kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

03 January 2011

STERILISASI

STERILISASI

Sterilisasi

Pengertian ;

Suatu tindakan untuk membunuh kuman pathogen dan apatogen beserta sporanya pada peralatan perawatan dan kedokteran dengan cara merebus, stoom, panas tinggi, atau menggunakan bahan kimia.


Jenis peralatanyang dapat disterilkan :

(1)Peralatan yang terbuat dari logam, misalnya pinset, gunting, speculum dan lain-lain.

(2)Peralatan yang terbuat dari kaca, misalnya semprit (spuit), tabung kimia dan lain-lain.

(3)Peralatan yang terbuat dari karet, misalnya, kateter, sarung tangan, pipa penduga lambung, drain dan lain-lain.

(4)Peralatan yang terbuat dari ebonit, misalnya kanule rectum, kanule trachea dan lain-lain.

(5)Peralatan yang terbuat dari email, misalnya bengkok (nierbekken), baskom dan lain-lain.

(6)Peralatan yang terbuat dari porselin, misalnya mangkok, cangkir, piring dan lain-lain.

(7)Peralatan yang terbuat dari plastik, misalnya slang i8nfus dan lain-lain.

(8)Peralatan yang terbuat dari tenunan, misalnya kain kasa, tampon, doek operasi, baju, sprei, sarung bantal dan lain-lain.


Pelaksanaan :

(1)Sterilisasi dengan cara rebus

Mensterikan peralatan dengan cara merebus didalam air sampai mendidih (1000C) dan ditunggu antara 15 sampai 20 menit. Misalnya peralatan dari logam, kaca dan karet.

(2)Sterilisasi dengan cara stoom

Mensterikan peralatan dengan uap panas didalam autoclave dengan waktu, suhu dan tekanan tertentu. Misalnya alat tenun, obat-obatan dan lain-lain.

(3)Sterilisasi dengan cara panas kering

Mensterikan peralatan dengan oven dengan uap panas tinggi. Misalnya peralatan logam yang tajam, peralatan dari kaca dan obat tertentu.

(4)Sterilisasi dengan cara menggunakan bahan kimia

Mensterikan peralatan dengan menggunakan bahan kimia seperti alkohol, sublimat, uap formalin, khususnya untuk peralatan yang cepat rusak bila kene panas. Misalnya sarung tangan, kateter, dan lain-lain.


Perhatian :

(1)Sterilisator harus dalam keadaan siap pakai.

(2)Peralatan harus bersih dan masigh berfungsi.

(3)Peralat yang dibungkus harus diberi label yang dengan jelas mencantumkan : nama, jenis peralatan, tanggal dan jam disterilkan.

(4)Menyusun peralatan didalam sterilisator harus sedemikian rupa, sehingga seluruh bagian dapat disterilkan.

(5)Waktu yang diperlukan untuk mensterilkan setiap jenis peralatan harus tepat (dihitung sejak peralatan disterilkan).

(6)Dilarang memasukkan atau menambahkan peralatan lain kedalam sterilisator, sebelum waktu untuk mensterilkan selesai.

(7)Memindahkan peralatan yang sudah steril ketempatnya harus dengan korentang steril.

(8)Untuk mendinginkan peralatan steril dilarang membuka bungkus maupun tutupnya.

(9)Bila peralatan yang baru disterilkan terbuka, peralatan tersebut harus disterilkan kembali.


Pemeliharaan Peralatan Perawatan dan Kedokteran


Pengertian :

Melaksanakan pemeliharaan peralatan perawatan dan kedokteran dengan cara membersihkan, mendesinfeksi atau mensterilkan serta menyimpannya.


Tujuan :

(1)Menyiapkan peralatan perawatan dan kedokteran dalam keadaan siap pakai.

(2)Mencegah peralatan cepat rusak.

(3)Mencegah terjadinya infeksi silang.


a.Pemeliharaan Peralatan Dari Logam.


Jenis peralatan :

Misalnya :

(1)pisau operasi.

(2)Gunting.

(3)Pinset.

(4)Kocher.

(5)Korentang.


Persiapan :

(1)Peralatan yang akan dibersihkan.

(2)Tempat pencucuian dengan air yang mengilir atau baskom berisi air bersih.

(3)Sabun cuci.

(4)Sikat halus.

(5)Bengkok (nierbekken).

(6)Lap kering.

(7)Larutan desinfektan.

(8)Kain kasa.

(9)Stalisator dalam keadaan siap pakai.


Pelaksanaan :

(1)Peralatan yang sudah dipergunakan, dibilas air (sebaiknya dibawah air mengalir) untuk menghilangkan kotoran yang melekat, kemudian direndam didalam larutan desinfektan sekurang-kurangnya dua jam. Khusus peralatan yang telah dipergunakan pada pasien berpenyakit menular, harus direndam sekurang-kurangnya 24 jam.

(2)Peralatan disabuni satuper satu, kemudian dibilas. Selanjutnya disterilkan dengan cara merebus didalam sterilisator yang telah diisi air secukupnya, dimasak sampai mendidih. Setelah air mendidih sekurang=-kurangnya 15 menit baru diangkat.

(3)Peralatan yang telah disterilkan, diangkat atau dipindahkan dengan korentang steril ketempat penyiumpanan yang steril.

(4)Setelah selesai, peralatan dibersihkan, di\bereskan dan dikembalikan ketempat semula.


Perhatian :

Khusus peralatan logam yang tajam (misalnya pisau, gunting, jarum dll) harus dibungkus dulu dengan kain kasa, kemudian barulah dimasukkan kedalam sterilisator, setelah air mendidih dan ditungguantara tiga sampai lima menit baru diangkat.


b.Pemeliharaan Peralatan dari Gelas.


Jenis peralatan :

Misalnya :

(1)Kateter.

(2)Pengisap lendir bayi

(3)Spuit.


Persiapan :

(1)Peralatan yang akan dibersihkan.

(2)Tempat pencucian dengan air yang mengalir ataubaskom berisi air bersih.

(3)Sabun cuci

(4)Sikat halus.

(5)Bengkok (nierbekken).

(6)Lap kering.

(7)Larutan desinfektan.

(8)Kais kasa.

(9)Sterilisator dalam keadaan siap pakai.

(10)Lidi kapas


Pelaksanaan :

Sama dengan pelaksanaan pemeliharaan peralatan dai ligam. Tapi khusus spuit, pengisapnya dikeluarkan dan jarumnya dilepas, kemudian masing-masing alat dibungkus dengan kain kasa, dan setelah itu baru dimasukkan kedalam sterilisator yang sudah berisi air dan diltakkan berdampingan.


c.Pemeliharaan Peralatan Dari Karet.


Jenis peralatan :

Misalnya :

(1)kateter.

(2)Pipa penduga lambung atau maagslang.

(3)Drain.


Persiapan :

(1)Peralatan yang akan dibersihkan.

(2)Tempat pencucian dengan air yang mengalir atau baskom.

(3)Sabun cuci.

(4)Bengkok (nierbekken).

(5)Spuit.

(6)Kapas bersih dan tempatnya.

(7)Larutan desinfektan.

(8)Sterilisator dalam keadaan siap pakai.


Pelaksanaan :

(1)peralatan dibersihkan dan jika ada bekas-bekas plastic dihilangkan dengan kapas bersih.

(2)Bagian didalamnya dibersihkan dengan menyemprotkan air dari spuit atau air mengalir sambil dipijit-pijit sampai bersih.

(3)Setelah bersih, peralatan kemudian direndam didalam larutan desinfektan sekurang-kurangnya dua jam, selanjutnya disabuni dan dibilas.

(4)Setelah air didalam sterilisator mendidih, peralatan dimasukkan dan dibiarkan antara lima samapai sepuluh menit, baru diangkat dengan korentang steril. Setelah itu peralatan disimpan ditempat yang steril.

(5)Setelah selesai, peralatan dibersihkan, dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula.


d.Pemeliharaan sarung Tangan.


Persiapan :

(1)Sarung tangan kotor (bekas dipergunakan).

(2)Tempat pencucian dengan air mengalir atau baskom berisi air bersih.

(3)Sabun cuci.

(4)Lap kering atau handuk.

(5)Bedak biasa.

(6)Tablet formalin secukupnya.

(7)Tromol atau stoples yang tertutup rapat.


Pelaksanaan :

(1)Sarung tangan dibersihkan dan disabinu bagian luar dan dalamnya, lalu dibilas.

(2)Sarung tangan diperiksa apakah bocor atau tidak, dengan cara memasukkan udara kedalamnya, lalu dicelupkan ke dalam air. Bila bocor dipisahkan.

(3)Setelah bersih, sarung tangan dikeringkan dengan cara menggantungkannya terbalik atau langsungdikeringkan luar dan dalamnya dengan handuk atau lap kering.

(4)Beri bedak tipis secara merata bagian luar dan dalamnya.

(5)Sarung tangan diatur atau digulung sepasang-sepasang atau dipisahkan misalnya satu kelompok bagian kiri atau kanan saja. Bila dipisahkan kiri atau kanan saja, harus diberi label pengenal yang jelas pada tromol atau stoples masing-masing yang menunjukkan sebelah kanan atau kiri, serta tanggal dan jam dimulainya sterilisasi.

(6)Sarung tangan kemudian dimasukkan kedalam tromol atau stoples yang telah berisi tablet formalin untuk disterilkan selama 24 jam sejak saat dimasukkan. Untuk tromol atau stoples ukuran satu liter digunakan empat tablet formalin 50 gram.

(7)Setelah selesai, peralatan dibersihkan, dibereskan dan dikembalikan ketempat semula.

BACA SELENGKAPNYA - STERILISASI

TETANUS

TETANUS

A.Definisi

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.



B.Etologi

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro yang berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik.Termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

C.Patofisiologi

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka baker, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.

Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin.

Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat.

Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot manjadi kejang mudah sekali terangsang.

Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.

D.Gejala klinis

Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.

Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.

Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :

1.Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.

2.Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)

3.Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)

4.Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.

5.Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

6.Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan gejala dini.

7.Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat.

8.Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.

9.Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

10.Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.

Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:

1.tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang tanpa sekuele.

2.Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas.

Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.

3.Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka.

Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.

Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :

1.Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.

2.Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.

3.Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

E.Diagnosis

Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu.

F.Diagnosis banding

Spasme yang disebabkan oleh striknin jarang menyebabkan spasme otot rahang tetapi didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fospat). Kejang pada meningitis dapat dibedakan dengan kelainan cairan serebropinalis. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing dan kucing disertai gejala spasme laring dan faring yang terus menerus dengan pleiositosis tetapi tanpa trismus.

Trismus dapat pula terjadi pada argina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi yang hebat, pembesaran getah bening leher. Kuduk baku juga dapat terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis, preumonia lobaris atas, miositis leher, spondilitis leher.


G.Pemeriksaan diagnostic

~ Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.

~ Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000 ca.

H.Komplikasi

1.Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

2.Asfiksia

3.Atelektaksis karena obstruksi secret

4.Fraktura kompresi.

I.Prognosis

Dipengaruhi oleh beberapa factor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat mudah (neunatus) dan usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onsed yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya kompikasi terutama spame otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan.

Mortalitas di Amerika Serikat dilaporkan 62 % (masih tinggi)

J.Penatalaksanaan

a.Secara Umum

~ Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.

~ Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi pada sonde parenteral.

~ Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.

~ Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.

~ Mengatur cairan dan elektrolit.

b.Obat-obatan

1.Antitoksin

Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.

2.Anti kejang/Antikonvulsan

~ Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/1.M. untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari (max. 200 mg/hari).

~ Klorpromasin 3 x 25 mg/1.M/hari untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.

~ Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.

4.Antibiotik

Penizilin prokain 1, juta 1.u/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari/1.V

Dapat memusnakan oleh tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.


K.Pencegahan

1.Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan sebagai dapat paad usia 3,4 dan 5 bulan. Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun.

2.Bila mendapat luka :

~ Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi dan dicuci dengan H2O2.

~ Pemberian ATS 1500 iu secepatnya.

~ Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat imunisasi dasar.

~ Bila luka berta berikan pp selama 2-3 hari (50.000 iu/kg BB/hari).

BACA SELENGKAPNYA - TETANUS

02 January 2011

PLASMODIUM FALCIPARUM

PLASMODIUM FALCIPARUM

Adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu (parasiros = jasad yang mengambil makanan; logos = ilmu).


Dalam makalah ini akan dibahas mengenai plasmodium sp dan lebih rinci lagi akan dibahas mengenai plasmodium Falcifarum.


Plasmodium sp pada manusia menyebabkan penyakit malaria dengan gejala demam, anemia dan spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat) jenis plasmodium, yaitu :

1.Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna).

2.Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana

3.Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna).

4.Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.


Malaria menular kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. dalam siklus hidupnya. Plasmodium sp berproduksi secara sexual (sporogoni)dan asexual (schizogon) di dalam host yang berbeda, host dimana terjadi reproduksi sexsual, disebut host definitive sedangakn reproduksi asexual terjadi pada host intermediate. Reproduksi sexual hasinya disebut sporozoite sedangkan hasil reproduksi asexual disebut merozoite.


Plasmodium falciparum mempunyai sifat – sifat tertentu yag berbeda dengan species lainnya, sehingga diklasifikasikan dalam subgenus laveran.

Plasmodium falciparum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Haemosporodia

Divisio : Nematoda

Subdivisio : Laveran

Kelas : Spotozoa

Ordo : Haemosporidia

Genus : Plasmodium

Species : Falcifarum


A.Nama penyakit

P.falciparum menyebabkan penyakit malaria falsifarum.


B.Hospes

Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina menjadi hopses definitifnya atau merupakan vektornya.


C.Distribusi geografik

Parasit ini ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini terbesar di seluruh kepulauan.


D.Morfologi dan daur hidup

Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian.

Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran ± 30 ยต pada hari keempat setelah infeksi.

Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran ±1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.

Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan siklus aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus brat (perniseosa).

Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat.

Bentuk skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin da tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang; di tempat – tempat ini parasit berkembang lebih lanjut.

Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 – 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah.

Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler.

Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang. Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar inti.


Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000 – 150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam waktu 48 jam dan priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompok-kelokpok parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan malaria.

Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20o C, 15 – 17 hari pada suhu 23o C dan 10 – 11 hari pada suhu 25o C – 28o C. pigmen pada obkista berwarna agak hitam dan butir butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari ke- 8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.

E.Patologi dan gejala-gejala.

Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamosis tentang kepergian penderita ke daerah endemic malaria sebelumnya. Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan perodiditas yang jelas.

Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis. Pada stadium dini penyakit penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Bila pengobatan tidak sempurna, gejala malaria pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah ini diberikan untuk penyulit berat yang timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih dari 5 % eritrosit di-infeksi.

Pada malaria Falciparum ada tiga macam penyulit :

1.Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan.

2.Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan.

3.gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera.

Malaria falciparum berat adalah penyakit malaria dengam P.falciparum stadium aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah satu bentuk gejala klinis tersebut dibawah ini (WHO, 1990) dengan menyingkirkan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus) :

1.malaria otak dengan koma (unarousable coma)

2.anemia normositik berat

3.gagal ginjal

4.Edema paru

5.Hipoglikemia

6.syok

7.Perdarahan spontan/DIC (disseminated intravascular coagulation)

8.kejang umum yang berulang.

9.Asidosis

10.Malaria hemoglobinuria (backwater fewer)

Manifestasi klinis lainnya (pada kelompok atau daerah didaerah tertentu) :

1.Gangguan kesadaran (rousable)

2.penderita sangat lemah (prosrated)

3.Hiperparasitemia

4.Ikterus (jaundice)

5.hiperpireksia

Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan gambaran klinis khas yang dikenal sebagai “blackwater fever” atau febris iktero-hemoglobinuria. Gejala dimulai dengan mendadak, urin berwarna merah tua samapi hitam, muntah cairan yang berwarna empedu, ikterus, badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi. Pada “blackwater” parasit sedikit sekali, kadang-kadang tidak ditemukan dalam darah tepi.

F.Diagnosis

Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit trofozoit muda ( bentuk cincin ) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada autopsy dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam.

G.Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria.

Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi. Resistensi P.falciparum terhadap obat malaria golongan 4 aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1960 -1961 di Kolombia dan Brasil. Kemudian secara berturut-turut ditemukan di Asia Tenggara, di Muangthai, Kamboja, Malaysia, Laos, Vietnam, Filifina. Di Indonesia ditemukan di Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976), Sumatera Selatan (1978), Timor Timur (1974), Jawa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981). Focus resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive dibeberapa tempat di daerah tersebut. Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain dapat diberikan , antara lain :

1.Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet.

2.Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari.

3.Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari.

4.Kombinasi – kombinasi lain : kina dan tetrasiklin.

Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, amsih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan yaitu :

1.Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin sehingga obat ini tidak dapat dikonsentrasi dalam sel darah merah,

2.Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain untuk mengadakan sintesis asam amino sehingga dapat menghindarkan pengaruh klorokuin,

3.Mutasi spontan dibawah tekanan otot.

Criteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap 4-aminokuinolin dilapangan telah ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in vitro. Derajat resistensi terhadapobat secara in vivo dapat dibagi menjadi :

S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti selama 4 minggu.

R I : Resistensi tingkat I dengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai ke 4 atau minggu ke 2)

R II : Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun pada tingkat I.

R III : Resistensi tingkat III dengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu ke I.

Akhir akhir ini ada laporan dari beberapa Negara (Bombay India, Myanmar, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Brasil) dan dari Indonesia (Pulau nias Sumatera Utara, Florest NTT, Lembe Sulawesi Utara, Irian Jaya) mengenai P.vivax yang resistensi ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi klorokuin dalam darah atau serum penderita.

H.Pengobatan Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria


Klasifikasi biologi obat malaria

Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria terhadap obat malaria maka obat malaria di bagi dalam 5 golongan :

1.Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetamin, dapat membasmi parasit pra eritrosit sehingga mencegah masuknya parasit ke dalam eritrosit digunakan sebagai profilaksis kausal.

2.Skizontosida jaringan sekunder primakuin, membasmi parasit daur eksoeritrosit atau bentuk-bentuk jaringan P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat anti relaps.

3.Skizontosida darah : membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis.

4.Gametositosida : menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium gametosit P.falcifarum , juga mempengaruhi stadium perkembangan parasit malaria dalam nyamuk Anopheles betina

5.Sporontosida : mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles

Obat-obat malaria yang ada dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya :

1.Alkaloid cinchona (kina)

2.8-aminokuinolin (primakuin)

3.9-aminoakridin (mepakrin)

4.4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)

5.Biguanida(proguanil)

6.Diaminopirimidin (pirimetamin, trimetoprim)

7.Sulfon dan sulfonamide

8.Antibiotic ( tetrasiklin, minosiklin, klindamisin )

9.Kuinilinmetanol dan fenantrenmetanol ( meflokuin )

Penggunaan Obat malaria

Suatu obat mempunyai beberapa kegunaan yang dapat dipengaruhi beberapa factor, seperti spesies parasit malaria, respon terhadap obat tersebut, adanya kekebalan parsial manusia, risiko efek toksik, ada tidaknya obat tersebut di pasaran, pilihan dan harga obat. Penggunaan obat malaria yang utama ialah sebagai pengobatan pencegahan (profilaksisi ), pengobatan kuratif ( terapeutik ), dan pencegahan transmisi.

1.Pengobatan pencegahan (profilaksis). Obat diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Semua skizontisida darah adalah obat profilaksis klinis atau supresif dan ternyata bila pengobatan diteruskan cukup lama , infeksi malaria dapat lenyap.

2.Pengobatan terapeutik (kuratif). Obat digunakan untuk pengobatan infeksi yang telah ada, penanggulangan serangan akut dan pengobatan radikal. Pengobatan serangan akut dapat dilakukan dengan skizontosida.

3.Pengobatan pencegahan transmisi. Obat yang efektif terhadap gametosit, sehingga dapat mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi perkembangan sporogonik pada nyamuk adalah gametositosida atau sporontosida

Pada pemberantasan penyakit malaria, penggunaan obat secara operasional tergantung pada tujuannya. Bila obat malaria digunakan oleh beberapa individu untuk pencegahan infeksi, maka disebut proteksi individu atau profilaksis individu.Dalam program pemberantasan malaria cara pengobatan yang terpenting adalah pengobatan presumtif, pengobatan radikal, dan pengobatan missal. Pengobatan presumtif adalah pengobatan kasus malaria pada waktu darahnya diambil untuk kemudian dikonfirmasi infeksi malarianya. Pengobatan radikal dilakukan dentgan tujuan membasmi semua parasit yang ada dan mencegah timbulnya relaps.

Pengobatan misal dilakukan di daerah dengan endemisitas tinggi. Tiap orang harus mendapat pengobatan secara teratur dengan dosis yang telah ditentukan.

Dosis obat malaria

Dosis obat malaria tanpa keterangan khusus berarti bahwa dosis tersebut diberikan kepada orang dewasa dengan BB kurang lebih 60 kg. Dosis tersebut dapat disesuaikan BB ( 25 mg/kg BB dosis total.

Pencegahan penyakit malaria

Menghindari gigitan nyamuk, misalnya tidur menggunakan kelambu

Mengobati semua penderita untuk menghilangkan sumber penularan

Pemberantasan nyamuk dan larvanya


DAFTAR PUSTAKA


Adam, Sry Amsunir, 1992, mikrobiologi dan parasitologi untuk perawat, Jakarta; EGC.


Indan Entjan, 2001, mikrobiologi dan parasit untuk perawat, Bandung; Citra Aditya Bakri.


Margono, Sri, 1998, parasitologi kodekteran, Jakarta; FKUI


J.M.Gibson,MD, 1996. Mikrobiologi dan patologi modern untuk perawat, Jakarta, EGC

Harold W Brown, 1983, Dasar-dasar parasitologi klinik, Jakarta, PT. Gramedia.

BACA SELENGKAPNYA - PLASMODIUM FALCIPARUM

PLASENTA, TALI PUSAT, SELAPUT JANIN DAN CAIRAN AMNION

PLASENTA, TALI PUSAT, SELAPUT JANIN DAN CAIRAN AMNION

minggu pertama (hari 7-8), sel-sel trofoblas yang terletak di atas embrioblas yang berimplantasi di endometrium dinding uterus, mengadakan proliferasi dan berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda :

1. sitotrofoblas : terdiri dari selapis sel kuboid, batas jelas, inti tunggal, di sebelah dalam (dekat embrioblas)

2. sinsitiotrofoblas : terdiri dari selapis sel tanpa batas jelas, di sebelah luar (berhubungan dengan stroma endometrium).

Unit trofoblas ini akan berkembang menjadi PLASENTA


Di antara massa embrioblas dengan lapisan sitotrofoblas terbentuk suatu celah yang makin lama makin besar, yang nantinya akan menjadi RONGGA AMNION


Sel-sel embrioblas juga berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda :

1. epiblas : selapis sel kolumnar tinggi, di bagian dalam, berbatasan dengan bakal rongga amnion

2. hipoblas : selapis sel kuboid kecil, di bagian luar, berbatasan dengan rongga blastokista (bakal rongga kuning telur)

Unit sel-sel blast ini akan berkembang menjadi JANIN


Pada kutub embrional, sel-sel dari hipoblas membentuk selaput tipis yang membatasi bagian dalam sitotrofoblas (selaput Heuser). Selaput ini bersama dengan hipoblas membentuk dinding bakal yolk sac (kandung kuning telur). Rongga yang terjadi disebut rongga eksoselom (exocoelomic space) atau kandung kuning telur sederhana.

Dari struktur-struktur tersebut kemudian akan terbentuk KANDUNG KUNING TELUR, LEMPENG KORION dan RONGGA KORION.

Pada lokasi bekas implantasi blastokista di permukaan dinding uterus terbentuk lapisan fibrin sebagai bagian dari proses penyembuhan luka.


Jaringan endometrium di sekitar blastokista yang berimplantasi mengalami reaksi desidua, berupa hipersekresi, peningkatan lemak dan glikogen, serta edema. Selanjutnya endometrium yang berubah di daerah-daerah sekitar implantasi blastokista itu disebut sebagai desidua. Perubahan ini kemudian meluas ke seluruh bagian endometrium dalam kavum uteri (selanjutnya lihat bagian selaput janin)

Pada stadium ini, zigot disebut berada dalam stadium bilaminar (cakram berlapis dua).


PLASENTA


Pembentukan plasenta


Pada hari 8-9, perkembangan trofoblas sangat cepat, dari selapis sel tumbuh menjadi berlapis-lapis.

Terbentuk rongga-rongga vakuola yang banyak pada lapisan sinsitiotrofoblas (selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling berhubungan. Stadium ini disebut stadium berongga (lacunar stage).


Pertumbuhan sinsitium ke dalam stroma endometrium makin dalam kemudian terjadi perusakan endotel kapiler di sekitarnya, sehingga rongga-rongga sinsitium (sistem lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu, membentuk sinusoid-sinusoid. Peristiwa ini menjadi awal terbentuknya sistem sirkulasi uteroplasenta / sistem sirkulasi feto-maternal.


Sementara itu, di antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan selapis sel selaput Heuser, terbentuk sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas dan membentuk jaringan penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm ekstraembrional.

Bagian yang berbatasan dengan sitotrofoblas disebut mesoderm ekstraembrional somatopleural, kemudian akan menjadi selaput korion (chorionic plate).

Bagian yang berbatasan dengan selaput Heuser dan menutupi bakal yolk sac disebut mesoderm ekstraembrional splanknopleural.

Menjelang akhir minggu kedua (hari 13-14), seluruh lingkaran blastokista telah terbenam dalam uterus dan diliputi pertumbuhan trofoblas yang telah dialiri darah ibu.

Meski demikian, hanya sistem trofoblas di daerah dekat embrioblas saja yang berkembang lebih aktif dibandingkan daerah lainnya.


Di dalam lapisan mesoderm ekstraembrional juga terbentuk celah-celah yang makin lama makin besar dan bersatu, sehingga terjadilah rongga yang memisahkan kandung kuning telur makin jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom ekstraembrional (extraembryonal coelomic space) atau rongga korion (chorionic space)


Di sisi embrioblas (kutub embrional), tampak sel-sel kuboid lapisan sitotrofoblas mengadakan invasi ke arah lapisan sinsitium, membentuk sekelompok sel yang dikelilingi sinsitium disebut jonjot-jonjot primer (primary stem villi). Jonjot ini memanjang sampai bertemu dengan aliran darah ibu.

Pada awal minggu ketiga, mesoderm ekstraembrional somatopleural yang terdapat di bawah jonjot-jonjot primer (bagian dari selaput korion di daerah kutub embrional), ikut menginvasi ke dalam jonjot sehingga membentuk jonjot sekunder (secondary stem villi) yang terdiri dari inti mesoderm dilapisi selapis sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas.


Menjelang akhir minggu ketiga, dengan karakteristik angiogenik yang dimilikinya, mesoderm dalam jonjot tersebut berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuluh kapiler, sehingga jonjot yang tadinya hanya selular kemudian menjadi suatu jaringan vaskular (disebut jonjot tersier / tertiary stem villi) (selanjutnya lihat bagian selaput janin).


Selom ekstraembrional / rongga korion makin lama makin luas, sehingga jaringan embrional makin terpisah dari sitotrofoblas / selaput korion, hanya dihubungkan oleh sedikit jaringan mesoderm yang kemudian menjadi tangkai penghubung (connecting stalk). Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi TALI PUSAT.


Setelah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam sirkulasi uterus, seiring dengan perkembangan trofoblas menjadi plasenta dewasa, terbentuklah komponen sirkulasi utero-plasenta.

Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi utero-plasenta dihubungkan dengan sirkulasi janin. Meskipun demikian, darah ibu dan darah janin tetap tidak bercampur menjadi satu (disebut sistem hemochorial), tetap terpisah oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion.

Dengan demikian, komponen sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan dengan komponen sirkulasi dari janin (fetal) melalui plasenta dan tali pusat. Sistem tersebut dinamakan sirkulasi feto-maternal.


Plasenta “dewasa”


Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan luas, umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia kehamilan sekitar 16 minggu. (struktur plasenta dewasa : gambar)


Plasenta “dewasa” / lengkap yang normal :

1. bentuk bundar / oval

2. diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm.

3. berat rata-rata 500-600 g

4. insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta) dapat di tengah / sentralis, di samping / lateralis, atau di ujung tepi / marginalis.

5. di sisi ibu, tampak daerah2 yang agak menonjol (kotiledon) yang diliputi selaput tipis desidua basalis.

6. di sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar (pembuluh korion) menuju tali pusat. Korion diliputi oleh amnion.

7. sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 300 cc/menit (20 minggu) meningkat sampai 600-700 cc/menit (aterm).


CATATAN : pada kehamilan multipel / kembar, dapat terjadi variasi jumlah dan ukuran plasenta dan selaput janin.


Fungsi plasenta

PRINSIP : Fungsi plasenta adalah menjamin kehidupan dan pertumbuhan janin yang baik.

1. Nutrisi : memberikan bahan makanan pada janin

2. Ekskresi : mengalirkan keluar sisa metabolisme janin

3. Respirasi : memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin

4. Endokrin : menghasilkan hormon-hormon : hCG, HPL, estrogen,progesteron, dan sebagainya (cari / baca sendiri).

5. Imunologi : menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin

6. Farmakologi : menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin, yang diberikan melalui ibu.

7. Proteksi : barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi akhir2 ini diragukan, karena pada kenyataanya janin sangat mudah terpapar infeksi / intoksikasi yang dialami ibunya).


TALI PUSAT

Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi TALI PUSAT.


Pada tahap awal perkembangan, rongga perut masih terlalu kecil untuk usus yang berkembang, sehingga sebagian usus terdesak ke dalam rongga selom ekstraembrional pada tali pusat. Pada sekitar akhir bulan ketiga, penonjolan lengkung usus (intestional loop) ini masuk kembali ke dalam rongga abdomen janin yang telah membesar.


Kandung kuning telur (yolk-sac) dan tangkai kandung kuning telur (ductus vitellinus) yang terletak dalam rongga korion, yang juga tercakup dalam connecting stalk, juga tertutup bersamaan dengan proses semakin bersatunya amnion dengan korion.


Setelah struktur lengkung usus, kandung kuning telur dan duktus vitellinus menghilang, tali pusat akhirnya hanya mengandung pembuluh darah umbilikal (2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis) yang menghubungkan sirkulasi janin dengan plasenta.

Pembuluh darah umbilikal ini diliputi oleh mukopolisakarida yang disebut Wharton’s jelly.


SELAPUT JANIN (AMNION DAN KORION)

Pada minggu-minggu pertama perkembangan, villi / jonjot meliputi seluruh lingkaran permukaan korion.

Dengan berlanjutnya kehamilan :

1. jonjot pada kutub embrional membentuk struktur korion lebat seperti semak-semak (chorion frondosum) sementara

2. jonjot pada kutub abembrional mengalami degenerasi, menjadi tipis dan halus disebut chorion laeve.


Seluruh jaringan endometrium yang telah mengalami reaksi desidua, juga mencerminkan perbedaan pada kutub embrional dan abembrional :

1. desidua di atas korion frondosum menjadi desidua basalis

2. desidua yang meliputi embrioblas / kantong janin di atas korion laeve menjadi desidua kapsularis.

3. desidua di sisi / bagian uterus yang abembrional menjadi desidua parietalis.


Antara membran korion dengan membran amnion terdapat rongga korion. Dengan berlanjutnya kehamilan, rongga ini tertutup akibat persatuan membran amnion dan membran korion. Selaput janin selanjutnya disebut sebagai membran korion-amnion (amniochorionic membrane).

Kavum uteri juga terisi oleh konsepsi sehingga tertutup oleh persatuan chorion laeve dengan desidua parietalis.


CAIRAN AMNION


Rongga yang diliputi selaput janin disebut sebagai RONGGA AMNION.

Di dalam ruangan ini terdapat cairan amnion (likuor amnii).


Asal cairan amnion : diperkirakan terutama disekresi oleh dinding selaput amnion / plasenta, kemudian setelah sistem urinarius janin terbentuk, urine janin yang diproduksi juga dikeluarkan ke dalam rongga amnion.


Fungsi cairan amnion :

1. Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar

2. Mobilisasi : memungkinkan ruang gerak bagi janin

3. Homeostasis : menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam-basa (pH) dalam rongga amnion, untuk suasana lingkungan yang optimal bagi janin.

4. Mekanik : menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruangan intrauterin (terutama pada persalinan).

5. Pada persalinan : membersihkan / melicinkan jalan lahir, dengan cairan yang steril, sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir.


Keadaan normal cairan amnion :

1. pada usia kehamilan cukup bulan, volume 1000-1500 cc.

2. keadaan jernih agak keruh

3. steril

4. bau khas, agak manis dan amis

5. terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa dan sel-sel epitel.

6. sirkulasi sekitar 500 cc/jam


Kelainan jumlah cairan amnion

Hidramnion (polihidramnion)

air ketuban berlebihan, di atas 2000 cc. Dapat mengarahkan kecurigaan adanya kelainan kongenital susunan saraf pusat atau sistem pencernaan, atau gangguan sirkulasi, atau hiperaktifitas sitem urinarius janin.

Oligohidramnion

air ketuban sedikit, di bawah 500 cc. Umumnya kental, keruh, berwarna kuning kehijauan.

Prognosis bagi janin buruk.

BACA SELENGKAPNYA - PLASENTA, TALI PUSAT, SELAPUT JANIN DAN CAIRAN AMNION

SIROSIS HEPATIS

SIROSIS HEPATIS

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan kronik pada hati, diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi, sehingga timbul kerusakan dalam susunan parenkim hati.


II.Etiologi & Klasifikasi


Sirosis hepatis diklasifikasikan berdasarkan atas :

A.Etiologi

B.Morfologi

C.Fungsional


Uraian :

A.Klasifikasi etiologi

1)Etiologi yang diketahui penyebabnya

(a)Hepatitis virus B & C

(b)Alkohol

(c)Metabolik

(d)Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstrahepatik

(e)Obstruksi aliran vena hepatik

Penyakit vena oklusif

Sindrom budd chiari

Perikarditis konstriktiva

Payah jantung kanan

(f)Gangguan imunologis

Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif

(g)Toksik & obat

INH, metildopa

(h)Operasi pintas usus halus pada obesitas

(i)Malnutrisi, infeksi seperti malaria.

2)Etiologi tanpa diketahui penyebabnya.

Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/heterogenous.


B. Klasifikasi Morfologi

Secara makroskopik sirosis dibagi atas:

1.mikronodular

2.makronodular

3.campuran

Uraian :

1.sirosis mikronodular : ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.

2. sirosis makronodula ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.

3. sirosis campuran umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.


C.Klasifikasi Fungsional

Secara fungsi, sirosis hati dibagi atas :

kompensasi baik (laten,sirosis dini)

dekompensasi (aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)


1.kegagalan hati/hepatoselular : dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan menurun, gembung, mual, dll

Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas.

Eritema palmaris

Asites

Pertumbuhan rambut berkurang

Atrofi testis dan ginekomastia pada pria

Sebagai tambahan dapat timbul :

Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkenetik, danfoetor hepatik.

Ensefalopati hepatik, bicara gagok/slurred speech, flapping tremor akibat amonia dan produksi nitrogen (akibat hpertensi portal dan kegagalan hati)

Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/defisiensi protrombin.

2.hipertensi portal : bisa terjadi pertama akibat meningkatnya reistensi portal dan splanknik karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatikke sistem portal akibat distorsi arsitektur hati.Bisa disebabkan satu faktor saja, misalnya peningkatan resistensi atau aliran corta atau keduanya. Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa :


prehepatik, biasa kongenital, trombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik meningkat tetapi tekanan portal intra hepatik normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula atriovenosa atau mielofibrosis limfa.

Intrahepatik

a)Presinusoidal

b)Sinusoinal(sirosis hati)

c)Post-sinusoidal (veno oklusif).biasa terdapat lokasi obstruksi campuran.

d)Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufisiensi trikuspidal.


Gambaran klinis, pengobatan dan prognosis pasien sirosis hati tergantung pada 2 komplikasi, yakni kegagalan hati, dan hipertensi portal. Aktivitas sirosis hati dapat dinilai dari aspek klinis, biokimia darah, histologi jaringan dan dibagi atas progresif, regresif, dan status quo (stasioner).


III.Patognesis:


Adanya faktor etilogi menyebabkan peradangan dan kerusakan inekrosis meliputi daerah yang luas (hapatoseluler) ,terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan modul sel hati .septa bisa dibenyuk dari sel retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi parut . jaringan parut ini dapats menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral (bridging neerosis).

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran , dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules ,sinusoid,retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif jaringan kologen berubah dari reversibel menjadi irrevensibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal dan parenkhim hati sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin sebagai mediator fibrinogen,septal aktif ini berasal dari portal menyebar keparenkim hati.

Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut:

Tipe 1: lokasi daerah sentral

Tipe 2: sinusoid

Tipe 3: jaringan retikulin (sinusoid portal)

Tipe 4: membram basal

Pada semua sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kologen tersebut. Pembentukan jaringan kologen diransang oleh nekrosis hepatoseluluer dan asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

Mekanisme terjadinya sirosis hati bisa secara:

-mekanik

-imunologis

-campuran

Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan jaringan ikat yang luas disrtai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati ,nekrosis /nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitars 4 tahun sels yang nengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus menerus sampai terjadi kerusakan hati.


IV.Manifestasi klinis


1. Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini ).

2. Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu bisa juga keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit merasa kurang kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut gembung, mual, kadang mencret atau konstipasi berat badan menurun, pengurangan masa otot terutama pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.

Fase dekompensasi

Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevy, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan eir kemih berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis, hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan farises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan kesadran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.


V.Pemeriksaan Penunjang

1.Pemeriksaan Laboratorium

Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hati.

Darah : bisa dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.

Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.

Albumin : kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti : tindakan operasi.

Pemeriksaan CHE (kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek.

Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na 500-1000, mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.

2.Pemeriksaan Jasmani

Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.

Limpa : pembesaran limpa diukur dengan 2 cara :

a.Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII).

b.Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).

Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.

Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.


Klasifikasi Child Pasien Sirosis Dati Dalam Terminologi

Derajat kerusakan

Minimal

sedang

Berat

Bil.serum (mu.mol/dl0

50

Alb.serum(gr/dl)

>35

30-35

<30

Asites

Nihil

Mudah dikontrol

Susah

Pse/ensefalopati

Nihil

Minimal

Berat/koma

nutrisi

Sempurna

Baik

Kurang/kurus


Pemeriksaan Penunjang Lainnya :

Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal.

Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Akelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.

Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion0. Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu, dll.

Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.

Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.

E R C P : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.

Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumopr atau kista.

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.


VI.Komplikasi


Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :

1.Kegagalan hati (hepatoseluler) ; timbul spider nevi, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.

2.Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.

Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa :

3.Asites

4.Ensefalopati

5.Peritonitis bakterial spontan

6.Sindrom hepatorenal

7.Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)


VII. Pengobatan


Terapi & prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.

1.Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet TKTP, lemak secukupnya. Bila timbul ensefalopati, protein dikurangi.

2.Pasien sirosis hatidengan sebab yang diketahui, seperti :

Alkohol & obat-obat lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh.

Hemokromatosis, dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi atau terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan venaseksi 2x seminggu sebanyak 500 cc selama setahun.

Pada penyakit wilson (penyakit metabolik yang diturunkan), diberikan D-penicilamine 20 mg/kgBB/hari yang akan mengikat kelebihan cuprum, dan menambah ekskresi melalui urin.

Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid

Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul

a)Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/hr dan total cairan 1,5 l/hr. Spirolakton dimulai dengan dosis awal 4×25 mg/hr dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari,bila perlu dikombinasi dengan furosemid.

b)Perdarahan varises esofagus. Psien dirawat di RS sebagai kasus perdarahan saluran cerna.

Pertama melakukan pemasangan NG tube, disamping melakukan aspirasi cairan lambung.

Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik 100 x/mnt atau Hb ,9 g% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dekstrosa/salin dan transfusi darah secukupnya.

Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 % atau salin pemberian selama 4 jam dapat dulang 3 kali.

Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan varises.

Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises.

Operasi pintas dilakukan pada Child AB atau dilakukan transeksi esofagus (operasi Tanners0.

Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto koagulasi dengan laser dan heat probe.

Bila tidak tersedia fasilitas diatas, untuk mencegah rebleeding dapatdiberikan propanolol.

c)U ntuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises, dilakukan klisma, pemberian neomisin per oral. Pada saat ini sudah mulai dikembangkan transplantasi hati dengan menggunakan bahan cadaveric liver.

d)Terapi yang diberikan berupa antibiotik seperti sefotaksim 2 g/8 jam i.v. amokisilin, aminoglikosida.

e)Sindrom haptorenal/nefropati hepatik, terapinya adalah imbangan air dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian antiobiotik, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra hati-hati untuk memperbaiki aliran vena kava, sehingga timbul perbaikan pada curah jantung dan fungsi ginjal.

BACA SELENGKAPNYA - SIROSIS HEPATIS

TONSILITIS AKUT

TONSILITIS AKUT

A.PENGERTIAN

Tonsilitis akut merupakan infeksi tonsil akut yang menimbulkan demam, lemah, nyeri tenggorokan dan gangguan menelan, dengan gejala dan tanda setempat yang radang akut. Sering kali peradangan juga mengenai dinding faring sehingga disebut juga tonsilofaringitis akut.



B.ETIOLOGI

Tonsilitis akut disebabkan oleh kuman jenis stafilokokkus atau streptokokkus terutama stafilokokkus B hemolitikus.

C.TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah :

Sering terjadi gangguan menelan ( disfagia) sehingga terjadi regurgitasi.

Resonator suara terganggu sehingga terjadi rinolalia

Demam yang tinggi.

Kadang-kadang ditemukan trismus dan hipersalivasi.

D.BENTUK-BENTUK TONSILITIS AKUT

Tonsilitis akut terdiri dari 2 bentuk yaitu :

Tonsilitis lakunaris

Tonsilitis yang mempunyai pseudomembran bercak-bercak.

Tonsilitis folikularis

Tonsilitis yang mempunyai pseudomembran yang berbintik-bintik.

Perbedaan tonsilitis bentuk akut, eksaserbasi akut dan kronik :

Akut

Tonsil hiperemis dan edema

Kripti tidak melebar

Destruitus +/-

Perlengketan –

Kronik eksaserbasi akut

Tonsil hiperemis dan edema

Kripti melebar

Destruitus +

Perlengketan

Kronik

Tonsil membesar/mengecil tidak hiperemis

Kripti melebar

Destruitus +

Perlengketan

E.PENGOBATAN/TERAPY

Tonsilitis akut.

Berikan antibiotik, analgesik, dan obat kumur.

Tonsilitis kronik eksaserbasi.

Penyembuhan radang, kemudian dilakukan tonsilektomi 2-6 minggu setelah peradangan tenang.

Tonsilitis kronik

Bila tonsilitis kronik tidak mengganggu biarkan.

F.KOMPLIKASI

Komplikasi dekat : dapt terjadi infiltrasi peritonsiler, abses peritonsiler, otitis media, limfedenitis regional, rinitis kronik dan sinusitis.

Komplikasi jauh : dapat terjadi meningitis, endokarditis, pleuritis, miositis, dapat pula terjadi sebagai fokal infeksi yang dapat menimbulkan glomerulusnefritis, dan rematoid artritis.

G.INDIKASI TONSILEKTOMI

Tonsilitis berulang-ulang dengan interval pendek.

Merupakan indikasi khusus untuk anak ( tonsilitis rekuren ) yang kambuh lebih dari 3 kali.

Obstruksi mekanik oleh tonsil yang hipertropy.

Tonsilitis hipertropy yang menyebabkan obstruksi sehingga terjadi gangguan menelan, dan penurunan berat badan, hiperplasia setelah infeksi mononukleosis dan riwayat demam reuma dengan gangguan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis kronik yang sukar diatasi dengan antibiotik.

Tonsil sebagai fokal infeksi.

Abses peritonsiler

Rinitis berulang

Otitis media peritonsiler


H.KONTRA INDIKASI TONSILEKTOMI

Radang akut tonsil.

Demam, albuminuria.

Penyakit paru-paru

Penyakit darah.

Hipertensi.

Poliomielitis epidemik.

BACA SELENGKAPNYA - TONSILITIS AKUT

OBSTRUKSI USUS

OBSTRUKSI USUS

OBSTRUKSI USUS




  1. Pengertian


Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.


Obstruksi usus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus.




  1. Etiologi



1. Perlengketan :


Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasda jaringan parut setelah pembedahan abdomen


2. Intusepsi :


Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.


3. Volvulus :


Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya


4. Hernia :


Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen


5. Tumor :


Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.




  1. Factor Predisposisi


Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang disebabakan disfungsi umum kelenjar eksokrin pancreas. Keadaan ini menyebabakan berkurangnya enzim pancreas yang mengalir ke lumen usus halus sehingga issi usus halus menjadi kental dan menyumbat lumen usus. Gambaran radiologist yang ditemukan ialah pelebaran usus dan tampak bayangan udra yang granular diantara mekonium yang kental tersebut.




  1. Gejala


Gejala klinis yang ditimbulkan oleh gangguan pasase usus tergantung oleh 3 faktor, yaitu :


1. letak obtruksi


gejala muntah makin menonjol bila letak obstruksi makin kearah oral, sedangkan kembung hanya terbatas pada epigastrium. Bila letak obtruksi lebih ke arah anal, gambaran kembung yang lebigh jelas dan dapat meliputi seluruh perut, sedangkan muntah baru timbul kemudian.


2. Lamanya obtruksi


Pada bayi baru lahir udara mencapai kolon setelah 12 jam.


3. Obtruksi total atau parsial


Pada obstruksi tinggi baik parsial maupun total, gejal muntah akan sangat mencolok. Pada obtruksi parsial rendah di dapatkan gejala kembung, tetapi muntah sangat jarang.


Pada bayi harus dipikirkan terdapat obstruksi usus bila terdapat trias yang terdiri darai gangguan pasase mekonium, muntah (terutama muntah berwarna hijau), perut kembung.


Muntah akan menyebablan penderita kehilangan air dan elektrolit dan mula-mula akan menyebabkan alkalosis hipokloremik dan hipokalemia. Muntah yang tidask mendapat perawatan seharisnya akan dapat menimbulkan aspirasi. Perut yang kembung akan menyebabakan transudasi intra-intestinal sehingga kehilangan air terjadi lebih banyak lagi dan timbul hipoproteinenia. Desakan perut yang kembung akan menyebabkan gangguan pernapasan, sehingga timbul hipoksemia dan sianosis.




  1. Patofisiologi


Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.


Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.


Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.




  1. Klasifikasi


1. Obstruksi Usus Halus


Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.

Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.


2. Obstruksi Usus Besar


Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.




  1. Pemeriksaan Laboratorium


1. Obstruksi Usus Halus :


Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan diatas serta pemeriksaan sinar-X. Sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas dari gas atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi


2. Obstruksi Usus Besar :


Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan simtoma-tologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan tinggi) akan menunjukkan distensi abdomen. Pemeriksaan barium dikontraindikasikan.




  1. Komplikasi


1. Peritonitis septicemia


2. Syok hipofolemia


3. Perforasi usus




  1. Penatalaksanaan


A. Medis


Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.


1.Obstruksi Usus Halus


Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).

Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.


2.Obstruksi Usus Besar


Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.


B. Asuhan Kebidanan


Tindakan yang dapat dilakukan antara lain :


1. Anak di puasakan


2. Pemberian cairan dan elektrolit yang sesuai secara parenteral


3. Pengosongan lambunmg dan usus dengan cara menghisapnya terus menerus


4. Anak ditidurkan dengan posisi setengah duduk dengan kepala mirng atau lebih rendah sesuai letak obstruksi.

BACA SELENGKAPNYA - OBSTRUKSI USUS
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI