorium: periksa darah, Hb, clot observation test (COT) dan lain-lain.
(Rustam Muchtar, 1998)
2.6 Pencegahan dan Penanganan
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
2.6.1 Penanganan umum
  1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
  2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
  3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
  4. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
  5. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
  6. Atasi syok
  7. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
  8. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
  9. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
  10. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
  11. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
2.6.2 Penanganan berdasarkan penyebab
a. Atonia uteri
Tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri, dibagi dalam 3 tahap:
Tahap 1: perdarahan yang tidak terlalu banyak dapat diatasi dengan pemberian uterotonika, massase rahim dan memasang gurita.
Tahap 2: bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya berikan infuse dan transfuse darah dan dapat dilakukan :
· Kompresi bimanual
· Kompresi aorta
· Tamponade utero-vagina, walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya masih memuaskan.
· Jepitan arteri uterine
Tahap 3: bila semua upaya di atas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh dengan 2 cara yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.
b. Retensio Plasenta
1) Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
2) Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
3) Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
4) Bila kadar Hb8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai 1 jam setelah bayi lahir, maka harus segera dikeluarkan.tindakan yang dapat dikerjakan adalah:
Ø Perasat Crede’
Syarat
Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong.
Teknik pelaksanaan
· Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’ tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri
· Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.
Ø Manual Plasenta
Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
meregang-tali-pusat1
Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
menelusuri-tali-pusat
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.
mengeluarkan-plasenta
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
Ø Eksplorasi kavum uteri
Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplorasi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.
Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual.
c. Laserasi
Lakukan pemeriksaan serviks visual dan penjahitan pada laserasi serviks yang dalam untuk menghentikan perdarahan.
d. Hematoma
Hematoma yang kecil dapat diatasi dengan es, analgetik dan pemantauan yang terus-menerus. Hematoma yang lebih besar atau yang ukurannya meningkat perlu diinsisi dan didrainase untuk mencapai hemostasis. Pembalut vagina yang terlalu besar dapat membuat berkemih menjadi sulit dan sering dilakukan pemasangan kateter menetap. Karena tindakan insisi dan drainase bisa meningkatkan kecenderungan pasien terinfeksi, perlu dipesankan antibiotic spectrum luas. Jika dibutuhkan, berikan transfusi darah dan faktor-faktor pembekuan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi perdarahan postpartum primer dan perdarahan postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dapat disebabkan oleh atonia uteri, laserasi jalan lahir, retensio plasenta, hematoma dan kelainan pembekuan darah. Karena etiologi dari perdarahan postpartum berbeda-beda. Oleh sebab itu, penanganannya juga berbeda-beda. Namun dalam hal ini, sangat perlu diperhatikan manajemen aktif kala III dengan baik. Selain itu, tindakan deteksi dini dan sangat berarti dalam pencegahan terjadinya perdarahan postpartum demi menekan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) akibat perdarahan postpartum.
3.2 Saran
3.2.1 Mahasiswa diharapkan dapat mengenali perdarahan postpartum sehingga dapat melakukan tindakan deteksi, pencegahan serta penanganan terhadap perdarahan postpartum.
3.2.2 Mahasiswa dan nakes diharapkan dapat mengenali para ibu yang berisiko terhadap terjadinya perdarahan postpartum sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan.
3.2.3 Mahasiswa dan nakes lebih meningkatkan pengetahuannya dalam bidang kesehatan khususnya perdarahan postpartum.
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Yayan. 2008
Perdarahan postpartum. Dalam http:/www.wordpress.com.
Arikunto, Suharsimi. 2001
Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Cunningham, f gary. 2005
Obstetri william Edisi 21. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Gde Bagus, 1998
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Muchtar, R. 1998.
Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2002
Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Prawirohadjo, Sarwono. 2005.
Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Perdarahan Post Partum

Etika Penelitian Keperawatan

Etika Penelitian Keperawatan: "Dalam masa modern ini pelanggaran terhadap moral tidak boleh terjadi.
Pengalaman kedokteran NAZI pada tahun 1930an – 1940an merupakan contoh pelanggaran etik yang sangat terkenal. Program penelitian Nazi melibatkan tawanan perang dan ras tertentu dalam mengetes daya tahan manusia dan reaksi manusia terhadap penyakit dan obat yang tidak di test. Penelitian ini tida beretika bukan hanya mereka mendapatkan penyiksaan secara fisik akan tetapi mereka juga tidak memiliki kesempatan untuk menolak berpartisipasi

Beberapa penelitian yag melanggar etik diantaranya penelitian yang dilakukan tahun 1932 dan 1972 yang dikenal sebagai The Tuskegee Syphilis Study, yang disponsori oleh Departemen Kesehatan yang mengidentifikasi efek syphilis pada 400 laki-laki dari komunitas Afrika-Amerika. Contoh lain adalah menginjeksi sel kanker hidup pada pasien orang tua di Rumah Sakit Penyakit Kronis Yahudi di Brooklyn, yang tidak menjelaskan dahulu kepada pasien.

Kode Etik
Kode etik penelitan internasional yang dinamakan sebagai Nuremberg Code, dibuat setelah kejadian yang dilakukan oleh NAZI. Pada tahun 1964 Declaration Helsinki, diadopsi oleh World Medical Association dan direvisi pada tahun 2000.

Penelitian dalam Keperawatan
The American Nurses’ Association (ANA) pada tahun 1995 membuat Ethical Guidelines in the Conduct, Dissemination, and Implementation of Nursing Research (Silva, 1995). The American Sociological Association mempubilkasikan revisi kode etik pada tahun 1997. American Psychological Association (1992) mempublikasikan panduan berupa Ethical Principles of Psychologists and Code of Conduct.

Alamat web yang terkait dengan etika penelitian
The Office of Human Research Protections (OHRP): http://ohrp.osophs.dhhs.gov
Canadian policies, from the Tri-Council Policy Statement of the Natural Sciences and Engineering Research Council of Canada (NSERC): http://www.nserc.ca/programs/ethics/english
American Psychological Association: http://www.apa.org/ethics/code.html
American Sociological Association: http://www.asanet.org/members/ecoderev.html


Prinsip Etik dalam Penelitian KeperawatanEthical
  1. Menghormati otonomi partisipan, penjelasan kepada partisipan tentang derajat dan lama keterlibatan tanpa konsekuensi negatif dari penelitian
  2. Mencegah, meminimalkan kerugian dan atau meningkatkan manfaat bagi semua partisipan.
  3. Menghormati kepribadian partisipan, keluarga dan nilai yang berati bagi partisipan.
  4. Memastikan bahwa keuntungan dan akibat dari penelitian terdistribusi secara seimbang
Tujuan
  1. Menjaga privasi partisipan
  2. Memastikan integritas etik selama penelitian
  3. Melaporkan semua kemungkinan yang terjadi dalam penelitian
  4. Mempertahankan metodologi dan profesionalitas untuk peningkatan pelayanan keperawatan
  5. Pada penelitian yang melibatkan binatan harus mendapatkan keuntungan yang maksimum dengan sedikit menyebabkan kerugian dan penderitaan bagi binatang.
Prinsip Etik
  1. THE PRINCIPLE OF BENEFICENCE
  2. THE PRINCIPLE OF RESPECT FOR HUMAN DIGNITY
  3. THE PRINCIPLE OF JUSTICE
Beneficience
  1. Satu dari banyak prinsip etik adlah beneficience
  2. Diatas segalanya, tidak merugikan
  3. Freedom From Harm
  4. Freedom From Exploitation
  5. Benefits From Research
  6. The Risk/Benefit Ratio


Penghormatan pada martabat manusia
Merupakan prinsip etik yang kedua.
Terdiri dari:
  1. the right to self-determination
  2. the right to full disclosure

The Right to Self-Determination
  1. manusia sebagai mahluk bebas memiliki otonomo untuk mengatur kehidupannya
  2. berarti dalam penelitian manusia boleh ikut serta atau tidak tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
  3. berhak bertanya, menolak informasi yang diberikan, meninta klarifikasi, dan mengahiri keikutsertaannya

The Right to Self-Determination
  1. manusia meniliki ha untuk menentukan apa yang akan dilakukan termasuk bebas dari paksaan dalam jenis apapun.
  2. jaminan dari paksaan sangat diperlukan mengingat peneliti memiliki ototritas, dapat mengontrol dan mempengaruhi partisipan potensial

Prinsip Keadilan
Prinsip etik umum ketiga
Terdiri dari:
  1. right to fair treatment
  2. right to privacy

The Right to Fair Treatment
  1. partisipan berhak untuk mendapatkan keadilan dan tindakan yang sama sebelum, selama dan setelah penelitian
  2. tidak ada diskriminasi dalam pemilihan partisipan
Hak Privacy
Dalam memenuhi hak ini biasanya nama partisipan dirahasiakan. partisipan berhak mendapatkan kerahasiaan atas apa yang telah dia lakukan dalam penelitian. partisipan juga harus diberitahu apa hasil dari penelitian tersebut.

Isi dari Informed Consent
  1. status partisipan
  2. tujuan penelitian
  3. jenis data
  4. prosedur penelitian
  5. komitmen yang akan dilakukan
  6. sponsor
  7. proses pemilihan partisipan
  8. resiko dari penelitian
  9. kemungkinan keuntungan dari penelitian
  10. alternatif yang dapat dipilih partisipan
  11. kompensasi
  12. kerahasiaan
  13. persetujuan jadi sukarelawan
  14. hak untuk menarik diri dari penelitan
  15. alamat yangd apat dihubungi jika ada sesuatu
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Etika Penelitian Keperawatan

Asuhan Keperawatan Pada Kanker

Asuhan Keperawatan Pada Kanker: "

Penamaan Kanker
Dinamakan bedasarkan jaringan asalnya. Sarcoma berasal dari jaringan mesodermal yang terdiri dari jaringan ikat, tulang, kartilage, lemak, otot dan pembulh darah. Osteosarcoma menunjukan kanker tulang. Carcinoma menunjukan tumor yang berasal dari jaringan epitel seperti membran mukosa dan kelenjar (termasuk didalamnya kanker payudara, ovarium, dan paru) Kanker sumsum tulang disebut dengan myeloma. Sementara kanker darah atau hemopoietik dikenal sebagai balstoma dan tumor dapat meliputi kanker lympe, eritrosit, dan sel mieloid. Leukemias menjelaskan tentang kanker yang berasal dari sel darah putih yang dapat di golongkan menjadi myeloid, lymphatik atau monositik

Metastase
Kemampuan sel tumor untuk pindah ke tempat lain dan membentuk tumor sekunder. Banyak pasien yang meninggal karena metastase kanker ke organ vital daripada karena tumor primernya.

Tumor metastase melalui:
  1. Pembuluh limphe
  2. Pembuluh darah
  3. Jaringan menempel
  4. Rongga dalam tubuh dari organ ke organ misalnya dari lambung ke ovarium
Nyeri pada kanker disebabkan kanker mempengaruhi ujung syaraf

Pengobatan utama:
  1. Pembedahan
  2. Radiotherapy
  3. Chemotherapy
Pembedahan
  1. Jika tumor masih kecil atau ada alasan lain yang memungkinkan operasi.
  2. Biasanya disertai dengan chemotherapy atau radiotherapy.
Radiotherapy
  1. Menggunakan X-ray atau radiopharmaceuticals (radionuclides)
  2. Pada X-ray therapy, radiasi diberikan secara lokal untuk menghindari kerusakan jaringan sehat lainnya.


kemoterapi
Chemotherapy digunakan untuk menghancurkan sel secara selektif. Nitrogen mustards obat yang pertama digunakan. Keuntungan dapat diberikan secara intravena dan dapat menyebar sehingga sel kanker jadi hancur. Kerugian cytotoxic seperti:
  1. Depresi sumsum tulang
  2. Lesi saluran pencernaan
  3. Kehilangan rambut
  4. Mual
  5. Resistensi
Peran Prawat
  1. Memberi dukungan klien  prosedur diagnostik
  2. Mengenali kebutuhan psiko-sosial dan spiritual
  3. Memenuhi kebutuhan cairan & nutrisi klien
  4. Memberi bantuan bagi klien yang mendapat pengobatan anti kanker / terhadap keganasan
  5. Membantu klien fase penyembuhan / rehabilitasi
  6. Membantu klien untuk tindak lanjut pengobatan

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Infeksi
  1. Kaji resiko yang dapat terjadi akibat depresi sistem imun:
  2. Jenis, dosis, cara pemberian kemoterapi
  3. Stressor yang sedang dialami klien dan kemampuan koping yang dimiliki
  4. Kebiasaan kebersihan diri
  5. Pola tidur
  6. Pola makan
  7. Pola eliminasi
  8. Riwayat & pemeriksaan fisik
  9. Tanda-tanda infeksi: demam, adanya nyeri menelan, nyeri saat eliminasi, adanya exudat
  10. Tanda perdarahan: pusing, adanya perdarahan
  11. Tanda anemia: pucat, lemah, sesak nafas saat aktifitas
  12. Fungsi pernafasan & suara nafas
  13. Laboratorium: DPL

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Infeksi (lanjutan)
  1. Lakukan tindakan khusus jika angka neutrofil <500/mm3
  2. Lindungi klien dari terpaparnya bakteri
  3. Tempatkan klien di ruang isolasi
  4. Pasang papan pengumuman di pintu masuk ruang isolasi klien yang menginformasikan: pengunjung harus cuci tangan sebelum masuk, pengunjung yang FLU dilarang masuk dan DILARANG membawa buah, bunga atau sayuran segar ke ruangan klien
  5. Pasang papan pengumuman yang menginformasikan TIDAK BOLEH menginjeksi per-IM dan mengukur suhu per-rektum
  6. Rencanakan program kebersihan mulut, mandi sehari sekali, dan kebersihan area perineum dalam kegiatan perawatan klien
  7. Kaji tempat penusukan infus, ganti balutan dengan teknik aseptik 2 hari sekali atau apabila ada tanda-tanda plebitis
  8. Hindari tindakan invasif (jika memungkinkan)
  9. Cuci tangan sebelum merawat klien, tidak menempatkan petugas kesehatan yang FLU (atau infeksi lain) atau yang merawat klien yang terinfeksi di ruang isolasi
  10. Lakukan tindakan khusus jika angka neutrofil <500/mm3
  11. Kaji terus menerus adanya infeksi pada klien
  12. Monitor tanda vital terutama pada peningkatan temperatur
  13. Monitor angka lab neutrofil
  14. Kaji tanda infeksi seperti kemerahan, adanya peradangan di area tertentu (mukosa mulut, tempat bekas penusukan suntik/infus, dll)
  15. Monitor perubahan warna urin, sputum & feses
  16. Diskusikan tanda & gejala infeksi yang terjadi ke dokter yang bertanggung jawab, kolaborasi perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan kultur, pemberian antipiretik & antibiotik

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Cedera: Perdarahan
  1. Lakukan tindakan khusus jika trombosit <>
  2. Cegah klien dari trauma dan resiko perdarahan
  3. Pasang tanda DILARANG injeksi per IM dan pemberian obat aspirin
  4. Minimalkan penusukan vena atau tekan bekas penusukan minimal 5 menit
  5. Ajarkan cara sikat gigi dengan sikat gigi lembut, hindari penggunaan dental floss
  6. Pasang pembatas tempat tidur
  7. Cegah konstipasi dengan pemberian cairan minimal 3 L/hari

Monitor terjadinya perdarahan
  1. Kaji tanda infeksi dini: petekie, ekimosis, epistaksis, darah di feses, urin, dan muntahan
  2. Perubahan tekanan darah ortostatik >10 mmHg atau nadi >100/mnt
  3. Monitor hematokrit & trombosit
  4. Lapor dokter jika ada tanda perdarahan

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko gangguan Perfusi Jaringan
  1. Kaji tanda dan gejala anemia
  2. Hematokrit: 31-37% (anemia ringan), 25-30% (anemia sedang), <25%>
  3. Tanda anemia ringan: pucat, lemah, sesak ringan, palpitasi, berkeringat dingin; anemia sedang: meningkat tingkat keparahan tanda dari anemia ringan; tanda anemia berat: sakit kepala, pusing, nyeri dada, sesak saat istirahat, dan takikardi)
  4. Anjurkan klien untuk merubah posisi secara bertahap, dari tidur ke duduk, dari duduk ke berdiri.
  5. Anjurkan latihan nafas dalam selama perubahan posisi.
  6. Kaji respon pemberian transfusi, menjadi lebih baik atau tetap.
  7. Kaji pula perubahan hematokrit setelah transfusi
  8. Kaji adanya ketidak mampuan melakukan aktifitas, dan kebutuhan klien akan Oksigen
  9. Kolaborasikan ke gizi & anjurkan klien untuk mendapatkan diet tinggi Fe (zat besi)
  10. Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Ketidakmampuan melakukan aktifitas akibat anemia
  11. Anjurkan klien untuk meningkatkan frekuensi & kualitas istirahat & buatkan daftar aktifitas-istirahat
  12. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi diet tinggi zat besi seperti hati, telur, daging, wortel dan kismis

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Keseimbangan Cairan
  1. Anjurkan klien untuk minum 3L/hari
  2. Monitor intake-output tiap 4 jam
  3. Kaji frekuensi, konsistensi & volume diare/muntah
  4. Kaji turgor kulit, kelembaban mukosa
  5. Beri obat antidiare/antimuntah sesuai program
  6. Rawat area kulit perineum dengan salep betametasone atau Zinc
  7. Beri cairan rehidrasi (cairan fisiologis) per-infus sesuai program
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Integritas Mukosa Mulut
  1. Kaji & catat kondisi mukosa mulut (lidah, bibir, dinding & langit-langit mulut) & kaji adanya stomatitis tiap shift. Ajarkan pada klien cara mendeteksi dini adanya stomatitis
  2. Kaji kenyamanan & kemampuan untuk makan & minum
  3. Kaji status nutrisi klien
  4. Anjurkan & ajarkan klien membersihkan mulut (kumur-kumur) tiap 2 jam
  5. Gunakan cairan fisiologis, atau campuran cairan fisiologis dan BicNat (1 sdt dicampur 800 cc air) tiap 4 jam atau,
  6. Gunakan larutan H2O2 dg perbandingan 1 : 4, atau
  7. Obat kumur Listerine®
  8. Anjurkan & ajarkan sikat gigi dan menggunakan dental floss, & tidak dilakukan jika leukosit <1500/mm3>
  9. Anjurkan & jelaskan klien untuk melepas gigi palsu saat kumur-kumur & saat sedang iritasi mukosa
  10. Anjurkan & ajarkan klien untuk melembabkan mulut dengan cara banyak minum dan menggunakan pelembab bibir
  11. Hindarkan makanan yang merangsang (pedas, panas & asam) & jelaskan pada klien

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Rasa Nyaman akibat Stomatitis
  1. Berikan (kolaborasi) obat kumur yang mengandung xylocain 2% 10-15 cc per kumur dilakukan tiap 3 jam
  2. Kolaborasikan perlunya pemberian analgesic sedang-kuat per parenteral (mis. Morphin)
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan komunikasi verbal akibat nyeri di mulut
  1. Kaji kemampuan komunikasi klien
  2. Kaji adanya sekret yang kental yang sulit untuk dikeluarkan, anjurkan minum hangat
  3. Sediakan alat komunikasi yang lain seperti papan tulis atau buku jika klien tidak dapat berkomunikasi verbal
  4. Responsif terhadap bel panggilan dari klien
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Integritas Kulit Perineum akibat diare
  1. Kaji area kulit perineum
  2. Anjurkan untuk membersihkan menggunakan sabun lembut saat membilas sesudah bab
  3. Oleskan anastetik topikal K/P
  4. Gunakan pampers untuk menjaga keringnya area perineum
  5. Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Terjadi Nefrotoksik akibat Kemoterapi
  6. Hidrasi dengan cairan fisiologis 100-150cc/jam atau sampai cairan urin bening
  7. Diuresis dengan furosemid sesuai dg program
  8. Ukur pH urin (pH > 7)
  9. Cegah dehidrasi dan muntah yang masif
  10. Hidrasi pasca kemoterapi minimal 3L/hari
  11. Monitor hasil lab ureum, creatinin
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Citra Diri akibat Alopesia
  • Kaji resiko terjadi alopesia, obat kemoterapi yang digunakan
  • Jelaskan penyebab dari alopesia dan dampak yang terjadi, yaitu alopesia terjadi sejenak, dapat tumbuh rambut yang baru
  • Anjurkan klien menceritakan perasaannya
  • Anjurakan klien mencukur rambutnya yang panjang
  • Anjurkan klien mencoba memakai kerudung, wig, topi atau selendang
  • Ikutkan klien pada kegiatan pasien alopesia di RS
  • Ajarkan cara perawatan kulit kepala dengan menggunakan sampoo baby, “sun cream”, dll
  • Jika terjadi kerontokan alis & bulu mata, gunakan kacamata hitam & topi jika bepergian
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Disfungsi Seksual akibat Kemoterapi
  1. Bina rasa saling percaya
  2. Kaji pengetahuan klien tentang efek penyakit dan pengobatannya pa da fungsi seksual
  3. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendiskusikan masalah klien
  4. Mendiskusikan strategi menghadapi disfungsi seksual
  5. Alternatif pengekspresian seksual
  6. Alternatif posisi yang meminimalkan nyeri
  7. Melakukan aktifitas seksual saat kondisi tubuh fit
  8. Membantu mengetahui perasaan seksual dirinya dan pasangannya
  9. Penjelasan dampak kemoterapi pada fungsi seksual
  10. Mendiskusikan alternatif pola dalam keluarga
  11. Mengajak orangtua klien untuk merawat anaknya
  12. Menganjurkan klien yang sulit punya anak untuk adopsi

Terapi Komplementer/Herbal dalam Intervensi Keperawatan Klien Kanker, Sebuah Tantangan
  1. Kesempatan dalam mengembangkan kewenangan keperawatan
  2. Digunakan pada stadium dini atau alternatif terapi medis
  3. Umumnya belum melalui penelitian klinis pada pasien
  4. Selalu berkolaborasi dengan dokter jika terjadi sesuatu kondisi diluar kemampuan perawat
  5. Jika menjalani pengobatan dengan kemoterapi, ramuan diminum setelah dua minggu sejak kemoterapi dilakukan.
  6. Bila dokter memberi obat, ramuan sebaiknya diminum dua jam sebelum atau setelah mengonsumsi obat dari dokter.
  7. Jenis terapi komplementer/herbal sangat banyak, namun diuraikan hanya sebagian

Terapi Bawang Sabrang
  1. Bawang sabrang (Eleutherine mericana Merr) kandungan: polifenol dan tanin
  2. Cara: Anjurkan klien memakan umbi bawang sabrang tiga kali sehari, masing-masing dua umbi dengan cara dikunyah
  3. Terapi tambahan: rebusan keladi tikus, kencur, mahkota dewa, pegagan, temu mangga, temuwalak, kumis kucing, sambiloto

Terapi Sambiloto
  1. Nama: sambiloto adalah Andrographidis herba (herba sambiloto)
  2. Kandungan kimianya andrografin, androfolit (zat pahit), dan panikulin
  3. Khasiat: antibiotik, sangat membantu dalam menyembuhkan luka akibat kanker dan antitumor serta menghancurkan inti sel kanker
  4. Sambiloto bisa dikeringkan dan disimpan. Pengeringan dan penyimpanan sebaiknya dilakukan sesudah tumbuhan itu berbunga.
  5. Bahan: 30 gram daun sambiloto kering 30 gram meniran kering 30 gram akar alang alang kering
  6. Cara Membuat:
    • Semuanya dicuci bersih, lalu dipotong kecil-kecil.
    • Rebus dalam 2,5 gelas air dalam keadaan ditutup hingga mendidih.
    • Setelah itu baru diangkat, tetapi tutup jangan dibuka.
    • Setelah dingin, disaring.
    • Diminum 2 kali sehari 1 gelas hingga gejala penyakit yang dirasakan hilang.
Terapi Temulawak
  1. Rimpang temulawak mengandung curcumin dan monodesmetoksi curcumin.
  2. Kandungan curcumin dalam rimpang temulawak berkhasiat sebagai antioksidan, antinflamasi, dan antitumor.
  3. Temulawak juga berkhasiat menghilangkan rasa nyeri dan sakit karena kanker.
  4. Ekstrak temulawak sangat dianjurkan untuk dikonsumsi guna mencegah penyakit hati, termasuk hepatitis B yang menjadi salah satu faktor risiko timbulnya kanker hati.
  5. Bahan: 10 gram rimpang temulawak 10 gram kunyit 10 gram daun sambiloto kering 10 gram rimpang temu mangga 10 gram ciplukan kering (seluruh bagian tanaman) 10 gram meniran (seluruh bagian tanaman)
  6. Cara Membuat:
    • Setelah dicuci bersih, rimpang temulawak, kunyit, temu putih, dan temu mangga diparut halus.
    • Parutan tersebut dicampur dengan ciplukan, meniran, dan daun sambiloto, lalu direbus dengan 2 gelas air putih sampai tersisa sekitar 1,5 gelas.
    • Setelah disaring, ramuan diminum 3 kali sehari masing-masing 1/2 gelas. Untuk mengurangi rasa pahit, tambahkan 1 sendok makan madu.
Terapi Lidah Buaya
  1. Tumbuhan lidah buaya (Aloe vera Linn atau Aloe barbadensis)
  2. Lidah buaya bersifat dingin dan berkhasiat sebagai penurun kadar gula, pengontrol tekanan darah, antibiotik, dan analgesik (pereda sakit). Zat aloin dalam lidah buaya berfungsi sebagai pencahar.
  3. Pemakaian lidah buaya lebih ditekankan sebagai immunotherapy dengan menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan kanker dan ditunjang oleh khasiatnya sebagai antinflamasi (antiradang).
  4. Fungsi anti radang ini berkaitan dengan senyawa polisakarida yang terkandung dalam gel daunnya. Sementara itu, daun lidah buaya memiliki khasiat sebagai antikanker dan antitumor.
  5. Ramuan lidah buaya Bahan: Satu buah pelepah lidah buaya yang sudah tua berukuran sedang, dibuang durinya, tapi jangan buang kulitnya.
  6. Cara Membuat:
  • Potong-potong dan rebus dengan 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas.
  • Air rebusan lidah buaya diminum 3 kali sehari.
  • Setiap kali hendak minum, Anda harus membuat rebusan baru
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Asuhan Keperawatan Pada Kanker

Elektrokardiografi Untuk Perawat: Sistem Konduksi

Elektrokardiografi Untuk Perawat: Sistem Konduksi: "

EKG adalah ilmu yang mempelajari listrik jantung. Elektrrokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekam listrik jantung. Kelainan pada listrik jantung akan merubah gambaran pada elektrokardiogram. Dengan EKG kita dapat menilai:

1. aritmia jantung

2. hipetropi atrium dan ventrikel

3. iskemik dan infark miokard

4. efek obat

5. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit khususnya kalium

6. penilaian fungsi pacu jantung


Pola membaca EKG
  1. irama
  2. heart rate
  3. Axis
  4. hypertropi
  5. iskemik
  6. infark
  7. kesimpulan

Sistim Konduksi Jantung

sINOATRIAL nODE

  1. SA node terdiri dari sekelompok sel khusus yang berperan sebagai “pacemaker” otomatis.
  2. Bertanggung jawab memulai impulse listrik yang merangsang otot jantung untuk berkontraksi secara teratur.
  3. SA node berlokasi di atrium kanan atas dekat dengan vena cava superior.
  4. SA node dibawah pengaruh system syaraf otonom.
  5. System symphatis merangsang jantung dan menyebabkan peningkatan denyut jantung melalui reseptor B1 adrenergic
  6. System parasympathetic, melalui nervus vagus, membuat denyut jantung melambat dan mempertahankan keadaan denyut pada keadaan istirahat dengan denyutan sekitar 60 – 70 kali per menit.
  7. Jika aktivitas parasympatis di blok/hambat, oleh obat anti kolinergik atau syaraf vagal di potong maka denyut jantung akan meningkat.
  8. Jika stimulasi parasimphatik meningkat, misalnya karena aktivitas sinus carotid dapat menyebabkan denyut jantung menurun
    Rytme berasal dari SA node disebabkan karena depolarisasi dari SA node lebih cepat (60 – 100 denyut permenit) dari pada AV node (40 – 60 denyut per menit) dan system konduksi ventrikel (30 – 40 denyut per menit) sehingga AV node and sytem konduksi ventricular “dicaplok” oleh impuls sinus

Atrioventicular N

  1. Atrioventicular node (AV node) berlokasi di interatrial septum dekat dengan katup trikus
  2. Menerima impuls SA node dan menghantarkan impuls ke bundle his.
  3. Impuls listrik dari SA harus di hubungkan melalui AV karena atrium dan ventrikel dipisahkan oleh jaringan fibrus yang memiliki konduktivitas rendah.
  4. AV node bersama dengan Bundle His membuat AV junctional.
  5. AV junctional memiliki aktivitas pacemaker intrinsik 40-60 denyut per menit. Jika SA nodes cidera maka AV junctional megambil alih denyut dan rytme jantung

Bundle His

  1. Bundle His terletak di proksimal septum intraventrikuler.
  2. Bundle His sangat penting mengalirkan impuls dari AV Node ke ventrikel.
  3. Percabangan Bundle His terdiri dari kanan kiri anteriorsuperior, dan kiri posteriorinferior

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
"
BACA SELENGKAPNYA - Elektrokardiografi Untuk Perawat: Sistem Konduksi

Sadapan EKG

Sadapan EKG: "


12 Sadapan EKG

  1. Tiga buah bipolar standard lead (I, II, III)
  2. Tiga buah unipolar limb lead (aVR, aVL dan aVF)
  3. Enam Buah unipolar chest lead (V1 – V6)

Sadapan Baku Bipolar (bipolar standard lead einthoven)

  1. Lead I = perbedaan potensial antara lengan kanan (RA) & lengan kiri (LA), dimana LA bermuatan lebih positif dari RA
  2. Lead II = perbedaan potensial antara lengan kanan dan tungkai kiri (LL) dimana LL bermuatan lebih positif dari LA
  3. Lead III = perbedaan potensial antara lengan kiri dan tungkai kiri, dimana LL bermuatan lebih positif dari LA

SADAPAN UNIPOLAR

Augmented unipolar lead lengan (frontal plane):

  1. Lead aVR: RA (+) ke [LA & LF] (-) (ke Kanan)
  2. Lead aVL: LA (+) ke [RA & LF] (-) (ke kiri )
  3. Lead aVF: LF (+) ke [RA & LA] (-) (Inferior)

SADAPAN DADA (Precordial)

  1. Terdiri dari V1 – V6
  2. Sadapan jantung bagian septum adalah V1 dan V2
  3. Sadapan jantung bagian anterior adalah V3 dan V4
  4. Sadapan jantung bagian lateral adalah V5 dan V6
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Sadapan EKG

LUKA BAKAR UNTUK PERAWAT

LUKA BAKAR UNTUK PERAWAT: "

Banyak orang masuk rumah sakit setiap tahunnya disebabkan karena luka bakar. Luka bakar tidak hanya berpengaruh terhadap kulit tetapi berpengaruh terhadap sistem tubuh secara menyeluruh. Menghisap asap dan infeksi pada luka merupakan komplikasi pasien yang mengalami luka bakar.

Patofisiologi dan tanda dan gejala

luka bakar disebabkan karena tranfer energi panas dari sebuah sumber energi ke tubuh, panas menyebabkan kerusakan jaringan. Reaksi setempat, panans menyebabkan kerusakan protein dan pembuluh darah. Terdapat tiga zona kerusakan jaringan:

  1. zona koagulasi
  2. zona stasis
  3. zona hypearemia

Kerusakan pada kulit berhubungan dengan:

  1. suhu penyebab luka bakar
  2. penyebab
  3. lama terbakar
  4. jaringan ikat yang terkena
  5. lapisan dari struktur kulit yang terkena

Prubahan fungsi kulit normal menyebabkan:

  1. penurunan fungsi proteksi
  2. kegagalan mengatur temperatur
  3. meningkatkan resiko infeksi
  4. perubahan fungsi sensori
  5. kehilangan cairan
  6. kegagalan regenerasi kulit
  7. kegagalan fungsi eksresi dan sekresi

Respon sistemik

Perubahan pada fungsi kulit menyebabkan perubahan secara keselruhan pada sistem tubuh.

Keseimbangan cairan

Mengikuti kejadian luka bakar, terdapat peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan keluarnya plasma dan protein ke jaringan yang menyebabkan terjadinya edema dan kehilangan cairan intravakuler. Kehilangan cairan juga disebabkan karena evaporasi yang meningkat 4 – 15 kali evaporasi pada kulit normal. Peningkatan metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan melalui sistem pernapasan.

Cardiac

Fungsi jantung juga terpengaruh oleh luka bakar diataranya penurunan kardiak output, yang disebabkan karena kehilangan cairan plasma. Perubahan hematologi berat disebabkan kerusakan jaringan dan prubahan pembuluh darah yang terjadi pada luka bakar yang luas. Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan plasma pindah ke ruang interstisial. Dalam 48 jam pertama setelah kejadian, perubahan cairan menyebabkan hypovolemia dan jika tida di tanggulangi dapat menyebabkan pasien jatuh pada shock hypovolemia. Kehilangan cairan intravaskular menyebabkan peningkatan hematokrit dan kerusakan sel darah merah. Luka bakar juga menyebabkan kerusakan pada fungsi dan lama hidup platelet.

Metabolic

Kebutuhan metabolik sangat tinggi pada pasien dengan luka bakar. Tingkat metabolik yang tinggi akan sesuai dengan luas luka bakar sampai dengan luka bakar tersebut menutup. Hypermetabolisme juga terjadi karena cidera itu sendiri, intervensi pembedahan, dan respon stress. Katabolisme yang berat juga terjadi yang disebabkan karena keseimbangan nitrogen yang negatif, kehilangan berat baddan, dan penurunan penyembuhan luka. Peningkatan katekolamin (epinephrine, norepinephrine) yang disebabkan karena respon terhadap stress. Ini menyebabkan peningkatan kadar glukagon yang dapat menyebabkan hyperglikemia.

Gastrointestinal

Masalah gastrointestinal yang mungkin terjadi adalah pembengkakan lambung, ulkus peptkum, dan ileus paralitik. Respon ini disebabkan karena kehilangan cairan, perpindahan cairan, imobilisasim, penurunan motilitas lambung, dan respon terhadap stress.

Renal

Insufisiensi renal akut dapat terjadi yang disebabkan karena hypovolemia dan penurunan kardiak output. Kehilangan cairan dan tidak adekuatnnya pemberian cairan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan glomerular filtration rate. Pada luka bakar yang disebabkan karena listrik dapat meneybabkan kerusakan langsung atau pembentukan myoglobin casts (karena kerusakan otot) yang dapat menyebabkan nekrosis tubular rennal akut

Pulmonary

Efek terhadap paru disebabkan karena menghisap asap. Hyperventilasai biasanya berhubungan dengan luas luka bakar. Peningkatkan ventilasi berhubungan dengan keadaan hypermetabolik, takut, cemas, dan nyeri.

Immune

Dengan adanya kerusakan kulit menyebabkan kehilangan mekansme pertahanan pertama terhadap infksi. Luka bakar luas dapat menyebabkan penurunan IgA, IgG, dan IgM.

Klasifikasi luka bakar

Klasifikasi luka bakar dipengaruhi oleh kedalaman luka, prosentase luka, penyebab, usia, riwayat kesehatan dan lokasi luka bakar. Perkiraan luas luka bakar didasarkan kepada tubuh mana yang terpengaruh. Bisanya menggunakan Rule of Nines. Metode ini cukup baik tetapi tidak akurat jika digunakan untuk anak-anak.

ETIOLOGI

Penyebab luka bakar:

  1. api langsung
  2. kontak denga sumber panas
  3. kimia
  4. listrik
  5. radiasi

KOMPLIKASI

  1. kelainan pada pernafasan akibat hisapan
  2. infeksi, insiden infeksi meingkat sejalan dengan peningkatan luas luka bakar.
  3. neurovaskular, terjadi karena luka bakar luas
  4. pembentukan jaringan parut yang menyebabkan penurunan aliran darah

TEST DIAGNOSTIK

  1. complete blood cell count (CBC)
  2. blood urea nitrogen (BUN),
  3. serum glucose
  4. electrolite
  5. arterial blood gases
  6. serum protein
  7. albumin
  8. urine cultures
  9. urinalysis
  10. pembekuan darah
  11. pemeriksaan servikal
  12. kultur luka

INTERVENSI TERAPEUTIK

Emergent Stage

Pada saat kejadian, kebakaran harus dihentikan. Baju dibuang, dan luka didinginkan oleh air yang mengalir, dan tutupi dengan pakaian bersih untuk mengurangi kedinginan dan kontaminasi. Pengkajian ABCs (airway, breathing, circulation). Pasien harus distabilkan jika pasien fraktur, perdarahan, imobilisasi tulang belakang, dan cidera yang lain. Pemberian cairan intravena harus dilakukan untuk menghindari terjadinya shock hypovolemia. Untuk mengurangi nyeri berikan analgesik. Patient-controlled analgesia (PCA) sangat efektif diberikan. Riwayat kejadian harus ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan komplikasi, dan trauma yang mungkin terjadi. Penjelaskan kepada keluarga harus dilakukan.

Acute Stage

Jika pasien masuk pada pelayanan khusus luka bakar maka pasien dapat dilakukan perawatan oleh tenaga multidisiplin. Manajemen pada tahap ini adalah:

  1. menghilangkan kemungkinan terjadinya infeksi
  2. mengurangi luka parut
  3. memaksimumkan fungsi tubuh
  4. mempertahankan kenyamanan
  5. pemberian nutrisi adekuat
  6. mempertahankan cairan dan elektrolit
  7. mempertahankan keseimbangan asam dan basa

Rehabilitation Phase

Tujuannya adalah mengembalikan pasien pada keadaan fisik dan psikososial yang optimal. Lama fase ini tergantung luas luka. Pembedahan rekonstruksi dapat dilakukan dalam beberapa tahun kemudian.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - LUKA BAKAR UNTUK PERAWAT
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI