kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

02 January 2011

SIROSIS HEPATIS

SIROSIS HEPATIS

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan kronik pada hati, diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi, sehingga timbul kerusakan dalam susunan parenkim hati.


II.Etiologi & Klasifikasi


Sirosis hepatis diklasifikasikan berdasarkan atas :

A.Etiologi

B.Morfologi

C.Fungsional


Uraian :

A.Klasifikasi etiologi

1)Etiologi yang diketahui penyebabnya

(a)Hepatitis virus B & C

(b)Alkohol

(c)Metabolik

(d)Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstrahepatik

(e)Obstruksi aliran vena hepatik

Penyakit vena oklusif

Sindrom budd chiari

Perikarditis konstriktiva

Payah jantung kanan

(f)Gangguan imunologis

Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif

(g)Toksik & obat

INH, metildopa

(h)Operasi pintas usus halus pada obesitas

(i)Malnutrisi, infeksi seperti malaria.

2)Etiologi tanpa diketahui penyebabnya.

Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/heterogenous.


B. Klasifikasi Morfologi

Secara makroskopik sirosis dibagi atas:

1.mikronodular

2.makronodular

3.campuran

Uraian :

1.sirosis mikronodular : ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.

2. sirosis makronodula ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.

3. sirosis campuran umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.


C.Klasifikasi Fungsional

Secara fungsi, sirosis hati dibagi atas :

kompensasi baik (laten,sirosis dini)

dekompensasi (aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)


1.kegagalan hati/hepatoselular : dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan menurun, gembung, mual, dll

Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas.

Eritema palmaris

Asites

Pertumbuhan rambut berkurang

Atrofi testis dan ginekomastia pada pria

Sebagai tambahan dapat timbul :

Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkenetik, danfoetor hepatik.

Ensefalopati hepatik, bicara gagok/slurred speech, flapping tremor akibat amonia dan produksi nitrogen (akibat hpertensi portal dan kegagalan hati)

Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/defisiensi protrombin.

2.hipertensi portal : bisa terjadi pertama akibat meningkatnya reistensi portal dan splanknik karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatikke sistem portal akibat distorsi arsitektur hati.Bisa disebabkan satu faktor saja, misalnya peningkatan resistensi atau aliran corta atau keduanya. Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa :


prehepatik, biasa kongenital, trombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik meningkat tetapi tekanan portal intra hepatik normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula atriovenosa atau mielofibrosis limfa.

Intrahepatik

a)Presinusoidal

b)Sinusoinal(sirosis hati)

c)Post-sinusoidal (veno oklusif).biasa terdapat lokasi obstruksi campuran.

d)Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufisiensi trikuspidal.


Gambaran klinis, pengobatan dan prognosis pasien sirosis hati tergantung pada 2 komplikasi, yakni kegagalan hati, dan hipertensi portal. Aktivitas sirosis hati dapat dinilai dari aspek klinis, biokimia darah, histologi jaringan dan dibagi atas progresif, regresif, dan status quo (stasioner).


III.Patognesis:


Adanya faktor etilogi menyebabkan peradangan dan kerusakan inekrosis meliputi daerah yang luas (hapatoseluler) ,terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan modul sel hati .septa bisa dibenyuk dari sel retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi parut . jaringan parut ini dapats menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral (bridging neerosis).

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran , dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules ,sinusoid,retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif jaringan kologen berubah dari reversibel menjadi irrevensibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal dan parenkhim hati sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin sebagai mediator fibrinogen,septal aktif ini berasal dari portal menyebar keparenkim hati.

Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut:

Tipe 1: lokasi daerah sentral

Tipe 2: sinusoid

Tipe 3: jaringan retikulin (sinusoid portal)

Tipe 4: membram basal

Pada semua sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kologen tersebut. Pembentukan jaringan kologen diransang oleh nekrosis hepatoseluluer dan asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

Mekanisme terjadinya sirosis hati bisa secara:

-mekanik

-imunologis

-campuran

Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan jaringan ikat yang luas disrtai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati ,nekrosis /nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitars 4 tahun sels yang nengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus menerus sampai terjadi kerusakan hati.


IV.Manifestasi klinis


1. Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini ).

2. Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu bisa juga keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit merasa kurang kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut gembung, mual, kadang mencret atau konstipasi berat badan menurun, pengurangan masa otot terutama pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.

Fase dekompensasi

Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevy, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan eir kemih berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis, hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan farises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan kesadran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.


V.Pemeriksaan Penunjang

1.Pemeriksaan Laboratorium

Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hati.

Darah : bisa dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.

Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.

Albumin : kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti : tindakan operasi.

Pemeriksaan CHE (kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek.

Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na 500-1000, mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.

2.Pemeriksaan Jasmani

Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.

Limpa : pembesaran limpa diukur dengan 2 cara :

a.Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII).

b.Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).

Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.

Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.


Klasifikasi Child Pasien Sirosis Dati Dalam Terminologi

Derajat kerusakan

Minimal

sedang

Berat

Bil.serum (mu.mol/dl0

50

Alb.serum(gr/dl)

>35

30-35

<30

Asites

Nihil

Mudah dikontrol

Susah

Pse/ensefalopati

Nihil

Minimal

Berat/koma

nutrisi

Sempurna

Baik

Kurang/kurus


Pemeriksaan Penunjang Lainnya :

Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal.

Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Akelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.

Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion0. Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu, dll.

Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.

Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.

E R C P : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.

Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumopr atau kista.

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.


VI.Komplikasi


Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :

1.Kegagalan hati (hepatoseluler) ; timbul spider nevi, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.

2.Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.

Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa :

3.Asites

4.Ensefalopati

5.Peritonitis bakterial spontan

6.Sindrom hepatorenal

7.Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)


VII. Pengobatan


Terapi & prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.

1.Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet TKTP, lemak secukupnya. Bila timbul ensefalopati, protein dikurangi.

2.Pasien sirosis hatidengan sebab yang diketahui, seperti :

Alkohol & obat-obat lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh.

Hemokromatosis, dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi atau terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan venaseksi 2x seminggu sebanyak 500 cc selama setahun.

Pada penyakit wilson (penyakit metabolik yang diturunkan), diberikan D-penicilamine 20 mg/kgBB/hari yang akan mengikat kelebihan cuprum, dan menambah ekskresi melalui urin.

Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid

Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul

a)Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/hr dan total cairan 1,5 l/hr. Spirolakton dimulai dengan dosis awal 4×25 mg/hr dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari,bila perlu dikombinasi dengan furosemid.

b)Perdarahan varises esofagus. Psien dirawat di RS sebagai kasus perdarahan saluran cerna.

Pertama melakukan pemasangan NG tube, disamping melakukan aspirasi cairan lambung.

Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik 100 x/mnt atau Hb ,9 g% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dekstrosa/salin dan transfusi darah secukupnya.

Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 % atau salin pemberian selama 4 jam dapat dulang 3 kali.

Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan varises.

Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises.

Operasi pintas dilakukan pada Child AB atau dilakukan transeksi esofagus (operasi Tanners0.

Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto koagulasi dengan laser dan heat probe.

Bila tidak tersedia fasilitas diatas, untuk mencegah rebleeding dapatdiberikan propanolol.

c)U ntuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises, dilakukan klisma, pemberian neomisin per oral. Pada saat ini sudah mulai dikembangkan transplantasi hati dengan menggunakan bahan cadaveric liver.

d)Terapi yang diberikan berupa antibiotik seperti sefotaksim 2 g/8 jam i.v. amokisilin, aminoglikosida.

e)Sindrom haptorenal/nefropati hepatik, terapinya adalah imbangan air dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian antiobiotik, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra hati-hati untuk memperbaiki aliran vena kava, sehingga timbul perbaikan pada curah jantung dan fungsi ginjal.

BACA SELENGKAPNYA - SIROSIS HEPATIS

TONSILITIS AKUT

TONSILITIS AKUT

A.PENGERTIAN

Tonsilitis akut merupakan infeksi tonsil akut yang menimbulkan demam, lemah, nyeri tenggorokan dan gangguan menelan, dengan gejala dan tanda setempat yang radang akut. Sering kali peradangan juga mengenai dinding faring sehingga disebut juga tonsilofaringitis akut.



B.ETIOLOGI

Tonsilitis akut disebabkan oleh kuman jenis stafilokokkus atau streptokokkus terutama stafilokokkus B hemolitikus.

C.TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah :

Sering terjadi gangguan menelan ( disfagia) sehingga terjadi regurgitasi.

Resonator suara terganggu sehingga terjadi rinolalia

Demam yang tinggi.

Kadang-kadang ditemukan trismus dan hipersalivasi.

D.BENTUK-BENTUK TONSILITIS AKUT

Tonsilitis akut terdiri dari 2 bentuk yaitu :

Tonsilitis lakunaris

Tonsilitis yang mempunyai pseudomembran bercak-bercak.

Tonsilitis folikularis

Tonsilitis yang mempunyai pseudomembran yang berbintik-bintik.

Perbedaan tonsilitis bentuk akut, eksaserbasi akut dan kronik :

Akut

Tonsil hiperemis dan edema

Kripti tidak melebar

Destruitus +/-

Perlengketan –

Kronik eksaserbasi akut

Tonsil hiperemis dan edema

Kripti melebar

Destruitus +

Perlengketan

Kronik

Tonsil membesar/mengecil tidak hiperemis

Kripti melebar

Destruitus +

Perlengketan

E.PENGOBATAN/TERAPY

Tonsilitis akut.

Berikan antibiotik, analgesik, dan obat kumur.

Tonsilitis kronik eksaserbasi.

Penyembuhan radang, kemudian dilakukan tonsilektomi 2-6 minggu setelah peradangan tenang.

Tonsilitis kronik

Bila tonsilitis kronik tidak mengganggu biarkan.

F.KOMPLIKASI

Komplikasi dekat : dapt terjadi infiltrasi peritonsiler, abses peritonsiler, otitis media, limfedenitis regional, rinitis kronik dan sinusitis.

Komplikasi jauh : dapat terjadi meningitis, endokarditis, pleuritis, miositis, dapat pula terjadi sebagai fokal infeksi yang dapat menimbulkan glomerulusnefritis, dan rematoid artritis.

G.INDIKASI TONSILEKTOMI

Tonsilitis berulang-ulang dengan interval pendek.

Merupakan indikasi khusus untuk anak ( tonsilitis rekuren ) yang kambuh lebih dari 3 kali.

Obstruksi mekanik oleh tonsil yang hipertropy.

Tonsilitis hipertropy yang menyebabkan obstruksi sehingga terjadi gangguan menelan, dan penurunan berat badan, hiperplasia setelah infeksi mononukleosis dan riwayat demam reuma dengan gangguan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis kronik yang sukar diatasi dengan antibiotik.

Tonsil sebagai fokal infeksi.

Abses peritonsiler

Rinitis berulang

Otitis media peritonsiler


H.KONTRA INDIKASI TONSILEKTOMI

Radang akut tonsil.

Demam, albuminuria.

Penyakit paru-paru

Penyakit darah.

Hipertensi.

Poliomielitis epidemik.

BACA SELENGKAPNYA - TONSILITIS AKUT

OBSTRUKSI USUS

OBSTRUKSI USUS

OBSTRUKSI USUS




  1. Pengertian


Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.


Obstruksi usus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus.




  1. Etiologi



1. Perlengketan :


Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasda jaringan parut setelah pembedahan abdomen


2. Intusepsi :


Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.


3. Volvulus :


Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya


4. Hernia :


Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen


5. Tumor :


Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.




  1. Factor Predisposisi


Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang disebabakan disfungsi umum kelenjar eksokrin pancreas. Keadaan ini menyebabakan berkurangnya enzim pancreas yang mengalir ke lumen usus halus sehingga issi usus halus menjadi kental dan menyumbat lumen usus. Gambaran radiologist yang ditemukan ialah pelebaran usus dan tampak bayangan udra yang granular diantara mekonium yang kental tersebut.




  1. Gejala


Gejala klinis yang ditimbulkan oleh gangguan pasase usus tergantung oleh 3 faktor, yaitu :


1. letak obtruksi


gejala muntah makin menonjol bila letak obstruksi makin kearah oral, sedangkan kembung hanya terbatas pada epigastrium. Bila letak obtruksi lebih ke arah anal, gambaran kembung yang lebigh jelas dan dapat meliputi seluruh perut, sedangkan muntah baru timbul kemudian.


2. Lamanya obtruksi


Pada bayi baru lahir udara mencapai kolon setelah 12 jam.


3. Obtruksi total atau parsial


Pada obstruksi tinggi baik parsial maupun total, gejal muntah akan sangat mencolok. Pada obtruksi parsial rendah di dapatkan gejala kembung, tetapi muntah sangat jarang.


Pada bayi harus dipikirkan terdapat obstruksi usus bila terdapat trias yang terdiri darai gangguan pasase mekonium, muntah (terutama muntah berwarna hijau), perut kembung.


Muntah akan menyebablan penderita kehilangan air dan elektrolit dan mula-mula akan menyebabkan alkalosis hipokloremik dan hipokalemia. Muntah yang tidask mendapat perawatan seharisnya akan dapat menimbulkan aspirasi. Perut yang kembung akan menyebabakan transudasi intra-intestinal sehingga kehilangan air terjadi lebih banyak lagi dan timbul hipoproteinenia. Desakan perut yang kembung akan menyebabkan gangguan pernapasan, sehingga timbul hipoksemia dan sianosis.




  1. Patofisiologi


Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.


Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.


Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.




  1. Klasifikasi


1. Obstruksi Usus Halus


Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.

Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.


2. Obstruksi Usus Besar


Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.




  1. Pemeriksaan Laboratorium


1. Obstruksi Usus Halus :


Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan diatas serta pemeriksaan sinar-X. Sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas dari gas atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi


2. Obstruksi Usus Besar :


Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan simtoma-tologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan tinggi) akan menunjukkan distensi abdomen. Pemeriksaan barium dikontraindikasikan.




  1. Komplikasi


1. Peritonitis septicemia


2. Syok hipofolemia


3. Perforasi usus




  1. Penatalaksanaan


A. Medis


Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.


1.Obstruksi Usus Halus


Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).

Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.


2.Obstruksi Usus Besar


Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.


B. Asuhan Kebidanan


Tindakan yang dapat dilakukan antara lain :


1. Anak di puasakan


2. Pemberian cairan dan elektrolit yang sesuai secara parenteral


3. Pengosongan lambunmg dan usus dengan cara menghisapnya terus menerus


4. Anak ditidurkan dengan posisi setengah duduk dengan kepala mirng atau lebih rendah sesuai letak obstruksi.

BACA SELENGKAPNYA - OBSTRUKSI USUS

01 January 2011

LEPTOSPIRA

LEPTOSPIRA

I. Defenisi


Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati.


II. Sumber Penularan


Hewan yang menjadi sumber penularan adalah tikus (rodent), babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, kelelawar, tupai dan landak. Sedangkan penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi.


III. Cara Penularan


Manusia terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan yang menderita leptospirosis. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau atau makanan yang terkontaminasi oleh urine hewan terinfeksi leptospira. Masa inkubasi selama 4 – 19 hari.


IV. Gejala Klinis


Stadium Pertama

? Demam menggigil

? Sakit kepala

? Malaise

? Muntah

? Konjungtivitis

? Rasa nyeri otot betis dan punggung

? Gejala-gejala diatas akan tampak antara 4-9 hari


Gejala yang Kharakteristik

? Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata)

? Rasa nyeri pada otot-otot Stadium Kedua

? Terbentuk anti bodi di dalam tubuh penderita

? Gejala yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama

? Apabila demam dengan gejala-gejala lain timbul kemungkinan akan terjadi meningitis.

? Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat.


Komplikasi Leptospirosis

Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6

Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.

Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.

Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.

Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).

Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.


V. Pencegahan


Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.

Mencucui tangan dengan sabun sebelum makan.

Mencucui tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/sampah/tanah/selokan dan tempat-tempat yang tercemar lainnya.

Melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis (petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan, dan lain-lain) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.

Menjaga kebersihan lingkungan

Membersihkan tempat-tempat air dan kolam renang.

Menghindari adanya tikus di dalam rumah/gedung.

Menghindari pencemaran oleh tikus.

Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus

Meningkatkan penangkapan tikus.


VI. Pengobatan


Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan antibiotik yang banyak di jumpai di pasar seperti Penicillin dan turunannya (Amoxylline)

Streptomycine, Tetracycline, Erithtromycine.

Bila terjadi komplikasi angka lematian dapat mencapai 20%.

Segera berobat ke dokter terdekat.


VII. Kewaspadan oleh Kader / Masyarakat.


Bila kader / masyarakat dengan gejala-gejala diatas segera membawa ke Puskesmas / UPK terdekat untuk mendapat pengobatan


VIII. Sistem Kewaspadaan Dini


Analisa data penderita Leptospirosis yang dilaporkan oleh Rumah Sakit (SARS) ke Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta


IX. Penanggulangan KLB


Penanggulangan KLB dilakukan pada daerah yang penderita Leptospirosis cenderung meningkat (per jam/hari/minggu/bulan) dengan pengambilan darah bagi penderita dengan gejala demam, sekitar 20 rumah dari kasus indeks.


LEPTOSPIROSIS


Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.

Gejala klinis leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya, sehingga seringkali tidak terdiagnosis. Keluhan-keluhan khas yang dapat ditemukan, yaitu: demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi (kelembaban), khususnya di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan terutama. pembuangan sampah. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara insiden leptospirosis tinggi (tabel 1) dan peringkat tiga di dunia untuk mortalitas


Siklus Penularan Leptospira


Berdasarkan data Semarang tahun 1998 ? 2000. Banjir besar di Jakarta tahun 2002, dari data sementara 113 pasien leptospirosis,

diantaranya 20 orang meninggal. Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim penghujan lebih?lebih dengan adanya Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Pejamu reservoar utama adalah roden/tikus dengan kuman leptospira hidup di dalam ginjal dan dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Manusia merupakan hospes insidentil yang tertular secara langsung atau tidak langsung (gambar 1).


Penularan langsung terjadi:

Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu

Dari hewan ke manusia merupakan penyakit kecelakaan kerja, terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan.

Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu.

Penularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan seperti tikus, umumnya terjadi saat banjir. Wabah leptospirosis dapat juga terjadi pada musim kemarau karena sumber air yang sama dipakai oleh manusia dan hewan.


Faktor risiko


Faktor ? faktor risiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak langsung / terpajan air dan rawa yang terkontaminasi yaitu:

Kegiatan yang memungkinkan kontak dengan lingkungan tercemar kuman keptospira, misalnya saat banjir, pekerjaan sebagai tukang kebun, petani, pekerja rumah potong hewan, pembersih selokan, pekerja tambang, mencuci atau mandi di sungai/ danau, dan kegiatan rekreasi di alam bebas serta petugas laboratorium.

Peternak dan dokter hewan. yang terpajan karena menangani ternak, terutama saat memerah susu, menyentuh hewan mati, menolong hewan melahirkan, atau kontak dengan bahan lain seperti plasenta , cairan amnion dan bila kontak dengan percikan infeksius saat hewan berkemih.

Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu melalui luka iris/ luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi.

Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira.


Tanda Penderita Leptospirosis :


Sklera Ikterik = mata kuning.

Gejala leptospirosis meliputi :

demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten

nyeri kepala

menggigil

mialgia

mual, muntah dan anoreksia

nyeri kepala dapat berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan fotopobia

nyeri otot terutama di daerah betis sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan paha.

Sklera ikterik (gambar 2) dan conjunctival suffusion (gambar 3) atau mata merah dan pembesaran kelenjar getah bening, limpa maupun hati.

kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis.

Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis atau radang selaput otak aseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.


Gejala klinik menyerupai penyakit-penyakit demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan keluhan demam, harus selalu dipikirkan leptospirosis sebagai salah satu diagnosis bandingnya, terutama di daerah endemik.

Leptospirosis ringan atau anikterik merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Mortalitas pada leptospirosis anikterik hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang meninggal akibat perdarahan masif paru dalam suatu wabah di Cina. Tes pembendungan terkadang positif, sehingga pasien leptospirosis anikterik pada awalnya di diagnosis sebagai pasien dengan infeksi dengue.

Pada leptospirosis ikterik, pasien terus menerus dalam keadaan demam disertai sklera ikterik, pada keadaan berat terjadi gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.

Pemeriksaan laboratorium klinik rutin tidak spesifik untuk leptospirosis, dan hanya menunjukkan beratnya komplikasi yang telah terjadi.


PEDOMAN TATALAKSANA KASUS DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM LEPTOSPIROSIS DI RUMAH SAKIT


Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira patogen. Zoonosis ini merupakan salah salah satu dari the emerging infectious diseases. dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia.

Gejala klinis leptospirosis yang tidak spesifik dan sulitnya tes laboratorium untuk konfirmasi diagnosis mengakibatkan penyakit ini seringkali tidak terdiagnosis.

Pejamu reservoar kuman leptospira adalah roden dan hewan peliharaan, dengan manusia sebagai hospes insidentil. Penularan terjadi secara langsung dari cairan tubuh hewan infeksius atau tidak langsung dari lingkungan terkontaminasi kuman leptospira. Penularan dari manusia ke manusia jarang namun dapat terjadi melalui hubungan seksual, air susu ibu dan sawar plasenta.

Menurut keparahan penyakit, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinik dan penanganannya, dibagi menjadi leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik.

Mayoritas kasus leptopirosis adalah anikterik yang terdiri dari 2 fase/stadium yaitu fase leptospiremia/ fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik.

Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat.

Manifestasi klinis berupa demam ringan atau tinggi yang bersifat remiten, mialgia terutama pada otot betis, conjungtival suffusion (mata merah), nyeri kepala, menggigil, mual, muntah dan anoreksia, meningitis aseptik non spesifik.

Gejala klinik leptospirosis ikterik lebih berat, yaitu gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan (penyakit Weil ). Selain itu dapat terjadi Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS), koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik sebagai penyebab kematian pasien leptospirosis ikterik.

Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien leptospirosis adalah oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi, ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis >12.900/ mm3, kelainan Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, dan adanya infiltrat pada foto pecitraan paru.


Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak, karena tidak terdiagnosis atau manifestasi klinis yang berbeda dengan orang dewasa.

Pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis, terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai), dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira( MAT, ELISA, tes penyaring).

Baku emas pemeriksaan serologi adalah MAT, suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi, dan dapat mengidentifikasi jenis serovar.

Pemeriksaan penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.

Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu :

Suspek, bila ada gejala klinis, tanpa dukungan tes laboratorium.

Probable, bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.

Definitif , bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positip, atau gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan hasil tes MAT / ELISA serial menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih.

Terapi leptospirosis mencakup aspek terapi aspek kausatif, dengan pemberian antibiotik Prokain Penisilin, Amoksisilin, Ampisilin, Doksisiklin pada minggu pertama infekasi, maupun aspek simtomatik dan suportif dengan pemberian antipiretik, nutrisi, dll.

Semua kasus leptospirosis ringan dapat sembuh sempurna, berbeda dengan leptospirosis berat yang mempunyai angka CFR tinggi, antara 5 ? 40%. Prognosis ditentukan oleh berbagai faktor seperti virulensi kuman leptospira, kondisi fisik pasien, umur pasien, adanya ikterik, adanya gagal ginjal akut, gangguan fungsi hati berat serta cepat lambatnya penanganan oleh tim medik.

Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi pada pejamu manusia.


PENGAMATAN GERAKAN LEPTOSPIRA DALAM URINE

DENGAN CARA SEDERHANA


A. Halim Mubin* Gatot Lawrence**

* Sub Bagian Penyakit Infeksi/Menular,

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNHAS;

** Bagian Patologi FK UNHAS; PETRI UjungPandang


ABSTRAK

Pemeriksaan sederhana dengan mikroskop biasa dapat dideteksi adanya Leptospira dalam urine tanpa atau dengan pewarnaan.

Pada preparat hidup dapat dilihat gerakan-gerakan maju, mundur atau rotasi mulai dari gerakan lambat sampai yang cepat. Umumnya bentuk spiralnya sulit tampak dengan pembesaran 10 x 40 kali. Leptospira yang bergerak cepat pada akhirnya berhenti bergerak dengan sendirinya. Sebagaian tampak membelah diri dengan cara terpotong melintang, sehingga terpisah menjadi mother dan daughter leptospira. Hanya sebagaian kecil yang bergerak dengan bentuk spiral yang jelas.

Morfologi leptospira lurus atau melengkung, bentuk spiralnya sulit kelihatan dan begitu pula ujungnya berupa kait (hook). Ukurannya panjangnya bervariasi antara pendek, sedang dan panjang. Beberapa tampak seperti Streptokokus.

Dengan pewarnaan Giemsa berwarna kemerah-merahan, dan dengan gram merah kebiru-biruan (gram negatif). Dibutuhkan penelitian lanjutan untuk menetapkan diagnosis leptospira pada seseorang.


ABSTRACT

Simple diagnostic method by using light microscopy can be used for detecting leptospira in the urine with or without staining. In a living specimen we can observe the movement i.e. forward, backward and rotating, as well as slow and fast. The morphology of leptospira is spiral and difficult to be observed under 10×40 magnification. The fast moving leptospira usually stop by itself. Some of them have a segmented body and evetually separated. Thereby a mother and daughter leptospira can be seen. The morphology usually straight, spiral with hook ending. The size varied from short, intermediate, and long. Some of them look like streptococcus. With Giemsa staining the germ looks pink, and Gram staining it will look blue ( Gram negative). Further study is needed to evaluate the characteristic and diagnostic approach of leptospira in human (J Med Nus 1996; 17:72-76).


Leptospira merupakan kelompok kuman yang dapat menyebabkan leptospirosis, termasuk penyakit zoonosis, yang patogen disebut Leptospira interrogans dan yang tidak petogen disebut Leptospira biflexa. Disebut interrogans karena bentuknya menyerupai tanda tanya (?) (interrogative : menanyai) (Sanford, 1984). Ada 3 serovar yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu Leptospira ictrerohaemorrhagiae pada tikus, Leptospira canicola pada anjing dan Leptospira pomona pada sapi dan babi. Yang paling sering menyebabkan penyakit berat (penyakit Weil) adalah Leptospira ictreromorrhagiae. Leptospira masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan urine yang mengandung Leptospira. Disamping itu dapat juga melalui kulit yang lecet atau melalui konyuktiva (Jacobs RA, 1995). Leptospira yang masuk tubuh manusia adalah patogen (Leptospira interrogans).

Untuk mengamati gerakan Leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Alat ini sulit disiapkan di daerah perifer, sehingga diagnosis sangat sulit dilacak, walaupun secara klinis prevalensi Leptospira dewasa ini semakin meningkat.


BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Bahan penelitian

Bahan pemeriksaan adalah urine segar penderita yang suspek penyakit Weil.

Cara pemeriksaan :

A. Pemeriksaan urine langsung


Sebanyak 5 ml urine segar dimasukkan ke dalam tabung sentrifus.

Urine dipusing dengan kecepatan 1000-1500 rpm selama 5-10 menit.

Supernatan tabung sentifus dibuang, sehingga endapan tersisa bersama dengan urine sebanyak 1-2 tetes. Dalam prakteknya tabung dituang saja selama 3 detik lalu kemudian tabung diletakkan pada rak tabung yang telah disediakan.

Dengan hati-hati satu tetes urine tersebut disedot dengan pipa pasteur, lalu diletakkan ke atas gelas obyek kemudian ditutup dengan kaca penutup yang agak kecil (berukuran 22×22 mm). Harus dijaga agar tetesan tidak terlalu banyak, supaya urine tidak melimpah setelah ditutup dengan kaca penutup.

Preparat tersebut langsung diperiksa tanpa pewarnaan di bawah microskope dengan pembesaran 10 x 40.

Cahaya diatur jangan sampai terlalu terang yang menyilaukan atau justru cahaya terlalu gelap, karena pada kedua keadaan tersebut leptospira tidak akan tampak. Jadi kekuatan cahaya yang diatur sedemikian rupa kira-kira sama kuatnya bila hendak melihat sedimen urine.

Karena Leptospira bergerak, maka untuk mengamatinya secara cermat sewaktu-waktu diperlukan perubahan fokus.

Leptospira yang tidak bergerak terlalu cepat dapat dilihat bentuknya lebih jelas pada pembesaran 10 X 100 dengan minyak emersi.


B. Pemeriksaan dengan pewarnaan

Dilakukan seperti langkah 1 sampai 3 di atas.

Urine yang diteteskan di atas kaca obyek dibuat preparat halus yang tipis lalu dikeringkan.

Setelah kering difiksasi dengan methanol

Setelah kering dengan methanol diberi pengecetan Giemsa atau Gram.


HASIL PENGAMATAN

Hasil dapat diperoleh dari pemeriksaan tanpa pewarnaan atau dengan pewarnaan.

A. Pemeriksaan tanpa pewarnaan

Pada pemeriksaan Leptospira tanpa pewarnaan akan tampak beberapa keadaan sebagai berikut :

Bentuk leptospira

Ukuran Leptospira tidak sama, bervariasi antara 2? – 24?. Ada tiga ukuran panjang yaitu:

Berukuran mini, hanya menyerupai kuman berbentuk batang, ukurannya 4-6? (lebar 0,1-0,2?).

Ukuran sedang 2-3 X ukuran mini

Ukuran terpanjang, biasanya ukurannya 2 x ukuran sedang

Sebagaian leptospira berbentuk menyerupai streptokokus, dimana yang berukuran mini hanya terdiri dari 2 koki


Gerakan Leptospira

Ditemukan bentuk-bentuk batang yang bergerak maju sesuai dengan sumbu memanjang.

Ada yang bergerak sangat lincah, sehingga cepat melintasi lapangan penglihatan pada pembesaran 10×40 apalagi pada pembesaran 10×100. (pada pembesaran 10×100 Leptospira sulit dilihat). Kadang-kadang ada yang tampak bergerak secara rotasi bila mengambil arah vertikal. Umumnya yang bergerak lincah berukuran mini.

Ada yang bergerak sangat lemah, hanya dengan pengamatan yang teliti dapat diamati gerakannya terutama pada pembesaran 10x 100.

Ada yang tidak bergerak. Kalau diamati agak lama, maka beberapa Leptospira yang aktif akhirnya akan berhenti bergerak.

Hanya sebagaian kecil leptospira yang bergerak dengan bentuk spiral yang jelas.

Beberapa bentuk leptospira dari urine penderita Penyakit Weil

Leptospira yang berukuran panjang bila bergerak sekali cukup laju dan jauh jangkauannya. Mereka kadang-kadang bergerak kesatu arah, tetapi bila mengalami hambatan sering bergerak ?mundur? tanpa mengubah haluan, namun kecepatan geraknya secepat gerakan maju. Bila diamati terus, maka Leptospira ukuran terpanjang ini merupakan dua Leptospira yang akan membelah secara melintang, dimana ?kepalanya? lebih dahulu lahir. Setelah ?aterm? keduanya aktif untuk memisahkan diri dengan adanya pemisahan antara kedua ?ekor?. Rupanya adanya gerakan ? maju? dan ? mundur? tersebut di atas sebagai akibat dari gerakan individu pertama ke depan, sementara individu kedua tertarik saja, dan bila ?mundur? berarti individu kedua yang maju sedangkan individu pertama diam dan mengikut saja. Jadi sebelum keduanya berpisah untuk membentuk individu masing-masing, mereka dapat bergerak bergantian atau bersamaan dengan arah yang berlawanan.

Gerakan-gerakan inilah yang akhirnya memisahkan antara mother dan dauhter Leptospira tersebut. Spiralisasi gerakan badannya tidak begitu jelas, kadang-kadang hanya tampak seperti bergetar saja.

B. Dengan Pewarnaan Giemsa dan Gram

Dengan pewarnaan Giemsa Leptospira akan tampak sebagai batang-batang kecil yang lurus atau melengkung berwarna kemerah-merahan, tidak berbentuk spiral. Dengan pengecetan Gram berwarna merah kebiru-biruan (Gram Negatif). Kita mesti hati-hati dengan hyphe jamur yang kadang-kadang juga ditemukan.


DISKUSI

Kebanyakan penulis mengemukakan bahwa Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap (dark-field microscopy), fase kontrast (phase contrast) atau dengan cara imunofluoresens dan tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa (light microscopy) (Alexander, 1983; McClain, 1985; Kempe, 1987). Leptospira muncul dalam urine pada minggu kedua penyakit dan dapat bertahan satu bulan atau lebih (Kempe, 1987).

Tidak jelasnya bentuk spiral dari Leptospira sewaktu bergerak mungkin karena spiralnya sangat halus (very fine spiral) (Jawetz, 1982). Tetapi jika diamati beberapa preparat akan tampak beberapa Leptospira bergerak dengan spiral jelas. Dan gerakan rotasi jelas tampak pada waktu Leptospira bergerak secara vertikal. Gerakan maju mundur (move forward and backward) dalam urine dapat ditemukan sebagaimana dikemukan oleh Alexander (1983), bila Leptospira berada dalam medium cair yang lain.

Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Hal mana akan terlihat lebih jelas pada pemeriksaan khusus dengan darkfield microscope (Jawets, 1982). Dengan scaning mikrograf elektron akan tampak kait dan spiralnya (Boyd and Hoerl, 1986). Dengan menggunakan mikroskop biasa struktur yang yang lebih kecil masih sulit terlihat dengan jelas.

Dalam keadaan tidak bergerak tanpa pewarnaan atau dengan pewarnaan atau dengan pewarnaan Giemsa atau Gram sebahagian Leptospira terkesan seperti streptokokus, sesuai dengan yang dikemukan potrais (pendekatan pribadi, seorang peneliti Belgia).

Ukuran Leptospira bervariasi antara 4-20? (Sparling dan Basemen, 1980; Joklik, 1984). Hal yang sama ditemukan pada penelitian ini ada yang berukuran mini, sedang dan panjang. Ukuran bervariasi dari 4 ? sampai 25 ?. Dengan pemeriksaan sederhana ini memungkinkan mengamati Leptospira pada pemeriksaan rutin urine dengan cukup mudah sambil dapat mengikuti gerakan-gerakannya.


KESIMPULAN

Leptospiruria mudah dideteksi dengan menggunakan mikroskop biasa dengan mengatur lapangan penglihatan redup (agak gelap) pada pembesaran minimal 10×40 atas preparat tanpa pewarnaan.

Adanya Leptospiruria dianggap positif bila ditemukan Leptospira yang bergerak minimal satu dalam satu lapangan penglihatan 10×40.

Leptospiruria belum dapat memastikan apakah Leptospira interrogans atau Leptospira biflexa.

Dengan pewarnaan Giemsa dan Gram sulit memastikan Leptospira karena bentuknya menyerupai hyphe jamur

Pemeriksaan leptospiruria tanpa pewarnaan lebih mudah mendeteksi Leptospira dari pada dengan pewarnaan Giemsa atau Gram.

Informasi tentang gerakan-gerakan Leptospira dalam urine dapat pula dilihat dalam Jurnal Medika Nusantara, 1996, vol 17, halaman 72-76.


BERATNYA LEPTOSPIRURI ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

BERAT-RINGAN JUMLAH/LP 10X40 POSITIFITAS

RINGAN 50-100 ++

BERAT >100 +++


RUJUKAN

Alexander AD : Leptospirosis, in infection diseases, Hoeprich PD (Ed), 3rt Ed, Harper & Row Publishers, Philadelphia, 1985, 751-759.

Boys RE and Hoerl BG : Spirochetal and curved rods, In Basic Medical Micribiology, 3rd, Little Brown co, Toronto, 1986, 593-612

Jacobs RA: International Disease Spirochetal, In Current Medical Diagnosis & Treatment, Tierney LM (Eds), 34th Ed, A Lange Medical Book, London 1995, 1197-1214.

Jawetz E, Melnick JL and Adelbergh EA: Spirochetes & Other Spiral Microorganisme, Review of Medical Microbiology, 15th Ed., Lange Medical Publications, California, 1982, 253-260.

Joklik WK, Willett HP, and Amos DB: Treponema Borrelia, and Leptospira, In Zinsser Microbiology, 18th Ed, Appleton?Century-Crofts, Norwalk, 1984, 728-739.

Kempe CH, Silver HK, O?brien O, et al: Leptospirosis, In Current Pediatric Diagnosis & Treatment 1987, 9th Ed, Appleton & Lange, Norwalk, 1987, 893-894.

McClaim JB : Leptospirosis, In Cecil Textbook of Medicine, Myngaarden JB and Smith LH (Eds), Vol-2, WB Saunder Co, Tokyo, 1985, 1666-1668.

Sanford JP : Leptospirosis, In Hunter?s Tropical Medicine, 16th Ed, Stricland GT (Ed), WB Saunders Co, Tokyo, 1984, 262-270.

Sparling PF and Baseman JB: The Spirochetes, In Microbiology, 3rd Ed, Davis BD (Eds), Harper International Ed, Philadelphia, 1980, 751-762

BACA SELENGKAPNYA - LEPTOSPIRA

Kepemimpinan dalam Keperawatan

Kepemimpinan dalam Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan, tantangan, dan peluang sedang dihadapi oleh sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Pada era global seperti saat ini, perubahan dalam sistem dan tatanan pelayanan kesehatan telah mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kesehatan. Salah satu dampak dari perkembangan iptek kesehatan adalah menjadi tingginya biaya pelayanan dan pemeliharaaan kesehatan.
Tingginya biaya kesehatan ini berdampak negatif terhadap ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang memadai untuk golongan masyarakat menengah kebawah, meningkatnya pembayaran premi asuransi kesehatan dan menurunnya cakupan fasilitas dalam asuransi kesehatan, serta terjadinya perubahan perilaku para pelaku yang terlibat dalam pelayanan kesehatan.
Salah satu pelaku yang terlibat dalam sistem pelayanan kesehatan adalah tim kesehatan termasuk tenaga keperawatan. Tenaga keperawatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan harus senantiasa memberikan pelayanannya secara kontinyu dan konsisten selama 24 jam. Mereka menghadapi berbagai masalah kesehatan yang dialami oleh pasien atau keluarganya. Disamping itu, mereka juga harus memfokuskan pelayanannya pada keberlangsungan kegiatan pelayanan itu sendiri.
Mereka sendiri mengalami berbagai respon fisik dan psikologis yang tidak dapat diabaikan karena akan mempengaruhi kinerjanya sehari-hari. Untuk itu, mereka memerlukan pemimpin yang melalui proses kepemimpinannya mampu mengendalikan, memotivasi, bertindak sebagai layaknya pemimpin yang diharapkan, dan menggali potensi yang dimiliki stafnya untuk dibantu dikembangkan.
Dalam rangka Pembangunanan Kesehatan Masyarakat tidak lepas dengan permasalahan angka kesakitan. meningkatnya angka kesakitan pada masyarakat dimungkinkan oleh meningkatnya suatu penyakit di masyarakat, kurangnya kegiatan perawatan kesehatan masyarakat oleh petugas , kesalahan data (kurang akuratnya data) adanya lingkungan yang tidak sehat dan bersih.
Bertolak dari pernyataan di atas, ternyata dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan untuk menurunkan angka kesakitan pada masyarakat khususnya pada keluarga rawan. Kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat sangat mempengaruhi di dalam menentukan tingkat keberhasilan pelayanan kesehatan masyarakat.



Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat ( Perkesmas ) dapat memberikan bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawasan kepada infividu, keluarga kelompok khusus serta masyarakat yang mempunyai permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh ketidaktahuan, ketidakmauan, serta ketidakmampuan mereka dalam rangka mengatasi masalah kesehatan. Kegiatan ini dalam pelaksanaan tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait dengan program puskesmas lainnya.
Koordinator Perkesmas adalah seorang peawat yang memimpin peugas lain (perawat dan bidan) mempunyai kompetensi untuk melakukakan upaya manajemen kepemimpinan guna meningkatkan upaya perawatan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. KEPEMIMPINAN KONTEMPORER DALAM KEPERAWATAN
Keperawatan pada saat ini tengah mengalami beberapa perubahan mendasar baik sebagai sebuah profesi maupun sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat dimana tuntutan masyarakat pada keperawatan agar berkontribusi secara berkualitas semakin tinggi.
Sebagai sebuah profesi, keperawatan dihadapkan pada situasi dimana karakteristik profesi harus dimiliki dan dijalankan sesuai kaidahnya. Sebaliknya, sebagai pemberi pelayanan, keperawatan juga dituntut untuk lebih meningkatkan kontribusinya dalam pelayanan kepada masyarakat yang semakin terdidik, dan mengalami masalah kesehatan yang bervariasi serta respon terhadap masalah kesehatan tersebut menjadi semakin bervariasi pula.
Oleh karena itu, pada saat ini diperlukan kepemimpinan yang mampu mengarahkan profesi keperawatan dalam menyesuaikan dirinya ditengah-tengah perubahan dan pembaharuan sistem pelayanan kesehatan. Kepemimpinan ini seyogyanya yang fleksible, accessible, dan dirasakan kehadirannya, serta bersifat kontemporer.
Kepemimpinan kontemporer merupakan sifat kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam situasi saat ini yang mengandung beberapa konsep dasar penting dimana fungsi kepemimpinan ini dijalankan. Beberapa konsep itu antara lain leadership is an art of giving; motivational leadership; entrepreneurship; managing time, stress, and conflict; dan planned change oleh pemimpin visioner dan futuristic (Swansburg & Swansburg, 1999; Rocchiccioli & Tilbury, 1998). Kelima konsep ini hanya sebagian dari berbagai konsep yang mewarnai kepemimpinan kontemporer.
Kepemimpinan merupakan seni untuk seorang pemimpin melayani orang lain (leadership is an art of giving), memberikan apa yang dimiliki untuk kepentingan orang lain. Sebagai pemimpin, ia menempatkan dirinya sebagai orang yang bermanfaat untuk orang lain. Belum banyak pemimpin dalam keperawatan saat ini yang dapat memahami konsep ini secara mendalam.
Hal ini karena mereka lebih memahami paradigma lama dimana setiap pemimpin yang sedang menjalankan fungsi kepemimpinannya harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari yang lain dan mereka merasa memiliki hak untuk dilayani (deserve to be served).
Motivational leadership seyogyanya dimiliki oleh setiap pemimpin dalam keperawatan. Situasi saat ini dimana banyak terjadi perubahan dan juga tantangan telah memberikan kecenderungan pada para pelaksana keperawatan untuk lebih mudah merasa lelah dan cepat give up sehingga ketika dihadapkan pada suatu masalah akan cepat merasa putus asa.
Untuk itulah diperlukan sosok pemimpin yang mampu secara konsisten memberikan motivasi kepada orang lain dan memiliki kualitas kunci (Rocchiccioli & Tilbury, 1998) meliputi kemampuan akan pengetahuan dan ketrampilan (memimpin dan teknis), mengkomunikasikan ide secara efektif, percaya diri, komitmen tinggi, pemahaman tentang kebutuhan orang lain, memiliki dan mengatur energi, serta kemampuan mengambil tindakan yang dirasakan perlu untuk memenuhi kepentingan orang banyak.
Dalam mengantisipasi masa depan, pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya memerlukan kemampuan entrepreuner yang efektif termasuk didalamnya kemampuan bargaining, negosiasi, marketing, penghargaan terhadap keberadaan stakeholder (Chowdury, 2003) internal maupun eksternal.
Kemampuan ini merupakan landasan untuk pemimpin melakukan upaya peningkatan, memperkenalkan kepada pasar siapa diri dan organisasinya serta menilai berbagai asupan dan umpan balik dari lingkungan sebagai hal yang penting dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, pemimpin seperti ini perlu untuk mengenali lebih mendalam masyarakat dimana ia memimpin baik didalam maupun diluar. Ia juga selayaknya mengenali keinginan lingkungan tentang keluaran yang dihasilkan organisasi melalui kepemimpinannya.
Seorang pemimpin keperawatan tidak akan berhasil melakukan fungsinya apabila tidak memiliki kemampuan mengatur waktu, mengendalikan stress baik yang dialaminya maupun orang lain (bawahan), dan juga mengatasi konflik yang terjadi baik internal maupun eksternal, baik individual, maupun kelompok (managing time, stress, and conflict). Kepemimpinan dalam keperawatan memerlukan seseorang yang memiliki kriteria ini.
Hal ini karena dalam kegiatan keseharian, seorang pemimpin sangat memperhitungkan waktu bukan hanya untuk mengatur kegiatan rutin saja, melainkan juga memperhitungkannya ketika pengambilan keputusan penting untuk organisasi dan masa depannya.
Selain itu, stress kerja pada umumnya dialami banyak karyawan maupun pemimpin karena adanya tekanan dalam berbagai hal mulai dari ketersediaan waktu, keinginan menghasilkan sesuatu yang berkualitas, dan keterbatasan sumber, serta upaya melakukan sinergi positif dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuan. Untuk itu, setiap pemimpin keperawatan seyogyanya memahami konsep pengendalian stress agar dapat tetap mengarahkan orang yang dipimpinnya kearah produktifitas yang tinggi.
Demikian pula ketika seorang pemimpin melihat terjadinya konflik dalam bekerja, ia seyogyanya memiliki pengetahuan dasar tentang konflik dan pendekatan untuk menyelesaikannya tanpa harus mengorbankan salah satu pihak yang berkonflik.
Konsep kelima yang cukup penting adalah kemampuan kepemimpinan yang melibatkan ketrampilan menginisiasi perubahan/pembaharuan secara terrencana (planned change). Kepemimpinan dalam keperawatan memerlukan seseorang pemimpin yang mampu membawa perubahan/pembaharuan tanpa menimbulkan kecemasan dan ketidak pastian situasi akibat perubahan/pembaharuan tersebut pada orang yang terlibat didalamnya.
Konsep ini seyogyanya mendasari sifat kepemimpinan yang visioner dan futuristic. Hal ini karena pemimpin yang berorientasi ke masa depan dan mengetahui pilihan masa depan yang terbaik untuk bawahannya akan mampu membawa perubahan/pembaharuan kedalam kehidupan kerja para bawahannya dengan sebaik-baiknya melalui perencanaan yang matang dan waktu yang tepat.

B. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Menurut Sullivan dan Decker Kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya. Kepemimpinan merupalan interaksi antar kelompok, proses mempengaruhi kegiatan suatu organisasi dalam pencapaian tujuan. Claus dan Bailey dalam Lancaster mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu kelompok kegiatan yang mempengaruhi anggota kelompok, bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan. Stogdill mendefinisikan sebagai suaru proses mempengaruhi aktivitas kelompok terorganisasi dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan
Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan organisasi. Kadang-kadang ada kecenderungan menggunakan istilah kepemimpinan dan manajemen untuk pengertian yang sama. Sebenarnya kedua istilah ini mempunyai pengetian yang berbeda. Manajemen merupakan pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber yang ada melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pencapaian tujuan. Sebaliknya konsep kepemimpinan menekankan pada proses perilaku yang berfungsi di dalam dan di luar sutu organisasi. Dalam konteks organisasi, kepemimpinan terutama menekankan pada funsi pengarahan yang meliputi memberitahu, menunjukkan dan memotivasi bawahan. Fungsi manajemen ini sangat terkait dengan faktor manusia dalam suatu organisasi yang mencakup interaksi antar manusia dan berfokus pada kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penggunaan keterampilan seorang pemimpin (perawat) dalam mempengaruhi perawat lain dibawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Setiap perawat mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namum keterampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat ditingkatkan.

C. PENERAPAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN
Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan. Menurut Kron, kegiatan tersebut meliputi :
1. Perencanaan dan Pengorganisasian
Pekerjaan dalam suatu ruangan hendaknya direncakan dan diorganisasikan. Semua kegiatan dikoordinasikan sehingga dapat dikerjakan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang benar. Sebagai seorang kepala ruangan perlu membuat suatu perencanaan kegiatan di ruangan.
2. Membuat Penugasan dan Memberi Penghargaan
Setelah membuat penugasan, perlu diberikan pengarahan kepada para perawat tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan secara singkat dan jelas. Dalam memberi pengarahan, seorang pemimpin harus mampu membaut seseorang memahami apa yang diarahkan dan juga mempunyai tanggung jawab untuk melihat apakah pekerjaan tersebut dikerjakan dengan benar. Untuk ini diperlukan kemampuan dalam hubungan antar manusia dan teknik-teknik keperawatan.
3. Pemberian bimbingan
Bimbingan merupakan unsur yang poenting dalam keperawatan. Bimbingan berarti menunjukkan cara menggunakan berbagai metoda mengajar dan konseling. Bimbingan yang diberikan meliputi pengetahuan dan keterampilan dalam keperawatan. Hal ini akan membantu bawahan dalam melakukan tugas mereka sehingga dapat memberikan kepuasan bagi perawat dan klien.
4. Medorong Kerjasama dan Partisipasi
Kerjasama diantara perawat perlu ditingkatkan dalam melaksanakan keperawatan. Seorang pemimpin perlu mennyadari bahwa bawahan bekerjasama dengan pemimpin bukan untuk atau dibawah pimpinan. Kerjasama dapat ditingakatkan melalui suasana demokrasi dimana setiap individu/perawat mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, dan mereka mendapat pujian serta kritik yang membangun. Bawahan perlu mengetahui bahwa pemimpin mempercayai kemampuan mereka. Hubungan antar manusia yanng baik dapat meningkatkan kerjasama. Disamping itu setiap individu dalam kelompok diusahakan untuk berpartisipasi. Hal ini akan membuat setiap perawat merasa dihargai termasuk bagi mereka yang sering menarik diri atau yang pasif. Partisipasi setiap perawat dapat berbeda-beda, tergantung kemampuan mereka.
5. Kegiatan Koordinasi
Pengkoordinasian kegiatan dalam suatu ruangan merupakan bagian yang penting dalam kepemimpinan keperawatan. Seorang pemimpin perlu mengusahakan agar setiap perawat mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu ruangan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah melaporkan kepada atasan langsung tentang pencapaian kerja bawahan. Agar dapat melakukan koordinasi dengan efektif, diperlukan suatu perencanaan yang baik dan penggunaan kemampuan setiap individu dan sumber-sumber yang ada.
6. Evaluasi Hasil Penampilan Kerja
Evaluasi hasil penampilan kerja dilakukan melalui pengamatan terhadap staf dan pekereaan mereka. Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menganalisa kekurangan dan kelebihan staf sehingga dapat mendorong mereka mempertahankan pekerjaan yang baik dan memperbaiki kekuranngan yanng ada. Agar seorang pemimpin dapat menganalisa perawat lain secara efektif, ia juga harus dapat menilai diri sendiri sebagai seorang perawat dan seorang pemimpin secara jujur.
Melalui kegiatan-kegiatan ini diharapkan seorang kepala ruangan dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Dalam melaksanakan pelayanan dan asuhan keperawatan, kepala ruangan sebagai seorang pemimpin bertanggungjawab dalam :
a. Membantu perawat lain mencapai tujuan yang ditentukan
b. Mengarahkan kegiatan-kegiatan keperawatan
c. Tanggungjawab atas tindakan keperawatan yang dilakukan
d. Pelaksanaan keperawatan berdasarkan standar
e. Penyelesaian pekerjaan dengan benar
f. Pencapaian tujuan keperawatan
g. Kesejahteraan bawahan
h. Memotivasi bawahan


BAB III
PERMASALAHAN

Kegiatan perkesmas di Puskesmas Haur Gading sudah dilaksanakan setahap demi setahap dimana dalam pelaksanaanya masih belum optimal. Dari hasil pencapaian perhitungan kegiatan Puskesmas menurut penilaian dari target Stratifikasi kegiatan Puskesmas tahun 2001 masih belum mencapai sasaran yang diharapkan baik dalam jumlah pencapaian secara keseluruhan, maupun cakupan pencapaian kasus utama seperti penanganan kasus resiko tinggi dan kasus-kasus lainnya pada keluarga rawan. Hal tersebut disebabkan kurangnya kemampuan/keterampilan petugas khususnya bidan dan perawat dalam rangka melaksanakan kegiatan Perkesmas.
Dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara di temui adanya permasalahan yang dirasakan cukup menggangu kelancaran pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat, yaitu :
A. Kurangnya Kerjasama Lintas Program.
Disamping petugas Puskesmas perawat kesehatan bidan koordinator dan bidan-bidan desa sebagai unsur pelaksana ada unsur lain yang terkait antara lain : KIA, P2M, termasuk Imunisasi dan Gizi Hubungan dan program puskesmas serta program terkait lainya selama ini dirasakan masih belum begitu mantap, hal ini disebabkan Program Puskesmas belum dimanfaatkan secara optimal oleh program lain. Dalam hal ini masih berjalan sendiri-sendiri dan dapat dilihat dari perbedaan data hasil kegiatan dari masing-masing program yang mempunyai sasaran yang sama.
Adapun program/kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Puskesmas Haur Gading adalah sebagai berikut :
1. Kesehatan Ibu dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga.
4. Kesehatan Lingkungan.
5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular.
6. Pengobatan.
7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
8. Kesehatan Sekolah.
9. Perawatan Kesehatan Masyarakat.
10. Kesehatan Gigi dan Mulut.
11. Kesehatan Jiwa.
12. Laboratotium sederhana.
13. Pencatatan dan Pelaporan dalam rangka sistem informasi.
14. Kesehatan Manula.
15. Apotik.

B. Kurangnya Sarana dan Prasarana.
Dalam melaksanakan program Perawatan Kesehatan Masyarakat diperlukan sarana dan prasarana khusunya perawatan medis dan ruangan untuk melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan program Puskesmas. Sedikitnya jumlah ruangan dan sempinya ruangan di Puskesmas Haur Gading menyebabkan banyaknya program di Puskesmas menjadi satu pada satu ruangan dengan keadaan yang penuh sesak sehingga untuk kegiatan pencatatan dan pelporan agak lambat.Adapun jumlah ruangan di Puskesmas Haur Gading berjumlah 9 ruangan yang terdiri dari 1 aula, 1 untuk kegiatan KIA, KB, 1 ruangan apotik, 1 ruangan kartu, 1 ruangan kamar periksa dan kamar suntik, 1 ruangan untuk program gizi, TB-Paru/SPA. Kesehatan Gizi dan Mulut serta ruangan Komputer, 1 ruangan untuk gudang obat dan gudang perlengkapan lain, 1 ruangan untuk lab. sederhana, ruang aula digunakan untuk kegiatan Tata Usaha, rapat, ruang tamu, dan untuk program Kesehatan sekolah, Program Puskesmas, Program P2 Malaria /P2 Kusta, Program P2 Diare, Perpustakaan Untuk Progaram Imunisasi dan program kesehatan lingkungan meminjam ruangan pada rumah paramedis yang tidak ditempati. Ukuran ruangan rata-rata 2 m x 3m. Sedangkan untuk ruangan aula berukuran 4m x 5m. Selama ini untuk penyediaan perawatan medis dipunyai oleh koordinator puskesmas saja.
C. Kurangnya kemampuan dan Keterampilan
Selama ini petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat yang melibatkan banyak petugas yaitu perawat, bidan koordinator dan bidan-bidan desa belum ada mendapat pelatihan khusus program puskesmas melainkan hanya berupa pembinaan dan bimbingan,sehingga dalam melaksanakan kegiatan hasilnya belum sesuai dengan sasaran yang diharapkan baik dari segi cakupan maupun dari segi kelancaran pencata
tan dan pelaporan.
Sebagaimana di ketahui bahwa kegiatan Perkesmas uaitu untuk mencapai hasil/cakupan dari program tersebut yang di targetkan dalam tahun 2001 berjumlah 349 kk. Jadi dalam satu bulan 29 kk, hanya bisa dicapai kurang lebih 14 kk. Dan yang dibina atau mencapai keluarga mandiri tingkatan berjumlah 164 kk. Untuk kegiatan dapat didlihat pada tabel 1 di bawah ini.
HASIL KEGIATAN PROGRAM PERKESMAS PKM HAUR GADING TAHUN 2001
KEGIATAN HASIL ANGKA ANGKA
STANDAR CAKUPAN
PembinaanKeluarga/Kelopok
khusus
Jml.Kelg.rawan yg dibina
Frekwensi kunjungan ke Panti asuhan/wredha
241 227 106
Jml.Kunj.ke Panti Asuhan/Wredha (X) 6
Jml Panti Asuhan/Wredha (Y) 1
Frekwensi Penaganan tindak lanju penderita
Panti Asuhan (X)/(Y) 6 6 100
Jumlah penanganan tindak lanjut pen
derita (follow –up care) 21 21 100
Penanganan Kasus (Penderita)
i. Jml.Kasus resiko tinggi di rumah
124 309 40
ii. Penanganan kasus di Puskesmas dengan
tempat tidur.
Jml.Tempat Tidur (TT) 0
Jml.Hari Perawatan (HP) 0
HP X 100 %
TT X 365

D. Kurangnya Motivasi Kerja Petugas.
Masalah kurangnya motivasi kerja petugas akan mengakibatkan kelancaran tugas akan terhambat. Hal ini dapat dilihat dan aktif tidaknya petugas (bidan dan perawat) menjalankan tugasnya selain dari lancar tidaknya pelaporan yang dikirim kepada koordinator Puskesmas di Puskesmas. Selama ini khususnya untuk kelancaran pelaporan tidak berjalan denganlancar. Hal ini menunjukan bahwa petugas pembina seakan-akan tidak membina desanya. Adapun jumlah petugas yang melaksanakan kegiatan Puskesmas Haur Gading terdiri dari perawat 5 orang, Bidan Koordinator 1 orang, bidan desa 9 orang yang membina 17 desa di wilayah kerja Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara dengan jumlah penduduk sebanyak 13108 jiwa, secara perdesa dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Jumlah Penduduk Menurut Desa di Wilayah KerjaPuskesmas Haur GadingTahun 2001
NAMA DESA JUMLAH PENDUDUK
Pihaung 1005
Haur Gading 637
Keramat 607
Sungai Limas 953
Palimbang Sari 622
Palimbang Gusti 1191
Palimbangan 1111
Loksoga 677
Sungai Binuang 647
Penawakan 1051
Tangkawang 708
Waringin 607
Tahuran 756
Teluk Haur 488
Pulantani 730
Tambak Sari Panji 673
Jingah Bujur 645
Jumlah 13.108


BAB IV
KEADAAN YANG DIINGINKAN
Dengan mengamati masalah-masalah yang menyebabkan kurangnya pelaksanaan adalah perawat dan bidan pada Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara, maka ada beberapa hal yang menjadi acuan dalam upaya meningkatkan pelaksanaan kegiatan Purkesmas dimasa yang akan datang. Adapun harapan dari keadaan yang diinginkan dimasa yang akan datang adalah :
A. Terwujudnya Peningkatan Kerjasama Lintas Program.
Dengan sudah dilaksanakannya pelatihan petugas perawatan kesehatan masyarakat. Petugas dari perogram terkait sudah memahami dan mengerti tentang pelaksanaan dari Program Puskesmas. Bahwa program Puskesmas sangat mendukung untuk program puskesmas lainnya tertutama dalam pencapaian cakupan program Kesehatan Ibu dan Anak dan program Pemberantasan Penyakit menular temasuk Imunisasi.Program KIA dan Imunsasi adalah program primadona bagi Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara. Untuk program KIA dalam hal pencapaian cakupan K.1 dan K.4, sedangkan untuk pelayanan program Imunisasi petugas Puskesmas melakukan pembinaan pada keluarga DO (Drop Out).Dari program Gii petugas Puskesmas membantu dalam hal pembinaan kelarga yang mempunyai bayi, anak balita, yang berat badannya berada dibawah garis merah (Balita BGM) dan ibu hamil /ibu nifas yang kekuranan enegi sera membantu dalam hal pelaksanaan pemberian makanan tambahan (PMT). Untuk program pemberantasan Penyakit Menular (P2M) petugas Puskesmas membantu memberikan bimbingan serta tindak lanjut untuk kasus-kasus penyakit menular maupun tidak menular.
B. Tersedianya Sarana dan Prasaran.
Dengan terpenuhinya sarana dan prasarana khususnya peralatan medis dan ruangan yang memadai dalam melaksanakan kegiatan akan menimbulkan suasana yang nyaman dan leluasa sehingga dapat membuat jiwa kita menjadi tenang. Adanya peralatan medis khusus untuk kegiatan program Puskesmas yang dipunyai oleh masing-masing petugas (bidan dan perawat) akam memudahkan kegiatan Puskesmas di masyarakat. Dan program perawatan kesehatan masyarakat bisa berjalan dengan lancar.

C. Terwujudnya Peningkatan Kemampuan /Keterampilan Petugas.
Seperti sudah diuraikan pada bab terdahulu bahwa kendala/hambatan yang ditemui dalam upaya peningkatan pelaksanaan kegiatan Perkesmas pada Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara adalah faktor manusia sebagai pelaksana yang mempunyai kelemahan, yaitu kurangnya kemampuan/keterampilan petugas untuk melaksanakan tugas keperawatan.
Sebagai pendukung kelancaran dan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan Puskesmas bagi petugas bagi petugas khususnya perawat, bidan dan bidan-bidan didesa perlu adanya pelatihan, pembinaan yang terus menerus oleh atasan langsung atau dari pihak yang berkepentingan, melaksanakan petunjuk teknis pelajaran.
Dengan adanya usaha tersebut diatas diharapkan akan meningkatkan kemampuan/keterampilan bagi petugas Puskesmas, sehingga kegiatan puskesmas dapat dilaksanakan secara optimal dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan, baik disegi pelayanan terhadap masyarakat maupun disegi pelayanan terhadap masyarakat maupun disegi pencapaian cakupan/hasil kegiatan.
D. Terwujudnya Motivasi Kerja Petugas.
Terwujudnya motivasi kerja dalam melaksanakan kegiatan Puskesmas tidak lepas dari kemampuan/keterampilan petugas serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung. Hal ini secara tidak langsung membantu memotivasi petugas untuk melaksanakan tugas dengan baik. Motivasi kerja petugas dilihat dari keaktifan petugas dalam membina desa binaan.


BAB V
UPAYA PEMECAHANNYA

A. Identifikasi Masalah.
Menurunya derajat kesehatan masyarakat dalam rangka kegiatan Puskesmas diakibatkan oleh meningkatnya angka kesakitan pada keluarga sasaran khususnya keluarga rawan, keluarga yang rentan terhadap masalah kesehatan. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor, antara lain :
1. Meningkatnya suatu penyakit di masyarakat.
2. Kurangnya kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat oleh petugas.
3. Kurang akuratnya data yang tersedia
4. Lingkungan yang tidak sehat dan bersih.
Selanjutnya dapat diidentifikasi masalah yang berhubungan langsung dengan masalah utama tersebut di atas adalah kurangnya kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat oleh petugas yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Kurangnya kerjasama lintas program terkait.
2. Kurangnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
3. Kurangnya kemampuan/keterampilan petugas (bidan dan pada perawat)
4. Kurangnya motivasi petugas.

B. Sasaran.
Dengan adanya identifikasi masalah diatas, maka penulis dapat mengemukakan sasaran yang ingin dicapai dalam rangka menuju pemecahan masalah . Adapun sasaran yang dimaksud adalah seperti di bawah ini.
Terwujudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka kegiatan Perkesmas diakibatkan dari tercapainya penurunan angka kesakitan pada keluarga rawan yang rentan terhadap masalah kesehatan. Penurunan angka kesakitan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Tertanggulanginya suatu penyakit di masyarakat
2. Terwujudnya peningkayan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat oleh petugas (bidan dan perawat).
3. Tersedianya keakuratan data.
4. Terwujudnya lingkungan yang sehat dan bersih
Sedangkan yang menyebabkan terwujudnya peningkatan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat oleh petugas adalah :
1. Terwujudnya peningkatan kerjasama lintas program terkait.
2. Tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
3. terwujudnya peningkatan kemampuan/keterampilan petugas (bidan dan perawat).
4. Terwujudnya motivasi kerja petugas.

C. Alternatif Pemecahan.
Selanjutnya guna mengidentifikasi pemecahan masalah dan penetuan sasaran yang ingin dicapai, maka perlu dibuat beberapa alternatif sebagai acuan untuk menuju rangkaian pemecahan masalah sehingga terwujudnya peningkatan kemampuan /keterampilan petugas Perkesmas khususnya perawat, bidan, dan bidan-bidan desa melalui kegiatan-kegiatan seperti :
1. Melaksanakan study banding ke puskesmas teladan.
2. Melaksanakan pelatihan petugas perkesmas.
3. Melaksanakan pembinaan.
4. Melaksanakan pembuatan petunjuk teknis pelajaran.
Dari beberapa kegiatan tersebut diatas kegiatan yang bisa dilaksanakan dan berpengaruh langsung terhadap peningkatan kemampuan/keterampilan petugas Perkesmas yaitu kegiaatan pelatihan bagi perawat, bidsan dan bidan-bidan desa selaku pelaksana kegiatan Perkesmas.
Dengan adanya peningkatan kemampuan/keterampilan petugas Perkesmas oleh petugas yang selanjutnya akan memungkinkan tercapainya penurunan angka kesakitan pada keluarga rawan yang rentan terhadap maslah kesehatan dan pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Dengan adanya strategi pemecahan masalah dari sasaran yang diharapkan, dapatlah ditentukan sasaran umum dan sasaran khusus dari rencana kerja yang ingin dicapai. Adapun sasaran umum dan saran khusus yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Sasaran Umum :
Terwujudnya peningkatan kemampuan /keterampilan petugas Perkesmas melalui pelaksanaan pelatihan petugas Perkesmas.
2. Sasaran Khusus :
Terwujudnya peningkatan kemampuan /keterampilan petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat (bidan dan perawat) sebanyak 15 orang melalui pelaksanaan pelatihan petugas Perkesmas

D. Langkah-Langkah Kegiatan.
Kegiatan yang kiranya diselenggarakan guna mencapai sasaran adalah dengan melaksanakan pelatihan petugas perawatan Kesehatan Masyarakat untuk mewujudkan peningkatan kemampuan/keterampilan bidan perawat pada Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amunai Utara.
Kegiatan tersebut diatas pelaksanaannya dapat dibagi menjadi beberapa tahapan kegiatan antara lain :
a. Persiapan yang terdiri dari pembentukan panitia, pencairan dana, pembuatan jadwal, penyiapan perlengkapan serta pemberitahuan peserta pelatihan.
b. Pelaksanaan terdiri dari pembukaan pelatihan, penyajian materi serta penutup.
c. Pengendalian meliputi pemantauan, penilaian serta pelaporan dari semua kegiatan yang dilaksanakan.


BAB VI
KESIMPULAN

1. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat.
2. Jangkauan pelayanan kesehatan pada masyarakat didtitikberatkan pada skala prioritas dari upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan.
3. Kegiatan Perkesmas adalah suatu bidang dalam keperwatan dan kesehatan masyarakat yang merupakan perpaduan keduanya dengan dukungan peran serta aktif masyarakat, mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai satu kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam kesehatannya.
4. Kegiatan Perkesmas dapat memberikan andil didalam menunjang kegiatan pokok Puskesmas lainnya.
5. Angka kesakitan pada keluarga rawan yang rentan terhadap masalah kesehatan dipengaruhi oleh kegiatan perawatan kesehatan masyarakat yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas lainnya.
6. Cakupan pencapaian hasil kegiatan Perkesmas masih belum mencapai sasaran yang diharapkan, ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan/ keterampilan petugas (bidan dan perawat) Perkesmas.
7. Untuk menanggulangi permasalahan dihadapi maka koordinator Perkesmas perlu melakukan upaya manajemen keperawatan (kepemimpian dalam keperawatan) seperti mengadakan pelatihan bagi petugas khususnya perawat, bidan dan bidan-bidsan desa yan gmembina desa dalam rangka kegiatan Perkesmas guna meningkatkan kegiatan tersebut.
8. Langkah-langkah pemecahan masalah disusun berdasarkan Pola Kerja Terpadu dari identifikasi maslah, sasaran, alternatif pemecahan masalah dan langkah-langkah kegiatan yang terdiri dari matrik rincian kerja/kegiatan, paket kerja dan penjadwalan.
9. Semua kegiatan yang dilaksanakan merupakan upaya yang terarah pada tujuan akhir yakni terwuudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.


Kepemimpinan dalam Keperawatan
DAFTAR RUJUKAN
Elly Nurachmah, Prof Dra DNSc. 2005. Leadership dalam Keperawatan. tersedia www.pdpersi.co.id
Bahtiar Latif. 2008. Kepemimpinan dalam Keperawatan. tersedia www.tiarsblog.blogspot.com
Laporan Tahunan Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara Tahun 2001.
Materi Pelatihan Administrasi Umum Kabupaten HuluSungai Utara Tahun 2002
http://askep-askeb.cz.cc/
BACA SELENGKAPNYA - Kepemimpinan dalam Keperawatan

ASKEP FRAKTUR CRURIS

ASKEP FRAKTUR CRURIS

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

II. JENIS FRAKTUR

a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.

b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang

c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit

d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.

e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak.

f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen

h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam

i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)

j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.

III. ETIOLOGI



a. Trauma

b. Gerakan pintir mendadak

c. Kontraksi otot ekstem

d. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

V. MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema

b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah

c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur

d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya

b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap

c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

VII. PENATALAKSANAAN

a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.

b. Imobilisasi fraktur

Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

? Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan

? Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri

? Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau

? Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah

VIII. KOMPLIKASI

a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.

b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

IX. PENGKAJIAN

1. Pengkajian primer

- Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

- Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

- Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

2. Pengkajian sekunder

a.Aktivitas/istirahat

? kehilangan fungsi pada bagian yangterkena

? Keterbatasan mobilitas

b. Sirkulasi

? Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

? Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

? Tachikardi

? Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

? Cailary refil melambat

? Pucat pada bagian yang terkena

? Masa hematoma pada sisi cedera

c. Neurosensori

? Kesemutan

? Deformitas, krepitasi, pemendekan

? kelemahan

d. Kenyamanan

? nyeri tiba-tiba saat cidera

? spasme/ kram otot

e. Keamanan

? laserasi kulit

? perdarahan

? perubahan warna

? pembengkakan lokal

X. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler

Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan

Kriteria hasil:

? Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

? Mempertahankan posisi fungsinal

? Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit

? Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi:

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit

c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit

d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak

e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas

g. Ubah psisi secara periodik

h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

b.Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang

Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan

Kriteria hasil:

? Klien menyatajkan nyei berkurang

? Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat

? Tekanan darahnormal

? Tidak ada eningkatan nadi dan RR

Intervensi:

a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri

b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring

c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan

d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi

e. Jelaskanprosedu sebelum memulai

f. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif

g. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan

h. Observasi tanda-tanda vital

i. Kolaborasi : pemberian analgetik

C. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan

Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan

Kriteria hasil:

? Penyembuhan luka sesuai waktu

? Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi:

a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae

b. Monitor suhu tubuh

c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol

d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh

e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan

f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol

g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi

h. Kolaborasi emberian antibiotik

BACA SELENGKAPNYA - ASKEP FRAKTUR CRURIS

ELEKTROKARDIOGRAM ( EKG )

ELEKTROKARDIOGRAM ( EKG )

Elektrokardiogram atau yang biasa kita sebut dengan EKG merupakan rekaman aktifitas kelistrikan jantung yang ditimbulkan oleh sistem eksitasi dan konduktif khusus jantung.

Jantung normal memiliki impuls yang muncul dari simpul SA kemudian dihantarkan ke simppul AV dan serabut purkinje. Perjalanan impuls inilah yang akan direkam oleh EKG sebagai alat untuk menganalisa kelistrikan jantung.

Sebelum perawat menggunakan EKG pada klien, maka perawat harus menjelaskan tujuan dan prosedur dari pemasangan EKG ini. Klien diminta untuk berbaring setenang mungkin selama tes berlangsung.

EKG dilaksanakan dengan klien dalam posisi supine dengan dada terbuka. Sebelum menempelkan elektroda, kulit klien dibersihkan dahulu menggunakan swab alkohol untuk mengurangi minyak yang ada di permukaan kulit dan untuk meningkatkan kontak elektroda yang akan digunakan, selain itu jangan lupa untuk menggunakan pasta atau jel pada lokasi yang akan ditempelkan elektroda apabila akan menggunakan plat metal atau suction cups. Untuk memastikan kontak yang baik antara kulit dan elektroda untuk lead pada kaki, maka elektroda harus ditempatkan pada permukaan yang rata diatas pergelangan kaki dan mata kaki.


Di bawah ini merupakan sebuah EKG dari jantung normal

Keterangan:


* representasi dari depolarisasi atrium

* Interval PR : merupakan waktu antara depolarisasi atrium hingga sesaat sebelum depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang P sampai awal kompleks QRS.

* Kompleks QRS : representasi dari depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang Q hingga akhir gelombang S.

* T wave/Gelombang T: representasi dari repolarisasi ventrikel

* Interval QT: merupakan waktu total dari depolarisasi ventrikel hingga repolarisasi ventrikel., diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir gelombang T.

BACA SELENGKAPNYA - ELEKTROKARDIOGRAM ( EKG )
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI