kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

07 July 2010

Askep Anak dengan Tetanus

Tetanus
A. TINJAUAN TEORI

I. Pengertian

Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani


II. Etiologi

Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

III. PATOFISIOLOGI

Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.


IV. Prognosa
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat


V. Manifestasi Klinik
- Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus)
- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat
- Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat

Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :

1. ringan ; hamya trismus dan kejang lokal
2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.


VI. Penatalaksanaan Medik
Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :

a. eliminasi kuman
1. debridement
untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.

b. netralisasi toksin
toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.
Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI


c. perawatan suporatif
perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :

1. nutrisi dan cairan
- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

2. menjaga agar nafas tetap efisien
- pemebrsihan jalan nafas dari lendir
- pemberian xat asam tambahan
- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)

3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.
Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)


4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :

1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS


I. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :


a. Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

2. Keluhan utama kejang

3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..

Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.

Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

5. Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.

6. Riwayat sosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya

7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?

Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.

BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?


b. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?



c. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :

1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3.
4. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.


d. Analisa dan Sintesa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.
2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sekunder dari depresi pernafasan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

II. Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)

a. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang

Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
1. Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
2. klien tidur dengan tempat tidur pengaman
3. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
4. Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit
5. Kesadaran composmentis


Rencana Tindakan :







INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2. tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman
3. anjurkan klien istirahat
4. sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang
5. lindungi klien pada saat kejang dengan :
- longgarakn pakaian
- posisi miring ke satu sisi
- jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
- kencangkan pengaman tempat tidur
- lakukan suction bila banyak sekret
6. catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
7. sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang
8. observasi efek samping dan keefektifan obat
9. observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
10. lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang
11. kerja sama dengan tim :
- pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi
- pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)
- pemberian oksigen tambahan
- pemberian cairan parenteral
- pembuatan CT scan

1. Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran toksin tetanus.
2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang
4. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.
5. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.

5. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.








6. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya.




7. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien.


8. efek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut.
9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.

11. untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.




b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat meningkat.

Kriteria Hasil :
1. Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya
2. klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna pendidikan kesehatan yang diberikan







INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan keluarga
2. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
3. ajarkan pada klein dan keluarga tentang peraawatan yang harus dilakukan sema kejang
4. jelaskan pentingnya mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit, istirahat, dan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
5. jelasakan tentang efek samping obat (gangguan penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion)
6. jaga kebersihan mulut dan gigi secara teratur
1. Tingkat pengetahuan penting untuk modifikasi proses pembelajaran orang dewasa.
2. tidak memanipulasi klien sehingga ada proses kemandirian yang terbatas.

3. kerja sama yang baik akanmembantu dalam proses penyembuhannnya

4. status kesehatan yang baik membawa damapak pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

5. efek samping yang ditemukan secara dini lebih aman dalam penaganannya.

6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik merupakan dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi berulang.
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/


2.3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

2.3.5 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep Anak dengan Tetanus

Materi Kesehatan: Stimulasi Perkembangan Anak

Stimulasi Perkembangan Anak

Tujuan tindakan memberikan stimulasi pada anak adalah untuk membantu anak mencapai tingkat perkembanagan yang optimal atau sesuai dengan yang diharapkan. Tindakan ini meliputi berbagai aktivitas untuk merangsang perkembangan anak, seperti latihan gerak, berbicara, berpikir, kemandirian dan sosialisasi. Stimulasi dilakukan oleh orang tua (keluarga) setiap ada kesempatan atau sehari - hari. Stimulasi disesuaikan dengan umur dan prinsip stimulasi.

Tindakan pemberian stimulasi dilakukan dengan prinsip bahwa stimulasi merupakan ungkapan kasih sayang, bermain dengan anak, berbahagia bersama; stimulasi dilakukan bertahap dan berkelanjutan, dan mencakup empat bidang kemampuan perkembangan stimulasi dimulai dari tahap yang sudah dicapai oleh anak; stimulasi dilakuakan dengan wajar, tanpa paksaan atau hukuman atau marah apabila anak tidak mampu melakukannya. Memberikan pujian bila anak berhasil; stimulasi dilengkapi dengan alat bantu sederhana dan mudah didapat, misalnya mainan yang dibuat sendiri dari bahan bekas, alat yang ada dirumah atau benda yang ada dilingkungan sekitar.

Bidang kemampuan perkembangan yang dipantau dan distimulasi :
1. Kemampuan bergaul dan mandiri ( BM )
2. Kemampuan berbicara, bahasa dan kecerdasan ( BBK )
3. Kemampuan gerak kasar ( GK )
4. Kemampuan gerak halus ( GH )





Bayi umur 0 – 3 bulan
Tugas perkembangan ( keterampilan yang harus dicapai ) :

1. Dapat menggerakkan kedua lengan dan kaki sama mudahnya ( GK )
2. Bereaksi dengan melihat kearah sumber cahaya ( GH )
3. Mengoceh dan bereaksi terhadap suara ( BBK )
4. Bereaksi senyum terhadap ajakan ( BM )


Stimulasi yang diperlukan pada bayi 0 – 3 bulan
1. Bergaul dan mandiri
Ajaklah bayi anda berbicara dengan lembut, dibuai, dipeluk, dinyanyikan lagu, dan lain lain
a. Bicara, bahasa dan kecerdasan
Ajaklah bayi anda berbicara, mendengarkan berbagai suara ( suara burung, radio, dan lain lain )
b. Gerak kasar
Latih bayi anda mengangkat kepala pada posisi telungkup dan memperhatikan benda bergerak
c. Gerak halus
Latih bayi anda mengenggam benda kecil


Bayi umur 3 – 6 bulan
Tugas perkembangan ( keterampilan yang haus dicapai )
1. Menegakkan kepala pada saat telungkup ( GK )
2. Meraih benda yang terjangkau ( GH )
3. Menengok kearah sumber suara ( BBK )
4. Mencari benda yang dipindahkan ( BM )


Stimulasi yang diperlukan pada bayi 3 – 6 bulan :
d. Bergaul dan mandiri
Latih bayi anda mencari sumber suara
e. Bicara, bahasa dan kecerdasan
Latih bayi anda menirukan suara/bunyi/kata
f. Gerak kasar
Latih bayi anda menyangga leher dengan kuat
g. Gerak halus
Latih bayi anda meraup benda kecil


Bayi umur 6 – 9 bulan
1. Tugas perkembangan ( keterampilan yang harus dicapai )
2. Ketika didudukkan dapat bertahan dengan kepala tegak ( GK )
3. Memindahkan benda dari tangan satu ketangan yang lain ( GH )
4. Tertawa/ berteriak melihat benda menarik ( BBK )
5. Makan biskuit tanpa dibantu ( BM )

Stimulasi yang diperlukan bayi 6 – 9 bulan
1. Gerak kasar: Latih anak berjalan dengan berpegangan
2. Gerak halus : Latih anak memasukkan dan mengeluarkan benda dari wadah
3. Bicara, bahasa dan kecerdasan: Latih anak menirukan kta kata
4. Bergaul dan mandiri: Ajak anak bermain dengan orang lain

Bayi umur 9-12 bulan
Tugas perkembangan
1. Berjalan dengan berpegangan ( GK )
2. Dapat meraup benda benda kecil ( GH )
3. Mengatakan dua suu kata yang sama ( BBK )
4. Bereaksi terhadap permainan “ ciluk ba “ ( BM )


Stimulasi yang diperlukan
1. Gerak kasar: Latih anak berjalan sendiri
2. Gerak halus: Ajak anak menggelinding bola : Gelindingan bola kearah anak dan inta agar ia mengelindingkannya kembali
3. Bicara, bahasa dan kecerdasan: Latih anak menirukan kata kata: Kenalkan kata kata baru sambil menunjukkan gambarnya.
4. Bergaul dan mandiri: Ajak anak mengikuti kegiatan keluarga, misalnya makan bersama

Bayi umur 12 – 8 bulan

Tugas perkembangan
1. Bejalan sndiri tidak jatuh
2. Mengambil benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk ( GH )
3. Mengungkapkan keinginan secara sederhana ( BBK )
4. Minum sendiri dari gelas tidak tumpah ( BM )

Stimulasi yang diperlukan
Gerak kasar
Latih anak naik turun tangga

Gerak halus
Bermain dengan anak melmpar dan menangkap bola besar kemudian bola kecil

Bicara, bahasa dan kecerdasan
Lath anak menunjuk dan menyebutkan nama nama bagian tubuh

Bergaul dan berbicara
Beri kesempatankepada anak untuk melepaskana pakaiannya sendiri



Bayi umur 18 – 24 bulan
Tugas prkembangan
1. Berjalan mundur sedikinya lima langkah ( GK )
2. Mencorat coret engan alat tulis ( GH )
3. Menunjukan bagian tubuh dan menyebutkan namanya ( BBK )
4. Meniru melakukan pekerjaan rumah tangga ( BM )


Stimulasi yang diperlukan
Gerak kasar
Latih anak berdiri dengan satu kaki

Gerak halus
Ajari anak menggambar bulatan. Garis egutiga dan gambar wajah

Bicara, bahsa dan kecerdasan
Latih anak mengiui perintah sederhana

Bergaul dan mandiri
Latih anak agar mau ditinggalkan untuk sementara waktu


Anak umur 2 – 3 tahun
Tugas pekembangan

1. Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan, sediitnya dua hitungan ( GK )
2. Meniru membuat garis lurus ( GH )
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata ( BBK )
4. Melepas pakaian sendiri ( BM )


Stimulasi yang diperlukan
Gerak kasar
Latih anak melompat dengan satu kaki

Gerak halus
Ajak anak bermain menyusun dan menumpuk balok

Bicara, bahasa dan kecerdasan
Latih anak mengenal bentuk dan warna

Bergaul dan mandiri
Latih anak mencuci tangan dan kaki serta mengeringkan sendiri


Anak umur 3 – 4 tahun
Tugas perkembangan
1. Berjalan jinjit ( GK )
2. Membuat gambar lingkaran ( GH )
3. Mengenal sedikitnya satu warna ( BBK )
4. Mematuhi cara permainan sederhana ( BM )


Stimulasi yang diperlukan anak 3 - 4 tahun
Gerak kasar
Latih anak melopat dengan satu kaki

Gerak halusLatih anak mengunting dan membuat buku cerita dengan gambar

Bicara, bahasa dan kecerdasan
Latih anak mengenal bentuk dan warna

Bergaul dan mandiri
Latih anak mengenal sopan santun, beterima kasih, mencium tangan dan lain lain


Anak umur 4 – 5 tahun
Tugas perkembanagn
1. Berdiri dengan satu kaki ( GK )
2. Dapat mengancingkan baju ( GH )
3. Dapar bercerita sederhana ( BBK )
4. Dapat mencuci tangan sendiri ( BM )


Stimulasi yang diperlukan
Gerak kasar
Beri esempatan anak melakukan permainan yang memerlukan ketangkasan dan kelincahan

Gerak halus
Bantu anak menggambar

Bicara, bahasa dan kecerdasan
Bantu anak mengerti satu eparuh dengan cara membagikan kue / kertas

Bergaul dan mandiri
Latih anak untuk mandiri, misalnya bermain tangga.

sumber : http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Anak umur 5 – 6 tahun
Tugas perkembangan
1. Menangkap bola kasti pada jarak 1 meter ( GK )
2. Membuat gambar egi empat ( GH )
3. Mengenal angka dan huruf serta menghitung ( BBK )
4. Berpakaian sendiri tanpa bantuan ( BM )


Stimulai yang diperlukan
Gerak kasar
Latih anak naik sepeda

Gerak halus
Latih anak kreatif membuat sesuatu dari lilin/tanah liat

Bicara, bahasa dan kecerdasan
Latih anak mengenl waktu hari, minggu dan bulan

Bergaul dan mandiri
Latih anak bercakap cakap dengan temansebayanya.


DAFTAR PUSTAKA
BACA SELENGKAPNYA - Materi Kesehatan: Stimulasi Perkembangan Anak

Tumbuh Kembang (balita usia 3 tahun)


Pertumbuhan dan Perkembangan balita usia 3 tahun
Menurut Wong (2004), pertumbuhan dan perkembangan anak terdiri
atas pencapaian fisik, motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialis asi,
kognitif, dan hubungan keluarga.
1) Pencapaian fisik
Penambahan berat badan umumnya 1,8 sampai 2,7 Kg dan rata -rata
berat badan 14,6 Kg. Sedangkan penambahan tinggi badan umumnya 7,5
cm dan rata-rata tinggi badan 95 cm. Pada usia ini anak telah mencapai
kontrol malam hari terhadap usus dan kandung kemih.
2) Motorik kasar
Perkembangan motorik kasar usia tiga tahun adalah :
a) Mengendarai sepeda roda tiga.
b) Melompat dari langkah dasar .
c) Berdiri pada satu kaki untuk beberapa detik .
d) Menaiki tangga dengan kaki bergan tian, dapat tetap turun dengan
menggunakan kedua kaki untuk melangkah .
e) Melompat panjang.
f) Mencoba berdansa, tetapi keseimbangan mungkin tidak adekuat .
3) Motorik halus
Perkembangan motorik halus usia tiga tahun adalah :
a) Membangun menara dari sembilan atau sepuluh kotak.
b) Membangun jembatan dengan tiga kotak .
c) Secara benar memasukkan biji -bijian dalam botol berleher sempit .
d) Menggambar lingkaran, silangan, menyebutkan apa yang telah
digambar.
4) Bahasa
Kemampuan bahasa yang dimiliki :
a) Mempunyai perbendaharaan kata ± 900 kata.
b) Menggunakan kalimat lengkap dari tiga sampai empat kata.
c) Bicara tanpa henti tanpa peduli apakah seseorang memperhatikannya .
d) Mengulang kalimat dari enam suku kata.
e) Mengajukan banyak pertanyaan .
5) Sosialisasi
Kemampuan sosialisasi anak usia tiga tahun adalah :
a) Berpakaian sendiri, mencocokkan sepatu kanan kiri.
b) Mengalami peningkatan rentang perhatian .
c) Makan sendiri sepenuhnya.
d) Dapat menyiapkan makanan sederhana, seperti sereal .
e) Dapat membantu mengatur meja, dapat mengeringkan piring tanpa
pecah.
f) Merasa takut, khususnya pada kegelapan dan pergi tidur .
g) Mengetahui jenis kelamin sendiri dan orang lain .
6) Kognitif
a) Egosentrik dalam berpikir dan berperilaku .
b) Mulai memahami waktu, menggunakan banyak ekspresi yang
berorientasi waktu, bicara masa lalu dan masa kini , berpura-pura
memberi tahu waktu.
c) Mengalami perbaikan konsep tentang ruang seperti ditunjukkan dalam
pemahaman tentang preposisi dan kemampuan untuk mengikuti
perintah langsung.
7) Hubungan keluarga
a) Berusaha untuk menyenangkan orang tua dan menyesuaikan diri
dengan permintaan mereka.
b) Kecemburuan terhadap saudara kandung yang lebih muda sudah
berkurang.
c) Menyadari hubungan keluarga dan fungsi peran jenis kelamin .
d) Kemampuan untuk berpisah dengan mudah dan nyaman dari orang
tua untuk jangka waktu pendek telah men ingkat.
e. Upaya Peningkatan Kualitas Tumbuh Kembang Anak
Menurut Soetjiningsih (1995), ada beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan tumbuh kembang anak yaitu:
1) Pemberian gizi yang sesuai
Menurut markum (1991), pemberian makan yang tepat untuk anak usia
tiga tahun adalah :
a) Makanan tidak terlalu keras, tidak terlalu pedas.
b) Jenis makanan yang tidak disukai jangan dipaksakan, tetapi
diusahakan dengan cara lain yang menarik perhatian anak.
c) Jadwal pemberian makan adalah tiga kali sehari dan diantaranya
dapat diberikan makanan kecil seperti biskuit, roti kering dan makanan
tambahan bubur kacang hijau.
d) Makanan yang diberikan berupa makanan pokok, lauk, sayur, dan
buah-buahan.
e) Beri tambahan susu dua gelas sehari.
2) Pemberian stimulasi
Menurut DDST II, stimulasi yang diberikan berupa :
a) Personal sosial : latih anak menyebutkan nama teman, memakai baju,
menggosok gigi, dan mengambil makanan.
b) Adaptif-motorik halus : latih anak menggambar garis vertikal, membuat
menara dari kubus, menggoyangkan ibu jari, manggamb ar lingkaran,
dan memilih garis yang lebih panjang.
c) Bahasa : berikan latihan kepada anak tentang arti kata sifat, warna,
kegunaan benda, menghitung.
d) Motorik kasar : berikan latihan berdiri, berjalan, dan melompat.
e) Memeriksakan kesehatan anak

http://askep-askeb.cz.cc/
BACA SELENGKAPNYA - Tumbuh Kembang (balita usia 3 tahun)

Konsep Dasar Tumbuh Kembang


Pengertian
Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dibedakan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih, 1995).
Whaley dan Wong dalam Supartini (2004) mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran.
Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
Menurut Soetjiningsih (1995), secara umum terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :
1) Faktor genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui intruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa.
2) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi :
a) Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam kandungan (faktor prenatal).
Faktor prenatal yang berpengaruh antara lain gizi ibu pada waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas, dan anoksia embrio.
b) Faktor lingkungan setelah lahir (faktor postnatal)
Lingkungan postnatal dapat digolongkan menjadi :
(1) Lingkungan biologis
Meliputi ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, dan hormon.
(2) Faktor fisik
Meliputi cuaca, sanitasi, keadaan rumah, dan radiasi.
(3) Faktor psikososial
Meliputi stimulasi, motivasi belajar,ganjaran atau hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah, cinta dan kasih sayang, dan kualitas interaksi anak-orang tua.
(4) Faktor keluarga dan adat istiadat
Meliputi pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian orang tua, adat-istiadat, agama, urbanisasi, dan kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak dan anggaran.
Ciri-ciri tumbuh kembang anak
Tumbuh kembang anak yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa mempunyai cirri-ciri tersendiri, yaitu (Soetjiningsih, 1995) :
Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai maturitas atau dewasa, dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.
Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan diantara organ-organ.
Pola perkembangan anak adalah sama, tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya.
Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi system susunan saraf.
Aktivitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas.
Arah perkembangan anak adalah cephalocaudal.
Refleks primitive seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter tercapai.

Klasifikasi
Secara garis besar menurut Markum (1994) tumbuh kembang dibagi menjadi 3, yaitu;
a. Tumbuh kembang fisis
Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam ukuran besar dan fungsi organisme atau individu. Perubahan ini bervariasi dari fungsi tingkat molekuler yang sederhana seperti aktifasi enzim terhadap diferensi sel, sampai kepada proses metabolisme yang kompleks dan perubahan bentuk fisik di masa pubertas.
b. Tumbuh kembang intelektual
Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik,seperti bermain, berbicara, berhitung, atau membaca.
c. Tumbuh kembang emosional
Proses tumbuh kembang emosional bergantung pada kemampuan bayi untuk membentuk ikatan batin, kemampuan untuk bercinta kasih

Prinsip tumbuh kembang menurut Potter & Perry ( 2005 )
A. Perkembangan merupakan hal yang terartur dan mengikuti rangkaian tertentu
B. Perkembangan adalah sesuatu yang terarah dan berlangsung terus menerus, dalam pola sebagai berikut
Cephalocaudal, pertumbuhan berlangsung terus dari kepala ke arah bawah bagian tubuh
Proximodistal, perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat ( proksimal ) tubuh kea rah luar tubuh ( distal )
Differentiation, ketika perkembangan berlangsung terus dari yang mudah kearah yang lebih kompleks.
C. Perkembangan merupakan hal yang kompleks, dapat diprediksi , terjadi dengan pola yang konsisten dan kronologis

http://askep-askeb.cz.cc/
BACA SELENGKAPNYA - Konsep Dasar Tumbuh Kembang

Sumbing, Kapan harus di Operasi ?

Sumbing, Kapan harus di Operasi ?: "
Bibir sumbing (cleft lip atau labioschizis) adalah suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan adanya celah pada bibir, gusi dan langit-langit yang dapat timbul sendiri atau bersamaan.
Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu tahap sebelum operasi, tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi. Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba. Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.
Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah.. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8 – 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi.
Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat
Blog ini khusus buat mereka-mereka yang dalam waktu dekat ini berurusan dengan dokter bedah, akan menjalani pembedahan, mempunyai kerabat/saudara yang mau menjalani pembedahan atau buat mereka yang pengen tauk soal bedah .... juga buat pemerhati Ilmu Bedah ... mangkanya ditunggu dong komentarnya ....
"
BACA SELENGKAPNYA - Sumbing, Kapan harus di Operasi ?

06 July 2010

Askep pada anak dengan kejang demam

Askep pada anak dengan kejang demam: "

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM


A. KONSEP DASAR


1. Pengertian


Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).


Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).


Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).


Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.


2. Patofisiologi


a. Etiologi


Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).


1) Intrakranial


Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik


Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular


Infeksi : Bakteri, virus, parasit


Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.


2) Ekstra kranial


Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)


Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.


Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.


3) Idiopatik


Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)


b. Patofisiologi


Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.


Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.


Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.


Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.


Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.


Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.


c. Manifestasi klinik


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.


Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.


untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :


1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)


2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever


Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :


1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun


2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.


3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali


4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam


5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal


6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.


3. Klasifikasi kejang


Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.



  1. Kejang Tonik


Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus



  1. Kejang Klonik


Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.



  1. Kejang Mioklonik


Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.


4. Diagnosa banding kejang pada anak


Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.



  1. Gemetar


Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .


b. Apnea


Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.


Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.


c. Mioklonus Nokturnal Benigna


Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan


5. Penatalaksanaan


Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.


Penatalaksanaan Umum terdiri dari :


a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati


b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung


c. Usahakan suhu tetap stabil


d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain


e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena


Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.


Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.


Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.


Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan


a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya


b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan


c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.


6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium


a. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :


1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.


2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.


3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.


4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.


5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.


6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.


7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.


b. Pemeriksaan laboratorium


Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.


Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu


1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.


2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.


3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal


4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia


5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.


6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :


a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic


b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.


c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku


d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular


e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak


e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.


7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu


1. Fisik


f. Ubun-ubun anterior tertutup.


g. Physiologis dapat mengontrol spinkter


2. Motorik kasar


a. Berlari dengan tidak mantap


b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan


c. Menarik dan mendorong mainan


d. Melompat ditempat dengan kedua kaki


e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk


f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh


3. Motorik halus


a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan


b. Melepaskan dan meraih dengan baik


c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu


d. Menggambar dengan membuat tiruan


4. Vokal atau suara


a. Mengatakan 10 kata atau lebih


b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh


5. Sosialisasi atau kognitif


a. Meniru


b. Menggunakan sendok dengan baik


c. Menggunakan sarung tangan


d. Watak pemarah mungkin lebih jelas


e. Mulai sadar dengan barang miliknya


8. Dampak hospitalisasi


Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.


Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :


a) Rasa takut


1) Memandang penyakit dan hospitalisasi


2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal


3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit


4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan


5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.


b. Ansietas


1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal


2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)


3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat


4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit


5) Tidak berdaya


6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan


7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan


Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol


9) Protes dan Ansietas karena restrain


c. Gangguan citra diri


1) Sedih dengan perubahan citra diri


2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)


3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut


B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian


Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.


Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.


1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter


2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan


3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.


4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter


5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi


6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra


7. Riwayat jatuh / trauma


2. Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.


2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular


3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh


4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan


5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi


3. INTERVENSI


Diagnosa 1


Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.


Tujuan


Cidera / trauma tidak terjadi


Kriteria hasil


Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan


Intervensi


Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.


Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan


Diagnosa 2


Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular


Tujuan


Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi


Kriteria hasil


Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal


Intervensi


Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi


Diagnosa 3


Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh


Tujuan


Aktivitas kejang tidak berulang


Kriteria hasil


Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal


Intervensi


Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.


Diagnosa 4


Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan


Tujuan


Kerusakan mobilisasi fisik teratasi


Kriteria hasil


Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi


Intervensi


Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.


Diagnosa 5


Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi


Tujuan


Pengetahuan keluarga meningkat


Kriteria hasil


Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.


Intervensi


Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.


6. EVALUASI


1. Cidera / trauma tidak terjadi


2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi


3. Aktivitas kejang tidak berulang


4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi


5. Pengetahuan keluarga meningkat

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep pada anak dengan kejang demam

Askep pada anak dgn DHF

Askep pada anak dgn DHF: "

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF


A. KONSEP DASAR


1. Pengertian


Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).


Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).


DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).


Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).


Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.


2. Etiologi


a. Virus dengue sejenis arbovirus.


b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.


Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.


3. Patofisiologi


Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.


Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.


Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.


Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.


4. Tanda dan gejala


a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari


b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.


c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.


d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.


e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.


f. Sakit kepala.


g. Pembengkakan sekitar mata.


h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.


i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).


5. Komplikasi


Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :


a. Perdarahan luas.


b. Shock atau renjatan.


c. Effuse pleura


d. Penurunan kesadaran.


6. Klasifikasi


a. Derajat I :


Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.


b. Derajat II :


Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.


c. Derajat III :


Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.


d. Derajat IV :


Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.


7. Pemeriksaan penunjang


a. Darah


1) Trombosit menurun.


2) HB meningkat lebih 20 %


3) HT meningkat lebih 20 %


4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3


5) Protein darah rendah


6) Ureum PH bisa meningkat


7) NA dan CL rendah


b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).


1) Rontgen thorax : Efusi pleura.


2) Uji test tourniket (+)


8. Penatalaksanaan


a. Tirah baring


b. Pemberian makanan lunak .


c. Pemberian cairan melalui infus.


Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.


d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,


e. Anti konvulsi jika terjadi kejang


f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).


g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan


h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut


i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.


9. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun


Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.


Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.


a. Motorik kasar


1) Loncat tali


2) Badminton


3) Memukul


4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.


b. Motorik halus


1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan


2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.


c. Kognitif


1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi


2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah


3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal


4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang


d. Bahasa


1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak


2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan


3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal


4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan


10. Dampak hospitalisasi


Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.


Penyebab anak stress meliputi ;


a. Psikososial


Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran


b. Fisiologis


Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri


c. Lingkungan asing


Kebiasaan sehari-hari berubah


d. Pemberian obat kimia


Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)


e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya


f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri


g. Selalu ingin tahu alasan tindakan


h. Berusaha independen dan produktif


Reaksi orang tua


a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak


b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit.


B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS


1. Pengkajian


Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :


a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya).


b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.


c. Kaji riwayat keperawatan.


d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).


2. Diagnosa keperawatan .


Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya :


a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.


b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.


c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.


d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi


e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.


f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan


3. Intervensi


Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan :


a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.


Tujuan :


Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi


Kriteria hasil :


Volume cairan tubuh kembali normal


Intervensi :


1) Kaji KU dan kondisi pasien


2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )


3) Observasi tanda-tanda dehidrasi


4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus


5) Balance cairan (input dan out put cairan)


6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak


7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.


b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.


Tujuan


Hipertermi dapat teratasi


Kriteria hasil


Suhu tubuh kembali normal


Intervensi


1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh


2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak


3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat


4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.


5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari


6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.


c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.


Tujuan


Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi


Kriteria hasil


Intake nutrisi klien meningkat


Intervensi


1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi


2) Timbang berat badan klien tiap hari


3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering


4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual


5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).


6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.


7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.


d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi


Tujuan


Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat


Kriteria hasil


Klien mengerti tentang proses penyakit DHF


1) Kaji tingkat pendidikan klien.


2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF


3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.


4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya.


5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien


e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.


Tujuan


Perdarahan tidak terjadi


Kriteria hasil


Trombosit dalam batas normal


Intervensi


1) Kaji adanya perdarahan


2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)


3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.


4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien


5) Monitor hasil darah, Trombosit


6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.


f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan


Tujuan


Shock hipovolemik dapat teratasi


Kriteria hasil


Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.


Intervensi


1) Observasi tingkat kesadaran klien


2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).


3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)


4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi


5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.


4. Evaluasi.


Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.


Evaluasi :


a. Suhu tubuh dalam batas normal.


b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.


c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.


d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.


e. Pengetahuan keluarga bertambah.


f. Shock hopovolemik teratasi

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep pada anak dgn DHF

Askep pada anak dgn Bronchopneumoni

Askep pada anak dgn Bronchopneumoni: "


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONI


A. KONSEP DASAR


1. Pengertian


Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).


Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).


Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).


Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.


2. Etiologi


Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.


Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.


Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.


Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.


3. Patofisiologi


Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.


Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.


4. Manifestasi klinis


Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.


Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan.


5. Pemeriksaan penunjang


1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.


2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi.


3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.


6. Penatalaksanaan


Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.


Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :





    1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.

    2. Simptomatik terhadap batuk.

    3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif

    4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.

    5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.




7. Komplikasi


Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :


a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.


b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.


c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.


d. Infeksi sitemik


e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.


f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.


8. Tumbuh kembang anak usia 6 – 12 tahun


Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.


Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.


a. Motorik kasar


1. Loncat tali


2. Badminton


3. Memukul


4. Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.


b. Motorik halus


1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan


2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.


c. Kognitif


1. Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi


2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah


3. Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal


4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang


d. Bahasa


1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak


2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan


3. Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal


4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan


9. Dampak hospitalisasi


Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.


Penyebab anak stress meliputi ;


1. Psikososial


Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran


2. Fisiologis


Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri


3. Lingkungan asing


Kebiasaan sehari-hari berubah


4. Pemberian obat kimia


Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)


1. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya


2. Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri


3. Selalu ingin tahu alasan tindakan


4. Berusaha independen dan produktif


Reaksi orang tua


1. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak


2. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit


B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS


1. Pengkajian


a. Riwayat kesehatan


1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.


2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.


3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.


4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan


5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis


b. Pemeriksaan fisik


1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung


2) Auskultasi paru ronchi basah


3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal


4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)


c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan


1) Usia tingkat perkembangan


2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan


3) Koping


4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua


5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya


d. Pengetahuan keluarga / orang tua


1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan


2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan


3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya


2. Diagnosa keperawatan


1) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.


2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.


3) Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.


4) Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.


5) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


6) Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi.


7) Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi


3. Intervensi


Diagnosa 1


Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.


KH : sekret dapat keluar.


Rencana tindakan :


1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi napas abnormal.


2. Lakukan suction sesuai indikasi.


3. Beri terapi oksigen setiap 6 jam


4. Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang


5. Beri posisi yang nyaman bagi pasien


6. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan


7. Lakukan perkusi dada


8. Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas


Diagnosa 2


Tujuan : pertujaran gas kembali normal.


KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat


Rencana tindakan :


1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis


2. Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler


3. Beri oksigen sesuai program


4. Monitor AGD


5. Ciprtakan lingkungan yang nyaman


6. Cegah terjadinya kelelahan


Diagnosa 3.


Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal


KH : Tanda dehidrasi tidak ada.


Rencana tindakan :


1. Catat intake dan output cairan (balanc cairan)


2. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral


3. Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tanda vital.


4. Pertahankan keakuratan tetesan infus


5. Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)


Diagnosa 4.


Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi.


KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi..


Rencana tindakan :


1. Kaji status nutrisi klien


2. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi)


3. Timbang BB klien setiap hari.


4. Kaji adanya mual dan muntah


5. Berikan diet sedikit tapi sering


6. Berikan makanan dalam keadaan hangat


7. kolaborasi dengan tim gizi


Diagnosa 5


Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.


KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang


Rencana tindakan :


1. Observasi tanda-tanda vital


2. Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak


3. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan


4. Berikan minum per oral


5. Ganti pakaian yang basah oleh keringat


6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.


Diagnosa 6


Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan


KH : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya.


Rencana tindakan :


1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya


2. Kaji tingkat pendidikan orang tua klien


3. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai


4. Tekankan perlunya melindungi anak.


5. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.


6. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya


Diagnosa 7


Tujuan : Cemas anak hilang


KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan


Rencana tindakan :


1. Kaji tingkat kecemasan klien


2. Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat klien.


3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya


4. Lakukan kunjungan, kontak dengan klien


5. Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien


6. Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah


4. Evaluasi


Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah :


a. Pertukaran gas normal.


b. Bersihan jalan napas kembali efektif


c. Intake dan output seimbang


d. Intake nutrisi adekuat


e. Suhu tubuh dalam batas normal


f. Pengetahuan keluarga meningkat


g. Cemas teratasi


Sumber Dari :


http://hanikamioji.wordpress.com/

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep pada anak dgn Bronchopneumoni

Askep pada anak dgn Hirsprung

Askep pada anak dgn Hirsprung: "

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIRSPRUNG


Pengertian


Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan 3 Kg, lebih banyak laki –£terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).


Etiologi


Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.


Patofisiologi


Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).


Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.


Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).


Manifestasi Klinis


Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).


Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).


1. Anak – anak


a. Konstipasi

b. Tinja seperti pita dan berbau busuk

c. Distenssi abdomen

d. Adanya masa difecal dapat dipalpasi

e. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).


Komplikasi

a. Obstruksi usus

b. Konstipasi

c. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

d. Entrokolitis

e. Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197)


Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :

a Daerah transisi

b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit

c Entrokolitis padasegmen yang melebar

d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )

2. Biopsi isap

Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )

3. Biopsi otot rektum

Yaitu pengambilan lapisan otot rektum

4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )

5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus

( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )

6. Pemeriksaan colok anus

Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan


Penatalaksanaan

1. Medis

Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.

Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :

a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.

b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )

2. Perawatan

Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :

a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini

b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak

c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )

d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )


Konsep Tumbuh Kembang Anak

Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan dengan masalah–masalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ).

Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).


1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler

Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.

Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.

Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).


2. Fokus Intervensi

a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )

Tujuan :

1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan

Kriteria Hasil

1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi

2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik

Intervensi :

1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %

2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali

3. Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah

4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses

5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan


b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah

Tujuan :

1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan

Kriteria Hasil

1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya

2. Turgor kulit pasien lembab

3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan

Intervensi

1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan

2. Ukur berat badan anak tiap hari

3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah


c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)

Tujuan :

1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh

Kriteria Hasil

1. Turgor kulit lembab.

2. Keseimbangan cairan.

Intervensi

1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien

2. Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output

3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera

d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. (Whaley & Wong, 2004 ).

Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat

Kriteria hasil :

1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali

Intervensi

1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien

2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon

3. Kaji latar belakang keluarga

4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien

5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
BACA SELENGKAPNYA - Askep pada anak dgn Hirsprung
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI