kolom pencarian

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan | Testimoni | Perkakas
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

20 April 2010

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keenganan Akseptor KB Untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD di Puskesmas

KTI KEBIDANAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEENGANAN AKSEPTOR KB UNTUK MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama yang dihadapi diIndonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana.
Program KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan mengunakan metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk.
Pendapat Malthus yang dikutip oleh Manuaba (1998) mengemukakan bahwa pertumbuhan dan kemampuan mengembangkan sumber daya alam laksana deret hitung, sedangkan pertumbuhan dan perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada suatu titik sumber daya alam tidak mampu menampung pertumbuhan manusia telah menjadi kenyataan.
Berdasarkan pendapat di atas, diharapkan setiap keluarga memperhatikan dan merencanakan jumlah keluarga yang diinginkan berkenaan dengan hal tersebut. Paradigma baru Program KB Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi “Keluarga berkualitas 2015” untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas adalah keluarga sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, Harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sarwono, 2003 ).
Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam membangun keluarga kecil yang makin mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus diperhatikan bahkan terus ditingkatkan karena pencapaian tersebut belum merata. Sementara ini kegiatan Keluarga Berencana masih kurangnya dalam pengunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontasepsi dapat dikatakan bahwa 51,21 % akseptor KB memilih Suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02 % memilih Pil, 4,93 % memilih Implant 2,72 % memilih IUD dan lainnya 1,11 %. Pada umumnya masyarakat memilih metode non MKJP. Sehingga metode KB MKJP seperti Intra Uterine Devices (IUD). Implamt, Medis Operatif Pria (MOP) dan Medis Operatif Wanita (MOW) kurang diminati. (www. bkkbn. go. id, 2005).
Berdasarkan data dari BKKBN propinsi Lampung akseptor aktif IUD sebanyak 13,01%. Kabupaten Kota Madya Metro jumlah peserta KB aktif IUD 2.541 orang atau 14,61 % dari seluruh metode KB. Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas ........... ....... ...... tahun 2006, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) adalah 4.037 jiwa, sedangkan yang menjadi peserta KB aktif adalah 3.632 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut : KB Pil 1.341 orang atau 36,92 %, KB Suntik 1.174 orang atau 32,32 %, KB Implant 548 orang atau 15,08 %, KB IUD 395 orang atau 10,87%, KB MOW 146 orang atau 4,01 %, KB MOP 18 orang atau 0,49%, KB Kondom 10 orang atau 0,27 %.
Berdasarkan prasurvey di Puskesmas ........... ....... ...... bahwa pengguna alat kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang khususnya IUD dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor misalnya faktor tingkat ekonomi, usia, paritas, pendidikan. Pada umumnya PUS (Pasangan Usia Subur) yang telah menjadi akseptor KB lebih banyak menggunakan pil, suntik dan kondom. Namun pada akhir-akhir ini akseptor lebih dianjurkan untuk menggunakan program Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yaitu alat kontrasepsi spiral (IUD), susuk (Implant) dan kontap (Vasektomi dan Tubektomi). Metode ini lebih ditekankan karena MKJP dianggap lebih efektif dan lebih mantap dibandingkan dengan alat kontrasepsi pil, kondom maupun suntikan(www.bkkbn.go.id,1998). Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang mempengaruhi Keenganan Akseptor KB untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD ” .

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil prasurvey di Puskesmas ........... ....... ...... dari jumlah peserta KB aktif 3,632orang yang hanya menjadi peserta KB IUD hanya 10,87%. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor misalnya faktor tingkat ekonomi, usia, paritas, pendidikan. Dengan demikian peneliti ingin mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi keenganan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD.

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut “Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keenganan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas ........... Kecamatan ....... ...... tahun 2006” .

1.4 Pertanyaan Peneliti
1.4.1 Apakah tingkat ekonomi berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas ...........?
1.4.2 Apakah usia berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas ........... ?
1.4.3 Apakah paritas berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD diPuskesmas ...........?
1.4.4 Apakah pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas ...........?

1.5 Tujuan
1.5.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi keenganan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD.
1.5.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apakah tingkat ekonomi berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi IUD.
b. Untuk mengetahui apakah usia berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi IUD.
c. Untuk mengetahui apakah paritas berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi IUD.
d. Untuk mengetahui apakah pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD.

1.6 Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas ........... Kecamatan ....... ......
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan guna peningkatan pelayanan kontasepsi IUD demi terciptanya metode kontraswpsi efektif dan berjangka panjang.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya dalam memperbanyak referensi tentang alat kontrasepsi IUD dan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi akseptor IUD (Responden)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi masyarakat setempat untuk mengerti dan memahami tentang fungsi, manfaat, serta efektifitas kontrasepsi IUD sehingga masyarakat semakin mengenal dan pemakaian kontrasepsi IUD semakin bertambah.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dan wawasan dalam penelitian serta sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama kuliah.
5. Bagi Peneliti Lain
Agar dapat dijadikan masukan dalam penelitian serupa dan dapat lebih memperdalam penelitian yang sudah ada.

1.7 Ruang Lingkup
Ruang Lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Objek Penelitian : Faktor- faktor yang mempengaruhi keenganan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD.
2. Subjek Penelitian : Seluruh akseptor KB di wilayah Pusksesmas ........... Kecamatan ....... ......
3. Lokasi Peneliti : Wilayah Puskesmas ........... Kecamatan ....... ......
4. Waktu Penelitian :
5. Jenis Penelitian : Studi Deskriptif dengan pendekatan cross sectional
6. Alasan : Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keenganan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas ........... ....... ...... Tahun 2006


silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEENGANAN AKSEPTOR KB UNTUK MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)
BACA SELENGKAPNYA - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keenganan Akseptor KB Untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD di Puskesmas

Gambaran Ibu Melakukan Penyapihan Anak Kurang Dari 2 Tahun di Desa

KTI KEBIDANAN
GAMBARAN IBU MELAKUKAN PENYAPIHAN ANAK
KURANG DARI 2 TAHUN DI DESA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Seperti kita ketahui bahwa alam telah menyediakan makanan yang paling sesuai untuk bayi, yaitu ASI. Bagi anak, menerima ASI merupakan sebuah kebutuhan yang tak boleh terputus. Sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak-hak Anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak. Yang berarti selain ASI merupakan kebutuhan, juga merupakan hak asasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya (Sastroasmoro,. 2007).
Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif (Sofyan, 2005).
Asi ekslusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Purwanti, 2004).
Dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 223 juga secara eksplisit dianjurkan agar para ibu memberi ASI sampai bayi berusia 2 tahun.Dan sudah sejak lama juga organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan pemberian ASI eksklusif, yakni ASI saja tanpa tambahan apapun, selama 6 bulan (Pujiarto, 2005).
Berbagai kepustakaan menginformasikan bahwa pada waktu dilahirkan, jumlah sel otak bayi telah mencapai 66% dan beratnya 25% dari ukuran otak orang dewasa, priode pertumbuhan otak yang paling kritis dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun, jadi apabila pada masa tersebut seorang anak menderita gizi dapat berpengaruh negatif terhadap jumlah dan ukuran sel otaknya, dalam hal ini pemberian ASI hingga 2 tahun sangat dianjurkan (Krisnatuti & Yenrina, 2000).
Analisis gizi telah memperlihatkan bahwa Asi mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. Yaitu : kalori, protein, lemak, air, mineral, vitamin dan lain-lainnya terdapat dalam jumlah yang cukup dengan komposisi yang seimbang (Sastroasmoro, 2007).
Selain mengandung banyak gizi, ASI juga mudah dicerna bayi dan bersifat steril (tidak mengandung kuman). Pemberian ASI juga mempunyai efek emosional luar biasa yang mempengaruhi hubungan batin ibu dan anak serta perkembangan jiwa anak.
Bayi yang tidak mendapat ASI beresiko kekurangan gizi, lantaran selain tidak dilengkapi oleh zat kekebalan, susu formula dibuat dengan takaran yang belum tentu seluruhnya sesuai dengan kebutuhan bayi (Nadesul, 2007).
Keputusan berhenti menyusui adalah pilihan masing-masing ibu. Usia menyapih biasanya 2 tahun, namun ada juga yang sampai 4 tahun atau lebih. Menurut beberapa penelitian komposisi ASI terus berubah hingga anak usia 2 tahun dan masih tetap mengandung nutrisi penting yang berguna untuk membangun system kekebalan tubuh anak.
Gencaran promosi susu formula menjadi penyebab menurunnya jumlah bayi yang mendapat Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif.
Hasil penelitian yang dilakukan di Biro Konsultan Anak di Rumah Sakit UGM Yogyakarta tahun 1976 menunjukkan bahwa anak yang disusui sampai dengan satu tahun 50,6%. Sedangkan data dari Survey Demokrasi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1991 bahwa ibu, yang memberi ASI pada bayi 0-3 bulan yaitu 47% di perkotaan dan 55% di pedesaan (Depkes 1992) dari laporan SDKI tahun 1994 menunjukkan bahwa ibu-ibu yang memberikan ASI ekslusif kepada bayinya mencapai 47% sedangkan pada repelita VI ditargetkan 80% (Arifin Siregar, 2004).
Berdasarkan profil kesehatan di Puskesmas Pekalongan tahun 2007 yang memberi ASI ekslusif sebesar 547 orang atau 38,6% dari 1468 ibu menyusui (Dinkes Kab. Lam-tim, 2007).
Desa ........... ..... merupakan bagian dari 6 kelurahan yang berada di kecamatan Pekalongan, Berdasarkan data presurvei di desa ........... ..... 32B ditemukan jumlah ibu yang memiliki anak berusia <>

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
GAMBARAN IBU MELAKUKAN PENYAPIHAN ANAK KURANG DARI 2 TAHUN DI DESA
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

BACA SELENGKAPNYA - Gambaran Ibu Melakukan Penyapihan Anak Kurang Dari 2 Tahun di Desa

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anemia dalam Kehamilan di BPS

KTI KEBIDANAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA
DALAM KEHAMILAN DI BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan AKI Negara-negara ASEAN lainnya. Menurut SDKI tahun 2002/2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kehamilah hidup, sementara itu di negara tetangga Malaysia sebesar 36 per 100.000 kelahiran hidup, di Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup, bahkan di Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup. Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk menurunkan AKI, termasuk diantaranya program safe Motherhood yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1988, upaya ini telah berhasil menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup ditahun 1985 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997.
Tiga pesan kunci MPS adalah setiap persalinan ditolon oleh tenaga kesehtan terlatih, setiap komplikasi obsterti dan neontal mendapat pelayanan yang adekut dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Dari penatalaksanaan MPS, target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. (www.hanyawanita.com:2006)
Frekuensi ibu hami dengan anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu 63,5% sedang di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terdapat ibu hamil merupakan perdisposis anemia divisiensi di Indonesia (Saifuddin, 2006 : 281). Menurut WHO kejadian anemia kehamilan berkisar antara 20% sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Hoo Swie Tjiong menemukan angka anemia kehamilan 3,8 % pada trimester 1,13% trimester II < style="font-weight: bold;">B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pernyataan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat pengetahuan Ibu Hamil tentang anemia di BPS ........... ........ ...... Lampung-Timur?”.

C. Ruang Lingkup
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu hamil Trimester III dengan usia kehamilan di atas 37 minggu
3. Objek Penelitian : Ibu hamil Trimester III dengan usia kehamilan di atas 37 minggu yang mengalami anemia di BPS ........... ........ .......
4. Lokasi Penelitian : BPS ........... ........ ......
5. Waktu Penelitian : April s/d Mei 2008
6. Alasan : Karena masih ada ibu hamil dengan anemia di BPS ........... ........ .......
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil di BPS ........... ........ .......
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil dengan anemia di BPS ........... ........ ...... ........... .....
b. Untuk mengetahui berapa banyak ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan di BPS ........... ........ ...... ........... .....
c. Untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi ibu hamil dengan anemia di BPS ........... ........ ...... ........... .....

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan penerapan hasil studi
2. Lokasi penelitian
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan penatalaksanaan anemia
3. Bagi institusi pendidikan
Untuk menambah refrensi perpustakaan dan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
4. Bagi penelitian lain
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian di tempat ini.


silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA DALAM KEHAMILAN DI BPS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)


BACA SELENGKAPNYA - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anemia dalam Kehamilan di BPS

Hubungan Berat Badan Lahir dengan Ruptur Perineum Persalinan Normal pada Primigravida

KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN RUPTUR PERINEUM PERSALINAN NORMAL PADA PRIMIGRAVIDA

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT, 1995) serta 60/1000 kelahiran hidup (Susenas 1995), maka pada tahun 2003 AKI turun menjadi 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2003), sedangkan AKB turun menjadi 37/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Sementara itu, umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 63,20 tahun pada tahun 1995 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2003 (SDKI, 2003).
Indonesia membuat rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) untuk tahun 2001 - 2010, dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah dengan visi "Kehamilan dan Persalinan di Indonesia Berlangsung Aman, serta yang Dilahirkan Hidup dan Sehat," dengan misinya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan. Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (Saiffudin : 2002).
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika terjadi peristiwa "kepala keluar pintu". Pada saat ini seorang primipara biasanya tidak dapat tegangan yang kuat ini sehingga robek pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak (Prawirohardjo, 1999).
Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi. perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan.
Berdasarkan hasil data prasurvey, angka kejadian rupture perineum spontan yang dialami ibu primigravida di BPS Yuni Dwi Fitariyanti tahun 2007 masih sangat tinggi yaitu sebanyak 41 orang (65%) dari 63 persalinan normal. Sedangkan yang tidak mengalami rupture perineum berjumlah 22 orang. Jumlah berat badan bayi > 3100 gr yaitu 32 bayi sedangkan yang <> 3.100 gr yang mengalami rupture berjumlah 30 orang dan yang tidak mengalami rupture 2 orang. Sedangkan dari 31 orang ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan < style="font-weight: bold;">B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu adakah hubungan berat badan lahir dengan ruptur perineum persalinan normal pada primigravida di BPS ... .... .......... tahun 2007.

C. Ruang Lingkup
Penelitian ini akan mengkaji hubungan berat badan lahir dengan ruptur perineum persalinan normal pada primigravida di BPS ... .... ........... Dengan desain penelitian korelasi. Subjek penelitian yaitu ibu primigravida pada persalinan normal pada bulan Januari - Desember tahun 2007. Objek penelitian yaitu berat badan lahir di atas 3100 gram dan berat badan lahir kurang dari 3100 gram pada bulan Januari-Desember 2007 pada primigravida. Alasan dilakukannya penelitian karena masih banyak ditemukannya angka kejadian ruptur perineum pada primigravida di BPS ... .... .......... yaitu 41 dari 63 persalinan normal pada primigravida. Penelitian ini akan menggunakan metode cross sectional yang akan dilaksanakan pada bulan Mei 2007 di BPS ... .... .......... yang beralamat di Tegineneng .......... ..........

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara berat badan lahir dengan ruptur perineum persalinan normal pada primigravida di BPS ... .... .......... tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi jumlah berat badan lahir di atas 3100 gram dan berat badan lahir kurang dari 3100 gram yang dilahirkan ibu yang menyebabkan ruptur atau tidak ruptur perineum persalinan normal pada primigravida di BPS ... .... .......... tahun 2007.
b. Untuk mengetahui adakah hubungan berat badan lahir dengan ruptur perineum persalinan normal pada primigravida di BPS ... .... .......... tahun 2007.
c. Untuk mengetahui keeratan hubungan berat badan lahir dengan ruptur perineum persalinan normal pada primigravida di BPS ... .... .......... tahun 2007.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk:
1. Manfaat bagi tempat penelitian
Sebagai masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan memberikan masukan dalam memberikan penyuluhan.
2. Manfaat bagi institusi pendidikan
Untuk mendapatkan perbendaharaan perpustakaan/referensi bagi Kebidanan …………………….
3. Manfaat bagi peneliti
Untuk penerapan ilmu pengetahuan dalam membuat karya tulis dan sebagai salah satu pengalaman belajar di Akademi Kebidanan …………………….


silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN RUPTUR PERINEUM PERSALINAN NORMAL PADA PRIMIGRAVIDA
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

BACA SELENGKAPNYA - Hubungan Berat Badan Lahir dengan Ruptur Perineum Persalinan Normal pada Primigravida

Gambaran Pengetahuan Akseptor Kb Suntik Tentang Efek Samping Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) di RB

GAMBARAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KB SUNTIK TENTANG EFEK SAMPING DEPO MEDROXYPROGESTERONE ASETAT (DMPA) DI RB

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood”. Dewasa ini, Program Keluarga Berencana (KB) sebagai pilar pertama, telah dianggap berhasil (Saifudin, 2002). Program Keluarga Berencana (KB) adalah bagian yang terpadu (Integral) dalam program Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi, sprititual dan sosial budaya penduduk Indonesia (Dep. Kes RI, 1994).
Keluarga Berencana adalah salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat perkawinan, pengobatan kemandulan dan penjarangan kelahiran (Dep. Kes RI, 1994). Metode KB yang dapat digunakan terdiri dari 2 macam yaitu metode sederhana (kondom, spermiside, koitus interuptus, pantang berkala) dan metode efektif (hormonal, mekanis dan metode KB darurat) (Manuaba, 1998).
Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan kaum ibu adalah KB suntik, ini disebabkan karena aman, efektif, sederhana dan murah. Cara ini mulai disukai masyarakat kita dan diperkirakan setengah juta pasangan memakai kontrasepsi suntikan untuk mencegah kehamilan (1983) (Muchtar. R, 2002). Namun demikian KB suntik juga mempunyai banyak efek samping, seperti amenorea (30%), spoting (bercak darah) dan menoragia, seperti halnya dengan kontrasepsi hormonal lainnya dan dijumpai pula keluhan mual, sakit kepala (<1-17%) style="font-weight: bold;">B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat di rumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Akseptor KB Suntik Tentang Efek Samping Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) di RB Do’a Ibu Sekampung Lampung Timur 2007” ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Akseptor KB suntik Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA).
3. Objek penelitian : Pengetahuan akseptor KB suntik tentang efek samping Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA)
4. Lokasi penelitian : Dilaksanakan di RB Do’a Ibu Sekampung Lampung Timur
5. Waktu penelitian : 5 Mei – 7 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan akseptor KB suntik tentang efek samping Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) di RB Do’a Ibu Sekampung Lampung Timur tahun 2007.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bidan RB Do’a Ibu Sekampung
Menjadi bahan masukan bagi program kerja bidan untuk meningkatkan konseling yang berkaitan dengan efek samping pada kontrasepsi khususnya kontrasepsi suntik.
2. Instansi Pendidikan Prodi Kebidanan Metro
Sebagai bahan bacaan dan menjadi sumber Pustaka untuk penelitian selanjutnya.
3. Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan, khususnya dalam bidang penelitian terhadap “Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Efeksamping KB Suntik di RB Do’a Ibu Sekampung”.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
GAMBARAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KB SUNTIK TENTANG EFEK SAMPING DEPO MEDROXYPROGESTERONE ASETAT (DMPA) DI RB
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

BACA SELENGKAPNYA - Gambaran Pengetahuan Akseptor Kb Suntik Tentang Efek Samping Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) di RB

Karakteristik Ibu Hamil yang Melaksanakan Antenatal Care di BPS

KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MELAKSANAKAN
ANTENATAL CARE DI BPS

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pada tahun 1990 WHO meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy Safer) di dukung oleh badan-badan internasional seperti UNFPA, UNICEF dan Word Bank, sebagai upaya untuk menurunkan AKI dan AKB yang masih cukup tinggi dan sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang (Saeffudin, 2002). Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Ini berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Kematian ibu di Indonesia pada SDKI 2003 terdata 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian perinatal adalah 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003).
Angka kematian bayi di propinsi Lampung diperkirakan pada tahun 2000 berdasarkan proyeksi penduduk BPS menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2001 yaitu sebesar 41 per 1000 kelahiran hidup. Indikasi ini menunjukkan bahwa tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Lampung meningkat dari tahun 2000 ke 2001 dan pada tahun 2002 mengalami sedikit peningkatan yaitu 42 per 1000 kelahiran hidup sedangkan tahun 2003 AKB meningkat menjadi 55 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pencatatan dan pelaporan sudah mengalami peningkatan dan hasil ini belum mencapai target tahun 2003 yaitu 42 per 1000 kelahiran hidup dan target Lampung Sehat 2010 dan Indonesia sehat 2010 yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Lampung, 2005). Angka Kematian Balita di propinsi Lampung Tahun 1980-2003. Balita umur 0-< 5 Tahun. Tahun 1980, 147 per 1000 kelahiran hidup, Tahun 1990, 86 per 1000 kelahiran hidup, Tahun 1995, 75 per 1000 kelahiran hidup, Tahun 1997, 43 per 1000 kelahiran hidup, SDKI 2002-2003 64 per 1000 kelahiran hidup (Sumber : SP 1980, 1990 dan Estimasi Parameter Demografi Indonesia BPS, SDKI 2002-2003 data 2004 dan 2005 belum tersedia di BPS).
Hasil SDKI 2002-2003 angka kematian balita 64 dan angka ini belum mencapai target 58 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah balita mati di propinsi Lampung tahun 2004 sejumlah 109 kasus, terbesar di kota Metro (40 kasus) dan terendah di kabupaten Lampung Barat (1 kasus) dan pada tahun 2005 jumlah kasusnya 224 kasus per 165.341 kelahiran hidup. Kasus kematian balita disebabkan oleh permasalahan kesehatan anak dan balita seperti gizi, sanitasi penyakit infeksi dan kecelakaan. Sedangkan angka kematian ibu (AKI) di propinsi Lampung berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2005 adalah terdapat 145 kasus dari 165.347 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu disebabkan pada masa kehamilan dan persalinan. Untuk itu perlu kerja keras dan komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan meningkatkan dukungan terhadap pelayanan dan kesehatan ibu/maternal, baik dalam antenatal care (ANC) dan meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Salah satu upaya Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB adalah negara membuat rencana strategi nasional making pregnancy safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 yang menyebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, maka visi MPS adalah “Kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup sehat” (Saeffudin, 2002). Pengawasan antenatal atau yang sering disebut pemeriksaan kehamilan adalah pelayanan antenatal yang diberikan oleh tenaga ahli profesional yaitu dokter spesialis kebidanan, dokter umum, dokter bukan spesialis yang mempunyai banyak pengalaman dalam kebidanan, bidan, public health care, home help, pemanfaatan jenis pelayanan ANC diharapkan dapat menghasilkan atau memperbaiki status kesehatan ibu hamil. Dalam hal ini pemanfaatan pelayanan ANC yang tepat akan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan janin yang akan di lahirkannya sehingga menuju ke keluarga yang sehat dan sejahtera (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Pemanfaatan pelayanan antenatal oleh seorang ibu hamil dapat dilihat dari cakupan pelayanan antenatal. Peningkatan pelayanan kesehatan antenatal dipengaruhi oleh pemanfaatan pengguna pelayanan antenatal. Dengan tidak dimanfaatkannya sarana pelayanan antenatal dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti: ketidakmampuan dalam hal biaya, lokasi pelayanan yang jaraknya terlalu jauh atau petugas kesehatan tidak pernah datang secara berkala (Sarwono Prawirohardjo, 2002). Dengan demikian untuk meningkatkan hasil cakupan ibu hamil ada beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian. Di samping faktor ibu hamil sendiri (karakteristik) untuk memeriksakan kehamilanya maka, faktor biaya, petugas pelayanan kesehatan, sarana dan fasilitas kesehatan yang tersedia merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan cakupan ibu hamil. Alasan penulis mengambil di BPS ................ Desa Bangun Rejo Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten .......... ......... karena di desa tersebut terdapat 810 PUS (Pasangan Usia Subur). Dari 810 PUS tersebut terdapat 16 PUS yang telah hamil (primigravida) dan 14 lainnya multigravida dan penulis ingin mengetahui karakteristik ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di BPS ................ Desa Bangun Rejo Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten .......... ......... Tahun 2006.

B. Perumusan Masalah
Bagaimana karakteristik ibu hamil yang melaksanakan antenatal care di BPS ................ Desa Bangun Rejo Kecamatan Gunung Sugih .......... .......... Tahun 2006?.

C. Ruang Lingkup
- Jenis penelitian : deskriptif
- Objek penelitian : karakteristik ibu hamil yang melaksanakan antenatal care.
- Subjek penelitian : seluruh ibu hamil baik primigravida maupun multigravida.
- Lokasi penelitian : BPS. ................ desa Bangun Rejo kecamatan Gunung Sugih .......... ..........
- Waktu penelitian : Bulan Oktober 2006 sampai dengan bulan Mei 2007.
- Alasan penelitian : - Untuk mengetahui karakteristik ibu hamil yang melaksanakan antenatal care.
- Jumlah PUS yang meningkat di Desa Bangun Rejo
- Jumlah ANC di BPS ................ meningkat oleh karena jumlah PUS di desa tersebut yang meningkat pula.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik tentang ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS ................ Desa Bangun Rejo Kecamatan Gunung Sugih .......... ......... tahun 2006.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran umur ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS ................ Desa Bangun Rejo Kecamatan Gunung Sugih .......... ......... tahun 2006.
b. Untuk mengetahui gambaran pendidikan ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS ................ Desa Bangun Rejo Kecamatan Gunung Sugih .......... ......... tahun 2006.
c. Untuk mengetahui gambaran tentang paritas ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS ................ Desa Bangun Rejo Kecamatan Gunung Sugih .......... ......... tahun 2006.
d. Untuk mengetahui gambaran tentang tingkat pendapatan keluarga ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS ................ Desa Bangun Rejo Kecamatan Gunung Sugih .......... ......... tahun 2006.
e. Untuk mengetahui gambaran tentang jarak lokasi BPS ke rumah ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS ................ Desa Bangun Rejo Kecamatan Gunung Sugih .......... ......... tahun 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi BPS
Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan konseling dalam pelayanan antenatal care di wilayah BPS .................
2. Bagi Masyarakat Khususnya Ibu Hamil
Agar ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar pelayanan kebidanan, sehingga apabila diketahui resiko kehamilan secara dini dapat dilakukan tindakan lebih lanjut atau rujukan segera bila diperlukan.
3. Bagi Perkembangan Ilmu
Diharapkan semakin bertambahnya zaman dan ilmu, angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) dapat turun dengan pelan-pelan karena tenaga kesehatan yang makin profesional dan masyarakat yang semakin kritis.
4. Bagi Akademi Kebidanan Wira Buana Metro
Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan asuhan kebidanan pelayanan antenatal.
5. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti bahwa ibu hamil perlu atau harus di lakukan pengawasan untuk menghindari bahaya yang terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan nifas sehingga penulis dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dalam melaksanakan ANC.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MELAKSANAKAN ANTENATAL CARE DI BPS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)
BACA SELENGKAPNYA - Karakteristik Ibu Hamil yang Melaksanakan Antenatal Care di BPS

19 April 2010

Pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Angka kematian ibu merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan belum baik (Affandi, 2000). AKI menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini masih merupakan yang tertinggi di ASEAN sedangkan AKI di Provinsi Lampung Pada tahun 2003 sejumlah 98 dari 186.248 ibu (Provil Kesehatan Provinsi Lampung, 2004) dan di Kota Metro AKI pada tahun 2005 adalah sekitar 2 per 2.762 lahir hidup (dinkes kota metro, 2006).
Penyebab kematian ibu di Indonesia yang utama adalah perdarahan (28%), eklampsia (13%), komplikasi aborsi (11%), sepsis (10%) dan partus lama (9%) (www.google.com, 2006). Penyebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (ANC) yang memadai. Dengan melaksanakan ANC secara teratur pada ibu hamil diharapkan mampu mendeteksi dini dan menangani komplikasi yang sering terjadi pada ibu hamil, sehingga hal ini penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilannya berjalan dengan normal.
Salah satu cara dalam ANC untuk mendeteksi dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan adalah dengan mengenali tanda-tanda bahaya yang sering terjadi pada kehamilan yaitu :
1. Perdarahan pervaginam
2. Sakit kepala yang berlebihan
3. Perubahan visual secara tiba-tiba
4. Bengkak pada kaki dan tangan
5. Nyeri abdomen yang berlebihan
6. Janin kurang bergerak seperti biasanya (Pusdiknakes, 2001)
7. Muntah yang terus menerus
8. Menggigil atau panas badan
9. Disuria
10. Keluar cairan pervaginam (Williams, 1995)

Dalam hal ini bidan dan ibu hamil harus mampu mengenali tanda-tanda bahaya tersebut. Sehingga apabila terdapat salah satu tanda-tanda bahaya tersebut dapat ditangani dengan sesuai, tepat dan akurat.
Data yang didapat di Puskesmas Metro selama periode April – Mei 2006 terdapat 83 ibu hamil. Dari data pra survey dilakukan terhadap 20 orang ibu hamil didapatkan 15 ibu hamil yang belum mengetahui tentang tanda-tanda bahaya kehamilan. Berdasarkan data di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan Di Puskesmas Metro Tahun 2006”

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan ?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan.
b. Mengetahui sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut :
1. Metode Penelitian : Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan.
3. Subyek penelitian : Ibu hamil yang memeriksakan diri di Puskesmas Metro.
4. Lokasi penelitian : Di Puskesmas Metro
5. Waktu Penelitian : 8 – 13 Mei 2006


E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi :
1. Bagi Ibu Hamil
Untuk menambah pengetahuan ibu hamil dalam mendeteksi dini tanda-tanda bahaya kehamilan agar tidak terlambat di bawa ke tenaga kesehatan.

2. Bagi Institusi Tempat Penelitian
Diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan masukan terhadap peningkatan pelaksanaan Program KIA, khususnya Antenatal Care (ANC) di Puskesmas Metro.


3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bahan bacaan dan referensi bagi perpustakaan di institusi pendidikan.
BACA SELENGKAPNYA - Pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan di puskesmas

Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang tablet tambah darah (Fe) dalam mencegah anemia kehamilan di BPS

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Anemia merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal. Anemia gizi adalah keadaan di mana kadar hemoglobin (Hb), hemotokrit dan sel darah merah lebih dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut (Arisman, 2006 ).

Anemia dalam kehamilan yang paling sering di jumpai adalah anemia gizi besi. Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Penyebabnya karena kurangnya asupan zat besi dalam makanan gangguan resorpsi, gangguan penggunaan atau perdarahan. Frekuensi anemia dalam kehamilan di dunia cukup tinggi berkisar antara 10% dan 20% (Prawirohardjo, 2002).

Suplementasi pemberian tablet tambah darah dalam program penanggulangan anemia gizi telah di uji secara ilmiah efektifitasnya apabila dilaksanakan sesuai dengan dosis dan ketentuan. Program pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil yang menderita anemia kurang menunjukkan hasil yang nyata. Faktor yang mempengaruhi adalah kepatuhan minum tablet tambah darah yang tidak optimal dan status ibu sebelum hamil sangat rendah, sehingga jumlah tablet tambah darah yang dikonsumsi tidak cukup untuk meningkatkan Hemoglobin (Hb) dan simpanan besi (Depkes RI, 2005)

Tidak mudah menjalankan program suplementasi dengan pil besi terutama ibu hamil. Penyebabnya antara lain sebagian besar sasaran tidak terjangkau oleh program, ibu yang bersangkutan tidak merasakan kebutuhannya karena tidak merasa sakit, efek samping yang dapat menyebabkan ibu enggan minum pil setiap hari, dan kelalaian untuk minum pil setiap hari ( Kalbe, 2008 ).

Seorang wanita hamil yang memiliki kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10% disebut anemia dalam kehamilan. Dampak kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan dan nifas yaitu dapat mengakibatkan abortus, partus prematurus, partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia uteri, syok, infeksi intra partum maupun post partum. Anemia berat dengan Hemoglobin (Hb) kurang dari 4% dapat mengakibatkan dekompensatiocordis. Sedangkan komplikasi dapat terjadi pada hasil konsepsi yaitu kematian mudighah, kematian perinatal, prematuritas, cacat bawaan dan cadangan zat besi kurang (Prawirohardjo, 2002).

Mendeteksi anemia dalam kehamilan, menurut Ikatan Bidan Indonesia (2000) ibu hamil harus dilakukan pada kunjungan pertama dan minggu ke-28. Bila kadar Hb <>
BACA SELENGKAPNYA - Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang tablet tambah darah (Fe) dalam mencegah anemia kehamilan di BPS

Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare postnatal breastcare dan teknik menyusi di RB

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kehamilan adalah masa yang menggembirakan, bagi calon orang tua dan keluarga. Calon orang tua terutama calon ibu perlu memiliki pengetahuan dan kesiapan untuk hamil, melahirkan dan menyusui anak. Dalam era pembangunan ini menyusui bayi mempunyai arti ekonomi yang besar, dari 214 juta jiwa penduduk Indonesia terdapat kurang lebih 15 juta jiwa anak-anak usia dibawah 2 tahun (Profil Indonesia, 2003). Bila seluruh bayi disusukan sampai usia 2 tahun, maka jumlah ASI yang dihasilkan oleh 15 juta ibu yang menyusukan kurang lebih 15 juta liter per hari. (Rulina Suradi,2002)
Air susu ibu merupakan makanan terbaik untuk bayi yang tidak perlu disangsikan lagi. Disamping zat-zat nutrisi yang terkandung didalamnya, pemberian ASI juga mempunyai beberapa keuntungan yaitu : steril dan aman dari pencemaran kuman, produksi disesuaikan dengan kebutuhan bayi, mengandung zat antibody yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh kuman juga virus, serta bahaya alergipun tidak ada.
Selama kehamilan perlu dilakukan persiapan menyusui yang baik, seperti intake nutrisi yang adekuat, pre dan post natal breastcare. Bimbingan pre dan postnatal breastcare merupakan komponen utama sebagai dasar keberhasilan menyusui. Perawatan payudara baik pada masa kehamilan ataupun masa nifas mempunyai tujuan : memelihara kebersihan payudara, melenturkan dan menguatkan puting susu, mengeluarkan puting susu yang masuk kedalam atau datar, dan mempersiapkan produksi ASI (Manuaba, 1998).
Sebaiknya pada masa kehamilan dan masa nifas, ibu hamil telah mendapatkan teknik pre dan postnatal breastcare dari bidan. Bidan sebagai pelaksana pelayanan kebidanan berkewajiban untuk itu, karena bila ibu hamil kurang mengetahui tentang teknik breastcare, akan berdampak payudara tidak terawat sehingga akan bermasalah pada awal masa laktasi seperti puting susu lecet, payudara bengkak, air susu tersumbat. Sebagaimana dilaporkan 57% dari ibu menyusui di Indonesia pernah menderita kelecetan pada putingnya (Soetjiningsih, 2002).
Masalah di atas bila dibiarkan akan berdampak buruk pada bayi. Bayi akan rentan terkena penyakit seperti diare, ISPA dan sebagainya, karena bayi tidak mendapat ASI eksklusif sehingga kekebalan yang terbentuk di dalam tubuhnya kurang sempurna.
Dari hasil pengamatan pada praktek lapangan, bayi yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan frekuensi terkena diare sangat kecil, bahkan mulai minggu ke 4 sampai bulan ke 6 bayi jarang defekasi dan sering menjadi keluhan ibu yang datang ke klinik karena bayinya tidak defekasi lebih dari 3 hari. Pada kelompok bayi yang mendapat susu tambahan lebih sering mengalami diare. Dengan demikian kesehatan bayi yang mendapat ASI eksklusif akan lebih baik bila dibandingkan kelompok bayi yang diberi susu formula (Sri Purwati H, 2004).
Pada tahun 2006 jumlah bayi di Lampung Timur berjumlah 9.624 bayi sedangkan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif hanya berjumlah 2.310 bayi, artinya bayi yang mendapat ASI eksklusif hanya sebesar 24% (Din.Kes Lampung Timur, 2006). Berdasarkan data tersebut diperoleh gambaran masih banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan dalam pemberian ASI pada masa awal laktasi.
Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 perdesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4%-12%, sedangkan dipedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13%. Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif (asi.blogsom.online, 2007).
Pemberian ASI di Indonesia hingga saat ini masih banyak menemui kendala. Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi khususnya ASI eksklusif masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI, gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja (asi.blogsom.online, 2007).
Sekitar 70% ibu di Indonesia bekerja, ini merupakan salah satu faktor pendukung ibu kurang bisa menyusui bayinya secara eksklusif. Selain itu kesibukan pula menyebabkan ibu tidak sempat melakukan teknik breastcare, sehingga ibu-ibu masih banyak yang mengalami tidak lancarnya pemberian ASI pada masa awal laktasi. Ibu-ibu hamil tidak akan mengalami kesulitan dalam pemberian ASI, bila sejak awal telah mengetahui bagaimana teknik breastcare yang benar (asi.blogsom.online, 2007).
Penelitian Ratna Ardianti (2004), mengenai pengetahuan ibu nifas tentang teknik postnatal breastcare di desa Lehan kecamatan Bumi Agung Lampung Timur dimana 7% dari 42 orang ibu nifas termasuk kategori kurang baik dalam perawatan payudara dan 21% dari 42 orang ibu nifas termasuk kategori kurang baik dalam teknik menyusui.
Berdasarkan hasil prasurvei yang dilakukan penulis di RB Doa Ibu Sekampung pada tanggal 26 Februari 2004 – 04 Maret 2007. Dimana telah ditemukan sekitar 20% dari 23 orang ibu bersalin, mengalami masalah dalam pemberian ASI, yaitu tidak lancarnya pemberian ASI pada awal masa laktasi, dimungkinkan karena faktor ibu-ibu yang belum mengetahui tentang teknik pre maupun postnatal breastcare.
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian “pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare, postnatal breastcare dan teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung tahun 2007“.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka penulis mencoba menyimpulkan masalah tersebut dalam rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare, postnatal breastcare dan teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung?“

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Penelitian ini bersifat deskriptif
2. Obyek penelitian : Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare, postnatal breastcare dan teknik menyusui di RB Doa Ibu sekampung
3. Subyek penelitian : Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di RB Doa Ibu Sekampung
4. Lokasi penelitian : RB Doa Ibu Sekampung Lampung Timur
5. Waktu penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk diketahuinya gambaran pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik pre natal breastcare, post natal breastcare dan teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang teknik pre natal breastcare di RB Doa Ibu Sekampung
b. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil tentang teknik pre natal breastcare di RB Doa Ibu Sekampung
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil teknik post natal breastcare di RB Doa Ibu Sekampung
d. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil teknik post natal breastcare di RB Doa Ibu Sekampung
e. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung
f. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil tentang teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sejauh mana pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare, post natal breastcare dan teknik menyusui serta menambah pengalaman dalam penelitian se rta menerapkan ilmu yang didapat selama mengikuti kuliah.
2. Bagi RB Doa Ibu Sekampung
Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan ANC yang diberikan di masyarakat khususnya pengetahuan tentang teknik perawatan payudara periode pre natal breastcare dan post natal breastcare di tempat masing-masing guna pemanfaatan ASI eksklusif.
3. Bagi Bidan sebagai Pelaksana Pelayanan Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidan sebagai pelaksana pelayanan kebidanan agar menggalakkan pre natal breastcare dan post natal breastcare.


BACA SELENGKAPNYA - Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare postnatal breastcare dan teknik menyusi di RB

Pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan di wilayah puskesmas

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan masyarakat terutama ibu dan anak. Saat ini angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1.000 kelahiran hidup. (Saifuddin, 2002 : xii).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan, infeksi dan eklamsi. Selain itu penyebab tak langsung kematian ibu antara lain adalah anemia, kurang energi kronis dan keadaan empat terlalu yaitu : terlalu muda atau tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak. Kematian ibu juga diwarnai oleh hal-hal non teknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status wanita, ketidakberdayaannya dan taraf pendidikan yang rendah. (Saifuddin, 2002 : 6).
Kenyataan menunjukkan bahwa 75% sampai 80% dari penolong persalinan, terutama di pedesaan, masih dilakukan oleh dukun, dapat dipahami bahwa dukun tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan akibatnya terjadi pertolongan persalinan yang tidak adekuat. Akibat pertolongan persalinan yang tidak adekuat misalnya pertolongan persalinan oleh dukun dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan karena pertolongan yang salah, kematian janin dalam rahim, partus lama, ruptur uteri, infeksi berat dan janin mengalami asfiksia, infeksi dan trauma persalinan. (Manuaba, 1998 : 19).
Salah satu kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB adalah penempatan Bidan di desa sejumlah 54.120 selama 1989 / 1990 sampai 1996 / 1997. Namun kesadaran masyarakat untuk bersalin di bidan masih relatih rendah, karena dalam lingkungannya dukun merupakan tenaga terpercaya dalam segala hal yang berkaitan dengan reproduksi. (Syaifudin, 2002 : 7). Selain itu juga diadakannya pelatihan dukun – dukun dengan harapan dapat lebih cepat mengenal tanda – tanda bahaya yang ditimbulkan dalam kehamilan dan persalinan, dan segera minta pertolongan kepada bidan. Namun hanya 10-20% saja dukun terlatih yang masih berhubungan dengan Puskesmas atau bidan pemberi pelatihannya, selebihnya sama sekali tidak diketahui cara pertolongannya sesudah dilatih, ataupun tingkat keamanan pelayanan yang diberikan, sehingga perlu dipantau kembali bagaimana pengetahuan dukun - dukun yang sudah terlatih agar ilmu yang telah didapat tetap diterapkan. (Prawirohardjo, 2002 : 13)
Menurut data profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung 2002 bahwa persalinan yang ditolong oleh dukun masih tinggi yaitu sebesar 31.733 (17,33%) dari 183.082 persalinan. Di Kabupaten Tulang Bawang persalinan yang ditolong dukun terlatih sebesar 3.758 persalinan (31%) dari 12.104 persalinan, di wilayah Puskesmas Dayamurni sebesar 99 (12%) dari 831 persalinan, dengan jumlah dukun terlatih bersalin di wilayah Puskesmas Dayamurni sebanyak 45 dukun yang tersebar di 9 desa. Dari 12. 104 persalinan di Kabupaten Tulang Bawang pada tahun 2002 terdapat kematian ibu 5 orang dengan sebab : perdarahan 1 orang, eklamsi 3 orang, dan retensio plasenta 1 orang. Kematian neonatal dengan penyebab asfiksia adalah 12 (24%) dari 50 kematian neonatal.
Mengingat masih banyaknya pertolongan oleh dukun yaitu 12% dan belum konsistennya dalam menerapkan prinsip 3 bersih dalam persalinan oleh dukun. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “bagaimanakah pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan di Wilayah Puskesmas Dayamurni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Objek penelitian : pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan.
2. Subjek penelitian : dukun terlatih di Wilayah Puskesmas Dayamurni.
3. Lokasi penelitian : wilayah puskesmas Dayamurni.
4. Waktu penelitian : Tanggal 4 – 26 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Memperoleh gambaran tentang pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan dengan prinsip 3 bersih di Wilayah Puskesmas Dayamurni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang.

2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya pengetahuan dukun terlatih dalam menolong persalinan dengan prinsip 3 bersih di Wilayah Puskesmas Dayamurni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang.
b. Diketahuinya sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan dengan prinsip 3 bersih di Wilayah Puskesmas Dayamurni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi puskesmas
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dukun terlatih dalam pertolongan persalinan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
2. Bagi dukun
Menambah pengetahuan dukun dalam menolong persalinan dengan selalu konsisten dalam penerapan prinsip 3 bersih, sehingga diharap dapat membantu menurunkan AKI dan AKB.
3. Bagi peneliti
Diharapkan dapat mengungkapkan informasi yang bermanfaat mengenai tingkat pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan dengan penerapan prinsip 3 bersih.

4. Bagi istitusi pendidikan
Diharapkan dapat melengkapi bahan bacaan di perpustakaan dan menyempurnakan metode penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, serta sebagai acuan untuk penelitian sejenis dengan variabel penelitian yang lebih kompleks.
BACA SELENGKAPNYA - Pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan di wilayah puskesmas

Pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan, vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Diseluruh dunia (WHO, 1991) diantara anak-anak prasekolah diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 juta kasus baru xeroftalmia tiap tahun, kurang lebih 10% diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta (Almatsier S, 2002).
Masalah kekurangan vitamin A banyak terjadi dinegara sedang berkembang termasuk India dan Indonesia. Di dua negara tersebut telah dilakukan usaha mengurangi penderitaan kekurangan vitamin A pada kalangan bayi dan anak-anak pra sekolah dengan cara memberikan vitamin A dosis tinggi sekali setahun. Percobaan dilakukan selama 2 tahun, dan dari hasil penelitian tersebut ternyata 300.000 IU vitamin A dalam minyak dapat menjaga kadar vitamin A dalam tubuh bayi dan anak-anak tersebut dalam kisaran waktu yang normal, yaitu sampai 6 bulan dan dapat mencegah terjadi gejala kekurangan vitamin A (Winarno, 1995). Kekurangan vitamin A meningkatkan resiko anak terhadap penyakit infeksi seperti penyakit saluran pernapasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Almatsier S, 2002).
Strategi penanggulangan kekurangan vitamin A yaitu dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, yang diberikan pada bayi (6–11 bulan), balita (1–5 tahun) dan ibu nifas. Berdasarkan laporan tahun 2003, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita masih di bawah 58,81% (Depkes. RI., 2003).
Pada tahun 2003, cakupan pemberian kapsul vitamin A sebesar 57%,sedangkan pada tahun 2004 terjadi penurunan cakupan kapsul vitamin A yaitu hanya mencapai 52,26% dengan target yang sama yaitu 65% (DinKes Prop. Lampung, 2004).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai cakupan pemberian kapsul vitamin A bayi dan anak balita tahun 2005 adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Cakupan Vitamin A Bayi dan Anbal Dinas Kesehatn Kota Metro

Tahun 2005

No Puskesmas Bayi Anbal
Sasaran Cakupan % Sasaran Cakupan %
1. Yosomulyo 439 344 78,35 784 668 85,20
2. Metro 306 244 79,73 617 159 25,76
3. Iringmulyo 680 928 136,47 2732 2483 90,88
4. Banjarsari 450 399 88,66 1486 1336 89,9
5. Sumbersari 299 514 171,9 481 476 98,96
6. Ganjar agung 396 413 104,29 1165 1163 99,82
Jumlah 2570 2842 110,58 7265 6685 92,01
Sumber data : Dinas Kesehatan Kota Metro 2005

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa anak balita yang mendapatkan kapsul vitamin A di wilayah kerja Puskesmas tahun 2005 menunjukkan angka cakupan terkecil yaitu hanya mencapai 159 (25,76%) dari 617 sasaran yang ada (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2005).
Rendahnya cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita bisa terjadi karena masih rendahnya pengetahuan dan sikap ibu balita terhadap pemberian kapsul vitamin A dan karena manajemen distribusi belum optimal, misalnya tidak ada sweeping pemberian kapsul vitamin A, pencatatan dan pelaporan yang belum baik (DinKes Prop. Lampung, 2004), sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Tentang Pemberian Kapsul Vitamin A Di Puskesmas Metro?”

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai balita di Puskesmas Metro.
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Tentang Pemberian Kapsul Vitamin A Di Puskesmas Metro
4. Lokasi Penelitian : Wilayah kerja Puskesmas Metro.
5. Waktu Penelitian : Maret – Mei 2006

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap Ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.

E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh beberapa manfaat, diantaranya yaitu :
1. Bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya evaluasi dan pengembangan program pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.


2. Bagi Ibu Balita
Sebagai masukan pada ibu balita agar lebih mengerti pentingnya manfaat pemberian kapsul vitamin A pada balita.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan dan dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

BACA SELENGKAPNYA - Pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di puskesmas

Gambaran Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari Terhadap Ibu Nifas Di BPS

KTI KEBIDANAN
GAMBARAN PENATALAKSANAAN CARA MEMANDIKAN NEONATUS
0-7 HARI TERHADAP IBU NIFAS DI BPS


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Ilmu kedokteran semakin hari semakin berkembang, demikian juga dengan penemuan tentang cara memandikan bayi baru lahir. Dahulu bayi yang baru lahir biasanya langsung dimandikan, baik itu oleh bidan maupun dukun beranak. Saat itu memandikan bayi yang baru lahir secara langsung merupakan prosedur dalam bidang kedokteran. Tujuannya karena bayi yang berlumuran darah, lendir, mekonium atau kotoran bayi yang warnanya hitam kental, air ketuban, dan lemak berwarna putih yang kelihatan sangat menjijikkan. Saat ini sudah berubah, sekarang bayi baru lahir baru dimandikan enam jam dari waktu kelahirannya atau setelah suhu tubuhnya stabil.
Bayi yang baru lahir sebaiknya tidak dimandikan walaupun dengan air hangat, karena belum bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Jika bayi dibasahi dengan air maka panas yang ada dalam tubuhnya akan terambil sehingga suhu tubuhnya akan turun drastis. Jika bayi yang baru lahir kehilangan suhu tubuh, darah yang mengalir dalam tubuh yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuhnya akan berkurang. Dengan demikian beberapa organ tubuh akan membiru, misalnya tangan, wajah, kaki dan kulit. Bukan hanya itu, akibat kekurangan oksigen tersebut maka beberapa sel-sel tubuh akan mengalami kerusakan, terutama sel-sel di daerah otak yang sensitif. Bagaimana jika sel-sel disekitar otak mengalami kerusakan, apa yang akan terjadi pada bayi kita kelak?.
Mandi untuk bayi bukan hanya untuk membersihkan tubuh tetapi mandi merupakan hal yang sangat menyenangkan bayi. Untuk orang tua mandi merupakan alat komunikasi antara orang tua dengan bayi, karena saat mandi orang tua biasanya melakukan sentuhan, usapan dan berbicara langsung walaupun bayi tidak mengerti arti ucapan tersebut.
Memandikan bayi bagi ibu nifas merupakan pekerjaan yang berat dan membingungkan karena kondisi tali pusat bayi yang masih basah, di tambah lagi dengan kondisi ibu setelah proses persalinan yang melelahkan dan bertambah sulit jika ibu bersalin post sesio secarea atau post vakum. Namun jika mereka mengetahui pedoman memandikan bayi karena sebelumnya sudah pernah memiliki anak maka hal itu bukanlah pekerjaan yang berat terkadang ibu nifas menyerahkan anaknya pada baby sitter, pembantu atau kepada orang tanya untuk memandikan sang bayi, bahkan terkadang orang tua ditahan tinggal di rumahnya sampai berbulan-bulan agar ada yang memandikan sang buah hati. Padahal jika ada kemauan, memandikan bayi ini bukan merupakan hal yang sulit (Dr. Bona Simanungkalit, DH.SM., M.Kes., 2007).
Dalam penelitian ini peneliti membatasi cara memandikan bayi dengan: mengukur suhu air menggunakan siku/punggung tangan, membersihkan mata bayi dengan kapas basah, menggunakan shampoo dan menyabuni dengan waslap, cara memegang bayi saat memandikan, membersihkan tali pusat saat memandikan dan cara membersihkan kemaluan.
Dari hasil pra survey pada bulan Februari sampai bulan Maret ternyata di wilayah kerja BPS ...................... Desa Bernai Kecamatan Tigeneneng ...................... jumlah ibu bersalin sebanyak 40 orang, dari hasil presurvey pada ibu nifas diketahui bahwa dari kempat puluh orang ibu nifas tersebut 27 diantaranya belum dapat memandikan bayinya dengan benar, hal ini diketahui pengamatan para ibu pada saat memandikan dan beberapa pertanyaan yang diajukan kepada para ibu nifas mengenai cara memandikan bayinya serta dari banyaknya ibu nifas yang menanyakan tentang bagaimana cara memandikan bayinya, karena kebanyakan dari mereka masih takut untuk memandikan bayinya sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu “Bagaimana Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari Terhadap Ibu Nifas di BPS ...................... Tegineneng ......................”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu Nifas di BPS ...................... Tegineneng .......................
3. Objek Penelitian : Cara Memandikan Neonatus 0-7 hari.
4. Lokasi Penelitian : BPS ...................... Tegineneng .......................
5. Waktu Penelitian : Maret – Mei 2008.
6. Alasan Penelitian : berdasarkan pra suvey ternyata banyak ibu nifas yang belum memandikan bayinya.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah diketahuinya Gambaran Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari terhadap Ibu Nifas di BPS ...................... Tegineneng .......................

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman dalam melakukan penulisan ilmiah, menambah pengetahuan dan wawasan penulis.
2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan guna meningkatkan dan memaksimumkan pelayanan kepada ibu nifas dan neonatus.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya untuk dapat menambah referensi perpustakaan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
4. Bagi Iptek (Depkes)
Sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
GAMBARAN PENATALAKSANAAN CARA MEMANDIKAN NEONATUS 0-7 HARI TERHADAP IBU NIFAS DI BPS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)
BACA SELENGKAPNYA - Gambaran Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari Terhadap Ibu Nifas Di BPS

18 April 2010

Pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah puskesmas

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tolak ukur keberhasilan dari kemampuan pelayanan kesehatan satu negara diukur dengan angka kematian ibu. Indonesia termasuk negara dengan angka kematian ibu yang cukup tinggi bahkan tertinggi di ASEAN, yaitu sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup. AKI bervariasi diberbagai daerah dengan rentangan 330-700/100.000 kelairan hidup. Persalinan di Indonesia diperkirakan 5.000.000 pertahun, AKI 18.000 – 20.000 pertahun atau 53-55 perhari atau setiap 25-30 menit sekali (Manuaba, 2001).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 60-70% masih menduduki urutan pertama, disusul dengan pre eklampsia dan eklampsia 10-20%, infeksi 10-20% termasuk partus terlantar, lainnya emboli air ketuban dan anestesi. Dalam hal ini pemerintah telah mencanangkan upaya agar dapat mencapai penurunan AKI 225 per 100.000 persalinan pada akhir Pelita VI (Manuaba, 2001). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Tingkat I Lampung (2001) AKI di Lampung sebesar 1.056 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu di Propinsi Lampung yaitu perdarahan 43,24% (Profil Dinas Kesehatan Tingkat I, 2002).
Perdarahan pasca persalinan sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan perdarahan antepartum. Sebagian besar kematian ibu yang terjadi saat pertolongan pertama, sehingga masih mempunyai peluang yang besar untuk dapat melakukan pertolongan yang adekuat untuk menurunkannya. Waktu yang paling kritis untuk terjadinya perdarahan adalah ketika pelepasan plasenta dan segera setelah itu. Hal ini disebabkan karena terputusnya pembuluh darah tempat berimplantasinya plasenta. Salah satu langkah mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan post partum adalah manajemen aktif kala III persalinan, dimana tindakan tersebut meliputi pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir, penegangan tali pusat terkendali, dan pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir (Saifuddin, 2001).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kota Metro Desember 2002 – November 2003 ditemukan angka kejadian kematian ibu sebanyak 96 per seratus ribu kelahiran atau 3 dari 3.212 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2002). Dari hasil prasurvey bulan Desember 2003 di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan, ditemukan 5 dari 9 bidan belum melaksanakan manajemen aktif kala III secara baik dan benar. Keadaan ini menggambarkan bahwa pengetahuan dan keterampilan tentang manajemen aktif kala III masih kurang.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan ?”
C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III.
3. Subjek Penelitian : Semua bidan di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
4. Tempat Penelitian : BPS di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
5. Waktu Penelitian : 17 Mei 2004 – 30 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di Wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.

2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya pengetahuan bidan tentang manajemen aktif kala III.
b. Diperolehnya keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi tempat penelitian (Puskesmas Sumber Sari Bantul)
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sumber Sari Bantul sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III.
2. Manfaat bagi bidan yang ada di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat meningkatkan mutu pelayanan.

3. Manfaat bagi Institusi Pendidikan Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan manajemen aktif kala III.

4. Manfaat bagi Peneliti
Sebagai penerapan dari perkuliahan metode penelitian yang didapat di Politeknik Kesehatan Program Studi Kebidanan Metro.
BACA SELENGKAPNYA - Pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah puskesmas

Penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pijat merupakan salah satu bentuk terapi sentuh yang berfungsi sebagai salah satu teknik pengobatan penting yang sudah dikenal sejak lama, (Roesli. U., 2001). Melalui sentuhan pemijatan terhadap jaringan otot peredaran darah dapat meningkat lancar ataupun posisi otot dapat dipulihkan dan diperbaiki sehingga dapat meningkatkan fungsi-fungsi organ tubuh dengan sebaik-baiknya. Sentuhan atau pijatan pada bayi dapat merangsang produksi ASI, meningkatkan nafsu makan atau meningkatkan berat badannya (Luize., 1999).
Pijatan bayi merupakan salah satu cara yang menyenangkan untuk menghilangkan ketegangan dan kerewelannya. Karena pijatan lembut akan membantu mengendurkan otot-ototnya sehingga ia menjadi tenang dan tertidur. Pemijatan terhadap bayi oleh ibunya sendiri juga mempunyai makna sendiri, karena sangat berpengaruh terhadap hubungan batin atau hubungan kejiwaan antara ibu dan anak. Bagi sang bayi, pijatan ibu dapat dirasakan sebagai sentuhan kasih sayang yang sangat berarti bagi pembentukan kepribadiannya kelak dikemudian hari (Nestle., 2005).
Namun sayangnya masih banyak mitos-mitos dimasyarakat khususnya pada perawatan bayi yang tetap dipercaya, contohnya : masih banyak ibu-ibu yang enggan untuk melakukan pemijatan secara rutin kepada bayinya apalagi diawal-awal kelahirannya karena mereka beranggapan bahwa bayi tidak boleh sering dipijat, badannya masih lemah atau alasan lain yang tidak pernah dibuktikan kebenarannya. Padahal sentuhan pada bayi pada awal-awal kelahirannya bisa memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan bayi (Nestle.,2005).
Sebuah penelitian tentang pijat bayi prematur dilakukan oleh psikologi Tiffany Field, direktur Touch Research Institute di University of Miami School Of Medicine tahun 1986 di Florida, menunjukkan bahwa pemijatan sehari-hari memberikan manfaat yang berlimpah. Berat bayi prematur yang dipijat selama 10 hari, terbukti dapat bertambah 47% lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang tidak dipijat. Penelitian ini juga menemukan bahwa bayi yang mendapatkan pijatan lebih aktif dan waspada dan masa tinggal mereka di rumah sakit pun 6 hari lebih singkat dibandingkan dengan para bayi prematur yang tidak memperoleh pijatan (Seyburn. G. J., 2006)
Pijat bayi tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan fisik dan emosional bayi. Jika pijat bayi dilakukan oleh ayahnya, maka bisa meningkatkan produksi ASI pada tubuh ibu. Ini dinyatakan dalam suatu penelitian di Australia yang mengatakan bahwa ketika seorang ayah berinisiatif memijat bayi, hal itu akan menimbulkan perasaan positif pada istri. Inisiatif ini akan membuat istri merasa di sayang dan nyaman sehingga akan merangsang produksi oksitosin, dimana hormon ini berguna untuk memperlancar ASI. Penelitian menunjukkan 80% produksi hormon oksitosin dipengaruhi oleh kondisi psikis ibu. Selain itu, pijat akan membuat bayi cepat lapar sehingga makin banyak ASI yang disedot oleh bayi, maka produksi ASI makin meningkat (Waspada online.,2005).
Disamping itu data klinis terbaru hasil riset menunjukan bukti-bukti mengenai manfaat dari stimulasi sentuhan bayi dan ibu. Studi ini menunjukkan bahwa pijat bayi 47% mengurangi masalah tidur bayi dan 100% pria orang tua setuju bahwa pijatan tersebut memberikan pengalaman positif yang luar biasa antara bayi dan orang tuanya. Pijat juga meningkatkan fungsi motorik dan memperkuat jalinan otot yang mengalami down syndrome, termasuk 44% mempengaruhi perbaikan fungsi motorik bayi dan 82% perbaikan pada otot lengan dan kaki (Waspada online.,2005).
Meskipun pijat bayi mempunyai manfaat yang besar bagi bayi, namun kenyataannya banyak ibu yang tidak melakukan pemijatan pada bayinya. Mereka akan memijatkan bayinya pada dukun pijat bayi ketika bayi mereka rewel saja. Ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat pijat bayi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Maret 2007 terhadap para dukun bayi yang melakukan pijat bayi, ternyata mereka melakukan pijat bayi berdasarkan pengalaman saja tanpa dibekali pengetahuan tentang cara pijat bayi yang benar. Karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada usia 3-7 bulan di Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.





C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan
3. Subjek penelitian : Dukun pijat bayi.
4. Tempat penelitian : Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.
5. Waktu penelitian : 5–10 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.

2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh gambaran tentang persiapan alat-alat yang digunakan untuk pelaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi.
b. Diperoleh gambaran tentang cara kerja dalam melakukan penatalaksanaan pijat bayi :






E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dukun Pijat Bayi
Untuk dapat menambah wawasan sehingga dapat menerapkan pijat bayi yang benar dalam praktek memijat bayi sehari-hari.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan masyarakat tentang manfaat pijat bayi pada bayi usia 3 – 7 bulan.
3. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan bahan acuan dan perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pijat bayi.





















BACA SELENGKAPNYA - Penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di desa

Penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan RSU

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik. Sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik. Dengan besar kematian sekitar 585.000 setiap tahunnya maka berarti kematian ibu terjadi hampir setiap menit di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sekitar 99% kematian maternal dan perinatal terjadi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia (Manuaba, 2002: 18).

Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia adalah 334/100.000 kelahiran hidup dan 21,8/1000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka AKI di Indonesia adalah 15 kali AKI di Malaysia, 10 kali lebih tinggi daripada Thailand, atau 5 kali lebih tinggi daripada Filipina. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat (Saifuddin, 2002 : 4).

Asuhan masa nifas diperlukan karena periode ini merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Pelayanan kesehatan primer diperkirakan dapat menurunkan AKI sampai 20%, namun dengan sistem rujukan yang efektif AKI dapat ditekan sampai 80%. Menurut United Nations Children Emergency Fund (UNICEF), 80% kematian ibu dan perinatal terjadi di rumah sakit rujukan (Saifuddin, 2001 : 3).

Suatu tindakan obstetrik seperti seksio sesarea atau pengeluaran plasenta secara manual, dapat meningkatkan resiko seorang ibu terkena infeksi. Resiko tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :



Tabel 1. Distribusi Infeksi Bakterial Pada Pasien Obstetrik.



No. JENIS INFEKSI INSIDENS

1. Chorioamnionitis 0,5 – 1%

2. Postpartum Endometritis :

- Seksio Sesarea

- Persalinan Pervaginam 0,5 – 85%

<>
BACA SELENGKAPNYA - Penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan RSU

Penatalaksanaan manajemen aktif kala III oleh bidan di puskesmas

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tolak ukur penting dalam menciptakan Indonesia sehat adalah menekan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). AKI di Indonesia masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1: 1100 di Thailand. Hasil survey menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada SDKI 1998-2002 (www.AKI.com, 2006).
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklamsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 % kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam persalinan terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu (www.AKI.com, 2006).
Perdarahan pasca persalinan sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan antepartum. Sebagian besar kematian ibu yang terjadi saat pertolongan pertama, sehingga masih mempunyai peluang yang besar untuk dapat melakukan pertolongan yang adekuat untuk menurunkannya, waktu yang paling kritis untuk terjadinya perdarahan adalah ketika pelepasan plasenta dan segera setelah itu. Hal ini disebabkan karena terputusnya pembuluh darah ditempat berimplantasinya plasenta (Saifuddin, 2002).
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari 1 jam, lebih dari 90 % dari seluruh kasus perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi disebabkan oleh atonia uteri. Sebagian besar kematian akibat perdarahan pasca persalinan terjadi beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (APN IBI, 2004). Salah satu cara mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan pasca persalinan adalah dengan penatalaksanaan manajemen aktif kala III persalinan (Saifuddin, 2002).
Manajemen aktif kala III (MAKT) dapat mempercepat pelepasan plasenta. Dengan melaksanakan langkah-langkah manajemen aktif kala III sesuai dengan prosedur, dapat mengurangi banyaknya darah yang hilang dan dapat mengurangi angka kematian dan angka kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan. Manajemen aktif kala III meliputi pemberian 10 unit oksitoksin segera setelah kelahiran bayi, sebelum kelahiran plasenta, dan diikuti oleh penegangan tali pusat terkendali (PTT) untuk membantu plasenta lahir lebih cepat dan terakhir memberi pijatan pada uterus (masase) untuk menjaganya tetap berkontraksi setelah kelahiran plasenta. Oksitoksin hanya dapat diberikan melalui injeksi sehingga memerlukan pertolongan bidan atau dokter. Karena tidak mungkin untuk meramalkan secara akurat, maka semua ibu yang melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan ahli yang dapat melaksanakan manajemen aktif kala III (Bidan Media Komunikasi Keluarga Indonesia, Edisi No 56/2003).
Di Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2002 angka kematian ibu (AKI) sejumlah 13 orang dari 20.162 kelahiran hidup (64,47/100.000 kh) dan pada tahun 2003 sebanyak 16 orang dari 25.140 kelahiran hidup (63,64/100.000 kh) dan pada tahun 2004 sebanyak 19 orang dari 30.118 kelahiran hidup (62,81/100.000 kh), hal ini menunjukkan adanya penurunan yang sangat signifikan. Dengan penyebab klinis kematian terbesar adalah karena perdarahan yaitu sebesar 39 %. (Dinkes Kabupaten Lampung Selatan, 2004).


Pie Diagram I : Penyebab Kematian Ibu Di Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 2004




Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan pada bulan Januari – Desember 2005 jumlah persalinan 936 ditemukan sebanyak 22 orang yang mengalami perdarahan, dan 6 orang diantara meninggal akibat perdarahan tersebut, sehingga Angka Kematian Ibu di Puskesmas Way Urang periode Januari - Desember sejumlah 641 per 100.000 kh. Jika dibandingkan dengan Angka Kematian Ibu di Indonesia sekalipun Angka Nasional, maka Angka Kematian Ibu (AKI) di Puskesmas Way Urang jauh lebih tinggi (Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan, 2005). Berdasarkan pra survey dari tanggal 6 - 11 April 2006 di wilayah Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda, ternyata ditemukan 10 bidan. Setelah peneliti melakukan observasi terhadap 4 bidan dalam hal penatalaksanaan manajemen aktif kala III, hanya 1 bidan (25%) yang melaksanakan penatalaksanaan manajemen aktif kala III secara sistematis dan lengkap, sedangkan 3 bidan (75%) belum melaksanakan penatalaksaan manajemen aktif kala III yaitu pada saat pemberian suntikan oksitoksin dan pemijatan fundus uteri (masase) dilakukan secara tidak sistematis dan lengkap/dilakukan secara lengkap tetapi tidak sistematis.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti sejauhmana penatalaksanaan manajemen aktif kala III yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan khususnya bidan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.



B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III oleh Bidan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Mengetahui penatalaksanaan manajemen aktif kala III oleh Bidan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada
Pemberian Suntikan Oksitoksin Oleh bidan.
b. Diperolehnya gambaran tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada Penegangan Tali Pusat Terkendali Oleh bidan.
b. Diperolehnya gambaran tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada Pemijatan Fundus Uteri Oleh bidan.








D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Bidan
3. Objek Penelitian : Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III
4. Lokasi Penelitian : Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian : Tanggal 08-13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Bidan Puskesmas
Sebagai masukkan untuk menambah wawasan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan di Puskesmas tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kajian teori yang telah diperoleh Mahasiswi selama mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro dan sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan diperpustakaan Institusi Pendidikan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai perbandingan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian-penelitian atau yang serupa dan dapat lebih disempurnakan lagi.
BACA SELENGKAPNYA - Penatalaksanaan manajemen aktif kala III oleh bidan di puskesmas

Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di wilayah puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50 % kematian wanita subur disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kehamilan saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan, persalinan selama kehidupannya, di banyak negara Afrika 1:14, sedangkan di Amerika utara hanya 1:6.336. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Saifuddin, 2002).
Saat ini angka kematian ibu di seluruh dunia masih cukup tinggi. Estimasi WHO tahun 2000 tentang AKI (Maternal Mortality Ratio/MMR per 100.000 kelahiran hidup) adalah sebagai berikut, di seluruh dunia sebesar 400, di negara industri AKI cukup rendah yaitu sebesar 20, di Eropa sebesar 24. Untuk negara berkembang angka kematian ibu masih cukup tinggi yaitu sebesar 440 per 100.000, di Afrika sebesar 830 per 100.000, di Asia sebesar 330 per 100.000 dan Asia Tenggara sebesar 210 per 100.000 (WHO, 2004).

Sementara itu diantara Negara-Negara ASEAN angka kematian ibu maternal yang tertinggi adalah di Laos (650 per 100.000), menyusul Kamboja (450 per 100.000), dan kemudian Myanmar (360 per 100.000) sedangkan yang terendah di Singapura (30 per 100.000), Brunai Darussalam (37 per 100.000) dan Malaysia (41 per 100.000) (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Di Indonesia angka kematian ibu masih cukup tinggi walaupun terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut SKRT, AKI menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun lagi menjadi 379 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survey mengenai AKI. Menurut SDKI pada tahun 2002-2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Menurut Women Of our World 2005 yang diterbitkan oleh Population Reference Bureau (2005), AKI di Indonesia mencapai 230 per 100.000 kelahiran hidup, hampir dua kali lipat lebih tinggi dari AKI di Vietnam (130), lima kali lipat lebih tinggi dari AKI di Malaysia (41) dan Thailand (44) bahkan tujuh kali lipat lebih tinggi dari AKI di Singapura (30) (www.bappenas. go.id, 2007). Walaupun AKI di Indonesia mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, tapi masih jauh dari angka kematian ibu yang diharapkan pada tahun 2010 yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup (www.tempo.com, 2007).
Di provinsi Lampung, cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2003). Dan pada tahun 2003 angka kematian ibu sebesar 98 orang dari 186.248 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2004). Sementara itu kematian ibu di Kabupaten Lampung Tengah selama periode waktu 2001-2003, cenderung mengalami penurunan, yaitu mulai dari 32 kasus (156 per 100.000 kelahiran hidup) pada tahun 2001, 28 kasus (128 per 100.000 kelahiran hidup) tahun 2002, pada tahun 2003 dan 2004 sebesar 12 kasus (63,6 per 100.000 kelahiran hidup), tahun 2005 menjadi 16 kasus (62,1 per 100.000 kelahiran hidup) (Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, 2005).
Menurut data SKRT tahun 2001, 90% penyebab kematian ibu tersebut karena adanya komplikasi dan 28% diantaranya terjadi perdarahan di masa kehamilan dan persalinan. Ada beberapa sebab tidak langsung tentang masalah kesehatan ibu, yaitu pendidikan ibu-ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah, sosial ekonomi dan sosial budaya indonesia yang mengutamakan bapak daripada ibu, 4 terlalu dalam melahirkan yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak dan tiga terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan (www. promosi kesehatan.com, 2007).
Mengingat kira-kira 90% kematian itu terjadi disaat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya,maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil (Saifuddin, 2002).
Perubahan Paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi dan dapat membawa perbaikan kesehatan bagi kaum ibu di Indonesia. Penyesuaian ini sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir karena sebagian besar persalinan di Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer dimana tingkat keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan difasilitas pelayanan tersebut masih belum memadai. Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir, jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, merupakan asuhan persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi dan segera melakukan rujukan saat kondisi masih optimal, maka para ibu akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2004).
Telaah UNICEF tentang keselamatan ibu (1991) menemukan bahwa upaya kesehatan dasar hanya mampu menurunkan angka kematian sebesar 20%. Sebaliknya, pelayanan rujukan yang efektif mampu menurunkannya sampai sekitar 80%. Juga diketahui bahwa akibat berbagai keterlambatan 80% kematian ibu justru terjadi di RS rujukan. Menurut Rodes S. Cuban (1980), peluang untuk menyelamatkan pasien tergantung pada kemampuan penegakan diagnosis, persiapan rujukan, kedinian waktu rujukan dan penatalaksanaan kasus ditingkat penerima rujukan. Dengan demikian, kinerja jaringan rujukan akan sangat ditentukan oleh penatalaksanaan setiap kasus pada setiap unit pelayanan secara menyeluruh (www. tempo. co. id, 2007).
Jaringan rujukan pada dasarnya adalah suatu kesatuan pelayanan kesehatan di wilayah tertentu yang mendistribusikan kewenangan dan tanggung jawab pelayanan secara berjenjang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Dalam upaya pembentukan dan pembinaan jaringan rujukan, perlu diperhatikan beberapa hal mendasar yaitu daerah, cakupan jaringan, pelayanan standar dan tanggung jawab setiap jenjang tempat pelayanan (www.tempo.co.id, 2007).
Mengingat bahwa penyebab kematian ibu berupa komplikasi obstetri yang dapat muncul tak terduga di setiap tempat, pada setiap saat dan dalam segala situasi. Sementara, dalam keadaan yang serba terbatas, maka diperlukan suatu sistem rujukan yang efektif dari tingkat pe!ayanan primer, ke tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai. Sehingga diharapkan ibu bersalin dengan komplikasi obstetrik dapat segera ditangani di tingkat pe!ayanan kesehatan yang lebih memadai dan fasilitas lebih lengkap.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan maret 2007 di Puskesmas Rumbia Lampung Tengah, didapatkan hasil bahwa AKI di Kecamatan Rumbia selama tahun 2006 sebanyak 5 orang, AKB sebanyak 7 orang dan masing-masing 3 orang diantaranya meninggal di tempat rujukan. Kemudian didapatkan data mengenai pendidikan bidan di Puskesmas Rumbia yaitu terdapat 12 bidan dengan basis pendidikan bidan Diploma I sebanyak 9 orang dan pendidikan bidan Diploma III sebanyak 3 orang.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah Tahun 2007?”

C. Ruang lingkup penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut:
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Semua bidan di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
3. Objek penelitian : Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
5. Waktu Penelitian : 4 Juni 2007 sampai dengan 10 Juni 2007






D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah Tahun 2007.

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian mi adalah:
a. Untuk memperoleh gambaran pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan
Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi dalam Penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin yang efektif agar mendapat pelayanan kegawatdaruratan obstetri di tempat rujukan yang lebih memadai dalam upaya keselamatan ibu dan bayi.
2. Bagi Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Rumbia Lampung Tengah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin.


3. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi Mahasiswi Prodi Kebidanan Metro.

4. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan dan perkuliahan yang telah didapat di Prodi Kebidanan Metro serta untuk mendapat informasi yang jelas mengenai pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin, sehingga dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
BACA SELENGKAPNYA - Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di wilayah puskesmas
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS, KETIK EMAIL ANDA DISINI:
setelah mendaftar segera buka emailnya untuk verifikasi pendaftaran. Petunjuknya DILIHAT DISINI